Anda di halaman 1dari 43

H ENDRA A DI BI A SETI A KA 110201 60 8 3

I BNU H A KI M A NSH ORI NA SU T I ON 110201 60 8 5


I DA BAGU S EKA NA RENDRA 110201 60 8 7
KEVI N WI RA H I LA RDI 110201 60 9 5
EPITAKSIS
PEMBI MBI NG : DR. A RROYA N WA RDH A NA , SP.TH T-KL
KEPA NI T ERA A N KLI NI K TH T
PERI ODE 01 MA RET – 14 MA RET 2021
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.B
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Betawi
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : S1
Alamat : Cempaka Putih
ANAMNESIS
 Autoanamnesis dilakukan pada pasien di poliklinik THT pada tanggal 3 maret 2021 pukul
13.00

 Keluhan utama : Keluar darah dari kedua lubang hidung setelah terbentur lemari
1 hari yang lalu
 Keluhan tambahan : Lelah dan pusing sejak 1 hari yang lalu
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke Poliklinik THT dengan keluhan keluar darah dari lubang hidung,
Karena kepala pasien terbentur lemari sejak 1 hari yang lalu. Perdarahan yang
keluar sedikit, lalu berhenti sendiri dengan menekan hidung dan menyumbat
dengan tisu. Pada pagi hari perdarahan keluar kembali, perdarahan yang keluar
sedikit dan berhenti dengan menyumbat hidung dengan tisu. Pasien mengeluh lelah
dan merasa pusing
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
 Tidak pernah mengalami keluhan serupa
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat DM disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
RIWAYAT KELUARGA
Pada keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa
RIWAYAT PENGOBATAN
Belum pernah diobati
RIWAYAT PEKERJAAN, SOSIAL EKONOMI,
DAN KEBIASAAN
 Pasien seorang Karyawan Swasta
 Tidak pernah merokok
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis Mata : Tidak terdapat kelainan
Keadaan umum: Baik Leher : Tidak terdapat kelainan
Tanda vital : Suhu : 370C
Nadi : 100x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Tekanan darah : 110/80
Kesadaran : Compos mentis Thorax : Tidak terdapat kelainan
Kepala: Normocephali Abdomen : Tidak terdapat kelainan
Ekstremitas : Tidak terdapat kelainan
STATUS LOKALIS TELINGA
KANAN KIRI
Normotia, Nyeri tekan tragus (-) Aurikula Normotia, Nyeri tekan tragus (-)

Nyeri tekan RA (-), Nyeri tekan Mastoid (-) Retroaurikuler Nyeri tekan RA (-), Nyeri tekan Mastoid (-)

Nyeri tarik auricula (-), hiperemis (-), udem (-) Preaurikuler Nyeri tarik auricula (-), hiperemis (-), udem (-)

LIANG TELINGA
Lapang Lapang/sempit Lapang

Hiperemis (-) Warna epidermis Hiperemis (-)

(-) Sekret (-)


(-) Serumen (-)

(-) Kelainan lain (-)

Intak (+), refleks cahaya (+), retraksi (-), Membran Timpani Intak (+), refleks cahaya (+), retraksi (-), bulging (-),
bulging (-), hiperemis (-) hiperemis (-)
STATUS LOKALIS HIDUNG
PEMERIKSAAN KANAN KIRI
Keadaan luar Bentuk & ukuran Bentuk biasa, asimetri (-), deviasi (- Bentuk biasa, asimetri (-), deviasi (-
), deformitas (-) ), deformitas (-)
Edema (-) (-)
Hematom (-) (-)
Nyeri tekan (-) (-)
Krepitasi (-) (-)
Kel. kongenital (-) (-)
Radang (-) (-)
Tanda alergi (-) (-)
Trauma (-) (-)
Tumor (-) (-)
Rhinoskopi anterior Cavum nasi Lapang, sekret (-) Lapang, sekret (+)mukoid merah
Konka inferior Eutrofi, warna merah muda, Eutrofi, warna merah muda,
permukaan licin permukaan licin
Konka media Eutrofi, warna merah muda, Eutrofi, warna merah muda,
permukaan licin permukaan licin
Meatus nasi sekret (-) sekret (-)
Septum Lurus, Epitaksis pada sisi anterior Lurus, Epitaksis pada sisi anterior
Kelainan lain Tumor (-), korpus alienum (-), adhesi Tumor (-), korpus alienum (-), adhesi
konka dengan septum (-) konka dengan septum (-)

