Anda di halaman 1dari 17

KASUS NEUROLOGI

No. ID dan Nama Peserta : dr. Shinta


No. ID dan Nama Wahana : RSUD Latemmamala Kabupaten Soppeng
Topik : Parkinson Disease
Tanggal (kasus) : 31 Mei 2019
Nama Pasien : Ny. H. MS No RM : 163122
Tanggal presentasi : 29 Agustus 2019 Pendamping: dr. Marlina, H. Since, S.Ked dan
dr. Misdawati, S.Ked
Tempat presentasi: Lantai 3 Ruang Komite Medik RSUD Latemmamala
Obyek presentasi : -
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Pasien dikonsul oleh Bagian Penyakit Dalam dengan keluhan kedua tangan gemetar sejak + 2
tahun lalu. Awalnya tangan bergetar hanya sedikit, namun lama kelamaan makin memberat
sampai terasa menganggu aktivitas pasien. Tangannya berhenti gemetar hanya ketika pasien
tidur.Pasien mengaku agak susah berjalan karena berjalan menjadi kaku dan lebih lambat. Pasien
juga merasa ketika berjalan badannya condong ke depan. Keluarga pasien mengatakan bahwa
ketika pasien berbicara suaranya menjadi lebih kecil dari sebelumnya, kurang jelas, dan lambat.
Gangguan aktifitas yang paling dirasakan pasien adalah saat ingin mengancing baju dan ketika
memegang sendok saat makan, hal itu menjadi susah dilakukan karena tangan yang bergetar dan
kaku. BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat pernah terkena infeksi otak tidak ada. .
Pasien tidak mempunyai riwayat trauma khususnya kepala. Pasien tidak pernah keracunan bahan
bahan kimia seperti pestisida dan sebagainya.
Sebelumnya pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan demam dan batuk berdahak. Kemudian pasien dirawat
inapkan dan di rawat oleh spesialis penyakit dalam dengan diagnosis Pneumonia. Setelah
diperiksa ternyata pasien memiliki gejala tangannya bergemetar sehingga dikonsulkan ke
spesialis saraf.

Tujuan :
Mendiagnosis kelainan pasien, penatalaksanaan lebih lanjut pada pasien, menentukan prognosis
pasien, edukasi pasien dan keluarganya
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi
Data pasien : Nama : Ny. H. MS Nomor registrasi : 163122
Nama klinik Perawatan Saraf
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran klinis :
Keadaan umum sedang, sakit sedang,TD 100/60mmHg, nadi 73 x/i, pernapasan 20 x/i,
suhu 36,7° C, GCS E4M6V5
Riwayat pengobatan: Pasien riwayat pernah berobat di praktek Dokter Spesialis Saraf
tapi tidak rutin kontrol. Riwayat alergi obat tidak ada.

2. Riwayat kesehatan/penyakit:
 Riwayat keluhan yang sama ada tidak ada

3. Riwayat keluarga: -
4. Riwayat pekerjaan:
 Saat ini pasien bekerja sebagai petani
5. Pemeriksaan fisik yang bermakna :
Tanda Vital
• Keadaan Umum : Sedang
• Kesadaran : Composmentis
• GCS : E4M6V5 = 15
• Tekanan Darah : 100/60 mmHg
• Frekuensi nadi : 73x/menit, regular, isi cukup
• Suhu : 36,7 oC
• Laju Pernapasan : 20x/menit

