Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Hipertensi
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang membutuhkan
perhatian karena dapat menyebabkan kematian utama di Negara-negara maju
maupun Negara berkembang. Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh
dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi
dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta
berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara sedang berkembang,
temasuk Indonesia
Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia terus terjadi peningkatan. Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2000 sebesar 21% menjadi
26,4% dan 27,5% pada tahun 2001 dan 2004. Selanjutnya, diperkirakan meningkat
lagi menjadi 37% pada tahun 2015 dan menjadi 42% pada tahun 2025. Menurut
data Kementrian Kesehatan RI tahun 2009 menunjukkan bahwa prevalensi
hipertensi sebesar 29,6% dan meningkat menjadi 34,1% tahun 2010. Data Dinas
Kesehatan kota Semarang tahun 2009 menyebutkan prevalensi hipertensi sebesar
12,85 % dengan jumlah kasus sebanyak 2063 (Apriany, 2012)
Prevalensi Penyakit Hipertensi pada tahun 2008 hingga tahun 2010
menunjukkan adanya penurunan kasus yang cukup tinggi, pada tahun 2008 sebesar
865204 jiwa, pada tahun 2009 sebesar 698816 jiwa, pada tahun 2010 sebesar
562117 jiwa. Namun, pada tahun 2011 terjadi peningkatan jumlah kasus yaitu
sebesar 634860 jiwa (Dinkesprov, 2011).
Salah satu komplikasi utama dari hipertensi adalah stroke. Zat-zat yang
terlarut seperti kolesterol, kalsium dan lain sebagainya akan mengendap pada
dinding pembuluh yang dikenal dengan istilah penyempitan pembuluh darah. Bila
penyempitan pembuluh darah terjadi dalam waktu yang lama dengan tekanan darah
yang sangat tinggi, maka pembuluh darah akan pecah yang akan mengakibatkan
suplai darah ke otak berkurang dan tidak adekuat lagi, bahkan terhenti yang
selanjutnya menimbulkan stroke (Pudiastuti, 2011)
B.   Rumusan Masalah
1.  Untuk mengetahui pengertian penyakit hipertensi
2.  Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit Hipertensi
3.  Untuk mengetahui penyebab hipertensi, baik hipertensi primer maupun sekunder
4.  Untuk mengetahui klasifikasi penyakit hipertensi
5.  Untuk mengetahui diagnosis penyakit hipertensi
6.  Untuk mengetahui pencegahan dari penyakit hipertensi

C.   Tujuan
Untuk mengetahui penyakit hipertensi pada pekerja, dan apa-apa saja kasus yang
terjadi di Indonesia maupun di luar indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Hipertensi


Hipertensi (HTN) atau tekanan darah tinggi, kadang-kadang disebut juga
dengan hipertensi arteri, adalah kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri
meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dari
biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan darah
melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolik, tergantung apakah otot jantung
berkontraksi (sistole) atau berelaksasi di antara denyut (diastole). Tekanan darah
normal pada saat istirahat adalah dalam kisaran sistolik (bacaan atas) 100–
140 mmHg dan diastolik (bacaan bawah) 60–90 mmHg. Tekanan darah tinggi terjadi
bila terus-menerus berada pada 140/90 mmHg atau lebih.
Hipertensi terbagi menjadi hipertensi primer (esensial) atau hipertensi
sekunder. Sekitar 90–95% kasus tergolong "hipertensi primer", yang berarti tekanan
darah tinggi tanpa penyebab medis yang jelas. [1] Kondisi lain yang mempengaruhi
ginjal, arteri, jantung, atau sistem endokrin menyebabkan 5-10% kasus lainnya
(hipertensi sekunder).
Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk stroke, infark miokard (serangan
jantung), gagal jantung, aneurisma arteri (misalnya aneurisma aorta), penyakit arteri
perifer, dan penyebab penyakit ginjal kronik. Bahkan peningkatan sedang tekanan
darah arteri terkait dengan harapan hidup yang lebih pendek. Perubahan pola
makan dan gaya hidup dapat memperbaiki kontrol tekanan darah dan mengurangi
resiko terkait komplikasi kesehatan. Meskipun demikian, obat seringkali diperlukan
pada sebagian orang bila perubahan gaya hidup saja terbukti tidak efektif atau tidak
cukup.

B.   Anatomi dan Fisiologi Hipertensi


a.    Anatomi
1) Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak di dalam dada, batas
kanannya terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercosta kelima
kiri pada linea midclavikula.
Hubungan jantung adalah:
a) atas: pembuluh darah besar
b) bawah: diafragma
c) setiap sisi: paru-paru
d) belakang: aorta dessendens, oesopagus, columna vertebralis
2) Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ.
Arteri terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan
elastin/otot: aorta dan cabang-cabangnya besar memiliki lapisan tengah yang terdiri
dari jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih
kecil memiliki lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada
suatu organ).
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
a) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya
b) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak
dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi
pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arterosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi “vasokonstriksi”, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam danair dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat, Sebaliknya, jika:
a) Aktivitas memompa jantung berkurang,
b) arteri mengalami pelebaran,
c) banyak cairan keluar dari sirkulasi, Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi
lebih kecil.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam
fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur
berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
3) Perubahan fungsi ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
a) Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air,
yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan
darah ke normal.
b) Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal
c) Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang
disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya
akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam
mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada
ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan
arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan
hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah.
4) Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot
dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter
pembuluh darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ
berkurang. Bila terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
5) Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan
langsung dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang
membuka pembuluh darah utama
6) Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga
sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel
sistem retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak
langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan
7) Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh
gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna
satu sama lain.
b. Fisiologi
Jantung mempunyai fungsi sebagai pemompa darah yang mengandung
oksigen dalam sistem arteri, yang dibawa ke sel dan seluruh tubuh untuk
mengumpulkan darah deoksigenasi (darah yang kadar oksigennya kurang) dari
sistem vena yang dikirim ke dalam paru-paru untuk reoksigenasi (Black, 2010).
C.   Tanda dan Gejala Hipertensi
Hipertensi jarang menunjukkan gejala, dan pengenalannya biasanya melalui
skrining, atau saat mencari penanganan medis untuk masalah kesehatan yang tidak
berkaitan. Beberapa orang dengan tekanan darah tinggi melaporkan sakit kepala
(terutama di bagian belakang kepala dan pada pagi hari), serta pusing, vertigo,
tinitus (dengung atau desis di dalam telinga), gangguan penglihatan atau pingsan.
Sedangkan gejala umum yang mungkin terjadi pada orang dengan tekanan darah
tinggi meliputi: 
1.    Sakit kepala saat bangun tidur yang kemudian menghilang setelah beberapa jam.
2.    Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk.
3.    Mudah lelah, lesu, Impoten.
4.    Telinga berdenging.
5.    Detak jantung berdebar cepat. 
6.    Pandangan agak kabur, susah tidur, sakit pinggang, dan mudah menjadi marah.
Apabila Anda merasakan beberapa gejala di atas, segera cari bantuan untuk
mengatasi tekanan darah tinggi Anda mengingat banyaknya komplikasi serius yang
bisa jadi Anda alami diantaranya:
1.   Kerusakan otak Tekanan darah yang terlalu tinggi menyebabkan pecahnya
pembuluh darah otak (stroke) akibatnya, darah tercecer dari daerah tertentu otak
sedangkan bagian lain otak tidak teraliri cukup sehingga bagian otak menjadi rusak.
2.   Kerusakan jantung Tekanan darah yang tinggi menyebabkan pembesaran otot
jantung kiri sehingga jantung mengalami gagal fungsi. Pembesaran otot jantung kiri
disebabkan jantung bekerja keras untuk memompa darah.
3.   Kerusakan ginjal  Tingginya tekanan darah akan membuat pembuluh darah dalam
ginjal tertekan. Akhirnya, pembuluh darah menjadi rusak dan menyebabkan fungsi
ginjal menurun hingga mengalami kegagalan ginjal.
4.   Kerusakan mata  Tekanan darah yang tinggi menyebabkan tertekannya pembuluh
darah dan syaraf pada mata sehingga penglihatan terganggu.
Pada pemeriksaan fisik, hipertensi juga dicurigai ketika terdeteksi adanya
retinopati hipertensi pada pemeriksaan fundus optik di belakang mata dengan
menggunakan oftalmoskop. Biasanya beratnya perubahan retinopati hipertensi
dibagi atas tingkat I-IV, walaupun jenis yang lebih ringan mungkin sulit dibedakan
antara satu dan lainnya. Hasil oftalmoskopi juga dapat memberi petunjuk berapa
lama seseorang telah mengalami hipertensi.
1.    Hipertensi sekunder
Beberapa tanda dan gejala tambahan dapat menunjukkan hipertensi
sekunder, yaitu hipertensi akibat penyebab yang jelas seperti penyakit ginjal atau
penyakit endokrin. Contohnya, obesitas pada dada dan perut, intoleransi glukosa,
wajah bulat seperti bulan (moon facies), "punuk kerbau" (buffalo hump), dan striae
ungu menandakan Sindrom Cushing. Penyakit tiroid dan akromegali juga dapat
menyebabkan hipertensi dan mempunyai gejala dan tanda yang khas. Bising perut
mungkin mengindikasikan stenosis arteri renalis (penyempitan arteri yang
mengedarkan darah ke ginjal). Berkurangnya tekanan darah di kaki atau lambatnya
atau hilangnya denyut arteri femoralis mungkin menandakan koarktasio aorta
(penyempitan aorta sesaat setelah meninggalkan jantung). Hipertensi yang sangat
bervariasi dengan sakit kepala, palpitasi, pucat, dan berkeringat harus segera
menimbulkan kecurigaan ke arah feokromositoma.

2.    Krisis hipertensi


Peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi (sistolik lebih atau sama
dengan 180 atau diastolik lebih atau sama dengan 110, kadang disebut hipertensi
maligna atau akselerasi) sering disebut sebagai "krisis hipertensi." Tekanan darah di
atas tingkat ini memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya komplikasi. Orang dengan
tekanan darah pada kisaran ini mungkin tidak memiliki gejala, tetapi lebih cenderung
melaporkan sakit kepala (22% dari kasus) [12] dan pusing dibandingkan dengan
populasi umum. Gejala lain krisis hipertensi mencakup berkurangnya penglihatan
atau sesak napas karena gagal jantung atau rasa lesu karena gagal ginjal.
