Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN SEDANG

Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas


Program Internsip Dokter Indonesia
Periode November 2019 – September 2020

Oleh :
dr. Lintang Vidyaningrum

Pendamping :
dr. Sunario, MPH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CURUP

KABUPATEN REJANG LEBONG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang


termasuk di Indonesia, dan merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5 tahun. 1,2 Selain itu diare
juga menjadi masalah kesehatan yang paling umum bagi para pelancong dari
negara-begara industry yang menguunjungi daerah-daerah berkembang, terutama
di daerah tropis. Perkiraan konservatif menempatkan angka kematian global dari
penyakit diare sekitar dua juta kematian pertahun (1,7 juta-2,5 juta kematian),
merupakan peringkat ketiga diantara semua penyebab kematian penyakit menular
di seluruh dunia.2
Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare
sedangkan di Indonesia hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih
merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding
pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare
25,2% dibanding pneumonia 15,5%.1 Dari daftar urutan penyebab kunjungan
Puskesmas/ Balai pengobatan, hamper selalu termasuk dalam kelompok 3
penyebab utama ke puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200-400
kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di
Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap
tahunya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak dibawah umur 5
tahun (+ 40 juta kematian). Kelompok ini setiap tahunnya mengalami lebih dari
satu kali kejadian diare. Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh dalam
dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal.3
Dari pencatatan dan pelaporan yang ada, baru sekitar 1,5-2 juta penderita
penyakit diare yang berobat rawat jalan ke sarana kesehatan pemerintah. Jumlah
ini adalah sekitar 10 % dari jumlah penderita yang datang berobat untuk seluruh
penyakit, sedangkan jika ditinjau dari hasil survey rumah tangga (LRKN) 1972
diantara 8 penyakit utama, ternyata persentase penyakit diare yang berobat sangat
tinggi, yaitu 72% dibandingkan 56% untuk rata-rata penderita seluruh penyakit
yang memperoleh pengobatan.3
Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar
kasus penyebanya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus,
bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan
diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi. Diare karena virus umunya bersifat
self limting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah
terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin nutrisi
untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare.1
Rotavirus merupakan penyebab tertinggi dari kejadian diare akut baik
dinegar berkembang maupun negara maju. Di Indonesi menurut penelitian
Soenarto yati dkk pada anak yang dirawat di rumah sakit karena diare 60%
persennya disebabkan oleh Rotavirus.4
Diare juga erat hubununganya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode
diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anorexia dan
berkurangnya kemapuan menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya
berkepanjangan akan berdampak pada pertumubuhan dan kesehatan anak.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan atau tanpa darah dan atau lendir.3
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat
disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi
meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare , tetapi merupakan
intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya.1

B. Cara Penularan dan Faktor Resiko


Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. (4F= field, flies, fingers, fluid).1
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara
lain:tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan
bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan atau MCK, kebersihan lingkungan dan pribadi yang
buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara
penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain:
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunya
motilitas usus, dan faktor genetik. 1
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi
efek penurunan kadar antibody ibu, berkurangnya kekebalan aktif bayi,
pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan
kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai
merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian
kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang yang membantu
menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan
pada orang dewasa.1
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik
ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas
aktif. pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari
atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista
protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi yang asimtomatik berperan
penting dalam penyebaran banyak eneteropatogen terutama bila mereka
tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-
pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.1
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. di
daerah subtropis, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim
panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi
pada musim dingin. didaerah tropic (termasuk Indonesia) diare yang
disebabkan rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan
sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri terus
meningkat pada musim hujan.1
4. Epidemi dan pendemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemic
dan pandemic dan mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian
pada semua golongan usia. sejak tahun 1961, cholera yang disebabkan
oleh v. cholera 0.1 biotipe eltor telah menyebar ke negara-negara di afrika,
amerika latin, asia, timur tengah, dan beberapa daerah di amerika utara dan
eropa. dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae 1 menjadi
penyebab wabah yang besar di amerika tengah dan terakhir di afrika
tengah dan asia selatan. Pada tahun 1992 dikenal strain baru Vibrio
cholera 0139 yang menyebabkan epidemic di Asia dan lebih dari 11
negara mengalami wabah.1

