Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PERCOBAAN 4
UJI EFEKTIVITAS ANTI DIARE

Dosen Pembimbing Praktikum: Fadli, S.Farm, Apt


Hari/tanggal praktikum

: 22 Desember 2014
Disusun oleh:
KELOMPOK 5 / GOLONGAN A

1. Dedi Febriandi

(138911)

2. Dhea Rizky

(138915)

3. Endah Nopaparadila

(138917)

4. Mega Juniati

(138945)

5. Yessi Dwisanti

(139005)
LABORATORIUM FARMAKOLOGI

AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK


2014`

I. PENDAHULUAN
A. Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa diharapkan dapat mempunyai keterampilan dalam melakukan

percobaan anti diare


2. Mahasiswa diharapkan dapat memahami pengaruh laksan terhadap saluran
percernaan dan sejauh mana obat antidiare dapat menghambat diare yang
ditimbulkan oleh laksan
B. Dasar Teori
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari)
yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak
pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal
(Daldiyono, 1990).
Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar yang
terus menerus disertai keluarnya feses atau tinja yang kelebihan cairan, atau
memiliki kandungan air yang berlebih dari keadaan normal. Umumnya diare
menyerang balita dan anak-anak. Namun tidak jarang orang dewasa juga bisa
terjangkit diare. Jenis penyakit diare bergantung pada jenis klinik penyakitnya
(Anne, 2011).
Klinis tersebut dapat diketahui saat pertama kali mengalami sakit perut.
Ada lima jenis klinis penyakit diare, antara lain:
1.

Diare akut, bercampur dengan air. Diare memiliki gejala yang


datang tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Bila mengalami
diare akut, penderita akan mengalami dehidrasi dan penurunan berat
badan jika tidak diberika makan dam minum.

2.

Diare kronik. Diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari


yang disebabkan oleh virus, Bakteri dan parasit, maupun non infeksi.

3.

Diare akut bercampur darah. Selain intensitas buang air besar


meningkat, diare ini dapat menyebabkan kerusakan usus halus,spesis yaitu
infeksi bakteri dalam darah, malnutrisi atau kurang gizi dan dehidrasi.

4.

Diare persisten. Gejalanya berlangsung selama lebih dari 14 hari.


Dengan bahaya utama adalah kekurangan gizi. Infeksi serius tidak hanya
dalam usus tetapi menyebar hingga keluar usus.

5.

Diare dengan kurang gizi berat. Diare ini lebih parah dari diare
yang lainnya, karena mengakibatkan infeksi yang sifatnya sistemik atau
menyeluruh yang berat, dehidrasi, kekurangan vitamin dan mineral.
Bahkan bisa mengakibatkan gagal jantung.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan diare antara lain (National
Digestive Diseases Information Clearinghouse, 2007) :

1. Infeksi bakteri
Beberapa jenis bakteri dikonsumsi bersama dengan makanan atau minuman,
contohnya Campylobacter, Salmonella, Shigella, dan Escherichia coli (E. coli).
2. Infeksi virus
Beberapa

virus

menyebabkan

diare,

termasuk

rotavirus,

Norwalk

virus, cytomegalovirus, herpes simplex virus, and virus hepatitis.


3. Intoleransi makanan
Beberapa orang tidak mampu mencerna semua bahan makanan, misalnya pemanis
buatan dan laktosa.
4. Parasit
Parasit dapat memasuki tubuh melalui makanan atau minuman dan menetap di
dalam system pencernaan. Parasit yang menyebabkan diare misalnya Giardia
lamblia, Entamoeba histolytica, and Cryptosporidium.
5. Reaksi atau efek samping pengobatan
Antibiotik, penurun tekanan darah, obat kanker dan antasida mengandung
magnesium yang mampu memicu diare.
6. Gangguan intestinal
7. Kelainan fungsi usus besar
Pada anak anak dan orang tua diatas 65 tahun diare sangat berbahaya. Bila
penanganan terlambat dan mereka jatuh ke dalam dehidrasi berat maka bisa
berakibat fatal. Dehidrasi adalah suatu keadaan kekurangan cairan, kekurangan
kalium (hipokalemia) dan adakalanya acidosis (darah menjadi asam), yang tidak

jarang berakhir dengan shock dan kematian. Keadaan ini sangat berbahaya
terutama bagi bayi dan anak-anak kecil, karena mereka memiliki cadangan cairan
intrasel yang lebih sedikit sedangkan cairan ekstra-selnya lebih mudah lepas
daripada orang dewasa (Adnyana, 2008).
1.1 Mekanisme timbulnya diare.