Kebanyakan orang dengan krisis hipertensi diketahui memiliki tekanan darah tinggi,
tetapi pemicu tambahan mungkin menyebabkan peningkatan secara tiba-tiba.
"Hipertensi emergensi", sebelumnya disebut sebagai "hipertensi maligna",
terjadi saat terdapat bukti kerusakan langsung pada satu organ atau lebih sebagai
akibat meningkatnya tekanan darah. Kerusakan ini bisa mencakup ensefalopati
hipertensi, disebabkan oleh pembengkakan dan gangguan fungsi otak, dan ditandai
oleh sakit kepala dan gangguan kesadaran (kebingungan atau rasa kantuk).
Papiledema retina dan perdarahan fundus serta eksudat adalah tanda lain
kerusakan organ target. Nyeri dada dapat merupakan tanda kerusakan otot jantung
(yang bisa berlanjut menjadi serangan jantung) atau kadang diseksi aorta, robeknya
dinding dalam aorta. Sesak napas, batuk, dan ekspektorasi dahak bernoda darah
adalah ciri khas edema paru. Kondisi ini adalah pembengkakan jaringan paru akibat
gagal ventrikel kiri, ketidakmampuan ventrikel kiri jantung untuk memompa cukup
darah dari paru-paru ke sistem arteri. Penurunan fungsi ginjal secara cepat (cedera
ginjal akut/acute kidney injury) dan anemia hemolitik mikroangiopati (penghancuran
sel-sel darah) juga mungkin terjadi. Pada situasi ini, harus dilakukan penurunan
tekanan darah secara cepat untuk menghentikan kerusakan organ yang sedang
terjadi. Sebaliknya, tidak ada bukti bahwa tekanan darah perlu diturunkan secara
cepat dalam keadaan hipertensi emergensi bila tidak ada bukti kerusakan organ
target. Penurunan tekanan darah yang terlalu agresif bukan berarti tidak ada risiko.
Penggunaan obat-obatan oral untuk menurunkan tekanan darah secara bertahap
selama 24 sampai 48 jam dianjurkan dalam kedaruratan hipertensi.

3.  Kehamilan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan.
Kebanyakan wanita hamil yang mengalami hipertensi memiliki kondisi hipertensi
primer yang sudah ada sebelumnya. Tekanan darah tinggi dalam kehamilan dapat
merupakan tanda awal dari pre-eklampsia, suatu kondisi serius yang muncul setelah
melewati pertengahan masa kehamilan, dan dalam beberapa minggu setelah
melahirkan. Diagnosa preeklampsia termasuk peningkatan tekanan darah dan
adanya protein di dalam urin. Preeklampsia muncul pada sekitar 5% kehamilan dan
bertanggung jawab atas sekitar 16% dari semua kematian ibu secara global.
Preeklampsia juga menyebabkan risiko kematian bayi meningkat hingga dua kali
lipat. Biasanya preeklampsia tidak menunjukkan gejala dan keadaan ini terdeteksi
pada pemeriksaan rutin. Bila terjadi preeklampsia, gejala yang paling umum adalah
sakit kepala, gangguan penglihatan (sering dalam bentuk “kilatan cahaya”), muntah,
nyeri epigastrium, dan edema (bengkak). Terkadang preeklampsia bisa berkembang
menjadi kondisi yang mengancam nyawa yang disebut eklampsia. Eklampsia adalah
suatu hipertensi emergensi dan menyebabkan beberapa komplikasi berat, seperti
hilangnya penglihatan, pembengkakan otak, kejang tonik-klonik atau konvulsi, gagal
ginjal, edema paru, dan koagulasi intravaskular diseminata (gangguan pembekuan
darah).
4.  Bayi dan anak
Gagal tumbuh, kejang, iritabilitas, kurang energi, dan kesulitan bernafas bisa
dikaitkan dengan hipertensi pada bayi baru lahir dan bayi usia muda. Pada bayi
yang lebih besar dan anak, hipertensi bisa menyebabkan sakit kepala, iritabilitas
tanpa penyebab yang jelas, lesu, gagal tumbuh, pandangan kabur, mimisan, dan
kelumpuhan wajah.
D.   Penyebab Hipertensi
Tekanan darah tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan
jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama
gagal jantung kronis. Selain faktor genetika, usia, dan jenis kelamin, ada beberapa
faktor penyebab lain, antara lain:
1.    Stres atau perasaan tertekan.
2.    Kegemukan (Obesitas).
3.    Kebiasaan merokok.
4.    Kurang berolahraga.
5.    Kelainan kadar lemak dalam darah (Dislipidemia).
6.    Konsumsi yang berlebihan atas garam, alkohol, dan makanan yang berlemak tinggi.
7.    Kurang mengonsumsi makanan yang berserat dan diet yang tidak seimbang.
1.  Hipertensi primer
Hipertensi primer (esensial) adalah jenis hipertensi yang paling umum,
meliputi sebanyak 90–95% dari seluruh kasus hipertensi. Dalam hampir semua
masyarakat kontemporer, tekanan darah meningkat seiring penuaan dan risiko
untuk menjadi hipertensi di kemudian hari cukup tinggi. Hipertensi diakibatkan
oleh interaksi gen yang kompleks dan faktor lingkungan. Berbagai gen yang
sering ditemukan sedikit berpengaruh pada tekanan darah, sudah diidentifikasi,
demikian juga beberapa gen yang jarang yang berpengaruh besar pada tekanan
darah tetapi dasar genetik dari hipertensi masih belum sepenuhnya dimengerti.
