Oleh:
Pendamping:
RSUD CURUP
REJANG LEBONG
2019
HALAMAN PENGESAHAN
BELL’S PALSY
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan program
internship dokter Indonesia di wahana RSUD CURUP 2018-2019.
Pembimbing,
dr. Sunaryo
Kasus I
Keluhan Utama :
1. Wiratman W, Safri AY, Indrawati LA, Octaviana F, Hakim M. Neuropati. Dalam: Anindatha
T, Wiratman W. Buku ajar neurologi. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI. 2017.
2. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Bell’s palsy. Dalam: panduan praktik klinis
neurologi. Perdossi. 2016.
3. Angulo M and Babcock E. Bell Palsy. Journal of the American Academy of Physician
Assistants. 2015.
4. Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI. 2013.
5. Estiasari R, Zairinal RA, Islamiyah WR. Pemeriksaan saraf kranialis. Dalam: pemeriksaan
klinis neurologi praktis. Kolegium neurologi Indonesi perhimpunan dokter spesialis saraf
Indonesia. 2018.
6. Allan HR and Robert HB. Adams and Victor’s Principle of Neurologi. 8 th edition, page 1181-
1182. USA : Mc Graw-Hill Companies. 2005
7. Gilchrist JM. Facial nerve palsy. Dalam: Roos, KL. Emergency neurology. Springer science.
2012.
Guideline. CMAJ: Canadian Med. Ass. J, Vol: 186 (12); 917– 922. 2014.
10. Danette CT. Bell Palsy. 2017. Diakses dari https://emedicine.medscape. com
/article/1146903-overview#a7 pada tanggal 11 Oktober 2018.
11. Mardjono M, Sidharta P, 2004. Nervus fasialis. Dalam Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian
Rakyat
12. Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth Edition, Mcgraw-
Hill.
13. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. Dalam Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai
Penerbit FK-UI, 2007.
14. Ropper, AH., Brown, Robert H. Dalam: Adams & Victors’ Principles of Neurology, Eight
Edition, McGraw-Hill. 2005.
Hasil Pembelajaran :
1. Patogenesis
2. Gambaran klinis
3. Penegakkan Diagnosa
4. Tatalaksana
1. Subyektif
Keluhan Utama :
2. Objektif
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4 M6 V5
- Vital Sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7 ºC
- Berat Badan : 50 kg
- Tinggi badan : 155 cm
- Gizi : Kesan baik
Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), seklera ikterik (-/-),
Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks :
● Paru
Inspeksi : Gerakan nafas cepat, simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
● Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavicularis
sinistra ICS V
Perkusi :Batas jantung kanan di ICS IV linea
parasternalis dextra. Batas jantung kiri di ICS
V Linea midclavicularis sinistra.
Auskultasi : Murmur (-/-), Gallop (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba membesar, Nyeri tekan
abdomen (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal.
Ekstremitas : CRT < 3 detik, oedem (-/-)
kekuatan motorik ekstermitas atas 555 555
kekuatan motorik ekstermitas bawah 555 555
Pemeriksaan Nervus VII
Kanan
Waktu diam
- Kerutan dahi - -
- Sudut mata Normal turun
Waktu gerak
- +
3. Assesment :
Bell’s Palsy
Secara anatomi, sistem persarafan motorik nervus fasialis terpisah dari sistem sensorik
dan parasimpatis. Persarafan supranukelar untuk otot yang mengatur ekspresi wajah
berasal dari sepertiga bawah girus presentralis kontralateral pada area wajah homunculus
motorik. Dari girus presentralis, serabut saraf membentuk traktus kortikobulbar menuju
inti N VII di pons melalui korona radiata, genu kapsula interna dan pedunkulus serebri
bagian medial. Otot wajah bagian dua pertiga bawah mendapat kontrol persarafan yang
dominan dari supranuklear kontralateral, sedangkan sepertiga atas mendapat kontrol
persarafan bilateral. Otot bagian bawah wajah juga mendapatkan persarafan kortikal yang
lebih banyak dibandingkan dengan otot wajah bagian atas dan dahi. Inti N VII di pons juga
mendapatkan persarafan dari sistem ekstrapiramidal yaitu ganglia basalis dan hipotalamus
bilateral. Persarafan ini bertanggung jawab dalam mempertahankan tonus otot wajah
terkait dengan ekspresi wajah spontan serta emosional.5
Inti N VII (nukleus fasialis) terletak di tegmentum pons sisi kaudal,
anteromedial dari traktus spinalis nukleus trigeminus, anterolateral dari nukleus
abdusens, serta posterior dari nukleus olivarius superior. Nukleus fasialis memiliki
tiga subnukleus yaitu lateral, intermedial dan medial. Subnukleus lateralis
diperkirakan mempersarafi otot businator, subnukleus intermedial mempersarafi
otot temporal, orbital dan zigomatikus, sedangkan subnukleus medial mempersarafi
5
otot servikal dan aurikularis posterior serta stapedius.