Berbagai mikroba seperi bakteri, parasit, virus dan kapang bisa


menyebabkan diare dan muntah. Keracunan pangan yang menyebabkan diare dan
muntah, disebabkan oleh pangan dan air yang terkontaminasi oleh mikroba. Pada
tulisan ini akan dijelaskan mekanisme diare dan muntah yang disebabkan oleh
mikroba melalui pangan terkontaminasi. Secara klinis, istilah diare digunakan
untuk menjelaskan terjadinya peningkatan likuiditas tinja yang dihubungkan
dengan peningkatan berat atau volume tinja dan frekuensinya. Seseorang
dikatakan diare jika secara kuantitatif berat tinja per-24 jam lebih dari 200 gram
atau lebih dari 200 ml dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari (Putri, 2010).
Diare yang disebabkan oleh patogen enterik terjadi dengan beberapa
mekanisme. Beberapa patogen menstimulasi sekresi dari fluida dan elektrolit,
seringkali dengan melibatkan enterotoksin yang akan menurunkan absorpsi garam
dan air dan/atau meningkatkan sekresi anion aktif. Pada kondisi diare ini tidak
terjadi gap osmotic dan diarenya tidak berhubungan dengan isi usus sehingga
tidak bisa dihentikan dengan puasa. Diare jenis ini dikenal sebagai diare sekretory.
Contoh dari diare sekretori adalah kolera dan diare yang disebabkan oleh
enterotoxigenic E coli (Putri, 2010).
Beberapa patogen menyebabkan diare dengan meningkatkan daya dorong
pada kontraksi otot, sehingga menurunkan waktu kontak antara permukaan
absorpsi usus dan cairan luminal. Peningkatan daya dorong ini mungkin secara
langsung distimu-lasi oleh proses patofisiologis yang diaktivasi oleh patogen, atau
oleh peningkatan tekanan luminal karena adanya akumulasi fluida. Pada
umumnya, peningkatan daya dorong tidak dianggap sebagai penyebab utama diare
tetapi lebih kepada faktor tambahan yang kadang-kadang menyertai akibat-akibat
patofisiologis dari diare yang diinduksi oleh patogen (Putri, 2010).

Pada beberapa diare karena infeksi, patogen menginduksi kerusakan


mukosa dan menyebabkan peningkatan permeabilitas mukosa. Sebaran,
karakteristik dan daerah yang terinfeksi akan bervariasi antar organisme.
Kerusakan mukosa yang terjadi bisa berupa difusi nanah oleh pseudomembran
sampai dengan luka halus yang hanya bisa dideteksi secara mikroskopik.
Kerusakan mukosa atau peningkatan permeabilitas tidak hanya menyebabkan
pengeluaran cairan seperti plasma, tetapi juga mengganggu kemampuan mukosa
usus untuk melakukan proses absorbsi yang efisien karena terjadinya difusi balik
dari fluida dan elektrolit yang diserap. Diare jenis ini dikenal sebagai diare
eksudatif. Penyebabnya adalah bakteri patogen penyebab infeksi yang
bersifat invasive (Shigella, Salmonella) (Putri, 2010).
Malabsorpsi komponen nutrisi di usus halus seringkali menyertai
kerusakan mucosal yang diinduksi oleh patogen. Kegagalan pencernaan dan
penyerapan karbohidrat (CHO) akan meningkat dengan hilangnya hidrolase pada
permukaan membrane mikrovillus (misalnya lactase, sukrase-isomaltase) atau
kerusakan membran microvillus dari enterosit. Peningkatan solut didalam luminal
karena malabsorbsi CHO menyebabkan osmolalitas luminal meningkat dan terjadi
difusi air ke luminal. Diare jenis ini dikenal sebagai diare osmotik dan bisa
dihambat dengan berpuasa (Putri, 2010).
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus (Putri, 2010).
1.1.1 Adhesi.
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur
polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel
epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization
factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen
seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC).
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic
E.coli

(EPEC),

yang

melibatkan

gen EPEC

adherence

factor

(EAF),

menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur


sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak
terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada
jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC (Putri, 2010).
1.1.2 Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel
usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel
epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi
inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya
mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain.
Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan
sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri
perut,

rasa

lemah,

dan

gejala

disentri.