Beberapa faktor lingkungan mempengaruhi tekanan darah. Faktor gaya hidup
yang menurunkan tekanan darah di antaranya mengurangi asupan garam dalam
makanan, meningkatkan konsumsi buah-buahan dan produk rendah lemak
(Pendekatan Diet untuk Menghentikan Hipertensi (diet DASH)). Olah Raga,
penurunan berat badan dan menurunkan asupan alkohol juga membantu
menurunkan tekanan darah. Kemungkinan peranan faktor lain seperti stres,
konsumsi kafein, dan defisiensi Vitamin D kurang begitu jelas. Resistensi insulin,
yang umum ditemukan pada obesitas dan merupakan komponen dari sindrom X
(atau sindrom metabolik), juga diduga ikut berperan dalam mengakibatkan
hipertensi. Studi terbaru juga memasukkan kejadian-kejadian pada awal
kehidupan (contohnya, berat lahir rendah, ibu merokok, dan kurangnya air susu
ibu) sebagai faktor risiko bagi hipertensi esensial dewasa. Namun, mekanisme
yang menghubungkan paparan ini dengan hipertensi dewasa tetap tidak jelas.
2.  Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat suatu penyebab yang diketahui. Penyakit
ginjal adalah penyebab sekunder tersering dari hipertensi. Hipertensi juga bisa
disebabkan oleh kondisi endokrin, seperti sindrom Cushing, hipertiroidisme,
hipotiroidisme, akromegali, sindrom Conn atau hiperaldosteronisme,
hiperparatiroidisme, dan feokromositoma. Penyebab lain dari hipertensi sekunder di
antaranya obesitas, henti nafas saat tidur, kehamilan, koarktasio aorta, konsumsi
akar manis (licorice) yang berlebihan, serta obat resep, obat herbal, dan obat-obat
terlarang. Adapun lagi penyebab dari hipertensi sekunder yaitu :
a.  Stenosis arteri renalis
Stenosis arteri renalis ini memerangi aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
(LFG), menstimulasi pelepasan rennin dan produksi angiotensin II. Angiotensin II
menyebabkan hipertensi melalui fase konstriksi dan stimulasi pelepasan aldosteron
dan retensi natrium. Jika kedua ginjal terkena, hipervolemia dan hipertensi akhirnya
mengembalikan perfusi ginjal dan kadar rennin sedikit turun. Jika salah satu ginjal
normal, hipertensi akan meningkatkan LFG. Hal ini memacu eksresi natrium oleh
ginjal yang sehat, namun perfusi pada ginjal yang mengalami stenosis tetap kurang
dan terus menghasilkan kadar rennin yang sangat tinggi.
b.  Hiperaldosteronisme primer
Hiperaldosteronisme primer mencakup satu sampai dua persen dari semua kasus
hipertensi. Kelebihan aldosteron meningkatkan retensi natrium dan sekresi kalium
oleh ginjal. Hipervolemia yang terjadi menyebabkan hipertensi. Produksi rennin
disupresi karna tekanan perfusi ginjal dan penyampaian nantrium klorida ke macula
densal meningkat.
c.    Penyakit ginjal interinsik
Setiap penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi. Gangguan ginjal berat
mengurangi eksresi natrium serta menyebaban hipervolemia dan hipertensi, yang
bersifat ‘sensitif terhadap garam’ karna hipertensi meningkat seiring dengan asupan
garam. Pada gangguan ginjal ringan hipoperfusi ginjal yang dipersepsi memacu
sekresi rennin dan vasokontriksi yang di mediasi oleh angiotensin II. Hipertensi ini
tidak sensitive terhadap garam dan disebut resisten garam.
E.   Mekanisme Garam Menyebabkan Hipertensi
garam menyebabkan tekanan darah seseorang. Jika kadar garam dalam tubuh kita
tinggi, maka otomatis tubuh akan berusaha menetralkan, yaitu dengan cara
mengencerkannya. Caranya adalah dengan air, melalui dua proses mekanisme:
1. Kadar garam yang tinggi akan merangsang pusat haus di otak, sehingga seseorang
akan minum air dengan kadar lebih banyak. (cepat haus)
2. Kadar garam yang tinggi juga menyebabkan pelepasan hormon antidiuretik, yaitu
hormon yang menyebabkan ginjal menyerap kembali sebagian besar air yang telah
disaring, sebelum dikeluarkan menjadi air kemih. Sehingga menjadikan sejumlah
besar air masuk kembali ke dalam pembuluh darah. Kedua mekanisme diatas
menyebabkan volume darah di dalam tubuh bertambah. Itulah yang menyebabkan
tekanan darah dalam tubuh kita meningkat.
