Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS POLI

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


“DERMATITIS NUMULARIS”

Disusun Oleh :
Anis Faradhina
G4A017054

Pembimbing :
dr. Thianti Silvyningrum, Sp.KK, M.Pd.Ked, M.Sc

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2018
HALAMAN PENGESAHAN

“DERMATITIS NUMULARIS”

Disusun oleh :
Anis Faradhina
G4A017054

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di
bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Purwokerto, Desember 2018

Pembimbing,

dr. Thianti Silvyningrum, Sp.KK, M.Pd.Ked, M.Sc


NIP 197901292005012004

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat,
rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga presentasi kasus dengan judul
“Dermatitis Numularis” ini dapat diselesaikan.
Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk
perbaikan penulisan di masa yang akan datang.
Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Thianti Silvyningrum, M. PK, Sp.KK selaku dosen pembimbing
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono SoekarjoPurwokerto.
3. Orangtua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah
henti diberikan kepada penulis
4. Rekan-rekan ko-assisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin dari FK
Unsoed dan FK UPN atas semangat dan dorongan serta bantuannya.
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di
dalam maupun di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.

Purwokerto, 22 Desember 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... 2
KATA PENGANTAR ..................................................................................... 3
DAFTAR ISI .................................................................................................... 4
BAB I LAPORAN KASUS ............................................................................. 6
A. Identitas Pasien ...................................................................................... 6
B. Anamnesis ............................................................................................. 6
C. Status Generalis ..................................................................................... 7
D. Status Dermatologi ................................................................................ 8
E. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 10
G. Diagnosis Kerja ..................................................................................... 10
H. Diagnosis Banding ................................................................................ 10
I. Usul Pemeriksaan Penunjang................................................................. 10
J. Penatalaksanaan ..................................................................................... 10
K. Prognosis ............................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 12
A. Definisi .................................................................................................. 12
C. Epidemiologi ......................................................................................... 12
C. Etiologi .................................................................................................. 13
D. Patofisiologi .......................................................................................... 13
E. Gejala Klinis .......................................................................................... 14
F. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 16
G. Gambaran Histopatologis ...................................................................... 16
H. Diagnosis Banding ................................................................................ 17
I. Penatalaksanaan ..................................................................................... 18
J. Prognosis ............................................................................................... 19
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 20
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 25

4
5
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Usia : 33 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Susukan RT 03 RW 03 Sumbang, Banyumas
No. Rekam Medik : 00977588
Tanggal Periksa : 14 Desember 2018
B. ANAMNESIS
Diambil dari Autoanamnesis tanggal 14 Desember 2018, pukul 09.30 WIB.
Keluhan Utama : Gatal di tangan dan kaki
Keluhan Tambahan : Luka bekas garukan di tangan dan kaki
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan gatal pada kedua punggung tangan dan
kaki. Keluhan tersebut dialami pasien sejak 2 tahun yang lalu dan sering
kambuh. Gatal dirasakan terus menerus. Pada awalnya keluhan berupa
lenting-lenting kecil berisi cairan bening, kemerahan, panas dan sangat gatal.
Akibat garukan lenting pecah sehingga menimbulkan luka basah. Luka
awalnya berbentuk lingkaran kecil,karena garukan luka semakin meluas
membentuk lingkaran seperti uang logam. Pada awalnya luka terdapat di kaki
lama kelamaan menyebar ke tangan. Pasien merasa gatal sekali hingga
mengganggu aktivitas dan sulit untuk tidur. Keluhan akan semakin memberat
jika pasien berkeringat dan stres. Pasien sudah minum obat dan diberi salep
untuk memperingan keluhannya. Gatal dirasa berkurang dengan pemberian
salep, namun beberapa waktu kemudian akan kambuh kembali. Pasien
menyangkal riwayat kontak dengan bahan atau benda tertentu sebelumnya.

