KONSEP KEHILANGAN Definisi : Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari
kehidupan. Kehilangan adalah suatu yang terpupus atau
terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasaa atau traumik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bis kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang
mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumya ada menjadi tidak ada, Baik sebagian atau seluruhnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung : Perkembangan. Misal anak-anak, belum mengerti
seperti orang dewasa, belum bisa merasakan,
belum menghambat perkembangan, bisa mengalami regresi. Sementara orang dewasa, kehilangan bisa membuat orang menjadi mengenang tentang hidup, tujuan hidup, menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari. Keluarga. Keluarga memengaruhi respons dan
ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya
menunjukkan sikap kuat, tidak menunjukkan sikap sedih secara terbuka Faktor sosial ekonomi. Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, berarti kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi. Hal ini mengganggu kelangsungan hidup Pengaruh Kultural. Kultur memengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur “barat” menganggap kesedihan adalah sesuatu yang bersifat pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak ditunjukkan pada orang lain. Kultur lain menganggap bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-keras. Agama. Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada di konsep dasar agama. Akan tetapi ada juga yang menyalahkan tuhan akan kematian Penyebab Kematian. Seseorang yang ditinggal
anggota keluarga dengan tiba-tiba akan
menyebabkan syok dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan Bentuk bentuk kehilangan : Kehilangan orang yang berarti Kehilangan kesejahteraan Kehilangan milik pribadi Sifat kehilangan : Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan) kehilangan
secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat
mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tidak kekerasaan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulut diterima. Berangsur-angsur(dapat diramalkan) penyakit
yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan
menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional(rando:1984). Tipe kehilangan : Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang
lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan. Perceived Loss (psikologis)
Perasaan individual, tetapi menyangkut hal-hal yang tidak
dapat dinyatakan secara jelas. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum terjadi.
Individu memperhatikan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (angota) menderita sakit terminal. Lima kategori kehilangan : Kehilangan objek eksternal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala
pemilikan yang telah menjadi usang berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari
lingkungan yang telah dikenal mencangkup lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau perpindahan secara permanen. Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-
anak, saudara sekandun, guru, teman, tentangga, dan rekan kerja. Kehilangan aspek diri Kehilangan aspek dalam diri dapat mencangkup bagian tubuh, fungsi fisiologi, atau psikologis. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang
menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan meninggal. Fase tahapan kehilangan Fase Pengingkaran (denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan
adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjdi, dengan mengatakan “tidak, aku tidak percaya itu terjadi” atau “itu tidak mungkin terjadi”. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosis dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi padda fase ini adalah letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam bebrapa menit atau beberapa tahun. Fase Marah (anger) Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering di proyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh perawat atau doketr yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain : muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur dan tangan mengepal. Fase Tawar-Menawar (bargaining) Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon kemurahan pada tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “kalau saja yang sakit, bukan anak saya”. Fase Depresi (depression) Individu pada fase ini sering menunjukkan sifat menarik diri, kadang sebagai klien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan untuk bunuh diri dan sebagainya. Gajala fisik yang ditunjukkan antara lain menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun. Fase Penerimaan (acceptance) Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada objek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang objek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih pada objek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis” atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh?”. Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tunta KONSEP KEMATIAN Definisi : Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh
manusia. Pemahaman akan kematian mempengaruhisikap
dan tingkah laku seseorang terhadap kematian. Selain pengalaman, pemahaman konsep kematian juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan lingkungan sosial budaya.
Kematian adalah kematian otak yang terjadi jika pusat otak
tertinggi yaitu koerteks serebral mengalami kerusakan permanen. Dalam kasus ini, ada aktivitas jantung, kehilangan fungsi otak permanen, dimanifestasikan secara klinis dengan tidak ada respon terarah terhadap stimulus eksternal, tidak ada refleks sefalik, apnea, dan elektrogram isoelektrik minimal 30 menit tanpa hipotermia dan keracunan oleh depresan sistem saraf pusat (Stedman, 2000) Beberapa konsep tentang kematian sebagai berikut : a. Mati sebagai terhentinya darah yang mengalir. Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa terhentinya jantung. Dalam PP Nomor 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung dan paru-paru. Namun criteria ini sudah ketinggalan zaman. Dalam pengalaman kedokteran, tekhnologi resusitasi telah memungkinkan jantung dan paru-paru yang semula terhenti dapat dipulihkan kembali. b. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh. Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya pada tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-akan dapat ditarik kembali. c. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen. Konsep inipun dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendiri- sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan transplantasi, konsep ini menguntungkan. Namun, secara moral tidak dapat diterima karena kenyataannya organ-organ masih berfungsi meskipun tidak terpadu lagi. d. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan interaksi sosial. Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk sosial, yaitu individu yang mempunyai kepribadian, menyadari kehidupannya, kemampuan mengingat, mengambil keputusan dan sebagainya, maka penggerak dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak dipergunakan. Perkembangan persepsi tentang kematian
Sikap Menghadapi Kematian Sikap menghadapi kematian adalah kecenderungan perbuatan manusia dalam menghadapi kematian yang diyakininya bakal terjadi. Sikapnya bermacam-macam sesuai dengan keyakinannya dan kesadarannya. 1. Orang yang menyiapkan dirinya dengan amal perbuatan yang baik karena menyadari bahwa kematian bakal datang dan mempunyai makna rohaniah 2. Orang yang mengabaikan peristiwa kematian, yang menganggap kematian sebagai peristiwa alamiah yang tidak ada makna rohaniahnya. 3. Orang yang merasa takut atau keberatan untuk mati karena terpukau oleh dunia materi 4. Orang yang ingin melarikan diri dari kematian karena menganggap bahwa kematian itu merupakan bencana yang merugikan, mungkin karena banyak dosa, hidup tanpa norma, atau beratnya menghadapi keharusan menyiapkan diri untuk mati. KONSEP BERDUKA Definisi : Berduka adalah respon emosi yang
diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah,cemas sesak nafas, susah tidur, dan dll. Berduka disfungsional adalah suatu yang
merupakan pengalaman individu yang
responya dibesar besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial. Respons klien selama fase berduka meliputi : 1. Perilaku bersedih, yaitu respons subjektif dalam masa berduka yang biasanya dapat menimbulkan masalah kesehatan. 2. Berkabung, yaitu periode penerimaan terhadap peristiwa kehilangan dan berduka serta dapat dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya dan kebiasaan. 1. Teori engels Menurut engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal. Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan
dan menarik diri, duduk malas atau pergi tanpa tujuan. Fase II (berkembang kesadaran)
Seseorang mulai merasakan kehilangan secara
nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frutasi, depresi, dan kosongan jiwa tiba-tiba terjadi. Fase III (restitusi) Berusaha mencoba untuk sepakat dengan perasaan yang hampa karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang. Fase IV Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya dimasa lalu terhadap almrm. Fase V Kehilangan yang tak dapat dihindari harus diketahui sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang. 2. Teori Rando Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi tiga kategori: Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya
Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi
ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan
akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.