Salah satu cara bagaimana menjaga agar tekanan darah dalam tubuh stabil, yaitu
dengan mengkonsumsi makanan yang menandung potassium, karena potassium
dalam tubuh akan bereaksi untuk membuang sodium (yang ada dalam garam),
sehingga dapat menurunkan kadar garam dalam tubuh. Potasium banyak terdapat
pada buah-buahan dan sayur-sayuran.
F.    EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi
hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang
dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga
mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan
tidak mengetahui factor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial. Saat ini
penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia.
Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15
milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi
saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. Angka-angka prevalensi hipertensi di
Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih
banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi
case-finding maupun penatalaksanaan pengobatannya jangkauan masih sangat
terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan.
Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka-angka
ekstrim rendah seperti di Ungaran, Jawa Tengah 1,8%; Lembah Balim Pegunungan
Jaya Wijaya, Irian Jaya 0,6%; dan Talang Sumatera Barat 17,8%. Nyata di sini, dua
angka yang dilaporkan oleh kelompok yang sama pada 2 daerah pedesaan di
Sumatera Barat menunjukkan angka yang tinggi. Oleh sebab itu perlu diteliti lebih
lanjut, demikian juga angka yang relatif sangat rendah.
Survei penyakit jantung pada usia lanjut yang dilaksanakan Boedhi Darmojo,
menemukan prevalensi hipertensi tanpa atau dengan tanda penyakit jantung
hipertensi sebesar 33,3% (81 orang dari 243 orang tua 50 tahun ke atas). Wanita
mempunyai prevalensi lebih tinggi dari pada pria (p¬0,05). Dari kasus-kasus tadi,
ternyata 68,4% termasuk hipertensi ringan (diastolik 95¬104 mmHg), 28,1%
hipertensi sedang (diastolik 105¬129 mmHg) dan hanya 3,5% dengan hipertensi
berat (diastolik sama atau lebih besar dengan 130 mmHg).
G.   Klasifikasi Hipertensi
Tekanan sistolik Tekanan diastolik
Klasifikasi (JNC7)[2]
mmHg kPa mmHg kPa
Normal 90–119 12–15,9 60–79 8,0–10,5
16,0–
Pra-hipertensi 120–139 80–89 10,7–11,9
18,5
18,7–
Hipertensi Derajat 1 140–159 90–99 12,0–13,2
21,2
Hipertensi Derajat 2 ≥160 ≥21,3 ≥100 ≥13,3
Hipertensi sistolik
≥140 ≥18,7 <90 <12,0
tersendiri
 
1.    Dewasa
Pada orang berusia 18 tahun ke atas, hipertensi didefinisikan sebagai
pengukuran tekanan darah sistolik dan/atau diastolik yang terus-menerus melebihi
nilai normal yang dapat diterima (saat ini sistolik 139 mmHg, diastolik 89 mmHg:
lihat tabel — Klasifikasi (JNC7)). Bila pengukuran diperoleh dari pemantauan
ambulatori 24 jam atau pemantauan di rumah, digunakan batasan yang lebih
rendah (sistolik 135 mmHg atau diastolik 85 mmHg).[3] Beberapa pedoman
internasional terbaru tentang hipertensi juga telah membuat kategori di bawah
kisaran hipertensi untuk menunjukkan risiko yang berkelanjutan pada tekanan
darah yang lebih tinggi dari kisaran normal. JNC7 (2003) [2] menggunakan istilah
pra-hipertensi untuk tekanan darah dalam kisaran sistolik 120–139 mmHg
dan/atau diastolik 80–89 mmHg,
sedangkan Pedoman ESH-ESC (2007) [4] dan BHS IV (2004) [5]
menggunakan kategori optimal, normal, dan normal tinggi untuk membagi tekanan
sistolik di bawah 140 mmHg dan diastolik di bawah 90 mmHg. Hipertensi juga
digolongkan lagi sebagai berikut: JNC7 membedakan hipertensi derajat I,
hipertensi derajat II, dan hipertensi sistolik terisolasi. Hipertensi sistolik terisolasi
mengacu pada peningkatan tekanan sistolik dengan tekanan diastolik normal dan
umumnya terjadi pada kelompok usia lanjut. [2] Pedoman ESH-ESC (2007)[4] dan
BHS IV (2004),[5] mendefinisikan hipertensi derajat ketiga (derajat III) untuk orang
dengan tekanan darah sistolik di atas 179 mmHg atau tekanan diastolik di atas
109 mmHg. Hipertensi tergolong “resisten” bila [[Obat farmasi|obat-obatan] tidak
mengurangi tekanan darah menjadi normal.[2]
2.    Neonatus dan bayi
Hipertensi pada neonatus jarang terjadi, dan hanya terjadi pada sekitar 0,2
sampai 3% neonatus. Tekanan darah tidak diukur secara rutin pada bayi baru lahir
yang sehat.[6] Hipertensi lebih umum terjadi pada bayi baru lahir berisiko tinggi.
Berbagai faktor, seperti usia gestasi, usia pascakonsepsi, dan berat badan lahir
perlu dipertimbangkan ketika memutuskan apakah tekanan darah termasuk normal
pada neonatus.
