PENDAHULUAN
Hipertensi
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang membutuhkan
perhatian karena dapat menyebabkan kematian utama di Negara-negara maju
maupun Negara berkembang. Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh
dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi
dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta
berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara sedang berkembang,
temasuk Indonesia
Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia terus terjadi peningkatan. Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2000 sebesar 21% menjadi
26,4% dan 27,5% pada tahun 2001 dan 2004. Selanjutnya, diperkirakan meningkat
lagi menjadi 37% pada tahun 2015 dan menjadi 42% pada tahun 2025. Menurut
data Kementrian Kesehatan RI tahun 2009 menunjukkan bahwa prevalensi
hipertensi sebesar 29,6% dan meningkat menjadi 34,1% tahun 2010. Data Dinas
Kesehatan kota Semarang tahun 2009 menyebutkan prevalensi hipertensi sebesar
12,85 % dengan jumlah kasus sebanyak 2063 (Apriany, 2012)
Prevalensi Penyakit Hipertensi pada tahun 2008 hingga tahun 2010
menunjukkan adanya penurunan kasus yang cukup tinggi, pada tahun 2008 sebesar
865204 jiwa, pada tahun 2009 sebesar 698816 jiwa, pada tahun 2010 sebesar
562117 jiwa. Namun, pada tahun 2011 terjadi peningkatan jumlah kasus yaitu
sebesar 634860 jiwa (Dinkesprov, 2011).
Salah satu komplikasi utama dari hipertensi adalah stroke. Zat-zat yang
terlarut seperti kolesterol, kalsium dan lain sebagainya akan mengendap pada
dinding pembuluh yang dikenal dengan istilah penyempitan pembuluh darah. Bila
penyempitan pembuluh darah terjadi dalam waktu yang lama dengan tekanan darah
yang sangat tinggi, maka pembuluh darah akan pecah yang akan mengakibatkan
suplai darah ke otak berkurang dan tidak adekuat lagi, bahkan terhenti yang
selanjutnya menimbulkan stroke (Pudiastuti, 2011)
B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit hipertensi
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit Hipertensi
3. Untuk mengetahui penyebab hipertensi, baik hipertensi primer maupun sekunder
4. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit hipertensi
5. Untuk mengetahui diagnosis penyakit hipertensi
6. Untuk mengetahui pencegahan dari penyakit hipertensi
C. Tujuan
Untuk mengetahui penyakit hipertensi pada pekerja, dan apa-apa saja kasus yang
terjadi di Indonesia maupun di luar indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
3. Kehamilan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan.
Kebanyakan wanita hamil yang mengalami hipertensi memiliki kondisi hipertensi
primer yang sudah ada sebelumnya. Tekanan darah tinggi dalam kehamilan dapat
merupakan tanda awal dari pre-eklampsia, suatu kondisi serius yang muncul setelah
melewati pertengahan masa kehamilan, dan dalam beberapa minggu setelah
melahirkan. Diagnosa preeklampsia termasuk peningkatan tekanan darah dan
adanya protein di dalam urin. Preeklampsia muncul pada sekitar 5% kehamilan dan
bertanggung jawab atas sekitar 16% dari semua kematian ibu secara global.
Preeklampsia juga menyebabkan risiko kematian bayi meningkat hingga dua kali
lipat. Biasanya preeklampsia tidak menunjukkan gejala dan keadaan ini terdeteksi
pada pemeriksaan rutin. Bila terjadi preeklampsia, gejala yang paling umum adalah
sakit kepala, gangguan penglihatan (sering dalam bentuk “kilatan cahaya”), muntah,
nyeri epigastrium, dan edema (bengkak). Terkadang preeklampsia bisa berkembang
menjadi kondisi yang mengancam nyawa yang disebut eklampsia. Eklampsia adalah
suatu hipertensi emergensi dan menyebabkan beberapa komplikasi berat, seperti
hilangnya penglihatan, pembengkakan otak, kejang tonik-klonik atau konvulsi, gagal
ginjal, edema paru, dan koagulasi intravaskular diseminata (gangguan pembekuan
darah).