C. Mekanisme Daya Tahan Tubuh


Infeksi virus atau bakteri tidak selamanya akan menyebabkan terjadinya
diare karena tubuh mempunyai mekanisme daya tahan tubuh. Usus adalah organ
utama yang berfungsi sebagai front terdepan terhadap invasi dari berbagai bahan
yang berbahaya yang masuk ke dalam lumen usus. Bahan-bahan ini antara lain
mikroorganisme, antigen toksin, dll. Jika bahan-bahan ini dapat menembus barieir
mekanisme daya tahan tubuh dan masuk kedalam sirkulasi sistemis, terjadilah
bermacam-macam reaksi seperti infeksi, alergi atau keadaan autoimunitas.3
1. Daya pertahanan tubuh nonimunologi3
a. Flora usus
Bakteri yang terdapat dalam usus normal (flora usus normal), dapat
mencegah pertumbuhan yang berlebihan dari kuman pathogen yang secara
potensial dapat menyebabkan penyakit. Setelah lahir usus sudah dihuni
oleh bermacam-macam mikroorganisme yang merupakan flora usus
normal. Penggunaan antibiotika dalam jangka panjang dapat mengganggu
keseimbangan flora usus, menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari
kuman-kuman non pathogen yang mungkin juga telah resisten terhadap
antibiotika.
Pertumbuhan kuman pathogen dalam usus akan dihambat karena
adanya persaingan dengan flora usus normal. Hal ini terjadi karena adanya
kompetisi terhadap substrat yang mempengaruhi pertumbuhan kuman
yang optimal (pH menurun, daya oksidasi reduksi menurun,dsb) atau
karena terbentuknya zat anti bakteri terhadap kuman pathogen yang
disebut colicines.
b. Sekresi usus
Mucin (Glikoprotein dalam usus) dan kelenjar ludah penting untuk
mencegah perlekatan kuman-kuman Streptococcus, Staphylococcus,
Lactobacilus pada mukosa mulut sehingga pertumbuhan kuman tersebut
dapat diahambat dan dengan sendirinya mengurangi jumlah
mikrooganisme yang masuk ke dalam lambung. Mucin serupa terdapat
pula dalam mucus yang dikeluarkan oleh sel epitel usus atau disekresi oleh
usus secara kompetitif mencegah melekatnya dan berkembangbiaknya
mikroorganisme di epitel usus. Selain itu muci juga dapat mencegah
penetrasi zat-zat toksik seperti allergen, enterotoksin,dll.
c. Pertahanan Lambung
Asam lambung dan pepsin mempunyai peranan penting sebagai penahan
masuknya mikroorganisme, toksin dan antigen kedalam usus.
d. Gerak Peristaltik
Gerak peristaltic merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
usaha mencegah perkembangbiakan bakteri dalam usus, dan juga ikut
mempercepat pengeluaran bakteri bersama tinja. Hal ini terlihat bila karna
sesuatu sebab gerak peristaltis terganggu (operasi, penyakit, kelainan
bawaan dsb), sehingga menimbulkan stagnansi isi usus.
e. Filtrasi Hepar
Hepar, terutama sel kupfer dapat bertindak sebgaai filtrasi terhadap
bahan-bahan yang berbahaya yang diabsorbsi oleh usus dan mencegah
bahan-bahan yang berbahaya tadi masuk kedalam sirkulasi sistemik.
f. Lain-lain
- lisosim (mempunyai daya bakteriostatik)
- garam-garam empedu membantu mencegah perkembangbiakan kuman
- Natural antibody : menghambat perkembangan beberapa bakteri
pathogen, tetapi tidak mengganggu pertumbuhan flora usus normal.
Natural antibody ini mungkin merupakan hasil dari reaksi cross
imunity terhadap antigen yang sama yang terdapat pula pada beberapa
mikroorganisme.
2. Pertahanan Imunologik Lokal3
Saluran pencernaan dilengkapi dengan system imunologik terdapat
penetrasi antigen ke dalam epitel usus. Limfosit dan sel plasama terdapat
dalam jumlah yang berlebihan dalam usus, baik sebagai bagian dari plaque
peyeri di ileum dan apendiks maupun tersebar secara difus di dalam lamina
propria usus kecil dan usus besar. Reaksi imunologik local ini tidak tergantung
dari system imunologik sistemik.Reaksi ini terjadi karena rangsangan antigen
dari permukaan epitel usus. Yang termasuk dalam pertahanan imunologik
lokal adalah:
a. Secretory Immunoglobulin A (SIgA)
IgA diketahui terbanyak terdapat pada sekresi eksternal sedangkan IgG
dalam cairan tubuh internal. Strukur SIgA berlainan dengan antibody yang
terdapat dalam serum, berbentuk dimer dari IgA yang diikat oleh rantai
polipeptida. Dimer IgA ini dibuat dalam sel plasma yang terdapat dibawah
permukaan epitel usus yang kemudian akan diikat lagi oleh suatu
glikoprotein yang dinamakan sekretori komponen (SC). Dengan ikatan
yang terakhir SIgA akan lebih tahan terhadap perusakan oleh enzim
proteolitik (tripsin dan kemotripsin) yang terdapat dalam usus. Bagaiman
proses proteksi dari SIgA ini yang sesungguhnya belum jelas, walaupun
ada yang menyatakan bahwa SIgA yang terdapat dalam lapisan mukosa
usus halus dapat mencegah melekatnya mikroorganisme dan antigen pada
epitel usus sehingga bakteri tidak dapat berkembangbiak. Sejumlah SIgA
terdapat pula pada kolostrum. Hal ini sangat penting sebagai proteksi
terhadap usus bayi yang baru lahir.
b. Cell Mediated Immunity (CMI)
Dikemukakan bahwa peranan limfosit dalam CMI terletak pada plaque
peyeri di ileum. walaupun demikian peranan CMI dalam proteksi usus
masih dalam taraf penelitian.
c. Imunoglobulin lain
IgG terdapat dalam jumlah kecil dalam usus dan mudah rusak dalam
lumen usus. Hanya bila mukosa usus mengalami peradangan IgG bersama-
sama dengan sel plasma terdapat dalam jumlah cukup banyak di usus dan
merupakan proteksi temporer terhadap kerusakan usus lebih lanjut. IgM
dapat menggantikan fungsi IgA bila karena suatu sebab terjadi defisiensi
IgA. IgE tidak jelas peranannya dalam protersi usus.

D. Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah dapat
diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan
diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya
adalah golongan virus, bakteri dan parasit. dua tipe dasar dari diare akut oleh
karena infeksi adalah non-inflamatory dan inflammatory.1
Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatoyi
diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung
atau memproduksi sitotoksin.1,6
GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT
Aeromonas Astrovirus Balantidiom coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum
Clostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Eschercia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simplek virus Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Tabel 1. Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
E. Patofisiologi
Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan
osmotik. 1,8
1. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus
dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen
usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air akan
mengalir kea rah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus.
Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul
cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini
akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena
ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose
di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare.
Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung
sorbitol dalam jumlah berlabihan akan memberikan dampak yang sama.1
2. Diare Sekretorik
Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna,
sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini
menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare
sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akbat rangsangan
pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.01.7
Osmotik Sekretorik
Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari
Puasa Diare berhenti Diare berlanjut
Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L
Reduksi (+) (-)
pH tinja <5 >6
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas
jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan motilitas
mempunyai pengaruh terhadap absorbs. Baik peningkatan ataupun penurunan
motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat
mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan
transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas
usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat inflamasi, dekonjugasi
garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang
terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.1
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit,
mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare
lainnya seprti diare osmotik dan sekretorik.1
Bakteri enteral pathogen akan mempenagaruhi struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bacterial pada tight junction akan memepengaruhi susunan
anatomis dan funsi absorbs yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein.
penelitian oleh Bakes J dkk 2003 menunjukan bahwa peranan bakteri enteral
pathogen pada diare terletak perubahan barier tight junction oleh toksin atau
produk kuman yaitu perubahan pada cellualar cytoskeleton dan spesifik tight
junction. Pengaruh ini bias pada kedua komponen tersebut atau salah satu
komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi clorida yang akan diikuti
natrium dan air. Sebagai contoh Clostridium difficile akan menginduksi kerusakan
cytoskeleton maupun protein, Bacteroides frigilis menyebabkan degradasi
proteolitik protein tight junction, V. cholera mempengaruhi distribusi protein
tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.1,9

F. Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic.
Gejala gastrointestinal biasa berupa diare, keram perut, dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada
panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic, dan hipokalemia.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik
( hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bias tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.1
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta
rectum menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom
yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena
mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seprti:enteric virus,
bakteri yang memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium.

G. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila
disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau
tidak kencing dalam 6-8jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan
selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk,
pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak
diare: member oralit, memabwa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan
obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.1
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda tambahan lainya:ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering
atau basah.1 Pernpasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis
metabolic. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derjat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi
dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan
sebelum dan sesudah diare. 1
Symptom Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan sedang, Dehidrasi berat, kehilangan
dehidrasi, kehilangan kehilangan BB 3%-9% BB>9%
BB<3%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, Apatis, letargi, idak sadar
irritable
Denyut jantung Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi,
(kasus berat)
Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik
Cappilary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin,mottled, sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel.2 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah
lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:1
 darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
 urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
 tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan.
Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh
enteroksin virus, prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran
gastrointestinal. Tinja yanga mengandung darah atau mucus bias
disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri
enteronvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja,
bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak
terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua
berhubungan dengan adnya warna empedu akibat garam empedu yang
dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth.
Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat
menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi
tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas
dalam tinja kaibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan
berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan kelainan di kolon , khususnya akibat infeksi bakteri.
Tinja yang sangatberbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri
anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat
dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja
tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena
fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke
usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja<6
dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.8
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder
akibat rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung
enzim lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang bekerja memecahkan
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yangs elanjutnya diserap di
mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan malabsorbsi laktosa
adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja.
Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi
warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest.
Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri
sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam).
Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas
tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka
perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru
berarti negative, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning
dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+
++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram
sehari disebut sebagai steatore.8
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah
besar leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang
berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes eosin atau Nacl lalu dilihat dengan
mikroskop cahaya:5
 bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negative
 bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
 bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
 bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang besar disebut (+
++)
 bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (+++
+)
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan
sudan III yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat
diwarnai secara mikroskopis dengan pembesarn 40 kali dicari butiran
lemak dengan warna kuning atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria:8
 (+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100
buah per lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai ½
lapang pandang
 (++) bila tampak sel lemak dnegan jumlah lebih 100 per lapang
pandang atau sel memenuhi lebih dari ½ lapang pandang
 (+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang
pandang.
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar.
Dengan memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan
emulsikan delam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan
larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup
tidak mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga tidak terdapat
gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (NaCL
fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan protozoa akan
lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan
yodium. Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran objekstif 10x, lalu 40x
untuk menentukan spesiesnya.

H. Tata Laksana
Terdapat lima pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi,
dukungan nutrisi, pemberian antibiotik sesuai indikasi, pemberian zink dan
edukasi pada orang tua. Tujuan pengobatan:8
1. Mencegah dehidrasi
2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan
setelah diare
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare,
dengan memberikan suplemen zinc
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana
terapi yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:10
1. Rencana terapi A : penanganan diare di rumah
Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:
 Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
Jelaskan pada ibu:
- pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan
tambahan yang utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada
setiap kali pemberian.
- jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang
sebagai tambahan
- jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan(kuah sayur, air tajin) atau air
matang
Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:
- anak telah diobati dengan rencana terapi B atau dalam kunjungan
- anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah berat
Ajari pada ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6
bungkus oralit (200ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukan pada ibu
berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai
tambahan bagi kebutuhan cairanya sehari-hari:
- <2 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali BAB
- >2 tahun : 100 samapai 200 ml setiap kali BAB
Katakan pada ibu
- agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari mangkuk/
cangkir/gelas
- jika anak muntah, tunggu 10 menit. kemudia lanjutkan lagi dengan
lebih lambat.
- lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
 Beri tablet Zinc
Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari
dengan dosis :
- umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) perhari
- umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) perhari
 Lanjutkan pemeberian makanan
 Kapan harus kembali
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi sedang/ ringan dengan oralit. Beri oralit di klinik
sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.
Usia <4 bulan 4-11 bulan 12-23 bulan 5-4 tahun 5-14tahun >15 tahun
Berat badan <5 kg 5-7,9 kg 8-10,9 kg 11-15,9 kg 16-29,9 kg >30 kg
Jumlah (ml) 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000