Pemeriksaan Fisis
STATUS NEUROLOGIS
 Tanda Rangsang Meningeal
-
Kaku kuduk : (-)
-
Laseque : > 70o / > 70o
-
Kernig : > 135o / > 135o
-
Brudzinski 1 : (-)
-
Brudzinski 2 : (-)
-
Brudzinski 3 : (-)
 Pemeriksaan Saraf Kranial
I Tidak dilakukan
Visus: tidak diperiksa
II
Lapang pandang: Normal
Pupil: refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
III, IV, VI langsung +/+, nistagmus -/-
Gerak bola mata: baik ke segala arah
Motorik: baik
V Sensorik: V-1, V-2, V-3: +/+
Refleks kornea: +/+
Angkat alis, kerut dahi: dapat, simetris
Tutup mata : dapat, simetris
VII Kembung pipi: dapat, simetris
Menyeringai: dapat, simetris
Rasa 2/3 anterior lidah: tidak dilakukan
Tes berbisik: tidak dilakukan
Rinne, Webber, Schwabach: tidak dilakukan
VIII
Nistagmus: (-)
Tes Romberg: tidak dilakukan
Arkus faring: simetris
Uvula: terletak di tengah. Simetris
IX, X
Disfonia: (-)
Disfagia: (-)
Menoleh kanan-kiri: dapat melawan tahanan
XI
Angkat bahu: dapat melawan tahanan
Disartria (-/-)
Lidah di dalam mulut: tidak ada deviasi, fasikulasi (-), atrofi
XII
(-),tremor (-)
Menjulurkan lidah: tidak ada deviasi
 Pemeriksaan motorik
 Sikap : kepala & leher bungkuk ke depan, lengan dan tungkai fleksi (Bent Posture)
 Ekstremitas atas
- Tremor (+)/(+), atrofi (-), fasikulasi (-)
- Kekuatan:
- Lengan kanan :5
- Lengan kiri :5
- Tonus otot
- Normotonus dekstra/ Normotonus sinistra
- Rigiditas (+)/(+)
 Ekstremitas bawah
- Tidak ditemukan atrofi, fasikulasi (-)
- Normotonus dekstra/ Normotonus sinistra
- Kekuatan:
Kaki kanan :5
Kaki kiri :5
 Koordinasi
- Cara berjalan : seperti robot
- Tes Romberg : dalam batas normal
- Disdiadokinesis : tidak dilakukan
- Tes tunjuk hidung : dapat, tremor (+)
- Tes tumit lutut : tidak dilakukan
 Pemeriksaan sensorik
 Ekstremitas atas : N/N
 Ekstremitas bawah : N/N
 Refleks fisiologis
 Bisep : +/+
 Trisep : +/+
 Patella : +/+
 Achilles : +/+
 Refleks patologis
 Hoffman trimmer : -/-
 Babinski : -/-
 Chaddok : -/-
 Oppenheim : -/-
 Gordon : -/-
 Schaeffer : -/-

Daftar Pustaka:
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2016. Guideline Parkinson 2016. Jakarta:
PERDOSSI.
2. PERDOSSI. Konsensus Tatalaksana Penykit Parkinson. Edisi Revisi. Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia.2003. hal. 8 – 17
3. Fink J. Stephen, Growdon James B. Paralysis dan Gangguan Gerak. Dalam Fauci AS,
Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et al., editors.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. 14th ed. New York: McGraw-Hill; 1998.
Hal.143 – 146
4. Joesoef AA, Agoes A, Purnomo H, Dalhar M, Samino. Konsensus tatalaksana penyakit
parkinson. Surabaya: Kelompok Studi Movement Disorder (Gangguan Gerak)
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSI), 2007.
5. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. Parkinson’s Disease & Other Movement Disorders.
Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan. 2007. Hal 4-53.
6. Ginsberg Lecture Notes: Neurologi. 8 ed. Jakarta: Erlangga; 2008
7. Silitonga R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup Penderita penyakit
parkinson di poliklinik saraf rs dr kariadi. Semarang: Universitas Diponegoro;
Hasil pembelajaran:
1. Definisi dan epidemiologi Parkinson Disease
2. Etiologi Parkinson Disease
3. Klasifikasi Parkinson Disease
4. Pemeriksaan fisik dan penunjang Parkinson Disease
5. Penatalaksanaan Parkinson Disease
6. Prognosis Parkinson Disease
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio :

Subyektif : Pasien dikonsul oleh Bagian Penyakit Dalam dengan keluhan kedua tangan
gemetar sejak + 2 tahun lalu. Awalnya tangan bergetar hanya sedikit, namun lama kelamaan
makin memberat sampai terasa menganggu aktivitas pasien. Tangannya berhenti gemetar hanya
ketika pasien tidur.Pasien mengaku agak susah berjalan karena berjalan menjadi kaku dan lebih
lambat. Pasien juga merasa ketika berjalan badannya condong ke depan. Keluarga pasien
mengatakan bahwa ketika pasien berbicara suaranya menjadi lebih kecil dari sebelumnya, kurang
jelas, dan lambat. Gangguan aktifitas yang paling dirasakan pasien adalah saat ingin mengancing
baju dan ketika memegang sendok saat makan, hal itu menjadi susah dilakukan karena tangan
yang bergetar dan kaku. BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat pernah terkena infeksi otak
tidak ada. . Pasien tidak mempunyai riwayat trauma khususnya kepala. Pasien tidak pernah
keracunan bahan bahan kimia seperti pestisida dan sebagainya.
Sebelumnya pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan demam dan batuk berdahak. Kemudian pasien dirawat
inapkan dan di rawat oleh spesialis penyakit dalam dengan diagnosis Pneumonia. Setelah
diperiksa ternyata pasien memiliki gejala tangannya bergemetar sehingga dikonsulkan ke
spesialis saraf.
1. Obyektif :
Keadaan umum : Sedang, tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 73 x/menit, teratur, kuat
Tensi : 100/60 mmHg
Suhu : 36,7 o C
Respirasi : 20 x/menit
Kepala : tidak ada deformitas, tidak ada benjolan
Rambut : hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : terdapat napas cuping hidung
Mulut : tonsil T1/T1 , faring hiperemis (-)
Leher : tidak ditemukan kelainan
KGB : tidak ada pembesaran getah bening
Thoraks :
Paru
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : benjolan (-), fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen
I = Datar ikut gerak nafas
P = Nyeri tekan (+) regio Suprapubis, hepar dan lien tidak teraba
P = Timpani, shifting dullness tidak ada
A = Bising usus (+) normal.
Punggung : tidak ditemukan kelainan
Anggota gerak : akral hangat, edema (-), perfusi perifer cukup.

 Pemeriksaan motorik
 Sikap : kepala & leher bungkuk ke depan, lengan dan tungkai fleksi (Bent Posture)
 Ekstremitas atas
- Tremor (+)/(+), atrofi (-), fasikulasi (-)
- Kekuatan:
- Lengan kanan :5
- Lengan kiri :5
- Tonus otot
- Normotonus dekstra/ Normotonus sinistra
- Rigiditas (+)/(+)
 Ekstremitas bawah
- Tidak ditemukan atrofi, fasikulasi (-)
- Normotonus dekstra/ Normotonus sinistra
- Kekuatan:
Kaki kanan :5
Kaki kiri :5
 Koordinasi
- Cara berjalan : seperti robot
- Tes Romberg : dalam batas normal
- Disdiadokinesis : tidak dilakukan
- Tes tunjuk hidung : dapat, tremor (+)
- Tes tumit lutut : tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang :
 Darah Rutin
WBC : 11,5 x 103
LYM : 0,9 x 103
MON : 1.0 x 103
GRA : 9,6 x 103
LYM % : 8.0 %
MON% : 8.4 %
GRA% : 83.6 %
RBC : 3.23 x 106
HB : 10.4
HCT : 30.0 %
MCV : 92.9
MCH : 32.2
MCHC : 34.7
RDW : 12.7%
PLT : 202 x 103
MPV : 7.5
PCT : 0.152 %
PDW : 13.0 %