Bell’s palsy merupakan 70% diagnosa dari fasial neuropati sebagai sindrom
neulogis tersering. Insiden tahunan Bell’s palsy mencapai 25 per 100.000 penduduk
dengan risiko kejadian 1 diantara 60-70 orang. Frekuensi usia tersering antara 10-70
tahun,7 dan insidensi puncak antara usia 15 dan 40 tahun. 8
4. Patofisiologi
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada
nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy
hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, teori yang dianut saat ini
yaitu teori vaskuler. Pada Bell’s Palsy terjadi iskemi primer pada nervus fasialis yang
disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah yang terletak antara nervus fasialis dan dinding
kanalis fasialis. Sebab vasodilatasi ini bermacam-macam, antara lain: infeksi virus, proses
imunologik dll. Iskemi primer yang terjadi menyebabkan gangguan mikrosirkulasi intraneural
yang menimbulkan iskemi sekunder dengan akibat gangguan fungsi n. fasialis. Terjepitnya n.
fasialis di daerah foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang
disebut sebagai Bell’s Palsy.12 Selain itu salah satu teori menyebutkan terjadinya proses
inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis
sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.
Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang
mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental
sehingga adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari
konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis dapat mengalami gangguan
di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear terletak di daerah wajah
korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang
berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca
jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy
menyebabkan nervus fasialis menjadi bengkak atau sembab sehingga nervus ini terjepit di
dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi
LMN biasa terletak di pons, sudut serebelo-pontin, os petrosum atau kavum timpani, atau
foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang
terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis.
Sehingga paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus
lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan
timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap
dengan 2/3 bagian depan lidah).
Paralisis wajah pada Bell’s palsy akan terjadi mulai dari bagian atas hingga bagian
bawah dari otot wajah (seluruhnya akan lumpuh). Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura
palpebra tidak dapat ditutup (lagoftalmus) dan pada usaha untuk memejamkan mata
terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Selain itu pada sudut mulut juga tidak bisa
digerakkan, bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Akibat
lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara normal. Gejala-gejala penyerta
seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di
foramen stilomastoideum yaitu serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi
muskulus stapedius sudah tidak ada.
5. Manifestasi Klinis
Pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun tidur,
menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Setelah merasakan adanya kelainan di
daerah mulut maka penderita biasanya memperhatikan lebih cermat dengan menggunakan
cermin. Mulut tampak mencong terlebih pada saat meringis, kelopak mata tidak dapat
dipejamkan (lagoftalmus), waktu penderita disuruh menutup kelopak matanya maka bola
mata tampak berputar ke atas. Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumuur
atau minum maka air keluar melalui sisi mulut yang lumpuh
6. Diagnosis
11
a. Anamnesis
Sebagian besar pasien datang dengan keluhan kelemahan pada salah satu sisi
wajah. Selain itu, terdapat beberapa keluhan lain diantaranya:
2) Aliran air mata: Umumnya pasien mengeluh mengenai aliran air mata
mereka akibat penurunan fungsi orbicularis oculi dalam mengalirkan air
mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga saccus lacrimalis
dan terjadi kelebihan cairan. Produksi air mata tidak dipercepat.
4) Mata kering.
11
b. Pemeriksaan Fisik
atas.
b
. M. Sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis
mata kuat-kuat
memperlihatkan gigi
f M. Relever
. Komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan
memperlihatk
mulut kedepan sambil an
Gigi
kedua pipi
bersiul
i : denga ca menarik
. M. Triangularis diperiksa n ra kedua
Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri.
oleh cabang nervus fasialis yaitu nervus korda timpani. 1 Kerusakan pada N.VII
sebelum percabangan korda timpani dapat menyebabkan ageusi (hilangnya
pengecapan). Lesi yang terletak distal dari foramen stilomastoideus tidak
mempengaruhi fungsi pengecapan. Gangguan pengecapan lain dapat berupa
hipoageusia (berkurangnya sensasi pengecapan), dan parageusia (persepsi pengecapan
korda timpani, maka gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur ini.14
5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex, dianggap sebagai pemeriksaan terbaik
untuk pemeriksaan fungsi serabut-serabut pada simpatis dari saraf fasialis yang
disalurkan melalui saraf petrosus superfisialis mayor setinggi ganglion genikulatum.