3.    Anak dan remaja
Hipertensi cukup umum terjadi pada anak dan remaja (2–9% bergantung
pada usia, jenis kelamin, dan etnisitas)[7] dan dikaitkan dengan risiko jangka panjang
mengalami kesehatan yang buruk. [8] Rekomendasi saat ini adalah agar anak di atas
usia tiga tahun diperiksa tekanan darahnya kapanpun mereka melakukan kunjungan
atau pemeriksaan rutin. Tekanan darah tinggi baru dipastikan setelah kunjungan
berulang sebelum menyatakan seorang anak mengalami hipertensi. [8] Tekanan
darah meningkat seiring usia pada masa kanak-kanak, dan pada anak, hipertensi
didefinisikan sebagai rerata tekanan darah sistolik dan diastolik yang pada tiga atau
lebih waktu yang berbeda, sama dengan atau lebih tinggi dari persentil ke-95 yang
sesuai untuk jenis kelamin, usia, dan tinggi badan anak. Pra-hipertensi pada anak
didefinisikan sebagai rerata tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih besar
atau sama dengan persentil ke-90, tapi lebih kecil dari persentil ke-95. [8] Pada
remaja, diusulkan bahwa hipertensi dan pra-hipertensi didiagnosis dan digolongkan
dengan menggunakan kriteria dewasa.
H.   Patofisiologi
Bagi kebanyakan orang dengan hipertensi esensial (primer), peningkatan
resistensi terhadap aliran darah (resistensi perifer total) bertanggung jawab atas
tekanan yang tinggi itu sementara curah jantung tetap normal. Ada bukti bahwa
beberapa orang muda yang menderita prahipertensi atau “hipertensi perbatasan”
memiliki curah jantung yang tinggi, denyut jantung meningkat, dan resistensi perifer
yang normal. Kondisi ini disebut sebagai hipertensi perbatasan hiperkinetik. Para
penderita ini mengembangkan fitur yang khas dari hipertensi esensial tetap di
kemudian hari saat curah jantung menurun dan resistensi perifer meningkat seiring
bertambahnya usia. Masih diperdebatkan apakah pola ini biasa dialami oleh semua
orang yang pada akhirnya mengalami hipertensi. Peningkatan resistensi perifer pada
hipertensi tetap terutama disebabkan oleh penyempitan struktur arteri dan arteriol
kecil. Penurunan jumlah atau kepadatan pembuluh kapiler juga bisa ikut berperan
dalam resistensi perifer. Hipertensi juga dikaitkan dengan penurunan kelenturan
vena perifer, yang bisa meningkatkan venous return (volume darah yang kembali ke
jantung), meningkatkan preload jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi
diastolik. Masih belum jelas apakah peningkatan konstriksi aktif pembuluh darah
memegang peranan dalam hipertensi esensial.
Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik) sering
meningkat pada orang lanjut usia dengan hipertensi. Pada keadaan ini dapat terjadi
tekanan sistolik sangat tinggi di atas normal, tetapi tekanan diastolik mungkin normal
atau rendah. Kondisi ini disebut hipertensi sistolik terisolasi.[40] Tekanan nadi yang
tinggi pada orang lanjut usia dengan hipertensi atau hipertensi sistolik terisolasi
disebabkan karena peningkatan kekakuan arteri, yang biasanya menyertai penuaan
dan dapat diperberat oleh tekanan darah tinggi. [41]Banyak mekanisme yang sudah
diajukan sebagai penyebab peningkatan resistensi yang ditemukan dalam sistem
arteri pada hipertensi. Sebagian besar bukti menunjukkan keterlibatan salah satu
atau kedua penyebab beriku:
      Gangguan dalam penanganan garam dan air pada ginjal, khususnya gangguan
sistem renin-angiotensin intrarenal[42]
      Abnormalitas sistem saraf simpatis[43]
Mekanisme tersebut tidak berdiri sendiri dan tampaknya keduanya ikut
berperan sampai batas tertentu dalam kebanyakan kasus hipertensi esensial. Juga
diduga bahwa disfungsi endotel (gangguan fungsi dinding pembuluh darah) dan
peradangan vaskular juga ikut berperan dalam meningkatkan resistensi perifer dan
kerusakan pembuluh darah pada hipertensi.[44][45]
I.      Diagnosis
Pemeriksaan yang dilakukan pada hipertensi
Sistem Pemeriksaan
Renal Urinalisis mikroskopik, proteinuria, darah BUN (ureum) dan/atau kreatinin
Endokrin Darah natrium, kalium, kalsium, TSH (thyroid-stimulating hormone).
Metaboli Glukosa darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL,
k trigliserida
Lain-lain Hematokrit, elektrokardiogram, dan foto Röntgen dada
Sources: Harrison's principles of internal medicine others

Diagnosis hipertensi ditegakkan saat pasien menderita tekanan darah tinggi


secara persisten. Biasanya,[3] untuk menegakkan diagnosis diperlukan tiga kali
pengukuran sfigmomanometer yang berbeda dengan interval satu bulan.
Pemeriksaan awal pasien dengan hipertensi mencakup anamnesis dan pemeriksaan
fisik lengkap. Dengan tersedianya pemantauan tekanan darah ambulatori 24 jam
dan alat pengukur tekanan darah di rumah, demi menghindari kekeliruan diagnosis
pada pasien dengan hipertensi white coat
(jenis hipertensi yang disebabkan oleh stres saat bertemu dokter atau berada dalam
suasana medis) telah dihasilkan suatu perubahan protokol. Di Inggris, praktik terbaik
yang dianjurkan saat ini adalah dengan melakukan follow-up satu kali hasil
pengukuran tekanan darah yang tinggi di klinik dengan pengukuran ambulatori.