Jumlah oralit yang diperlukan 75 ml/kgBB. Kemudian setelah 3 jam


ulangi penilaian dan klasifikasikan kemabali derajat dehidrasinya, dan pilih
rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan. Jika ibu memaksa
pulang sebelum pengobatan selesai tunjukan cara menyiapkan oralit di rumah,
tunjukan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam pertama. Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi
dengan menambah 6 bungkus lagi sesuai yang dainjurkan dalam rencana terapi
A. Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan
sesuai kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Untuk anak berumur kurang
dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri juga 100-200 ml air matang selama
periode ini. Mulailah member makan segera setelah anak ingin amkan.
Lanjutkan pemberian ASI. Tunjukan pada ibu cara memberikan larutan oralit.
berikan tablet zinc selama 10 hari.
3. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)
Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui
mulut, sementara infuse disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan ringer laktat atau
ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai
berikut.
Umur Pemberian pertama 30ml/kgBB Pemebrian berikut 70ml/kgBB
selama selama
Bayi (bibawah umur12 bulan) 1 jam* 5 jam
Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 30 menit* 2 ½ jam

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba
Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri
tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera
setelah anak mau minum, biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
dan beri anak tablet zinc sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan. Periksa kembali
bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam (klasifikasikan dehidrasi), kemudian
pilih rencana terapi) untuk melanjutkan penggunaan.
Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit ditujukan
untuk memberikan pada penderita:
1. Kebutuhan akan rumatan (maintenance) dari cairan dan elektrolit
2. Mengganti cairan kehilangan yang terjadi
3. Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berlangsung.
Pada diare CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah 25 tahun
berperan dalam menurunkan angka kematian bayi dan anak dibawah 5 tahun
karena diare. WHO dan UNICEF berusaha mengembangkan oralit yang sesuai
dan lebih bermanfaat. Telah dikembangkan oralt baru dengan osmolalitas lebih
rendah. Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang lama, namun efektifitasnya
lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolalitas ini
juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan WHO dan UNICEF untuk
diare akut non kolera pada anak.1,11
PENGOBATAN DIETETIK
Memuasakan penderita diare (hanya member air teh) sudah tidak
dilakukanik lagi karena akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia
dan atau KKP. Sebagai pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetic
diapakai singkatan O-B-E-S-E, sebagai singkatan Oralit, Breast feeding, Early
Feeding, Simultaneously with Education.3
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
setelah sembuh. Tujuanya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak
anak mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makanya
timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan
mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan
menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi
dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan
menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan
kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare
tergantung kepada umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit
serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama
dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat.1 Bayi yang minum ASI harus
diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Peranan ASI selain
memberikan nutrisi yang terbaik, juga terdapat 0,05 SIgA/hari yang berperan
memberikan perlindungan terhadap kuman pathogen. 12
Bayi yang tidak minum
ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran
susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk
sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah
hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat
tinja yang asam (pH<6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja>0,5%.
Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba
kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-3
hari.12
Gejala klinis menghilang Susu rendah laktosa Susu normal (ml)
(hari) (ml)
Ke 1 150 50
Ke 2 100 100
Ke 3 50 150
Ke 4 0 200
Tabel 5. Tabel panduan kembali ke susu normal ( untuk setiap 200 ml)
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan
lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diit
harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6kali atau
lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan
tambahan seperti serealia pada umunya dapat ditoleransi dengan baik pada anak
yang telah disapih. Makanan padat memiliki keuntungan, yakni memperlambat
pengosongan lambung pada bayi yang minum ASI atau susu formula, jadi
memperkecil jumlah laktosa pada usus halus pr satuan waktu. Pemberian makanan
lebih sering dalam jumlah kecil juga memberikan keuntungan yang sama dalam
mencernakan laktosa dan penyerapanya. Pada anak yang lebih besar, dapat
diberikan makanan yang terdiri dari:makanan pokok setempat misalnya nasi,
kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya
dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100ml makanan. Minyak
kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten. Campur makanan
pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran, serta ditambahkan
tahu,tempe, daing atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik untui menambah
kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung banyak gula
seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan, sebaiknya
dihindari.
Pemberian makanan setelah diare
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi teruatama bila terjadai anorexia
hebat. Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang akan zat gizi
beberapa minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk
mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra
makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak
dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.1,8,12
ZINC
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam
pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap imun atau terhadap
struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran
cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorbs air
dan elektrolit oleh usus halus meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen di usus. Pengobatan dengan zinc cocok
ditetapkan di negara-negara berkembang seprti Indonesia yang memiliki banyak
masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan
yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak:
- anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
- anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anka telah sembuh dari
diare. Untuk bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit. Untuk
anak lebih besar, zinx dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau
oralit.1,13
Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti
antibiotika:antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang
mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu
mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan
sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun.
Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk
pengobatan diare akut.
Antibiotik
Antbiotik apda umunya tidak diperlukan pad semua daire akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak
dapat dibunuh dengan antibiotic. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan
oleh bakteri pathogen seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli,
Salmonella, Campilobacter, dan sebagainya,1
Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif
Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB Erythromycin 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB Pivmecillinam 20 mg/kg BB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari
Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB
3xs ehari selama 5 hari (10 hari pada
kasus berat)
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