6
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien juga mengalami keluhan yang serupa sejak 2 tahun yang lalu dan
sekarang timbul kembali. Pasien menyangkal adanya gigi yang berlubang,
infeksi pada telinga, hidung, dan tenggorokan. Pasien juga menyangkal
adanya riwayat alergi pada makanan atau obat tertentu dan asma.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada yang menderita penyakit dengan keluhan yang sama dengan
pasien. Tidak ada riwayat alergi pada makanan atau obat tertentu serta asma
pada keluarga pasien.
Riwayat Sosial Eknomi
Sehari-hari pasien bekerja sebagai kuli bangunan. Pasien mengaku
mudah berkeringat. Pasien mandi dua kali sehari. Dalam bekerja pasien
jarang menggunakan sarung tangan dan sepatu pelindung. Pasien tinggal
bersama istri dan seorang anak. Sehari-hari pasien mengkonsumsi nasi, sayur,
dan lauk. Pasien berobat ke poli kulit RSMS dengan BPJS PBI.
C. STATUS GENERALIS
Keadaaanumum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Keadaangizi : Baik, BB: 50kg, TB: 163 cm
Vital Sign : Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36.5oC
Kepala : Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 tenang ,tidak hiperemis
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung: S I – II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : SD vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)

7
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal
KGB : Tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat, edema sianosis
D. STATUS DERMATOLOGI
Lokasi : Manus dextra et sinistra dan regio pedis
Effloresensi : Makula hiperpigmentasi multiple berbatas tegas bentuk
numular dengan skuama halus pada regio manus dan pedis

Gambar 1. Makula hipermigmentasi multiple berbatas tegas bentuk numular


dengan skuama halus dan erosi pada regio manus

8
Gambar 2. Makula hipopigmentasi berbatas tegas bentuk numular dengan skuama
halus regio dan erosi digiti 1 manus sinistra

Gambar 3. Makula hiperpigmentasi multiple berbatas tegas bentuk numular


dengan skuama halus regio dorsum manus sinistra

Gambar 4. Makula hiperpigmentasi multiple berbatas tegas bentuk numular


dengan skuama halus regio dorsum pedis dextra

9
Gambar 5. Makula hipopigmentasi multiple berbatas tegas bentuk numular
dengan skuama halus region dorsum pedis dextra et sinistra
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
F. DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis numularis
G. DIAGNOSIS BANDING
a. Neurodermatitis sirkumskripta
b. Dermatitis kontak alergi
c. Dermatitis kontak iritan
d. Dermatitis atopik
e. Tinea Pedis
H. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah tepi : eosinofilia
2. Patch test
3. Pemeriksaan KOH 10%
I. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis
a. Sistemik
Loratadine 1x1/hari

10
b. Topikal
Desonid cream 0,05% selama maksimal 2 minggu
2. Konseling Informasi dan Edukasi (KIE)
a. Menghindari stress emosi
b. Mencegah fokal infeksi di organ lain
c. Menghindari suhu yang terlalu panas atau dingin dan kondisi dengan
kelembaban yang tinggi.
d. Menghindari pemakaian bahan-bahan iritan
e. Menganjurkan untuk menggunakan pelembab kulit untuk mengatasi
kulit kering
f. Memberitahukan untuk tidak menggaruk luka atau daerah kulit yang
gatal karena akan menimbulkan tempat infeksi baru.
g. Edukasi bahwa kelainan bersifat kronis dan berulang sehingga
penting untuk pemeberian obat topikal rumatan
h. Mencegah terjadinya infeksi sebagai faktor resiko terjadinya relaps
J. PROGNOSIS
1. Ad vitam : Ad bonam
2. Ad fungsionam : Ad bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad bonam