Pasase udara Positif Positif


RHINOSKOPI POSTERIOR
Kanan Kiri
Cukup lapang Koana cukup lapang
Warna merah Mukosa Warna merah
muda, edema (-) muda, edema (-)
Tidak ada Jaringan Tidak ada
granulasi
Eutrofi, livide, Konka inferior Eutrofi, livide,
licin, edema (-) licin, edema (-)
Tidak ada Adenoid Tidak ada
Tidak tertutup Muara tuba Tidak tertutup
secret, edema (- Eustachius secret, edema (-)
)
Tidak ada Post nasal drip Tidak ada
Tidak ada Massa Tidak ada
STATUS LOKALIS TENGGOROK
Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda
(N)
Mulut Mukosa mulut basah dan berwarna merah
muda (N)
Gigi Normal
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemis (-)
Faring Mukosa hiperemis (-), reflex muntah (+),
membrane (-), secret (-)
Fossa tonsillaris Hiperemis (-) dan Hiperemis (-)
dan
Arkus faringeus
STATUS LOKALIS TENGGOROK
 Hipofaring
Tidak dilakukan pemeriksaan

 Pemeriksaan Laring
Tidak dilakukan pemeriksaan

 Leher
Tidak dilakukan pemeriksaan

Maksilo Fasial
Simetris, paralisis nervus kranialis (-), nyeri tekan frontalis (-), nyeri tekan pangkal maksila (-).
RESUME
Tn. B datang ke Poliklinik THT dengan keluhan keluar darah dari lubang hidung,
Karena kepala terbentur lemari sejak 1 hari yang lalu. Perdarahan yang keluar
sedikit, lalu berhenti sendiri dengan menekan hidung dan menyumbat dengan tisu.
Pada pagi hari perdarahan keluar kembali, perdarahan yang keluar sedikit dan
berhenti dengan menyumbat hidung dengan tisu. Pasien mengeluh lelah dan merasa
sedikit pusing. Pada pemeriksaan fisik terdapat epitaksis pada septum anterior
dextra dan sinistra, pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
DIAGNOSIS, DIAGNOSIS BANDING DAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis kerja : Epitaksis anterior et causa trauma

Diagnosis Banding : Epitaksis posterior

Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap


TATALAKSANA
Medikamentosa:
Infus Nacl 0,9%
Paracetamol 500 mg 3 kali per hari selama 3 hari

Non-medikamentosa:
 Pemasangan tampon anterior dengan pelumas vaselin dan salep antibiotik
selama 2 x 24 jam
PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad sanactionam : Dubia ad bonam

Ad Functionam : Dubia Ad bonam


TINJAUAN
PUSTAKA
DEFINISI
Merupakan perdarahan hidung, bukanlah merupakan suatu penyakit, melainkan
sebagai gejala dari suatu kelainan. Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila
tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber perdarahan biasanya
berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung.
ETIOLOGI
 Trauma  Kelainan darah
 Kelainan pembuluh darah lokal  Kelainan kongenital
 Infeksi local  Infeksi sistemik
 Tumor  Perubahan udara atau tekanan atmosfir
 Penyakit kardiovaskular  Gangguan hormonal
SUMBER PERDARAHAN
Epistaksis anterior
Berasal dari pleksus Kiesselbach atau
a.etmoidalis anterior.
Perdarahan biasanya ringan, mudah diatasi dan
dapat berhenti sendiri.
Pada saat pemeriksaan dengan lampu kepala
terdapat perdarahan pada pleksus Kiesselbach
yang merupakan anastomosis cabang
a.etmoidalis anterior, a.sfenopaltina, a. palatina
asendens dan a.labialis superior.
SUMBER PERDARAHAN
Epistaksis posterior
umumnya berat sehingga sumber perdarahan
seringkali sulit dicari. Umumnya berasal dari
a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior.
Sebagian besar darah mengalir ke rongga mulut
dan memerlukan pemasangan tampon posterior
untuk mengatasi perdarahan.
Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan
hipertensi.
PATOFISIOLOGI
 Jika pembuluh darah pada rongga hidung luka atau rusak, darah akan mengalir
keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat
belakang masuk ke tenggorokan.
 epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal
perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach.
 Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang
a.sfenopalatina.
PATOFISIOLOGI
 Perubahan pada arteri kecil dan sedang pada orang usia menengah dan lanjut
bervariasi dari fibrosis interstitial sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan
parut. Perubahan tersebut memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah
karena hilangnya otot tunika media sehingga mengakibatkan perdarahan yang
banyak dan lama.
 Pada orang yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya
epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh
darah ini disebabkan oleh iskemia lokal atau trauma.
 Hipertensi dapat membuat kerusakan yang berat pada pembuluh darah di hidung
(terjadi proses degenerasi perubahan jaringan fibrous di tunika media) yang dalam
jangka waktu yang lama merupakan faktor risiko terjadinya epistaksis
ANAMNESIS
 Riwayat perdarahan sebelumnya  Diabetes mellitus
 Lokasi perdarahan  Penyakit hati
 Apakah darah terutama mengalir ke dalam
tenggorokan (ke posterior) ataukah keluar
dari hidung depan (anterior) bila pasien
duduk tegak?
 Lama perdarahan dan frekuensinya  Penggunaan antikoagulan
 Kecenderungan perdarahan  Trauma hidung yang belum lama
 Hipertensi  Obat-obatan, seperti aspirin, fenibutazon
PEMERIKSAAN FISIK
 Rinoskopi anterior
 Rinoskopi posterior
penting pada pasien dengan epistaksis dan secret hidung kronik untuk menyingkirkan
neoplasma
 Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi
dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Rontgen sinus
Penting untuk kasus neoplasma atau infeksi