PROBIOTIK
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan
mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan
pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak
minum ASI. Kemungkinan efek probiotik dalam pencegahan diare melalui
perubahan lingkungan mikrolumen usus , kompetisi nutrient, mencegah adhesi
kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik
terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi.
Pemberian makanan selama daire harus diteruskan dan ditingkatkan setelah
sembuh, tujuanya adalah memberikan makanan yang kaya nutrient sebanyak anka
mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul
kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan
mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan
menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi
dapat dicegah atau paling tidak dapat dikurangi.
Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen
dalam mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan mneunjukan
adanya kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel
mukosa). Enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi
dilekati bakteri yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik di dalam mukosa
usus dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen. Lactobacillus strain pada
manusia mempunyai kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan sel goblet HT
29-MTX pada sel epitel mukosa usus. Lactobacillus acidophilus LA1 dan LA3
mempunyai kemampuan melekat yang kuat, tidak tergantung pada calcium,
sedangkan Lactobacillus strain LA10 dan LA18 kemampuan melekatnya rendah.
Kemampuan perlekatan tersebut dapat dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain
LA1 mempunyai kemampuan untuk mencegah perlekatan diarrheagenic
Eschercia coli (EPEC) dan bakteri enteroinvasif seperti Salmonella typhymurium,
Yersinia tuberculosis. Kemampuan mencegah perlekatan strain LA1 lebih efektif
bila diberikan sebelum atau bersamaan dengan infeksi E coli daripada setelah
infeksi E coli. Disamping mekanisme perlekatan dengna reseptor pada epitel usus
untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen melalui kompetisi, bakteri
probiotik memberi manfaat pada pejamu oleh karena produksi substansi
antibakteri misalnya, asam organik, bacteriocin, microcin, reuterin, volatile fatty
acid, hidrogen peroksida dan ion hidrogen.1,8,14,15

I. Komplikasi1,3
1. Gangguan elektrolit
- Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan kadar
natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang
cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak.
Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan
paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan
menggunakan cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung
kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar
natrium plasma setelah 8jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma
setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5% dekstrose,
perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml
cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet
normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit
10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.1
- Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130
mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan
pada anak malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk
terapi dari hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil,
koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu :
memakai ringer laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125-
kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan.
Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.1
- Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-
10 menit dengan monitor detak jantung.1
- Hipokalemia
Diakatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menuurut
kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr
dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip
(tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K
terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian
20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2
mEqxBB). Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik usus,
gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah
dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan makanan
yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti1
2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada
umunya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke
dalam sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam
yang timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun
setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti
kejang demam. Pengobatan: kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika
ada infeksi.3
3. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala
yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila
ada edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi
berat yang diberi larutan garan faali. Pengobatan dengan pemberian cairan
intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.3
4. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnay
basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik,
yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull).
pemberian oralit yang cukup mengadung bikarbonas atau sitras dapat
memperbaiki asidosis.
5. Ileus paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil
sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa
perut kembung, muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada.
Pengobatan dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang
mengandung banyak K.3
6. Kejang3
o Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila
penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv,
dengan dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika
koma tersebut disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian
glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali.
o kejang demam
o Hipernatremia dan hiponatremia
o penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya
dengan diare, seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsy.
7. Malbasorbsi dan intoleransi laktosa
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu
formula selama diare dapat menyebabkan volume tinja bertambah, berat
badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk, dan dalam
tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.
Tindakan:
a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar
laktosa dan menghidari efek “bolus”
b. Mengencerkan susu jadi ½-1/3 selama 24 -48 jan. Untuk mangatasi
kekeurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrient lain seperti
makanan padat, perlu diberikan.
c. Pemberian “yogurt” atau susu ynag telah mengalami fermentasi untuk
mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri usus.
d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau
ganti dengan susu kedelai.
8. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi,
atau penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan,
berikan cairan intravena3
9. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan
infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan
oral terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1
sendok makan tiap 2-3 menit), antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena
sering menyebabkan penurunan kesadaran.3
10. Akut kidney injury
Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok.
Didiagnosis sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu
12 jam setelah hidrasi cukup.3

J. Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare
Kuman-kuman patoggen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal
oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada
cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif
meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member
makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.
c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan
dengan campak, dan diare yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih
lama (susah diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya
kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak yang
mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60%
kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena
diare pada balita.1,3
d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi
alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan,
manifestasi diare. Di dunialah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang
diberikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan
interval 4-6 minggu. 1,8,16,17,18

K. Prognosis
Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%( akan menjadi diare persisten.8
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama lengkap : By. Z.M
Alamat lengkap : Talang Benih
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 8 bulan
Tanggal masuk : 10 Juni 2020
ORANGTUA
AYAH : Nama : Tn.A.F
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Buruh
Penghasilan/bulan : + 1 juta
Pendidikan : STM