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Dermatitis numularis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis,
ditandai dengan lesi berbentuk mata uang koin atau agak lonjong, berbatas
tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel yang biasanya mudah
pecah sehingga membasah (cozing). Tanda polimorfik tidak selalu timbul
bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis
cenderung residif dan menjadi kronis (Djuanda, 2011).
Penamaan pada penyakit dermatitis berdasarkan etiologi, morfologi,
lokalisasi, stadium penyakit, dan bentuk. Dermatitis numularis termasuk
ke dalam pembagian dermatitis berdasarkan bentuk. Dermatitis numularis
adalah dermatitis berupa lesi berbentuk mata uang (coin) atau agak
lonjong, berbatas tegas dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya
mudah pecah sehingga basah (oozing). Dermatitis numularis juga dikenal
dengan nama ekzem numular; ekzem discoid; neurodermatitis numular.
Istilah ekzem numular diperkenalkan oleh Devergie pada tahun 1857
(Jiamton et al., 2011).
B. Epidemiologi
Prevalensi penyakit dermatitis numularis di dunia adalah 2 kasus per
1000 penduduk. Prevalensi yang sama didapatkan di negara Amerika
Serikat. Dermatitis numularis lebih terjadi sering pada pria daripada
wanita. Usia puncak awitan terbagi menjadi dua distribusi usia, paling
banyak terjadi pada dekade ke enam dan ke tujuh dan banyak terjadi pada
pria. Kebanyakan pada wanita dengan angka kejadian lebih kecil, terjadi
pada dengan dekade kedua dan ketiga dan sering berhubungan dengan
dermatitis atopi (Sularsito, 2007). Dermatitis numularis sangat jarang
ditemukan pada anak-anak. Bila ada timbulnya jarang pada usia sebelum
satu tahun, umumnya kejadian meningkat seiring dengan meningkatnya
usia (Djuanda, 2011).

12
C. Etiologi
Penyebab pasti dermatitis numularis tidak diketahui, banyak faktor
secara sendiri atau bersama-sama telah dikemukakan sebagai faktor
penyebab :
1. Kelembapan Kulit
Biasanya terjadi pada pasien berusia lanjut. Insiden Dermatitis
Numularis meningkat pada musim kering dengan kelembaban
rendah. Lingkungan dengan kelembaban rendah menyebabkan
peningkatan hilangnya kandungan air dalam kulit, selanjutnya
terjadi perubahan komposisi lipid sawar epidermis sehingga kulit
menjadi kering (Miller, 2018).
2. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak dapat berperan pada beberapa kasus. Dermatitis
kontak dapat berupa iritan maupun alergi. Sensitivits terhadap
nikel, kobalt, dan krom telah dilaporkan sebagai penyebab
dermatitis numularis. Pada suatu penelitian menyebutkan bahwa
bahan kimia yang menjadi penyebab tersering timbulnya dermatitis
numularis yaitu kolofoni, nitrofurazon, neomisin sulfat, dan nikel
sulfat, serta merkuri (Pigatto et al., 2002)
3. Koloni bakteri Stafilokokus
Dermatitis numularis pada beberapa kasus sering dihubungkan
dengan adanya koloni pada bakteri Stafilokokus (Djuanda, 2011).
4. Alergen
Peranan alergen dilingkungan, misalnya tungau debu rumah dan
Candida albicans
D. Patofisiologi
Dermatitis numular merupakan suatu kondisi yang terbatas pada
epidermis dan dermis saja. Hanya sedikit diketahui patofisiologi dari
penyakit ini, tetapi sering bersamaan dengan kondisi kulit yang kering.
Adanya fissure pada permukaan kulit yang kering dan gatal dapat
menyebabkan masuknya alergen dan mempengaruhi terjadinya
peradangan pada kulit (Djuanda, 2011).