Kerusakan pada atau di atas saraf petrosus mayor dapat menyebabkan berkurangnya
14
produksi air mata. Fungsi lakrimasi dari mata dinilai dengan tes schimer. Cara
pemeriksaan dengan meletakkan kertas lakmus lebar 0,5 cm panjang 5-10 cm pada
konjungtiva inferior. Panjang dari bagian strip yang menjadi basah dibandingkan
dengan sisi satunya setelah 5 menit. Normal jika air mata membasahi kertas lakmus
sepanjang 10-30mm.
6. Refleks Stapedius, untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans
meter, caranya memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan
untuk mengetahui fungsi N. stapedius cabang N.VII.
7. Uji audiologik, pemeriksaan audiogram lengkap harus dilakukan pada pasien yang
menderita paralisis nervus fasialis. Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran
tulang, timpanometri dan reflex stapes. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi
kanalis akustikus internus. Jika terjadi paralisis nervus fasialis pada otitis media akut,
maka mungkin terdapat gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat
dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada
yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot stapedius.
Jika nada tersebut diperdengarkan pada telinga yang normal, maka reflek ini pada
perangsangan kedua telinga menjelaskan suatu kelainan pada bagian aferen saraf
13
kranialis.
c. Pemeriksaan Penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui parase
nervus fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji fungsi saraf
13
yang tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi (ENOG).
Fisioterapi dapat dilakukan kepada pasien antara lain (1) massage, (2)
stimulasi elektris, (3) terapi latihan dengan menggunakan cermin (mirror
exercise), (4) edukasi kepada pasien. Adapun untuk pelaksanaannya dapat
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Massage adalah pijitan
tangan yang akan merangsang reseptor sensorik dari kulit dan jaringan
subcutaneous sehingga dapat memberikan efek rileksasi dan mengurangi
kaku pada wajah. Terapi latihan dengan menggunakan cermin (mirror
exercise) dapat memberikan biofeedback & untuk mencegah terjadinya
kontraktur dan melatih kembali gerakan volunter pada wajah pasien. Sering
dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada
stadium akut.
8. Prognosis
Kebanyakan pasien yang menderita Bell palsy mengalami neurapraxia atau blok
konduksi saraf lokal. Pasien-pasien ini cenderung memiliki pemulihan saraf yang cepat
dan komplit. Pasien dengan axonotmesis, dengan gangguan akson, memiliki pemulihan
yang cukup baik, tetapi biasanya tidak komplit. Faktor risiko dianggap terkait dengan
keluaran yang buruk pada pasien dengan Bell’s palsy yaitu (1) usia lebih besar dari 60
tahun, (2) paralisis komplit, dan (3) penurunan sensasi rasa atau aliran saliva pada sisi
wajah yang paralisis (biasanya 10- 25% dibandingkan dengan sisi wajah yang normal).
Pasien dapat sembuh tanpa pengobatan (71%), terdapat 84% pasien yang sembuh total atau
mendekati pemulihan normal. Faktor-faktor lain yang dianggap terkait dengan hasil yang
buruk termasuk nyeri di daerah aurikularis posterior dan penurunan lakrimasi. Semakin
cepat pemulihan, semakin kecil kemungkinannya bahwa sekuele akan berkembang, seperti
yang dirangkum di bawah ini:
- Jika pemulihan terjadi antara 3 minggu hingga 2 bulan, maka hasil akhir
biasanya memuaskan
- Jika pemulihan tidak dimulai sampai 2-4 bulan sejak onset, kemungkinan
gejala sisa permanen, termasuk sisa paresis dan sinkinesis akan lebih tinggi
tinggi
- Jika tidak ada pemulihan yang terjadi selama 4 bulan, maka pasien mungkin
memiliki gejala sisa dari penyakit, yang meliputi sinkinesis, crocodile tears,
dan spasme hemifasial yang bersifat jarang.