 Complete blood count

 Screening koagulopati
TATALAKSANA
3 prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis

 Menghentikan perdarahan
 Mencegah komplikasi
 Mencegah berulang nya epistaksis
TATALAKSANA EPITAKSIS ANTERIOR
 Pada anak-anak menekan hidung luar selama 10-15 menit

 Gulungan kapas yang telah dibasahi larutan kokain 4% dimasukkan dengan hati-hati ke dalam
hidung sambil mengaaspirasi darah yang berlebihan.

 Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras
Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotik.

 pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin atau
salep antibiotik

 Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dari dasar hingga atap hidung
dan meluas hingga ke seluruh panjang rongga hidung, serta harus dapat menekan asal perdarahan.
TATALAKSANA EPITAKSIS ANTERIOR
TATALAKSANA EPITAKSIS POSTERIOR
 blok ganglion sfenopalatinum

 tampon hidung posterior

 ligase pembuluh spesifik


BLOK GANGLION SFENOPALATINUM
Injeksi 0,5 ml Xilokain 1% dengan epinefrin 1:100.000 secara hati-hati ke
dalam kanalis palatina mayor yang akan menyebabkan vasokontriksi arteri
sfenopalatina
TAMPON HIDUNG POSTERIOR
 Tampon posterior yang dimasukkan melalui mulut dapat ditarik memakai kateter melalui hidung ke
dalam koana posterior

 Spons berukuran 4x4 inchi yang digulung erat dan diikat dengan benang sutera No.1 merupakan
tampon yang baik

Dapat diolesi dengan salep antibiotic topikal untuk mengurangi insidens infeksi

Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior (tampon Bellocq)

Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan diameter 3 cm. Pada tampon ini
terikat 3 utas benang, 2 buah di satu sisi dan sebuah di sisi berlawanan.
PERDARAHAN 1 SISI
 Digunakan bantuan kateter karet yang dimasukan dari lubang hidung
sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut.

 Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang tampon Bellocq tadi, kemudian
kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat
ditarik.

 Tampon perlu didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat melewati
palatum mole masuk ke nasofaring. Bila masih ada perdarahan, maka dapat
ditambah tampon anterior ke dalam kavum nasi.
PERDARAHAN 1 SISI
 Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungan kain
kasa di depan nares anterior, supaya tampon yang terletak di nasofaring
tetap ditempatnya.

 Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada pipi
pasien. Gunanya ialah untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3
hari.
PERDARAHAN 1 SISI
PERDARAHAN 2 SISI
 bantuan dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri, dan
tampon posterior terpasang di tengah-tengah nasofaring

 Sebagai pengganti tampon Bellocq, dapat digunakan kateter Folley dengan


balon

 Dengan semakin meningkatnya pemakaian endoskop, akhir-akhir ini juga


dikembangkan teknik kauterisasi atau ligasi a. sfenopalatina dengan panduan
endoskop
LIGASI PEMBULUH DARAH
 Bila tampon posterior dan anterior gagal mengendalikan epistaksis, maka
perlu dilakukan ligase arteri spesifik.

 Arteri tersebut antara lain arteri karotis eksterna, arteri maksilaris interna
dengan cabang terminusnya, arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis
posterior anterior.
KOMPLIKASI
 Aspirasi
 Syok
 Anemia
 Infeksi
 Laserasi palatum mole atau sudut bibir karena pemasangan tampaon posterior
 Hematimpanum
DAFTAR PUSTAKA
1. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N.2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher
Edisi Ketujuh.

2. Efiaty A.S. dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Ed 6. Jakarta. 2007

3. Higler, B.A. Buku Ajar Penyakit THT Boies Ed.6. Jakarta

4. Moore,K.L.dkk. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta.2000

5. FKUI. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. FKUI. Jakarta.2007

6. ISO Indonesia Volume 43. Jakarta. 2008

Anda mungkin juga menyukai