13
Suatu penelitian menunjukkan dermatitis numularis meningkat pada
pasien dengan usia yang lebih tua terutama yang sangat sensitif dengan
bahan-bahan pencetus alergi. Barrier pada kulit yang lemah pada kasus ini
menyebabkan peningkatan untuk terjadinya dermatitis kontak alergi oleh
bahan-bahan yang mengandung metal. Karena pada dermatitis numular
terdapat sensasi gatal, telah dilakukan penelitian mengenai peran mast
cell pada proses penyakit ini dan ditemukan adanya peningkatan jumlah
mast cell pada area lesi dibandingkan area yang tidak mengalami lesi pada
pasien yang menderita dermatitis numularis. Suatu penelitian juga
mengidentifikasi adanya peran neurogenik yang menyebabkan inflamasi
pada dermatitis numular dan dermatitis atopik dengan mencari hubungan
antara mast cell dengan saraf sensoris dan mengidentifikasi distribusi
neuropeptida pada epidermis dan dermis dari pasien dengan dermatitis
numular (Miller, 2018)
Peneliti mengemukakan hipotesa bahwa pelepasan histamin dan
mediator inflamasi lainnya dari mast cell yang kemudian berinteraksi
dengan neural C- fibers dapat menimbulkan gatal. Para peneliti juga
mengemukakan bahwa kontak dermal antara mast cell dan saraf,
meningkat pada daerah lesi maupun non lesi pada penderita dermatitis
numular. Substansi P dan kalsitonin terika rantai peptide meningkat pada
daerah lesi dibandingkan pada non lesi pada penderita dermatitis numular.
Neuropeptida ini dapat menstimulasi pelepasan sitokin lain sehingga
memicu timbulnya inflamasi. Penelitian lain telah menunjukkan bahwa
adanya mast cell pada dermis dari pasien dermatitis numular menurunkan
aktivitas enzim chymase, mengakibatkan menurunnya kemampuan
menguraikan neuropeptida dan protein. Disregulasi ini dapat
menyebabkan menurunnya kemampuan enzim untuk menekan proses
inflamasi (AAD, 2012).
E. Gejala Klinis
Penderita dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal yang
disertai dengan nyeri. Awalnya dimulai dengan eritema berbentuk
lingkaran, selanjutnya melebar sebesar uang logam, dikelilingi oleh papul-

14
papul, vesikel dan kemudian ditutupi krusta coklat. Lesi akut berupa
vesikel dan papulovesikel (0,3-1 cm), kemudian membesar dengan cara
berkonfluensi atau meluas ke samping, membentuk satu lesi khas seperti
uang logam (coin), eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas.
Lambat laun vesikel pecah terjadi eksudasi, kemudian mengering menjadi
krusta coklat atau kekuningan, yang diakibatkan oleh infeksi
Staphylococcus aureus. Ukuran diameter lesi dapat mencapai 5 cm, dan
jarang sampai 10 cm. Penyembuhan dimulai dari tengah sehingga terkesan
menyerupai lesi dermatomikosis. Lesi lama berupa likenifikasi dan
skuama (Djuanda, 2011 & AAD, 2012).
Jumlah lesi dapat hanya satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral
atau simetris, dengan ukuran yang bervariasi, mulai dari miliar, sampai
nummular, bahkan plakat. Tempat predileksi di tungkai bawah, badan,
lengan termasuk punggung tangan. Dermatitis numularis cenderung hilang
timbul, ada pula yang terus menerus, kecuali dalam periode pengobatan.
Bila terjadi kekambuhan, umumnya timbul pada tempat semula (Djuanda,
2011).

Gambar 3. Dermatitis numularis pada tangan

15
Gambar 4. Dermatitis numularis pada kaki
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes laboratorium
Patch test berguna untuk mengidentifikasi kasus kronis yang tidak
kunjung sembuh dan mengenyampingkan dermatitis kontak sebagai
diagnosis banding. Pada dermatitis numularis IgE cenderung normal
(Siregar, 2005)
2. Kultur dan uji resistensi sekret
Untuk melihat mikroorganisme penyebab dan penyerta (Janik et al.,
2008)
3. Biopsi
Untuk melihat perubahan histopatologis sehingga dapat menentukan
tahapan (akut atau kronis) dari penyakit dermatitis numularis (Siregar,
2005).
G. Gambaran Histopatologis
Pada lesi akut ditemukan spongiosis, vesikel intraepidermal, sebukan
sel radang limfosit dan makrofag di sekitar pembuluh darah. Lesi kronis
ditemukan akantosis teratur, hipergranulosis dan hiperkeratosis, mungkin
juga spongiosis ringan. Dermis bagian atas fibrosis, sebukan limfosit dan
makrofag di sekitar pembuluh darah. Limfosit di epidermis mayoritas
terdiri atas sel T-CD8+, sedangkan yang di dermis sel T-CD4+. Sebagian