4. Bayi dan anak
Gagal tumbuh, kejang, iritabilitas, kurang energi, dan kesulitan bernafas bisa
dikaitkan dengan hipertensi pada bayi baru lahir dan bayi usia muda. Pada bayi
yang lebih besar dan anak, hipertensi bisa menyebabkan sakit kepala, iritabilitas
tanpa penyebab yang jelas, lesu, gagal tumbuh, pandangan kabur, mimisan, dan
kelumpuhan wajah.
D. Penyebab Hipertensi
Tekanan darah tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan
jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama
gagal jantung kronis. Selain faktor genetika, usia, dan jenis kelamin, ada beberapa
faktor penyebab lain, antara lain:
1. Stres atau perasaan tertekan.
2. Kegemukan (Obesitas).
3. Kebiasaan merokok.
4. Kurang berolahraga.
5. Kelainan kadar lemak dalam darah (Dislipidemia).
6. Konsumsi yang berlebihan atas garam, alkohol, dan makanan yang berlemak tinggi.
7. Kurang mengonsumsi makanan yang berserat dan diet yang tidak seimbang.
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer (esensial) adalah jenis hipertensi yang paling umum,
meliputi sebanyak 90–95% dari seluruh kasus hipertensi. Dalam hampir semua
masyarakat kontemporer, tekanan darah meningkat seiring penuaan dan risiko
untuk menjadi hipertensi di kemudian hari cukup tinggi. Hipertensi diakibatkan
oleh interaksi gen yang kompleks dan faktor lingkungan. Berbagai gen yang
sering ditemukan sedikit berpengaruh pada tekanan darah, sudah diidentifikasi,
demikian juga beberapa gen yang jarang yang berpengaruh besar pada tekanan
darah tetapi dasar genetik dari hipertensi masih belum sepenuhnya dimengerti.
Beberapa faktor lingkungan mempengaruhi tekanan darah. Faktor gaya hidup
yang menurunkan tekanan darah di antaranya mengurangi asupan garam dalam
makanan, meningkatkan konsumsi buah-buahan dan produk rendah lemak
(Pendekatan Diet untuk Menghentikan Hipertensi (diet DASH)). Olah Raga,
penurunan berat badan dan menurunkan asupan alkohol juga membantu
menurunkan tekanan darah. Kemungkinan peranan faktor lain seperti stres,
konsumsi kafein, dan defisiensi Vitamin D kurang begitu jelas. Resistensi insulin,
yang umum ditemukan pada obesitas dan merupakan komponen dari sindrom X
(atau sindrom metabolik), juga diduga ikut berperan dalam mengakibatkan
hipertensi. Studi terbaru juga memasukkan kejadian-kejadian pada awal
kehidupan (contohnya, berat lahir rendah, ibu merokok, dan kurangnya air susu
ibu) sebagai faktor risiko bagi hipertensi esensial dewasa. Namun, mekanisme
yang menghubungkan paparan ini dengan hipertensi dewasa tetap tidak jelas.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat suatu penyebab yang diketahui. Penyakit
ginjal adalah penyebab sekunder tersering dari hipertensi. Hipertensi juga bisa
disebabkan oleh kondisi endokrin, seperti sindrom Cushing, hipertiroidisme,
hipotiroidisme, akromegali, sindrom Conn atau hiperaldosteronisme,
hiperparatiroidisme, dan feokromositoma. Penyebab lain dari hipertensi sekunder di
antaranya obesitas, henti nafas saat tidur, kehamilan, koarktasio aorta, konsumsi
akar manis (licorice) yang berlebihan, serta obat resep, obat herbal, dan obat-obat
terlarang. Adapun lagi penyebab dari hipertensi sekunder yaitu :
a. Stenosis arteri renalis
Stenosis arteri renalis ini memerangi aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
(LFG), menstimulasi pelepasan rennin dan produksi angiotensin II. Angiotensin II
menyebabkan hipertensi melalui fase konstriksi dan stimulasi pelepasan aldosteron
dan retensi natrium. Jika kedua ginjal terkena, hipervolemia dan hipertensi akhirnya
mengembalikan perfusi ginjal dan kadar rennin sedikit turun. Jika salah satu ginjal
normal, hipertensi akan meningkatkan LFG. Hal ini memacu eksresi natrium oleh
ginjal yang sehat, namun perfusi pada ginjal yang mengalami stenosis tetap kurang
dan terus menghasilkan kadar rennin yang sangat tinggi.