 Elektrolit
Kalium : 3,2 mmol/L
Natrium : 134 mmol/L
Chlorida : 107 mmol/L

2. Assessment :

DEFINISI
Definisi parkinson menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) adalah
penyakit degenerasi otak terbanyak kedua setelah penyakit Alzheimer. Pada Penyakit Parkinson terjadi
penurunan jumlah dopamin di otak yang berperan dalam mengontrol gerakan sebagai akibat kerusakan sel
saraf di substansia nigra pars kompakta di batang otak. Penyakit ini berlangsung kronik dan progresif, dan
belum ditemukan obat untuk menghentikan progresifitasnya. Progresifitas penyakit bervariasi dari satu
orang ke orang yang lain.1,2
Penyakit parkinson adalah gangguan neurodegerative progresif dari sistem saraf pusat, merupakan
gejala kompleks yang dimanifestasikan oleh 6 tanda utama : tremor saat istirahat, kekakuan, bradikinesia-
hipokinesia, posisi tubuh fleksi, kehilangan refleks postural, freezing phenomenon. Tanda-tanda motorik
tersebut akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada sistem nigrostriatal. Penyakit ini memiliki
dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas
hidup penderita maupun keluarga.3 
Terdapat dua istilah berkaitan yang perlu dibedakan yaitu penyakit parkinson dan parkinsonism.
Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron berpigmen neuromelamin,
terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies),
atau disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer. Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom
yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural, atau
disebut juga sindrom parkinsonisme.3
EPIDEMIOLOGI
Angka prevalensi penyakit Parkinson di Amerika Utara diperkirakan sebesar 160 per 100.000
populasi dengan angka kejadian sekitar 20 per 100.000 populasi. Prevalensi dan insidensi penyakit
Parkinson semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi berkisar antara 0,5-1% pada usia 65-
69 tahun. Pada umur 70 tahun prevalensi dapat mencapai 120 dan angka kejadian 55 kasus per 100.000
populasi pertahun. Prevalensi meningkat sampai 1-3% pada usia 80 tahun atau lebih. Di Indonesia belum
ada data prevalensi penyakit Parkinson yang pasti, namun diperkirakan terdapat sekitar 400.000 penderita
penyakit Parkinson.Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada pria dari pada wanita dengan angka
perbandingan 3:2.4,5
ETIOLOGI
Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, di antaranya ialah :
infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah
umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau
dipercepat.6
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel
yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa
mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. 6 Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum
jelas benar, akan tetapi ada beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu :
1. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000 penduduk
pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan
neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit parkinson. 6,7
2. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit parkinson. Yaitu
mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan
Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi
dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya
disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko
menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia
lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme
tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus
genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan
hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga
di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun. 8
Komponen genetik pada penyakit Parkinson telah lama dibicarakan, karena kebanyakan pasien
memiliki penyakit sporadis dan penelitian awal pada orang kembar memperlihatkan persamaan rata-
rata rendah dari concordance pada kembar monozigot dan dizigot. Pandangan bahwa genetik terlibat
pada beberapa bentuk penyakit Parkinson telah diperkuat, bagaimanapun, dengan penelitian bahwa
kembar monozigot dengan onset penyakit sebelum usia 50 tahun memiliki pembawa genetik yang
sangat tinggi, lebih tinggi dari kembar dizigot dengan penyakit early onset. 9
3. Faktor Lingkungan10
a) Xenobiotik: berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan kerusakan
mitokondria.
b) Pekerjaan: lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c) Infeksi: paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi penyakit
parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya
kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d) Diet: konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu mekanisme
kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
e) Trauma kepala: cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya
masih belum jelas benar.
f) Stress dan depresi: beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik.
Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi terjadi
peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
KLASIFIKASI
Penyakit parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu : 10
1. Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7
dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
1. Parkinson sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis meningovaskuler.
Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP), Mn, CO, sianida. Obat-obatan
yang menghambat reseptor dopamin dan menurunkan cadangan dopamin misalnya golongan
fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral pasca trauma yang
berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
2. Sindrom Parkinson Plus (Multiple System Degeneration)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis
ini bisa didapat pada Progressive supranuclear palsy, Multiple system atrophy (sindrom Shy-drager,
degenerasi striatonigral, olivo-pontocerebellar degeneration, parkinsonism-amyotrophy syndrome),
Degenerasi kortikobasal ganglionik, Sindrom demensia, Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan
herediter (Penyakit Wilson, penyakit Huntington, Parkinsonisme familial dengan neuropati
peripheral).