3.2 DATA SUBJEKTIF


3.2.1 Keluhan utama : mencret-mencret
3.2.2 Riwayat perjalanan penyakit sekarang
Sejak +10 jam SMRS, pasien mengalami mencret-mencret. Mencret-mencret ini
terjadi tiba-tiba, dan berlangsung sudah + 20 kali. Jumlah tinja setiap kali mencret
+ 1/2 pampers (+1/2 gelas aqua), bentuknya cair, tidak berlendir, warna kuning,
berbau busuk, menyemprot, darah (-), ampas hanya sedikit. Selama mencret
pasien masih mau minum ASI, namun pasien lebih terlihat haus dan terlihat lebih
diam (lemas) dibanding biasanya. Perut pasien trelihat lebih datar dan matanya
terlihat agak layu dan cekung. Sekitar 1 hari SMRS pasien mengalami demam.
Demam dirasakan sepanjang hari, terjadi secara tiba-tiba diseluruh tubuh, demam
belum pernah diobati. Pasien tidak mengalami batuk maupun pilek.
Sekitar 1 hari SMRS pasien juga mengalami muntah sebanyak 3 kali,
setiap muntah sebanyak ½ gelas aqua, warnanya putih berbau susu, darah(-), + 2
jam SMRS pasien mengalami muntah + 1 gelas aqua isi muntahan berupa
makanan yang dimakan, darah (-).
2 hari SMRS pasien memiliki riwayat berpergian dengan orang tuanya
pada saat malam hari dengan menggunakan motor. Sehari-hari dirumah pasien
meminum ASI secara langsung dari payudara ibunya, tanpa menggunakan botol.
Ibu pasien mengaku selalu menjaga kebersihan payudaranya sebelum menyusui.
Ibu pasien menggunakan botol untuk susu formula, ibu pasien mengaku selalu
mencuci botolnya dengan bersih dan direndam dalam air mendidih. Ibu pasien
tidak mengganti susu formula pasien (susu yang diminum SGM), dan sudah
memberikan bubur susu sekali sehari kapada pasien sejak satu mingu sebelum
pasien sakit. Riwayat alergi makanan dan susu disangkal. Sehari-hari dirumah ibu
pasien menggunakan air keran untuk masak dan minum, dalam 2 hari terakhir air
dirumah keruh, namun ibu pasien tetap menggunakanya, termasuk untuk
membuat susu formula bagi pasien dengan sebelumnya merebus air hingga
mendidih saja.
3.2.3. Riwayat penyakit yang pernah diderita:
Penyakit kuning umur 5 hari di terapi sinar selama 2 hari
1 bulan yang lalu dirawat 4 hari, karena infeksi saluran nafas.
3.2.4 Riwayat penyakit dalam keluarga:
Riwayat penyakit dalam keluarga : Disangkal
Riwayat penyakit antara anggota keluarga lain/orang lain serumah : Disangkal
3.2.5 Riwayat sosial ekonomi :
Ayah bekerja sebagai buruh, ibu pasien tidak bekerja (ibu rumah tangga).
Penghasilan keluarga rata-rata per bulan Rp.1.500.000, - menanggung 1 orang
anak, biaya pengobatan ditanggung BPJS. Kesan sosial ekonomi : menengah
kebawah.
3.2.6 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Perawatan antenatal : Teratur, ke puskesmas setiap bulan
Penyakit kehamilan : Hipertensi (eklampsia)
Cara persalinan : dengan cara section caesaria a.i eklampsia
Penolong persalinan : dokter
Tempat kelahiran : RSUD CURUP
Tanggal : 14 Oktober 2020
Masa gestasi : 37 minggu
GPA : P1A0
Keadaan bayi:
Berat Badan Lahir : 2600 gram
Panjang Badan Lahir : 47 cm
3.2.7 Riwayat Makan
ASI diberikan secara ekslusif selama 6 bulan sejak lahir, minum diberikan semau
anak. Setelah umur 6 bulan, selain mengkonsumsi ASI, anak juga sudah
mengkonsumsi pendamping ASI. Pasien diberikan susu formula pada usia 7
bulan hingga sekarang. Pasien telah diberikan bubur susu sejak satu minggu
sebelum pasien sakit.
3.2.8 Riwayat Imunisasi (Dasar dan Ulangan)
Imunisasi I II III Ulangan
BCG 2bulan
DPT 3 bulan 4 bulan 5 bulan
Polio 3 bulan 4 bulan 5 bulan
Hepatitis B 3 bulan 4 bulan 5bulan
Campak
Lain-lain
Kesan : Imunisasi PPI sudah lengkap sesuai dengan usia

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


3.3.1 Status Present
Keadaan umum : tampak sakit sedang (anak rewel, cengeng)
Kesadaran : kompos mentis (kontak mata+)
Frekuensi nadi : 143x/menit (reguler, kuat angkat, isi cukup)
Frekuensi nafas : 56x/menit (reguler/adekuat)
Suhu : 37,6 C (axilla)
3.3.2 Data Antropometri
Berat badan : 8,5 kg Panjang badan : 71 cm
Status gizi  BB/BB P50 X 100 % = 8,5/11 X 100 % =75,3 %
PB/PB P50 X 100 % = 71/76 X 100 % = 93,9%
BB/BBPB P50 X 100 % = 8,5/9X 100 % = 94,5 %
Kesan : Gizi baik
3.3.3 Status Generalis
Kepala : normocephaly, rambut tumbuh merata, tidak mudah dicabut, ubun-
ubun besar sedikit cekung
Mata : kelopak mata cekung, konjungtiva anemis-/-, sklera ikterik -/-
Hidung : deformitas tidak ada , tidak ada sekret.
Telinga : tidak ada sekret, nyeri tekan tragus - / -, nyeri tekan mastoid - / -
Mulut : mukosa bibir kering, tonsil T1-T1 tenang, mukosa faring tidak
hiperemis
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Thorax :
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, retraksi sela iga –
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor kanan=kiri
Auskultasi : Bunyi nafas dasar vesikuler, Rhonki-/-, Whezzing-/-, Bunti jantung I
dan II normal gallop-, murmur-
Abdomen:
Inspeksi : perut tampak datar
Auskultasi : bising usus meningkat (18x/menit)
Palpasi : supel, nyeri tekan -, hepar dan lien tidak teraba membesar, turgor
kulit baik
Perkusi : timpani
Ekstremitas : akral hangat, cappilary refil <2 detik,
Genitalia eksterna : fimosis –