Bakteri

lain

bersifat

invasif

misalnya Salmonella.
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan
oleh Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan
sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat
menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC
serta V. Parahemolyticus (Putri, 2010).
1.1.3 Enterotoksin.
Prototipe

klasik

enterotoksin

adalah

toksin

kolera

atau Cholera

toxin (CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus
halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan
merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler
sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan
sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama
dengan CT serta heatStabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP
selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili,
membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida (Putri, 2010).

Penggolongan obat diare :


A.

Kemoterapeutika
Walaupun pada umumnya obat tidak digunakan pada diare, ada beberapa
pengecualian dimana obat antimikroba diperlukan pada diare yag disebabkan oleh
infeksi beberapa bakteri dan protozoa. Pemberian antimikroba dapat mengurangi
parah dan lamanya diare dan mungkin mempercepat pengeluaran toksin.
Kemoterapi digunakan untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab
diare dengan antibiotika (tetrasiklin, kloramfenikol, dan amoksisilin, sulfonamida,
furazolidin, dan kuinolon) (Schanack, 1980).

B.

Zat penekan peristaltik usus


Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas saluran cerna dengan
mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Contoh: Candu dan
alkaloidnya, derivat petidin (definoksilat dan loperamin), dan antikolinergik
(atropin dan ekstrak beladona) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).

C.

Adsorbensia
Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat obat ini adalah
mengikat atau menyerap toksin bakteri dan hasil-hasil metabolisme serta melapisi
permukaan mukosa usus sehingga toksin dan mikroorganisme tidak dapat
merusak serta menembus mukosa usus. Obat-obat yang termasuk kedalam
golongan ini adalah karbon, musilage, kaolin, pektin, garam-garam bismut, dan
garam-garam alumunium ) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).
Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben atau gabungan
antara adsorben dengan penghilang nyeri (paregorik). Adsorben mengikat bakteri
dan toksin sehingga dapat dibawa melalui usus dan dikeluarkan bersama tinja.
Adsorben yang digunakan dalam sediaan diare antara lain attapulgit aktif, karbon
aktif, garam bismuth, kaolin dan pektin (Harkness, 1984).
Loperamida
Pemerian: Serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada suhu lebih kurang
225oC disertai peruraian.
Kelarutan: Sukar larut dalam air dan asam encer, mudah larut dalam metanol dan
kloroform. (Farmakope Indonesia IV, 1995).

Obat ini memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot


sirkuler dan longitudinal usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga
diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor
tersebut. Obat ini sama efektifnya dengan difenoksilat untuk pengobatan diare
kronik. Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen, sedangkan
toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi. Pada sukarelawan yang
mendapatkan dosis besar loperamid, kadar puncak pada plasma dicapai dalam
waktu empat jamsesudah makan obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh
penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami sirkulasi
enterohepatik. Waktu paruhnya adalah 7-14jam. Loperamid tidak diserap dengan
baik melalui pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik; sifat-sifat
ini menunjang selektifitas kerja loperamid. Sebagian besar obat diekskresikan
bersama

tinja.

Kemungkinan

disalahgunakannya

obat

ini

lebih

kecil

dari difenoksilat karena tidak menimbulkan euphoria seperti morfin dan


kelarutannya rendah (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).
1.2 Contoh Uraian obat Diare
Racecordil
Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi,
mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap
sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan
ketergantungan. Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada 1993
memenuhi semua syarat ideal tersebut. Berdasarkan uji klinis didapatkan bahwa
anti diare ini memberikan hasil klinis yang baik dan dapat ditoleransi oleh tubuh.
Produk ini juga merupakan anti diare pertama yang cara kerjanya mengembalikan
keseimbangan sistem tubuh dalam mengatur penyebaran air dan elektrolit ke usus.
Selain itu, Hidrasec pun mampu menghambat enkephalinase dengan baik. Dengan
demikian, efek samping yang ditimbulkannya sangat minimal.