b. Hiperaldosteronisme primer
Hiperaldosteronisme primer mencakup satu sampai dua persen dari semua kasus
hipertensi. Kelebihan aldosteron meningkatkan retensi natrium dan sekresi kalium
oleh ginjal. Hipervolemia yang terjadi menyebabkan hipertensi. Produksi rennin
disupresi karna tekanan perfusi ginjal dan penyampaian nantrium klorida ke macula
densal meningkat.
c. Penyakit ginjal interinsik
Setiap penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi. Gangguan ginjal berat
mengurangi eksresi natrium serta menyebaban hipervolemia dan hipertensi, yang
bersifat ‘sensitif terhadap garam’ karna hipertensi meningkat seiring dengan asupan
garam. Pada gangguan ginjal ringan hipoperfusi ginjal yang dipersepsi memacu
sekresi rennin dan vasokontriksi yang di mediasi oleh angiotensin II. Hipertensi ini
tidak sensitive terhadap garam dan disebut resisten garam.
E. Mekanisme Garam Menyebabkan Hipertensi
garam menyebabkan tekanan darah seseorang. Jika kadar garam dalam tubuh kita
tinggi, maka otomatis tubuh akan berusaha menetralkan, yaitu dengan cara
mengencerkannya. Caranya adalah dengan air, melalui dua proses mekanisme:
1. Kadar garam yang tinggi akan merangsang pusat haus di otak, sehingga seseorang
akan minum air dengan kadar lebih banyak. (cepat haus)
2. Kadar garam yang tinggi juga menyebabkan pelepasan hormon antidiuretik, yaitu
hormon yang menyebabkan ginjal menyerap kembali sebagian besar air yang telah
disaring, sebelum dikeluarkan menjadi air kemih. Sehingga menjadikan sejumlah
besar air masuk kembali ke dalam pembuluh darah. Kedua mekanisme diatas
menyebabkan volume darah di dalam tubuh bertambah. Itulah yang menyebabkan
tekanan darah dalam tubuh kita meningkat.
Salah satu cara bagaimana menjaga agar tekanan darah dalam tubuh stabil, yaitu
dengan mengkonsumsi makanan yang menandung potassium, karena potassium
dalam tubuh akan bereaksi untuk membuang sodium (yang ada dalam garam),
sehingga dapat menurunkan kadar garam dalam tubuh. Potasium banyak terdapat
pada buah-buahan dan sayur-sayuran.
F. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi
hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang
dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga
mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan
tidak mengetahui factor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial. Saat ini
penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia.
Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15
milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi
saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. Angka-angka prevalensi hipertensi di
Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih
banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi
case-finding maupun penatalaksanaan pengobatannya jangkauan masih sangat
terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan.
Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka-angka
ekstrim rendah seperti di Ungaran, Jawa Tengah 1,8%; Lembah Balim Pegunungan
Jaya Wijaya, Irian Jaya 0,6%; dan Talang Sumatera Barat 17,8%. Nyata di sini, dua
angka yang dilaporkan oleh kelompok yang sama pada 2 daerah pedesaan di
Sumatera Barat menunjukkan angka yang tinggi. Oleh sebab itu perlu diteliti lebih
lanjut, demikian juga angka yang relatif sangat rendah.
Survei penyakit jantung pada usia lanjut yang dilaksanakan Boedhi Darmojo,
menemukan prevalensi hipertensi tanpa atau dengan tanda penyakit jantung
hipertensi sebesar 33,3% (81 orang dari 243 orang tua 50 tahun ke atas). Wanita
mempunyai prevalensi lebih tinggi dari pada pria (p¬0,05). Dari kasus-kasus tadi,
ternyata 68,4% termasuk hipertensi ringan (diastolik 95¬104 mmHg), 28,1%
hipertensi sedang (diastolik 105¬129 mmHg) dan hanya 3,5% dengan hipertensi
berat (diastolik sama atau lebih besar dengan 130 mmHg).