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Hb : 9,29/dl
Leukosit : 10,4 rb/ul
Hematokrit : 27,6%
Trombosit: 326
Natrium: 157
Kalium :4,9
Klorida :0,7
3.5 Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja : Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang ec susp infeksi virus
Diagnosa banding : Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang ec bakteri

3.6 Penatalaksanaan
Tirah baring
Diet : ASI
IVFD: RL 70 tetes/menit (makro)3 jam
selanjutnya KaEn 3B 20 tetes/menit (makro)
Inj Gentamisin 2x 20 mg
Oralit (kp)
Zinkid 2x1 cth
L-bio 1x1 sach
PCT syrup 3x 1 cth

3.7 FOLLOW UP
Tanggal Perkembangan Penyakit Terapi

11-06-2020 S: Masih mencret, namun sudah ada ampas, Diet : ASI+PASI


demam (-) muntah berkurang IVFD KaEn 3B 20 tetes/menit
O: (mikro)
KU: tsr (tenang, tidak rewel) Inj gentamicin 2x20 mg
N 104x/m RR: 44x/m T: 36,1oC Oralit 100 cc (kp)
Kepala : normocephali Zinkid 2x1 cth
Mata : cekung (-/-) CA (-/-) SI (-/-) L-bio 1x1 sach
Mulut : mukosa lembab, T1-T1 PCT syrup 3x1 cth
Thorax : ves (+/+), rh (-/-) wz (-/-)
BJ reg, m(-), g (-)
Abdomen: datar, BU dbn, supel, turgor kulit
baik, timpani
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik
Diagnosis kerja : Diare akut tanpa dehidrasi
(bebas demam hari ke1)
12-06-2020 S: BAB 2 kali cair, ampas ada , demam dan Diet : ASI+PASI
muntah tidak ada IVFD KaEn 3B 20 tetes/menit
O: (mikro)

KU: tsr (tenang, tidak rewel) Inj gentamicin 2x20 mg

N 110x/m RR: 48x/m T: 36,4oC Oralit 100 cc (kp)

Kepala : normocephali Zinkid 2x1 cth

Mata : cekung (-/-) CA (-/-) SI (-/-) L-bio 1x1 sach

Mulut : mukosa lembab, T1-T1 PCT syrup 3x1 cth

Thorax : ves (+/+), rh (-/-) wz (-/-)


BJ reg, m(-), g (-)
Abdomen: datar, BU dbn, supel, turgor kulit
baik, timpani
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik
Diagnosis kerja : Diare akut tanpa dehidrasi
(bebas demam hari ke 2)

13-06-2020 S: BAB 3 kali lunak, demam dan muntah Diet : ASI+PASI


tidak ada Aff infus
O: Zinkid syr 2x1 cth

KU: tsr (tenang, tidak rewel) L-bio 1x1 sach


BLPL
N 110x/m RR: 48x/m T: 36,4oC
Kepala : normocephali
Mata : cekung (-/-) CA (-/-) SI (-/-)
Mulut : mukosa lembab, T1-T1
Thorax : ves (+/+), rh (-/-) wz (-/-)
BJ reg, m(-), g (-)
Abdomen: datar, BU dbn, supel, turgor kulit
baik, timpani
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik
Diagnosis kerja : Diare akut tanpa dehidrasi
(bebas demam hari ke 3)
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari anamnesis :
seorang bayi laki-laki umur 8 bulan, BB= 8,5 kg datang dengan keluhan mencret-
mencret sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit dan terjadi secara tiba-tiba,
berlangsung sudah 20x sejak kemarin. Mencret berbentuk cair, berlendir,
berwarna kuning, menyemprot, darah-, \ pasien juga mengalami demam +1 hari
sebelum masuk rumah sakit.
Dari pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: Tampak sakit sedang (anak rewel, cengeng)
Kesadaran : Kompos mentis (kontak mata +, gerakan aktif)
Frekuensi nadi: 143x/menit (reguler, kuat angkat, isi cukup)
Frekuensi nafas : 56x/menit (reguler/adekuat)
Suhu : 37,6oC (axilla)
Kepala : ubun-ubun besar cekung
Mata : kelopak mata cekung
Hidung : pernapasan cuping hidung –
Mulut : mukosa bibir kering
Thorax : retraksi sela iga –
Abdomen: bising usus meningkat (8x/menit), turgor kulit baik
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut didapatkan diagnosis kerja diare
akut dehidrasi ringan sedang. Disebut diare akut karena frekuensi BAB>3x sehari,
bentuk cair dengan disertai lendir, <7 hari. Kriteria dehidrasi ringan sedang karena
memenuhi kriteria B : dengan keadaan umum : Gelisah, rewel, mata cekung,
mulut dan lidah kering. Jenis dehidrasi termasuk ke dalam dehidrasi hipertonik
karena pada anamnesis pasien terlihat lebih haus dari biasanya dan dari
pemeriksaan elektrolit didapatkan kadar Na 157 mEq/l (dehidrasi hipertonik kadar
Na>150 mEq/l).
Diare tersebut kemungkinan disebabkan oleh virus, mengingat 60% kasus
penyebab utama diare adalah virus, umur pasien yang masih 5 bulan, diare timbul
mendadak, tanpa adanya perubahan pola susu, selain itu pada diare yang
disebabkan oleh virus dapat dijelaskan pada tabel 2, pada pasien ditemukan
riwayat berpergian + 2 hari, terdapat panas, muntah, dengan sifat tinja volume
sedang, frekuensi 20x/sejak kemarin, sehari sekitar 5-10 kali, konsistensi cair,
tidak ada darah, warna kuning hijau.
Penatalaksanaan pasien dengan rawat inap seharusnya tidak diperlukan, karena
dehidrasi ringan sedang dapat dilakukan terapi dengan prinsip one day care.
Pemberian cairan di rumah sakit, dan dapat dipantau dehdirasinya apakah sudah
teratasi, setelahnya dapat dilakukan terapi di rumah dengan terlebih dahulu
mengedukasi ibu pasie, sesuai prinsip rencana terapi B.
Terapi yang diberikan yang utama adalah dehidrasi. Seharusnya dapat diberikan
cairan rehidrasi oral (CRO) termasuk kedalam rencana terapi B, dengan BB 3-10
kg yaitu dengan jumlah 200. Jika tidak bisa baru diberikan melalui intravena.
Jumlah cairan intravena yang diberikan yaitu 75 ml/kgBB selama 3 jam
75x8,5= 637,5 cc/ 3 jam 212,5/ 5 = 70, 6 tetes/menit (makro)
IVFD yang diberikan sudah benar yaitu Ringer laktat. Ringer laktat termasuk jenis
cairan kristaloid, terutama digunakan untuk mangganti cairan tubuh yang hilang
secara akut.
Osmolalitas Elektrolit (mEq/L) Dekstrosa Kalori
(mOsm/L) Na+ Cl- K+ Ca+ Asetat laktat (g/L) (Kcal/L)
RL 273 130 109 4 3 - 28 - -
KAEN 3B 290 60 50 10 20 - 27 27 108