16
besar sel mast di dermis tipe MCtc (mast cell tryptase), berisi triptase
(Djuanda, 2011)

Gambar 5. Gambaran histopatologi dari dermatitis numularis (Siregar,


2005)
H. Diagnosis Banding
1. Tinea pedis : pinggir aktif, bagian tengah agak menyembuh, dapat
dicari hifa dari sediaan langsung
2. Dermatitis Kontak Iritan : akibat kontak dengan bahan iritan, kulit
kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hyperkeratosis) dan
likenifikasi.
3. Psoriasis : Skuama putih lebih tebal dan mengkilat serta iritasinya
lebih ringan
4. Dermatitis kontak alergi : Morfologi klinis primer antara dermatitis
kontak dan dermatitis numularis sering sulit untuk dibedakan. Pada
dermatitis kontak biasanya lokal, dan ditemukan riwayat kontak
sebelumnya. Untuk membedakan dapat dilakukan pemeriksaan patch
test atau prick test.
5. Dermatitis atopik : kulit kering, riwayat atopi pada penderita atau
keluarga, papul, likenifikasi, eritema, erosi, eskoriasi, eksudasi, krusta,
xerosis/iktiosis.
6. Dermatitis statis : terdapat varises dan edema (mudah terlihat ketika
berdiri), kulit merah kehitaman dan timbul purpura, eritema, skuama,
eksudasi, kulit tebal dan fibrotik pada daerah tungkai bawah.
7. Neurodermatitis sirkumskripta : gatal tidak terus-menerus, biasanya
pada waktu tidak sibuk, merasa lebih enak bila digaruk, awal

17
eritematosa, lalu edema, berskuama, likenifikasi, eskoriasi,
hiperpigmentasi, batas tak jelas (Djuanda, 2011& Siregar, 2005)
I. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
Pasien perlu mencari penyebab atau faktor yang memprovokasi
(Sularsito,et al, 2007). Pasien perlu untuk diberitahukan tentang
perkembangan atau perjalanan penyakit dari dermatitis numular yang
cenderung sering berulang, mencegah atau menghindari faktor-faktor
yang memperburuk atau menimbulkan dermatitis numularis seperti
stress, panas, atau trauma, menggunakan pelembab kulit atau emollient
untuk mengatasi kulit kering dan jangan menggaruk luka karena bisa
menjadi tempat infeksi baru dan dapat meninggalkan bekas garukan
yang permanen (Reider, 2012).
2. Farmakologis
a. Emolien
Emolien merupakan pelembab. Digunakan untuk mengurangi
kekeringan pada kulit. Contoh emolien yang sering digunakan
antara lain : aqueouscream, gliserine dan cetomacrogol cream,
wool fat lotions.
b. Steroid topikal
Untuk menghilangkan peradangan pada kulit dan mengurangi
iritasi kulit. Misalnya dengan pemberian triamcinolone 0,025-0,1%.
Bila lesi masih eksudatif, sebaiknya dikompres terlebih dahulu,
misalnya dengan menggunakan larutan permanganas kalikus 1 :
10.000.
c. Antihistamin oral
Antihistamin digunakan sebagai sedatif dan untuk mengurangi
gatal. Contohnya hidroksizin dengan dosis 3-4 x 25 mg sehari.
d. Antibiotik oral
Antibiotik dapat digunakan untuk mencegah infeksi sekunder
atau bila ditemukan infeksi bakterial. Antibiotik yang dapat