G. Klasifikasi Hipertensi
Tekanan sistolik Tekanan diastolik
Klasifikasi (JNC7)[2]
mmHg kPa mmHg kPa
Normal 90–119 12–15,9 60–79 8,0–10,5
16,0–
Pra-hipertensi 120–139 80–89 10,7–11,9
18,5
18,7–
Hipertensi Derajat 1 140–159 90–99 12,0–13,2
21,2
Hipertensi Derajat 2 ≥160 ≥21,3 ≥100 ≥13,3
Hipertensi sistolik
≥140 ≥18,7 <90 <12,0
tersendiri
1. Dewasa
Pada orang berusia 18 tahun ke atas, hipertensi didefinisikan sebagai
pengukuran tekanan darah sistolik dan/atau diastolik yang terus-menerus melebihi
nilai normal yang dapat diterima (saat ini sistolik 139 mmHg, diastolik 89 mmHg:
lihat tabel — Klasifikasi (JNC7)). Bila pengukuran diperoleh dari pemantauan
ambulatori 24 jam atau pemantauan di rumah, digunakan batasan yang lebih
rendah (sistolik 135 mmHg atau diastolik 85 mmHg).[3] Beberapa pedoman
internasional terbaru tentang hipertensi juga telah membuat kategori di bawah
kisaran hipertensi untuk menunjukkan risiko yang berkelanjutan pada tekanan
darah yang lebih tinggi dari kisaran normal. JNC7 (2003) [2] menggunakan istilah
pra-hipertensi untuk tekanan darah dalam kisaran sistolik 120–139 mmHg
dan/atau diastolik 80–89 mmHg,
sedangkan Pedoman ESH-ESC (2007) [4] dan BHS IV (2004) [5]
menggunakan kategori optimal, normal, dan normal tinggi untuk membagi tekanan
sistolik di bawah 140 mmHg dan diastolik di bawah 90 mmHg. Hipertensi juga
digolongkan lagi sebagai berikut: JNC7 membedakan hipertensi derajat I,
hipertensi derajat II, dan hipertensi sistolik terisolasi. Hipertensi sistolik terisolasi
mengacu pada peningkatan tekanan sistolik dengan tekanan diastolik normal dan
umumnya terjadi pada kelompok usia lanjut. [2] Pedoman ESH-ESC (2007)[4] dan
BHS IV (2004),[5] mendefinisikan hipertensi derajat ketiga (derajat III) untuk orang
dengan tekanan darah sistolik di atas 179 mmHg atau tekanan diastolik di atas
109 mmHg. Hipertensi tergolong “resisten” bila [[Obat farmasi|obat-obatan] tidak
mengurangi tekanan darah menjadi normal.[2]
2. Neonatus dan bayi
Hipertensi pada neonatus jarang terjadi, dan hanya terjadi pada sekitar 0,2
sampai 3% neonatus. Tekanan darah tidak diukur secara rutin pada bayi baru lahir
yang sehat.[6] Hipertensi lebih umum terjadi pada bayi baru lahir berisiko tinggi.
Berbagai faktor, seperti usia gestasi, usia pascakonsepsi, dan berat badan lahir
perlu dipertimbangkan ketika memutuskan apakah tekanan darah termasuk normal
pada neonatus.
3. Anak dan remaja
Hipertensi cukup umum terjadi pada anak dan remaja (2–9% bergantung
pada usia, jenis kelamin, dan etnisitas)[7] dan dikaitkan dengan risiko jangka panjang
mengalami kesehatan yang buruk. [8] Rekomendasi saat ini adalah agar anak di atas
usia tiga tahun diperiksa tekanan darahnya kapanpun mereka melakukan kunjungan
atau pemeriksaan rutin. Tekanan darah tinggi baru dipastikan setelah kunjungan
berulang sebelum menyatakan seorang anak mengalami hipertensi. [8] Tekanan
darah meningkat seiring usia pada masa kanak-kanak, dan pada anak, hipertensi
didefinisikan sebagai rerata tekanan darah sistolik dan diastolik yang pada tiga atau
lebih waktu yang berbeda, sama dengan atau lebih tinggi dari persentil ke-95 yang
sesuai untuk jenis kelamin, usia, dan tinggi badan anak. Pra-hipertensi pada anak
didefinisikan sebagai rerata tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih besar
atau sama dengan persentil ke-90, tapi lebih kecil dari persentil ke-95. [8] Pada
remaja, diusulkan bahwa hipertensi dan pra-hipertensi didiagnosis dan digolongkan
dengan menggunakan kriteria dewasa.