PATOFISIOLOGI
Ada dua teori mengenai patogenesis terjadinya parkinson :
1. Teori ketidakseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik
Saraf dopaminergik meningkat dan atau kegiatan saraf kolinergik menurun, maka saraf
dopaminergik akan dominan pengaruhnya terhadap output striatum dengan akibat timbulnya gejala
hiperkinesia. Jika kegiatan saraf dopaminergik menurun dan atau kegiatan saraf kolinergik meningkat,
maka dominasi saraf kolinergik dengan akibat timbulnya sindroma parkinson. 11
2. Teori ketidakseimbangan jalur langsung (eksitasi) dan jalur tidak langsung (inhibisi)
Bila terjadi hiperaktivitas jalur langsung atau hipoaktif jalur tak langsung maka output dari globus
palidus atau substansi nigra kearah talamus dan korteks akan menurun dan timbul gejala hiperkinesia.
Sebaliknya bila terjadi hipoaktifitas jalur langsung atau hiperaktifitas jalur tak langsung, maka output
dari globus palidus atau substansia nigra akan meningkat dan timbul gejala hipokinesia. 12
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin
akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan
inklusi sitoplamik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor. 7,8
Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di otak (brain stem)
yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat kontrol/koordinasi dari seluruh
pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk
mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat.
Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam
mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara).
Dopamin diproyeksikan ke striatum dan seterusnya ke ganglion basalis. Reduksi ini menyebabkan
aktivitas neuron di striatum dan ganglion basalis menurun, menyebabkan gangguan keseimbangan
antara inhibitorik dan eksitatorik. Akibatnya kehilangan kontrol sirkuit neuron di ganglion basalis
untuk mengatur jenis gerak dalam hal inhibisi terhadap jaras langsung dan eksitasi terhadap jaras yang
tidak langsung baik dalam jenis motorik ataupun non-motorik. Hal tersebut mengakibatkansemua
fungsi neuron di sistem saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak
(bradikinesia), tremor, kekakuan (rigiditas) dan hilangnya refleks postural. 7,8,13
Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo perifer dan dense
cores. Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia nigra adalah khas, akan tetapi tidak
patognomonik untuk penyakit parkinson, karena terdapat juga pada beberapa kasus parkinsonism
atipikal. Untuk lebih memahami patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang
ganglia basalis dan sistem ekstrapiramidal. 8
Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis berada dibawah kendali sel
piramid korteks motorik, langsung atau lewat kelompok inti batang otak. Pengendalian langsung oleh
korteks motorik lewat traktus piramidalis, sedangkan yang tidak langsung lewat sistem
ekstrapiramidal, dimana ganglia basalis ikut berperan. Komplementasi kerja traktus piramidalis
dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan gerakan otot menjadi halus, terarah dan terprogram. 8
Ganglia Basalis (GB) tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu: 8
1. Striatum (neostriatum dan limbic striatum)
2. Neostriatum terdiri dari putamen (Put) dan Nucleus Caudatus (NC).
3. Globus Palidus (GP)
4. Substansia Nigra (SN)
5. Nucleus Subthalami (STN)
GEJALA KLINIS
1. Gejala Motorik6,8,13
Gambaran klinis penyakit Parkinson
a. Tremor
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai suatu hal
yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan
tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran
tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-kadang
tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pill rolling). Pada sendi tangan
fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau
menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat
dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata dan
bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat
istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan
aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor
hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.

b. Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan
(oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan
seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus.
Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu,
gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita
akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar
tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena
meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).
c. Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari
pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah
menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan
(stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara
menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk
bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah
dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan
gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang,
berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
d. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang berjalan,
atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi
sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Hilangnya refleks
postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls
dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh.
Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh.
e. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan
gejala dini.
f. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium
lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
g. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila
berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus (suara bisikan)
yang lambat.
h. Demensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan defisit kognitif.
i. Gangguan behavioural
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap kurang tegas,
depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat
memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
2. Gejala non motorik
a. Disfungsi otonom
 Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan
hipotensi ortostatik
 Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik
 Pengeluaran urin yang banyak
 Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku,
orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi
 kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna
 penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic,
suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai
jawaban atas perubahan posisi badan
 berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau anosmia).
DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria :
1. Secara klinis
 Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia atau
 3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan postural.
2. Kriteria Koller
 Terdapat 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat istirahat atau gangguan refleks
postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1 tahun atau lebih.
 Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang (minimal 1.000 mg/hari
selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.
3. Kriteria Gelb & Gilman
 Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri dari :
1) Resting tremor
2) Bradikinesia
3) Rigiditas
4) Permulaan asimetris
 Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif, terdiri dari :
1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama
3) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama
4) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.

 Diagnosis “possible” : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A dimana salah satu
diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak terdapat gejala kelompok B, lama gejala
kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
 Diagnosis “probable” : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A, dan tidak terdapat
gejala dari kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap
levodopa atau dopamine agonis.
 Diagnosis “pasti” : memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan histopatologis yang
positif.

PENATALAKSANAAN
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang progresif dan
penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi penatalaksanaannya adalah :
 Terapi simtomatik, untuk mempertahankan independensi pasien,
 Neuroproteksi
 Neurorestorasi
Neuroproteksi dan neurorestorasi keduanya untuk menghambat progresivitas penyakit Parkinson.
Strategi ini ditujukan untuk mempertahankan kualitas hidup penderitanya.  Penyakit Parkinson merupakan
penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini
tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala
yang timbul. Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat-obatan yang biasa
diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan
memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness.8,14
Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat dan menghambat
perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan pemberian obat dan terapi fisik
seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari.
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan ,sebagai berikut :
1. Terapi farmakologik6,8,14
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak levodopa
dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh
L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5%
dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat,
mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi
pembentukan
L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu
mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit
parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama
carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.Banyak dokter
menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai memang dibutuhkan. Bila gejala pasien
masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini
mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa
melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik
menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut. Efek
ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system konduksi jantung. Ini bisa
diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia  yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau muka.
Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi levodopa.
Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita
tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya
terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah yang
meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu gerakan motorik
tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa
juga semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal
pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang
memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.
b. Agonis Dopamin8,14
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol (Mirapex),
Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala
Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan
peningkatan gejala Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi
dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan.
Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik. Efek samping
obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki, mual dan muntah.
c. Antikolinergik8
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi neurotransmitter
otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi keseimbangan antara
dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat
antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl (artane)
dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon
(akineton), orphenadrine (disipal) dan procyclidine (kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya obat jenis ini tidak
diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan
penurunan daya ingat.
d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)8
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit
Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah perusakannya.
Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi
levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari
penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi monoamine oksidase B
(MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik.
Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Biasa dipakai sebagai
kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai
antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan darah dan aritmia.

e. Amantadin8
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat ini dulu
ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat menghilangkan gejala penyakit
Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson
dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada penderita
Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau agonis
dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan mengantuk.
f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru, berfungsi menghambat
degradasi dopamine oleh enzim COMT dan memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai
sebagai kombinasi levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis
levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan
sehari-hari.
Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes fungsi hati secara
serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna urin berwarna merah-oranye.
g. Neuroproteksi8
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi progresifitas
penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP
1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors.
Adapun yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and
rasagiline), dopamin agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson

2. Terapi pembedahan6,16
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis yang
mendasari (neurorestorasi).
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan kauterisasi. Efek operasi ini
bersifat permanen seumur hidup dan sangat tidak aman untuk melakukan ablasi dikedua tempat
tersebut.
b. Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan dengan alat
pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak
ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari
levodopa dan mengendalikan diskinesia.

c. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh
Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang menghasilkan
dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan
embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor
cells, non neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells dan
carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan
obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa
idup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala
penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah
transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan
donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun perijinan.

3. Non Farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya
pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati dan
empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi
maksimal.
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah sebagai
berikut : Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala otonom,
Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan Perubahan psikologik.
Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan fisioterapi, okupasi, dan
psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi
trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda di lantai,
latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul agar memudahkan
menaiki tangga dan bangkit dari kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian lingkungan
tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai bermacam strategi, yaitu :
 Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara jelas dan tidak
cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual dan hanya melakukan
satu tugas kognitif maupun motorik.
 Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan yang agak
lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut sesuatu dilantai.
 Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri dengan kedua
kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada dinding. Hindari eskalator
atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat ramai atau lantai tidak rata harus
konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian, status
mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi rehabilitasi
kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi.
PROGNOSIS
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan
penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan
menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga
terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon
terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek
samping pengobatan terkadang dapat sangat parah. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai
penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien
Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita Parkinson. Pada tahap akhir,
penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang
dapat menyebabkan kematian.
Progresifitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada
beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit
ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien Parkinson dapat hidup
produktif beberapa tahun setelah diagnosis
3. Plan : Rawat inap bila KU tidak membaik
Diagnosis : Parkinson Disease
Terapi :
Penatalaksanaan Farmakologis
 Levazide (Levodopa 100 mg, Benserazide HCL 25 mg) 3x1
 THP (trihexyphenidyl) 2 mg 3x1
 Clobazam 10 mg 1-0-1
 Lanabal 2x1
 Haloperidol 5 mg 2x1
Edukasi : Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya
pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati dan
empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi
maksimal.
Rujukan : tidak diperlukan

Soppeng, 2019

Pendamping 1 Pendamping 2

dr. Marlina H.Since, S.Ked dr. Misdawati, S.Ked

Peserta

dr. Shinta, S.Ked

Anda mungkin juga menyukai