Loperamide

Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara emeperlambat


motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus.
Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek
konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Efek
samping yang sering dijumpai ialah kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap
efek konstipasi jarang sekali terjadi.

Nifuroxazide
Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap
Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan
Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran pencernaan.
Aktifitas antimikroba Nifuroxazide lebih besar dari obat anti infeksi intestinal
biasa seperti kloroyodokuin. Pada konsentrasi encer (1 : 25.000) Nifuroxazide
masih memiliki daya bakterisidal. Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut,
diare yang disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus, kolopatis spesifik dan non
spesifik, baik digunakan untuk anak-anak maupun dewasa.

Dioctahedral smectite
Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik,
secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap
toksin, bakteri, serta rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan
melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga dapat memulihkan
integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi rasio laktulosemanitol urin pada anak dengan diare akut (Putri, 2010).

II. BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Alat

Toples untuk pengamatan


Kertas saring (yang telah ditimbang)
Alat suntik
Sonde oral mencit
Timbangan mencit
Timbangan elektrik
Stop watch

2. Bahan

NaCl fisiologis
Aoleum ricini/paraffin cair
Infusa kayu manis
Loperamid HCl
Kertas saring
Hewann uji

III. CARA KERJA


1. Dua jam sebelum percobaan mencit dipuasakan
2. Mencit dibagi menjadi empat kelompok dan masing masing kelompok
terdiri atas 3 4 ekor :
Kel 1 : diberi NaCl 0,9% (oral) setelah 30 diberi air (oral)
Kel 2 : diberi NaCl 0,9% (oral) setelah 30 diberi ol.ricini/paraffin cair
Kel 3 : diberi loperamid (oral) setelah 30 diberi ol.ricini/paraffin cair
Kel 4 : diberi daun sirih setelah 30 diberi ol.ricini/paraffin cair
3. Tiap mencit dimasukkan dalam toples yang diberi alas kertas saring yang
telah ditimbang beratnya
4. Dilakukan pengamatan setiap 30 selama 2 jam meliputi saat mulai
terjadinya diare, kosistensi feses (berlendir/berair, lembek dan normal)
diameter serapan air, berat feses, frekuensi diare dan lama terjadinya diare

III. PENIMBANGAN BAHAN


Sediaan Loperamid HCl yang ada 5mg/mL

Konversi
5 x 0,0026 = 0,013
Larutan stock (60mL)
60 x 0,013 = 0,78mg/60mL
Pengenceran diazepam
0,78
2,5

x
60
x
= 0,78.x = 150
x = 200mL

Maka, 2,5mg/mL diazepam dilarutkan dalam 200mL aquadest

Infusa stock kayu manis


Kayu manis 10g
Aquades ad 100ml
-

Infusa 6%
Di pipet larutan infusa stock sebanyak 60mL dicukupkan ad 100mL
aquades
Infusa 3%
Di pipet 25mL larutan infusa 6% dicukupkan ad 50mL aquades

Infusa 1.5%
Di pipet 25mL larutan infusa 3% dicukupkan ad 50mL aquades

IV. PERHITUNGAN DOSIS


a. Kontrol positif

Mencit 1 = 28,6 g
28,6
x 1 = 0,95mL
30

Mencit 2 = 27,5 g
27,5
30 x 1 = 0,91mL

b. Kontrol negatif
Mencit 1 = 23,2g

23,2
30

x 1 = 0,77mL

Mencit 2 = 21,8g
21,8
30 x 1 = 0,72mL

DATA PENGAMATAN
A. Kontrol Positif
Mencit 1
Waktu (menit)
Kriteria Pengamatan
0-5