H. Patofisiologi
Bagi kebanyakan orang dengan hipertensi esensial (primer), peningkatan
resistensi terhadap aliran darah (resistensi perifer total) bertanggung jawab atas
tekanan yang tinggi itu sementara curah jantung tetap normal. Ada bukti bahwa
beberapa orang muda yang menderita prahipertensi atau “hipertensi perbatasan”
memiliki curah jantung yang tinggi, denyut jantung meningkat, dan resistensi perifer
yang normal. Kondisi ini disebut sebagai hipertensi perbatasan hiperkinetik. Para
penderita ini mengembangkan fitur yang khas dari hipertensi esensial tetap di
kemudian hari saat curah jantung menurun dan resistensi perifer meningkat seiring
bertambahnya usia. Masih diperdebatkan apakah pola ini biasa dialami oleh semua
orang yang pada akhirnya mengalami hipertensi. Peningkatan resistensi perifer pada
hipertensi tetap terutama disebabkan oleh penyempitan struktur arteri dan arteriol
kecil. Penurunan jumlah atau kepadatan pembuluh kapiler juga bisa ikut berperan
dalam resistensi perifer. Hipertensi juga dikaitkan dengan penurunan kelenturan
vena perifer, yang bisa meningkatkan venous return (volume darah yang kembali ke
jantung), meningkatkan preload jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi
diastolik. Masih belum jelas apakah peningkatan konstriksi aktif pembuluh darah
memegang peranan dalam hipertensi esensial.
Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik) sering
meningkat pada orang lanjut usia dengan hipertensi. Pada keadaan ini dapat terjadi
tekanan sistolik sangat tinggi di atas normal, tetapi tekanan diastolik mungkin normal
atau rendah. Kondisi ini disebut hipertensi sistolik terisolasi.[40] Tekanan nadi yang
tinggi pada orang lanjut usia dengan hipertensi atau hipertensi sistolik terisolasi
disebabkan karena peningkatan kekakuan arteri, yang biasanya menyertai penuaan
dan dapat diperberat oleh tekanan darah tinggi. [41]Banyak mekanisme yang sudah
diajukan sebagai penyebab peningkatan resistensi yang ditemukan dalam sistem
arteri pada hipertensi. Sebagian besar bukti menunjukkan keterlibatan salah satu
atau kedua penyebab beriku:
Gangguan dalam penanganan garam dan air pada ginjal, khususnya gangguan
sistem renin-angiotensin intrarenal[42]
Abnormalitas sistem saraf simpatis[43]
Mekanisme tersebut tidak berdiri sendiri dan tampaknya keduanya ikut
berperan sampai batas tertentu dalam kebanyakan kasus hipertensi esensial. Juga
diduga bahwa disfungsi endotel (gangguan fungsi dinding pembuluh darah) dan
peradangan vaskular juga ikut berperan dalam meningkatkan resistensi perifer dan
kerusakan pembuluh darah pada hipertensi.[44][45]
I. Diagnosis
Pemeriksaan yang dilakukan pada hipertensi
Sistem Pemeriksaan
Renal Urinalisis mikroskopik, proteinuria, darah BUN (ureum) dan/atau kreatinin
Endokrin Darah natrium, kalium, kalsium, TSH (thyroid-stimulating hormone).
Metaboli Glukosa darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL,
k trigliserida
Lain-lain Hematokrit, elektrokardiogram, dan foto Röntgen dada
Sources: Harrison's principles of internal medicine others
B. Kesimpulan
1 Hipertensi (HTN) atau tekanan darah tinggi adalah adalah kondisi medis kronis dengan
tekanan darah di arteri meningkat.
2. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk stroke, infark miokard (serangan jantung), gagal
jantung, aneurisma arteri (misalnya aneurisma aorta), penyakit arteri perifer, dan penyebab
penyakit ginjal kronik.