Follow-up juga dapat dilakukan, walaupun kurang ideal, dengan memonitor tekanan
darah di rumah selama kurun waktu tujuh hari.
Sekali diagnosis telah ditegakkan, dokter berusaha mengindentifikasi
penyebabnya berdasarkan faktor risiko dan gejala lainnya, bila ada. Hipertensi
sekunder lebih sering ditemukan pada anak usia prapubertas dan sebagian besar
kasus disebabkan oleh penyakit ginjal. Hipertensi primer atau esensial lebih umum
pada orang dewasa dan memiliki berbagai faktor risiko, di antaranya obesitas dan
riwayat hipertensi dalam keluarga. [53]Pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan
untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab hipertensi sekunder, dan untuk
menentukan apakah hipertensi menyebabkan kerusakan pada jantung, mata, dan
ginjal. Pemeriksaan tambahan untuk diabetes dan kadar kolesterol tinggi dilakukan
karena kondisi ini merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung dan mungkin
memerlukan penanganan.
Kadar kreatinin darah diukur untuk menilai adanya gangguan ginjal, yang
mungkin merupakan penyebab atau akibat dari hipertensi. Kadar kreatinin darah
saja dapat memberikan dugaan yang terlalu tinggi untuk laju filtrasi glomerulus.
Panduan terkini menganjurkan penggunaan rumus prediktif seperti formula
Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) untuk memperkirakan laju filtrasi
glomerulus (eGFR).[54] eGFR juga dapat memberikan nilai awal/dasar fungsi ginjal
yang dapat digunakan untuk memonitor efek samping obat antihipertensi tertentu
pada fungsi ginjal. Pemeriksaan protein pada sampel urin digunakan juga sebagai
indikator sekunder penyakit ginjal. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG/ECG)
dilakukan untuk memeriksa tanda-tanda adanya beban yang berlebihan pada
jantung akibat tekanan darah tinggi.
Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan adanya penebalan dinding jantung
(hipertrofi ventrikel kiri) atau tanda bahwa jantung pernah mengalami gangguan
ringan seperti serangan jantung tanpa gejala (silent heart attack). Pemeriksaan foto
Röntgen dada atau ekokardiogram juga dapat dilakukan untuk melihat tanda
pembesaran atau kerusakan pada jantung.
J.    KOMPLIKASI
a. Komplikasi ginjal
Mikroalbuminuria dan proteinuria dipstick merupakan tanda awal nefropati
hipertensif. Pengendalian tekanan darah memperlambat laju kerusakan ginjal.
Dampak primernya adalah kerusakan pada pembuluh darah ginjal akibat tekanan
yang mengingkat. Kerusakan pada pembuluh resisten ini membuat endotel kapiler
glomerulus terkena hipertensi yang merusak.
b. Komplikasi kardiovaskular
Resistensi vascular yang tinggi membuat jantung teregang dan menyebabkan
hipertopi ventrikel kiri. Hipertensi juga meningkatkan aterosklerosis arteri.
c. Hipertensi maligna
Ini merupakan hipertensi berat dengan perubahan retina dan kerusakan
ginjal. Keadaan ini bisa baru terjadi atau merupakan komplikasi dari hipertensi
esensial atau sekunder. Gambaran utamanya adalah kerusakan pembuluh darah
ginjal, biasanya disebabkan oleh hipertensi. Kerusakan ini mengurangi aliran darah
ginjal, memicu sekresi rennin, yang semakin memacu hipertensi dan retensi natrium.
Pembuluh yang rusak dapat menganggu sel darah merah, meyebabkan anemia
hemolitik mikro angiopatik.
K.   Pencegahan
Cukup banyak orang yang mengalami hipertensi tetapi tidak menyadarinya.
Diperlukan tindakan yang mencakup seluruh populasi untuk mengurangi akibat
tekanan darah tinggi dan meminimalkan kebutuhan terapi dengan obat
antihipertensi. Dianjurkan perubahan gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah,
sebelum memulai terapi obat. Pedoman British Hypertension Society 2004
mengajukan perubahan gaya hidup yang konsisten dengan pedoman dari US
National High BP Education Program tahun 2002 untuk pencegahan utama bagi
hipertensi sebagai berikut:
1.    Menjaga berat badan normal (misalnya, indeks massa tubuh 20–25 kg/m2).
2.    Mengurangi asupan diet yang mengandung natrium sampai <100 mmol/ hari (<6 g
natrium klorida atau <2,4 g natrium per hari). Banyak yang tidak menyadari bahwa
makanan ringan dan juga mie instan banyak mengandung garam, demikian juga
vetsin yang sebenarnya adalah monosodium glutamate, karena sodium sebenarnya
adalah nama lain dari natrium.
3.    Melakukan aktivitas fisik aerobik secara teratur, misalnya jalan cepat (≥30 menit per
hari, pada hampir setiap hari dalam seminggu).
4.    Batasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 3 unit/hari pada laki-laki dan tidak lebih dari
2 unit/hari pada perempuan.