18
diberikan seperti eritromisin, tetrasiklin 20-40 mg/kgBB selama 7-
14 hari, atau amoksilin 4 x 500mg/hari selama 7-10 hari.
e. Steroid injeksi
Injeksi steroid digunakan pada kondisi kasus yang sangat berat.
Contoh injeksi steroid yang dapat diberikan yaitu triamsinolon
asetonida 0,1 mg/ml (0,1 ml / suntikan) secara intralesi (Siregar,
2005 &Djuanda, 2011).
J. Prognosis
Perjalanan penyakit dermatitis numularis bersifat kronik dan
cenderung sering berulang (residif). Mencegah atau menghindari dari
faktor-faktor yang memperburuk atau meningkatkan frekuensi untuk
cenderung berulang dengan menggunakan pelembab pada kulit akan
sangat membantu mencegah penyakit ini. Adapun prognosis bervariasi
dalam setiap individu (22% sembuh, 25% pernah sembuh untuk beberapa
minggu sampai tahun, dan 53% tidak pernah bebas dari lesi kecuali masih
dalam pengobatan) (Djuanda, 2011). Umumnya prognosis dari penyakit
kulit ini adalah baik (Siregar, 2005).

19
BAB III

PEMBAHASAN

A. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis dermatitis numularis didapat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik status dermatologis sebagai berikut :
a. Hasil anamnesis :
1. Keluhan utama berupa gatal pada kedua punggung tangan dan kaki
2. Onset sekitar 2 tahun yang lalu dan sering kambuh. Dapat dikatakan
bahwa keluhan ini berlangsung kronik; sesuai dengan perjalanan
penyakit dermatitis numularis yang cenderung berlangsung kronis dan
mengalami kekambuhan.
3. Keluhan berupa lenting-lenting kecil berisi cairan bening, kemerahan,
panas dan sangat gatal. Akibat garukan lenting pecah sehingga
menimbulkan luka basah. Luka awalnya berbentuk lingkaran kecil,
semakin lama meluas membentuk lingkaran seperti uang logam. Hal ini
sesuai dengan effloresensi dermatitis numularis.
b. Hasil pemeriksaan fisik status dermatologis:
a. Lokasi : Manus dan pedis
b. Effloresensi : Makula hiperpigmentasi multiple berbatas tegas
bentuk numular dengan skuama halus pada regio manus dan pedis
B. Diagnosis Banding
Berdasarakan tempat lesinya, diagnosis banding untuk penyakit
dermatitis numular pada kasus ini adalah sebagai berikut :

1. Neurodermatitis Sirkumskripta
Neurodermatitis termasuk penyakit dermatitis yang berlangsung
kronis dan diperberat dengan faktor stress. Biasanya keluhan gatal dirasakan
terus menerus, spasmodic atau paroksismal. Pada daerah gatal timbul sisik-
sisik seperti pada psoriasis. Efloresensi pada neurodermatitis berupa papula
miliar, likenifikasi, hiperpigmentasi, skuama dan kadang-kadang ekskoriasi.
Pada pasien efloresensi tidak sesuai dengan neurodermatitis.

20
2. Dermatitis kontak iritan
Dermatitis kontak iritan. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan
iritan lemah (faktor fisis, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban
rendah, panas atau dingin, juga bahan, misalnya deterjen, sabun, pelarut,
tanah, bahkan juga air). Pada pasien ini belum diketahui seorang pekerja
bangunan yang sering terpapar sinar matahari dalam waktu lama, namun pada
DKI kumulatif gejala yang timbul berupa kulit kering, eritema, skuama,
lambat laun kulit tebal (hyperkeratosis) dan likenifikasi. Serta bila kontak
terus berlangsnung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur).
3. Dermatitis kontak alergi
Morfologi klinis primer antara dermatitis kontak dan dermatitis numularis
sering sulit untuk dibedakan. Pada dermatitis kontak biasanya lokal, dan
ditemukan riwayat kontak sebelumnya. Untuk membedakan dapat dilakukan
pemeriksaan patch test atau prick test.
4. Tinea pedis
Kondisi kelainan kulit dengan bagian pinggir aktif dan bagian tengah agak
menyembuh mengindikasi bahwa kondisi ini mirip dengan lesi pada penyakit
tinea pedis. Keluahan gatal pada tinea pedis juga diperberat dengan adanya
keringat. Pada pasien ini menyangkal adanya keluhan ini, sehingga dapat
menyingkirkan diagnosis banding tinea. Tipe tinea pedis yang predileksinya di
tungkai dan punggung tangan yaitu tipe papuloskuamosa hiperkeratotik kronis
dengan efloresensi berupa eritema dan plak hiperkeratotik di atas daerah
likenifikasi; tipe subakut dengan efloresensi berupa vesikel atau pustule
dengan eksudat yang jernih.
5. Dermatitis atopik (fase dewasa)
Dermatitis atopik memiliki kecenderungan perjalanan penyakit yang
berlangsung kronis dan residif. Keluhan gatal sering diperberat dengan adanya
faktor stress. Hal ini relevan dengan dermatitis numularis. Namun, untuk
dermatitis atopik sering disertai dengan riwayat atopi pada penderita maupun
anggota keluarga. Pada pasien ini menyangkal adanya riwayat atopi. Kondisi
kulit pasien dermatitis atopi cenderung kering (xerosis). Efloresensi dermatitis