KAEN 3B merupakan terapi maintenance untuk memenuhi kebutuhan harian air


dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti kehilangan
ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas.
Pada pengobatan medikamentosa seharusnya antibiotik tidak diberikan, karena
pemberian antibiotik hanya dibatasi pada diare yang disebabkan oleh bakteri
patogen seperti Shigella, Giardia, Salmoella.
Diberikan penurun demam yaitu parasetamol (PCT syrup dengan dosis 3X 1 cth)
Dosis parasetamol 10-15 mg/kgBB/x= 85-127,5 mg 1 cth PCT syrup setara
dengan 120 mg. Pemberian obat penurun panas sudah tepat.
Zink diberikan pada umur < 6 bulan= 10 mg, 1 sendok zinkid syrup = 20 mg
pemberian 2 sendok sudah tepat.
Tablet zink diberika 10-14 hari, setelah pulang dari rumah sakit tablet zink
dilanjutkan pemberianya hingga 10-14 hari. Tujuan diberikanya tablet zinc agar
terjadi repitelisasi sel –sel di usus.
L-bio berisi Rice starch, maltrodextrin, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus
casei, Lactobacillus salivarius, Bifidobacterium infantis, Bifidobacterium longum,
lactobacillus lactis. Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan
bakteri patogen dalam mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa
laporan mneunjukan adanya kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan
enterosit (sel epitel mukosa). Enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik
tidak dapat lagi dilekati bakteri yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik di
dalam mukosa usus dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen.
Lactobacillus strain pada manusia mempunyai kemampuan melekat pada Caco-2
cells dan sel goblet HT 29-MTX pada sel epitel mukosa usus. Lactobacillus
acidophilus LA1 dan LA3 mempunyai kemampuan melekat yang kuat, tidak
tergantung pada calcium. Strain LA1 mempunyai kemampuan untuk mencegah
perlekatan diarrheagenic Eschercia coli (EPEC) dan bakteri enteroinvasif seperti
Salmonella typhymurium, Yersinia tuberculosis. Disamping mekanisme
perlekatan dengna reseptor pada epitel usus untuk mencegah pertumbuhan bakteri
patogen melalui kompetisi, bakteri probiotik memberi manfaat pada pejamu oleh
karena produksi substansi antibakteri misalnya, asam organik, bacteriocin,
microcin, reuterin, volatile fatty acid, hidrogen peroksida dan ion hidrogen.
BAB V
KESIMPULAN

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi


defekasi lebih dari biasanya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan atau tanpa darah dan atau lendir.
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat
disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi
meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare , tetapi merupakan
intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non-
inflamatory dan inflammatory. Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory
diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi
oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri.
Sebaliknya inflammatoyi diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi
usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar


Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK
Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html.
3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto. 2007:1-24
4. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The
Journal of Infectious disease 200: S188-94, 2009.
5. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53
6. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19 th edition.
United Stated of Amrica, Lippincot wiliams
7. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious
disease Evidenced Based Guidelines for Management of Acute
Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.
8. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta:
Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
9. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on
the tight junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam
http:www.glut.bmj.com
10. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten
Kota. Jakarta: WHO Indonesia.2009.
11. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality
Formulation. Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2002.
12. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.
13. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood
Diarrhea and respiratory illness. A merk analisis. Pediatric
2007 ;119:1120.
14. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and
inflammation. Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159
15. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus
dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto.
2007:100-111
16. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated
Guidelines for use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2009.
17. Boom et al. Effectiveness of Pentavalent Rotavirus Vaccine in a large
Urban population in The United States. Pediatrics:125e,e199,2010.
18. Purniti dkk. Imunisasi penyakit Enteral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:122-31

Anda mungkin juga menyukai