3. Hipertensi terbagi menjadi hipertensi primer (esensial) atau hipertensi sekunder.
4. Sedangkan gejala umum yang mungkin terjadi pada orang dengan tekanan darah tinggi
meliputi:
a. Sakit kepala saat bangun tidur yang kemudian menghilang setelah beberapa jam.
b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk.
c. Mudah lelah, lesu, Impoten.
d. Telinga berdenging.
e. Detak jantung berdebar cepat.
f. Pandangan agak kabur, susah tidur, sakit pinggang, dan mudah menjadi marah.
5. Penyebab Hipertensi yaitu faktor genetika, usia, dan jenis kelamin, ada beberapa faktor
penyebab lainnya, antara lain:
a. Stres atau perasaan tertekan.
b. Kegemukan (Obesitas).
c. Kebiasaan merokok.
d. Kurang berolahraga.
e. Kelainan kadar lemak dalam darah (Dislipidemia).
f. Konsumsi yang berlebihan atas garam, alkohol, dan makanan yang berlemak tinggi.
g. Kurang mengonsumsi makanan yang berserat dan diet yang tidak seimbang.
C. Saran
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang membutuhkan perhatian karena
dapat menyebabkan kematian utama di Negara-negara maju maupun Negara berkembang.
Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita.
Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta
pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara
sedang berkembang, termasuk Indonesia.
Jadi, untuk mengatasi penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya,
Kemenkes membuat kebijakan yaitu:
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining)
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu
PTM
3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi
Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui Peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan
yang profesional dan kompenten dalam upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana
PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Carretero OA, Oparil S (January 2000). "Essential hypertension. Part I: Definition and etiology".
Circulation 101 (3): 329–35. doi:10.1161/01.CIR.101.3.329. PMID 10645931.
Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. (December 2003). "Seventh report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure".
Hypertension 42 (6): 1206–52. doi:10.1161/01.HYP.0000107251.49515.c2.
PMID 14656957.
National Clinical Guidance Centre (August 2011). "7 Diagnosis of Hypertension, 7.5 Link from
evidence to recommendations". Hypertension (NICE CG 127). National Institute for Health
and Clinical Excellence. hlm. 102. Diakses 2011-12-22.
Mancia G, De Backer G, Dominiczak A, et al. (September 2007). "2007 ESH-ESC Practice Guidelines
for the Management of Arterial Hypertension: ESH-ESC Task Force on the Management of
Arterial Hypertension". J. Hypertens. 25 (9): 1751–62. doi:10.1097/HJH.0b013e3282f0580f.
PMID 17762635.
Williams B, Poulter NR, Brown MJ, et al. (March 2004). "Guidelines for management of hypertension:
report of the fourth working party of the British Hypertension Society, 2004-BHS IV". J Hum
Hypertens 18 (3): 139–85. doi:10.1038/sj.jhh.1001683. PMID 14973512.
Dionne JM, Abitbol CL, Flynn JT (January 2012). "Hypertension in infancy: diagnosis, management
and outcome". Pediatr. Nephrol. 27 (1): 17–32. doi:10.1007/s00467-010-1755-z.
PMID 21258818.
Din-Dzietham R, Liu Y, Bielo MV, Shamsa F (September 2007). "High blood pressure trends in
children and adolescents in national surveys, 1963 to 2002". Circulation 116 (13): 1488–96.
doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.106.683243. PMID 17846287.
Fisher ND, Williams GH (2005). "Hypertensive vascular disease". In Kasper DL, Braunwald E, Fauci
AS, et al.. Harrison's Principles of Internal Medicine (ed. 16th). New York, NY: McGraw-Hill.
hlm. 1463–81. ISBN 0-07-139140-1.
Wong T, Mitchell P (February 2007). "The eye in hypertension". Lancet 369 (9559): 425–35.
doi:10.1016/S0140-6736(07)60198-6. PMID 17276782.
O'Brien, Eoin; Beevers, D. G.; Lip, Gregory Y. H. (2007). ABC of hypertension. London: BMJ Books.
ISBN 1-4051-3061-X.