21
atopi pada dewasa yaitu berupa plak eritematosa, berskuama, dan plak
likenifikasi yang gatal.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah tepi untuk pemeriksaan eosinofilia untuk
menyingkiran diagnosis banding dermatitis atopi. Pemeriksaan patch test untuk
menyingkirkan diagnosis banding dermatitis kontak alergi. Pemeriksaan
kerokan kulit dan KOH 10% dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
banding tinea pedis dan manus.
D. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
Prinsip penatalaksanaan dermatitis numularis adalah menghindari faktor
yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit atau kekambuhan atau, seperti
menghindari stress emosi, menghindari suhu yang terlalu panas atau dingin
dan kondisi dengan kelembaban yang tinggi,dan pemakaian bahan-bahan
iritan (deterjen, alkohol, pemutih), menggunakan pelembab kulit untuk
mengatasi kulit kering, dan tidak menggaruk luka atau daerah kulit yang gatal
karena akan menimbulkan tempat infeksi baru.
2. Farmakologis.
a. Loratadine tablet; 1 x 10 mg per hari
Loratadine adalah antihistamin kerja panjang yang mempunyai
selektivitas tinggi terhadap reseptor histamin-H1 perifer dan afinitas yang
rendah terhadap reseptor-H1 di susunan saraf pusat, sehingga tidak
menimbulkan efek sedasi atau antikolinergik. Loratadine efektif untuk
mengobati gejala-gejala yang berhubungan dengan rinitis alergi, seperti
pilek, bersin-bersin, rasa gatal pada hidung serta rasa gatal dan terbakar
pada mata. Selain itu loratadine juga mengobati gejala-gejala seperti
urtikaria kronik dan gangguan alergi pada kulit lainnya.Pada kasus ini
digunakan untuk mengatasi keluhan gatal yang dirasakan oleh pasien.
b. Metilprednisolon tablet 2 x 4 mg per hari
Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate
yang termasuk kategori adrenokortikoid, anti-inflamasi dan imunosupresan.
Dalam kasus ini, dengan keadaan lesi kulit yang sudah berlangsung kronis