5-10

10-15

15-20

Frekuensi

Lama terjadinya diare

Diameter serapan

Saat mulai diare

Bobot feses dan


konsentrasi

Mencit 2
Waktu (menit)
Kriteria Pengamatan
0-5

5-10

10-15

15-20

Frekuensi

Lama terjadinya diare

Diameter serapan

Saat mulai diare

Bobot feses dan


konsentrasi

B. Kontrol Negatif
Mencit 1
Waktu (menit)
Kriteria Pengamatan
0-5

5-10

10-15

15-20

Frekuensi

Lama terjadinya diare

Diameter serapan

Saat mulai diare

Bobot feses dan


konsentrasi

Mencit 2
Waktu (menit)
Kriteria Pengamatan
0-5

5-10

10-15

15-20

Frekuensi

Lama terjadinya diare

Diameter serapan

Saat mulai diare

Bobot feses dan


konsentrasi

PEMBAHASAN
Tujuan percobaan pada praktikum kali ini adalah mengetahui sejauh mana
aktivitas obat antidiare yaitu loperamid HCl dan Infusa kayu manis dapat
menghambat diare.
Diare merupakan keadaan buang-buang air dengan banyak cairan
(mencret) dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu. Diare disebabkan
oleh adanya rangsangan pada saraf otonom di dinding usus sehingga dapat
menimbulkan reflek yang mempercepat peristaltik sehingga timbul diare.
Diare ditandai dengan frekuensi defekasi yang jauh melebihi frekuensi
normal, serta konsistensi feses yang encer. Penyebab diare pun bermacam-macam.
Pada dasarnya diare merupakan mekanisme alamiah tubuh untuk mengeluarkan
zat-zat racun yang tidak dikehendaki dari dalam usus. Bila usus sudah bersih
maka diare akan berhenti dengan sendirinya.
Diare pada dasarnya tidak perlu pemberian obat, hanya apabila terjadi
diare hebat dapat digunakan obat untuk menguranginya. Obat antidiare yang
banyak digunakan diantaranya adalah Loperamid yang daya kerjanya dapat
menormalisasi keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu
memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi pada keadaan
resorpsi normal kembali. Loperamid merupakan derivat difenoksilat (dan
haloperidol, suatu neuroleptikum) dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih
kuat tanpa khasiat pada SSP, jadi tidak mengakibatkan ketergantungan.
Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah
mencit. Selain karena anatomi fisiologinya sama dengan anatomi fisiologi
manusia,juga karena mencit mudah ditangani, ukuran tubuhnya kecil sehingga
waktu penelitian dapat berlangsung lebih cepat. Sebelum digunakan untuk
percobaan, mencit dipuasakan selama 18 jam sebelum percobaan tetapi minum
tetap diberikan. Hal tersebut dikarenaka makanan dalam usus akan berpengaruh
terhadap kecepatan peristaltik.
Tiap kelompok diberi 4 ekor mencit. Prosedur pertama yang dilakukan
adalah menimbang masing-masing mencit untuk menentukan banyaknya dosis
sediaan uji yang akan diberikan pada tiap mencit. Pada kontrol positif, mencit

pertama memiliki bobot 28,6 gram dan untuk dosis maksimumnya 0,95mL dan di
berikan Loperamid HCl, di tunggu selama 30 menit agar obat-obat tersebut dapat
terabsorpsi secara sempurna di dalam tubuh mencit, sehingga didapat efek yang
diharapkan dan selanjutnya di berikan oleum ricini sebagai penginduksi diare.
Selanjutnya mencit kedua memiliki bobot 27,5 gram dan untuk dosis
maksimumnya 0,91mL dan di berikan Infusa kayu manis, di tunggu selama 30
menit untuk selanjutnya di berikan oleum ricini sebagai penginduksi diare.
Pada kontrol negative, mencit pertama memiliki bobot 23,2 gram dan
untuk dosis maksimumnya 0,77mL dan di berikan NaCl 0,9% dan di tunggu
selama 30 menit untuk selanjutnya di berikan oleum ricini sebagai penginduksi
diare. Selanjutnya mencit kedua memiliki bobot 21,8 gram dan untuk dosis
maksimumnya 0,72 mL dan di berikan NaCl, di tunggu selama 30 menit untuk
selanjutnya di berikan oleum aquades sebagai penginduksi diare.
Pada kontrol positif mencit 1, mencit diberikan loperamid dosis 1 kemudian
diberikan oleum ricini. Loperamid meruapakan obat antidiare yang cara kerjanya
memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan
longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga
efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut.
Pada mencit yang diberikan loperamid seharusnya pada awal pemberian oleum
ricini frekuensi defekasi meningkat karena oleum ricini merupakan induktor diare
(laksatif), kemudian seiring dengan peningkatan waktu frekuensi defekasi dan
konsistensi defekasi akan menurun karena pengaruh dari loperamid yang akan
menurunkan motilitas usus yang meningkat karena oleum ricini, akan tetapi pada
tabel diatas, tabel yang dihasilkan tidak ada karena mencit tidak mengalami
defekasi, hal tersebut mungkin pengaruh dari oleum ricini yang belum mencapai
onset dan sifatnya yang mudah teroksidasi.
Pada control positif mencit 2, mencit diberikan infusa kayu manis kemudian
diberikan oleum ricini. Kayu manis adalah tanaman rempah yang banyak
diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat. Kulit batang kayu manis digunakan
sebagai anti diare, kejang perut dan untuk mengurangi sekresi usus. Pada mencit
yang diberikan infusa kayu manis seharusnya pada pemberian oleum ricini
frekuensi defekasi meningkat karena oleum ricini merupakan induktor diare

(laksatif), kemudian seiring dengan peningkatan waktu frekuensi defekasi dan


konsistensi defekasi akan menurun karena pengaruh dari infusa kayu manis yang
akan menurunkan motilitas usus yang meningkat karena oleum ricini. Akan tetapi
pada tabel diatas tabel yang dihasilkan tidak ada karena mencit tidak mengalami
defekasi, hal tersebut mungkin pengaruh dari oleum ricini yang belum mencapai
onset dan sifatnya yang mudah teroksidasi.
Pada mencit kontrol negatif, mencit 1 diberi NaCl kemudian diberi air.
Kontrol negatif ini berfungsi untuk melihat proses defekasi pada mencit yang
normal. Dilihat dari tabel diatas mencit kontrol negatif, mengalami defekasi
normal dengan frekuensi defekasi yang jarang, dan konsistensinya juga normal.
Pada mencit 2 kontrol negatif, mencit diberikan NaCl kemudian diberi Oleum
ricini. Kontrol negatif ini bertujuan untuk melihat proses defekasi pada mencit
yang diinduksi dengan pencahar. Oleum ricini (minyak jarak) merupakan
trigliserida yang berkhasiat sebagai laksatif. Di dalam usus halus, minyak ini
mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam risinoleat yang merangsang mukosa
usus, sehingga mempercepat gerak peristaltiknya dan mengakibatkan proses
defekasi

berlangsung

dengan

cepat

sehingga

frekuensi

defekasi

akan

meningkat. Karena proses defekasi yang berlangsung cepat, maka waktu absorbsi
air juga akan berkurang, sehingga air yang seharusnya diabsorbsi tubuh akan ikut
terbuang dalam feses, yang mengakibatkan konsistensi feses yang lembek. Pada
tabel diatas pada mencit dengan kontrol positif seharusnya mengalami
peningkatan frekuensi defekasi dan konsistensi feses seiring dengan peningkatan
waktu, tetapi pada hasil percobaan, mencit yang harusnya frekuensi defekasinya
meningkat namun tidak mengalami proses defekasi, hal tersebut terjadi karena
pengaruh beberapa faktor, misalnya oleum ricini berdasarkan teori onsetnya
adalah sekitar 1 sampai 6 jam, sedangkan pengamatan dilakukan dari 0 menit
sampai 20 menit, sehingga oleum ricini tidak menimbulkan efek. Selain itu juga,
oleum ricini merupakan senyawa yang mudah teroksidasi, akibatnya ketika
disimpan di ruang terbuka oleum ricini tersebut akan rusak karena oksidasi
sehingga tidak berefek lagi.

KESIMPULAN

1. Oleum Ricini dapat menyebabkan diare dengan cara menstimulasi


peristaltik usus. Namun, oleum ricini yang sudah teroksidasi tidak cukup
untuk menginduksi terjadinya diare
2. Loperamid HCl berkhasiat sebagai obat antidiare dengan cara bekerja
menekan peristaltik usus sehingga mengurangi frekuensi defekasi dan
memperbaiki konsis tensi feses.

DAFTAR PUSTAKA

Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : Infomedika. Hal : 14-4.


Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi ed 5. Jakarta :
Penerbit UI Press.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat. Bandung : Penerbit ITB.
National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2007. Diarrhea. Available
online at www.digestive.niddk.nih.gov . [Diakses tanggal 10 April 2011]
Schanack, W., et al. 1980. Senyawa Obat, Edisi kedua. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.

Anda mungkin juga menyukai