5.    Mengonsumsi makanan yang kaya buah dan sayuran (misalnya, sedikitnya lima
porsi per hari).
6.    Lakukan pengecekan tekanan darah secara rutin.
Beberapa orang yang memiliki sistem metabolisme tubuh yang buruk,
biasanya tidak akan mengalami perubahan yang signifikan bahkan setelah
menjalankan hal-hal di atas. Perubahan gaya hidup yang efektif dapat menurunkan
tekanan darah setara dengan masing-masing obat antihipertensi. Kombinasi dari
dua atau lebih perubahan gaya hidup dapat memberikan hasil lebih baik.
BAB III
PENUTUP

B.       Kesimpulan
1       Hipertensi (HTN) atau tekanan darah tinggi adalah adalah kondisi medis kronis dengan
tekanan darah di arteri meningkat.
2.    Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk stroke, infark miokard (serangan jantung), gagal
jantung, aneurisma arteri (misalnya aneurisma aorta), penyakit arteri perifer, dan penyebab
penyakit ginjal kronik.
3.    Hipertensi terbagi menjadi hipertensi primer (esensial) atau hipertensi sekunder.
4.    Sedangkan gejala umum yang mungkin terjadi pada orang dengan tekanan darah tinggi
meliputi: 
a.  Sakit kepala saat bangun tidur yang kemudian menghilang setelah beberapa jam.
b.  Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk.
c.  Mudah lelah, lesu, Impoten.
d.  Telinga berdenging.
e.  Detak jantung berdebar cepat. 
f.   Pandangan agak kabur, susah tidur, sakit pinggang, dan mudah menjadi marah.
5.    Penyebab Hipertensi yaitu faktor genetika, usia, dan jenis kelamin, ada beberapa faktor
penyebab lainnya, antara lain:
a.  Stres atau perasaan tertekan.
b.  Kegemukan (Obesitas).
c.  Kebiasaan merokok.
d.  Kurang berolahraga.
e.  Kelainan kadar lemak dalam darah (Dislipidemia).
f.   Konsumsi yang berlebihan atas garam, alkohol, dan makanan yang berlemak tinggi.
g.  Kurang mengonsumsi makanan yang berserat dan diet yang tidak seimbang.
C.   Saran
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang membutuhkan perhatian karena
dapat menyebabkan kematian utama di Negara-negara maju maupun Negara berkembang.
Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita.
Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta
pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara
sedang berkembang, termasuk Indonesia.
Jadi, untuk mengatasi penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya,
Kemenkes membuat kebijakan yaitu:
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining)
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu
PTM
3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi
Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui Peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan
yang profesional dan kompenten dalam upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana
PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Carretero OA, Oparil S (January 2000). "Essential hypertension. Part I: Definition and etiology".
Circulation 101 (3): 329–35. doi:10.1161/01.CIR.101.3.329. PMID 10645931.
Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. (December 2003). "Seventh report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure".
Hypertension 42 (6): 1206–52. doi:10.1161/01.HYP.0000107251.49515.c2.
PMID 14656957.
National Clinical Guidance Centre (August 2011). "7 Diagnosis of Hypertension, 7.5 Link from
evidence to recommendations". Hypertension (NICE CG 127). National Institute for Health
and Clinical Excellence. hlm. 102. Diakses 2011-12-22.
Mancia G, De Backer G, Dominiczak A, et al. (September 2007). "2007 ESH-ESC Practice Guidelines
for the Management of Arterial Hypertension: ESH-ESC Task Force on the Management of
Arterial Hypertension". J. Hypertens. 25 (9): 1751–62. doi:10.1097/HJH.0b013e3282f0580f.
PMID 17762635.

Williams B, Poulter NR, Brown MJ, et al. (March 2004). "Guidelines for management of hypertension:
report of the fourth working party of the British Hypertension Society, 2004-BHS IV". J Hum
Hypertens 18 (3): 139–85. doi:10.1038/sj.jhh.1001683. PMID 14973512.

Dionne JM, Abitbol CL, Flynn JT (January 2012). "Hypertension in infancy: diagnosis, management
and outcome". Pediatr. Nephrol. 27 (1): 17–32. doi:10.1007/s00467-010-1755-z.
PMID 21258818.
Din-Dzietham R, Liu Y, Bielo MV, Shamsa F (September 2007). "High blood pressure trends in
children and adolescents in national surveys, 1963 to 2002". Circulation 116 (13): 1488–96.
doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.106.683243. PMID 17846287.
Fisher ND, Williams GH (2005). "Hypertensive vascular disease". In Kasper DL, Braunwald E, Fauci
AS, et al.. Harrison's Principles of Internal Medicine (ed. 16th). New York, NY: McGraw-Hill.
hlm. 1463–81. ISBN 0-07-139140-1.
Wong T, Mitchell P (February 2007). "The eye in hypertension". Lancet 369 (9559): 425–35.
doi:10.1016/S0140-6736(07)60198-6. PMID 17276782.
O'Brien, Eoin; Beevers, D. G.; Lip, Gregory Y. H. (2007). ABC of hypertension. London: BMJ Books.
ISBN 1-4051-3061-X.

Anda mungkin juga menyukai