22
dan kondisi gatal pasien yang cukup mengganggu aktivitas dan tidur, maka
diperlukan kortikosteroid sistemik, sehingga diberikan metilprednisolon 4
mg, 2 kali sehari
c. Azitromisin tablet 1 x 500 mg
Azitromisin adalah antibiotika semisintetik golongan mikrolida untuk
pemakaian oral. Azitromisin bersifat bakterisid dengan jalan menghambat
sintesa dinding sel bakteri. Azitromisin aktif terhadap Streptococcus beta-
hemolytic, Staphylococcus aureus (termasuk penghasil enzim penisilinase),
Streptococcus pneumoniae, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiella sp,
Moraxella catarrhalis. Pada pasien ini diberikan karena dermatitis nummular
pada lesi terdapat kolonisasi staphylococcus aureus, selain diberikan secara
topical juga diberikan secara sistemik.
d. Na fusidate 2%
Natrium fusidate adalah antibiotik topikal, yang digunakam pada lesi
primer atau sekunder pada infeksi streptococcus dan staphylococcus.7 Pada
pasien ini diberikan karena berhubungan dengan adanya kolonisasi
staphylococcus aureus. Obat ini diberikan dengan cara dioleskan pada lesi
sebanyak 3-4 x/hari.
e. Desoxymethasone 0,25%
Desoxymethashone merupakan golongan steroid dengan potensi tinggi.
Desoxymethasone diindikasikan pada pengobatan eksim, dermatitis, psoriasis.
Pada pasien ini sebelumnya pernah mengalami keluhan yang sama 6 tahun
yang lalu, sehingga diberikan steroid dengan potensi tinggi. Obat ini diberikan
dengan cara dioleskan sebanyak 2-3 x/ hari.
E. Prognosis
Seperti yang diketahui bahwa penyakit dermatitis numularis memiliki
perkembangan atau perjalanan penyakit yang cenderung kronis dan residif,
sehingga untuk prognosis ad sanationam adalah dubia ad bonam. Selama
pasien dapat menghindari hal-hal yang menjadi faktor predisposisi dari
penyakit ini, maka munculnya kekambuhan keluhan atau gejala dapat
diminimalisasi.

23
BAB IV

KESIMPULAN

1. Dermatitis numularis merupakan dermatitis berupa lesi bulat berbentuk mata


uang (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas dengan efloresensi berupa plak
eritematosa, papulovesikel, yang biasanya mudah pecah sehingga terjadi
erosi, eskoriasi, dan krusta kuning/kecoklatan.
2. Faktor- faktor yang berperan pada dermatitis numularis adanya kolonisasi
Staphylococcus. Ada beberapa hal yang mencetuskan dermatitis nummular,
seperti infeksi, kulit yang kering, trauma, alergi terhadap bahan tertentu,
terpapar bahan iritan seperti nikel, krom, merkuri, dan kobalt.
3. Pengobatan dermatitis numularis dilakukan secara medikamentosa, yaitu
dengan pemberian kortikosteroid sistemik atau topikal, anti histamin,
antibiotik sistemik dan topikal serta non medikamentosa yaitu edukasi
tentang penyakit dan cara untuk mencegah kekambuhan.

24
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Dermatology 2012. Nummular Dermatitis, diakses tanggal


8 Desember 2015, http://www.aad.org/skin-conditions/dermatology-a-to-
z/nummular-dermatitis
Brown, RG&Burns, T. 2005. Lecture Notes Dermatologi. 8th Ed. Erlangga,
Jakarta.
Djuanda, A 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi ke 6. FKUI, Jakarta.
Jiamton, S., Chinmanat, T., Khultanan, K. 2012. Clinical Feature and Aggravating
Factors in Nummular Eczema in Thais. Clinical Feature in Nummular
Eczema. Departemen of Dermatology, Faculty of Medicine, Sirijaj Hospital.
Volume 31 : 35-36.

Janik MP, Heffernan MP. Yeast Infection : Nummular eczema. In : Wolff K,


Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Fitzpatrick
TB,eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th Edition. New
York : McGraw-Hill. 2008 : 1828.
Miller, L. 2018. Nummular Dermatitis. Medscape, diakses tanggal 15 Desember
2018, http://emedicine.medscape.com/article/1123605-overview#showall.
Pigatto, PD., Guzzi, G., Pershicini. 2002. Nummular Lichenoid Dermatitis from
Mercury Dental Amalgam. Contact Dermatitis. Volume 46 (6) : 35-36.
Reider, N & Fritsch PO 2012. Other Eczematous Eruption: ed. Dermayology.
Elsevier Saunders. Philadelphia. Volume 54 (48) : 37-36.
Siregar, R.S 2005, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2: Dermatitis
Numularis, EGC, Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai