Anda di halaman 1dari 6

Tugas Falsafah

Stres Adaptasi, Homeostatis Kehilangan ( fase dan


dampak ) dan Berduka

 Shaula Adrea Rusdiana N


 Shella Laila Permatasari
 Sindy Sintia Dewi

STIKES Medistra Indonesia

Tahun Ajaran 2017 – 2018


Stress

Suatu peningkatan kesadaran tentang efek stres pada kehidupan kita semakin nyata.
Minat khususnya adalah pengaruh stres pada munculnya banyak masalah psikologis.
Manifestasi stres tersebut ( misulkus, asma, dan mungkin satu atau lebih pengalaman fisik
penyakit manusia ) juga telah diketahui. Walaupun banyak modalitas penanganan
psikiatrik ditujukan untuk mengurangi atau mengelola stres ( mis, biofeed back, teknik
relaksasi, dan imajinasi terbimbing ), stress sering menjadi hal yang diabaikan pada klien
sakit fisik.

Sejalan dengan peningkatan Stressor hidup, jumlah orang yang menjadi korban
kekerasan fisik, seksual, dan emosional terus bertambah dalam porsi epidemik. Dalam
psikiatri, fenomena untuk menghindari reaksi stress ( keterlambatan merespon korban
kekerasan atau deprivasi kronis ) sedangkan mendapat perhatian yang lebih khusus.

Stress dan Adaptasi

Stres merupakan bagian dari kehidupan yang mempunyai efek positif dan negatif
yang disebabkan karna perubahan lingkungan. Secara sederhana, stres adalah kondisi
dimana adanya respon tubuh terhadap perubahan untuk mencapai keadaan normal.
Sedangkan stressor adalah sesuatu yang dapat menyebabkan seseorang mengalami stres.

Faktor- faktor yang dapat menimbulkan stres

1. Lingkungan yang asing


2. Kehilangan kemandirian sehingga mengalami ketergantungan dan memerlukan
bantuan orang lain
3. Berpisah dengan pasangan dan keluarga
4. Masalah biaya
5. Kurang informasi
6. Ancaman akan penyakit yang lebih parah
7. Masalah pengobatan

Adaptasi merupakan perubahan dari suatu keadaan dari respon akibat stressor.
Adaptasi sesunggguhnya terjadi apabila adanya keseimbanagan antara lingkungan antara
lingkungan eksternal dan internal.
Homeostatis

Homeostatis adalah keadaan dimana terjadi mekanisme relatif untuk mempertahan


fungsi normal. Homeostatis dibagi menjadi dua yaitu : homeostatis fisiologis contohnya
respon adanya peningkatan pernafasan saat berolahraga dan homeostatis psikologis
contohnya perasaan mencintai dan dicintai, perasaan aman dan nyaman.

Terdapat dua jenis keadaan konstan atau mantap dalam homeostatis, yaitu :

1. Sistem tertutup – keseimbangan statis


 Dimana keadaan dalam yang tidak berubah seperti botol tertutup.
2. Sistem terbuka – keseimbangan dinamik
 Dimana keadaan dalam yang konstan walaupun sistem ni terus berubah
contohnya seperti sebuah kolam di dasar air terjun.

Kehilangan dan Berduka

Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang


sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Sedangkan berduka
adalah respon emos yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.

Dalam menghadapi kehilangan, individu dipengaruhi oleh :

1. Bagaimana persepsi individu terhadap kehilangan.


2. Tahap perkembangan
3. Kekuatan atau koping mekanisme
4. Sistem pendukung
Reaksi berduka

1. Fase pengingkaran ( denial )

Perasaan tidak percaya, syok, biasanya ditandai dengan menangis, gelisah,


lemah, letih, dan pucat.

2. Fase marah ( anger )

Perasaan marah dapat diproyeksikan pada orang atau benda yang ditandai
dengan muka merah, suara keras, tangan mengepal, nadi cepat, gelisah, dan
perilaku agresif.

3. Fase tawar menawar ( bargaining )

Individu mampu mengungkapkan rasa marah akan kehilangan, ia akan


mengekspresikan rasa bersalah, takut, dan rasa berdosa.

4. Fase depresi

Individu menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara, putus asa. Perilaku
yang muncul seperti menolak makanan, susah tidur, dan dorongan libido
menurun.

5. Fase menerima ( acceptance )

Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasan kehilangan, pikiran yang


terpusat pada objek kehilangan mulai berkurang.

Dampak Kehilangan

1. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang,


kadang akan timbul regresi serta rasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.“Lahir
sampai usia 2 tahun” Tidak punya konsep tentang kematian. dapat mengalami rasa
kehilangan dan dukacita. Pengalaman ini menjadi dasar untuk berkembangnya konsep
tentang kehilangan dan dukacita.”2 sampai 5 tahun”Menyangkal kematian sebagai suatu
proses yang normal. Melihat kematian sebagai sesuatu dapat hidup kembali. Mempunyai
kepercayaan tidak terbatas dalam kemampuannya untuk membuat suatu hal terjadi.“5 sampai
8 tahun”Melihat kematian sebagai akhir, tidak melihat bahwa kematian akan terjadi pada
dirinya. Melihat kematian sebagai hal yang menakutkan. Mencari penyebab kematian. “8
sampai 12 tahun”Memandang kematian sebagai akhir hayat dan tidak dapat dihindari.
Mungkin tak mampu menerima sifat akhir dari kehilangan. Dapat mengalami rasa takut akan
kematian sendiri.

2. Pada masa remaja atau dewas muda, kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi dalam
keluarga. Remaja memahami seputar kematian, serupa dengan orang dewasa. Harus
menghadapi implikasi personel tentang kematian. menunjukkan perilaku berisiko. Dengan
serius mencari makna tentang hidup lebih sadar dan tentang masa depan.

3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi
pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan
Daftar Pustaka

Tarwoto dan Wartonah, 2012, Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Jakarta :
Salemba Mediaka

Anda mungkin juga menyukai