Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN LAPORAN

KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN Juli, 2017
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TINEA UNGUIUM (ONIKOMIKOSIS)

Oleh :

Sri Vitayanti, S.Ked


10542 0535 13

Pembimbing :
dr. A. Amal Alamsyah, M.Si, Sp. KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017

2
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Sri Vitayanti, S.Ked

NIM : 10542 0535 13

Judul Laporan Kasus : Tinea Unguium (Onikomikosis)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Makassar, Juli 2017

Pembimbing

(dr. A. Amal Alamsyah, M.Si, Sp.KK)

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW.
Laporan Kasus berjudul “Tinea Unguium (Onikomikosis)” ini dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat
dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
mendalam kepada dr. A. Amal Alamsyah, M.Si, Sp.KK selaku pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing,
memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga
selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini belum sempurna
adanya dan memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat
kepada semua orang.

Makassar, Juli 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................ 3

A. RESUME ........................................................................................ 3

B. STATUS DERMATOLOGI ........................................................... 4

C. DIAGNOSIS BANDING ................................................................ 6

D. DIAGNOSIS .................................................................................... 6

E. PENATALAKSANAAN ................................................................ 6

F. PROGNOSIS .................................................................................. 7

BAB III PEMBAHASAN .................................................................................... 8

BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

LAMPIRAN ......................................................................................................... 18

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

Tinea Unguium (Onikomikosis dermatofitik) adalah istilah yang

digunakan untuk mencakup semua infeksi jamur pada kuku dan termasuk yang

disebabkan oleh dermatofit serta non-dermatofit.1 Trichophyton rubrum

menyumbang sebagian besar kasus tinea unguium, namun banyak jamur yang

mungkin bisa menjadi agen penyebabnya. Agen penyebab lainnya meliputi

E.Floccosum dan berbagai jenis jamur Microsporum dan Trichophyton. Mungkin

juga disebabkan oleh ragi dan nondermatofitik lainnya.2

Tinea unguium adalah infeksi yang umum terjadi pada populasi. Sebuah

studi epidemiologi yang dilakukan di Eropa memperkirakan prevalensi tinea

unguium sekitar 27 % dan 13,8 % di Amerika Utara. Meningkatnya prevalensi

penyakit ini mungkin disebabkan oleh sepatu ketat, meningkatnya jumlah individu

yan diberi immunosupresi, dan penggunaan tempat mandi umum. Tinea unguium

juga meningkat pada anak-anak, terhitung 20 % dari mikosis superfisial yang

didiagnosis pada anak-anak dalam suatu studi.3

Tinea unguium memiliki tiga bentuk klinis, diantaranya: 1) Bentuk

subungual distalis, bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses

ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh. 2)

Leukonikia trikofita/leukonikia mikotika, kelainan kuku pada bentuk ini

merupakan keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan

adanya elemen jamur. Kelainan ini dihubungkan dengan Trichophyton

1
mentagrophytes sebagai penyebabnya. 3) Bentuk subungual proksimalis, bentuk

ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama menyerang kuku dan

membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku dibagian distal masih

utuh, sedangkan bagian proksimal rusak.4

2
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Resume

Seorang pasien laki-laki usia 37 tahun datang ke poli Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dengan keluhan gatal

pada kedua kuku-kuku tangan dan kaki sejak 1 tahun yang lalu. Selain gatal,

pasien juga mengeluhkan nyeri dan perih pada kukunya. Menurut keluarga,

mula-mula yang timbul bercak putih pada bagian ujung kuku tangan, lalu

semakin meluas ke bagian pangkal kuku hingga ke kedua tepi kuku. Lama-

kelamaan kuku nampak kuning kecokelatan, berlekuk-lekuk, dan pecah-

pecah. Menurut informasi yang didapatkan dari keluarga, pasien sangat sering

bermain air di rumahnya dalam waktu yang lama dan apabila ia dilarang oleh

keluarganya untuk bermain air, ia sering mengisap kuku-kuku tangannya

dengan air liur agar tetap basah. Pasien pernah mendapatkan pengobatan

berupa salep yang diberikan oleh dokter kulit dan hasilnya mulai membaik

tapi kambuh lagi karena kebiasaan pasien yang sering bermain air. Pada

inspeksi, nampak kuku pasien mengalami perubahan warna ke arah kuning

kecoklatan, kerusakan kuku mulai dari ujung hingga pangkal kuku, sebagian

kuku terangkat ke atas disertai adanya selaput keputihan pada kuku. Saat ini,

pasien sedang dirawat di bagian jiwa RSKD Provinsi. Riwayat alergi tidak

ditemukan, Riwayat penyakit sebelumnya tidak ada, dan riwayat keluarga

tidak ada.

3
Status Presens

Pemeriksaan klinis

Keadaan umum : Sakit (ringan/sedang/berat),

Kesadaran (composmentis/uncomposmentis)

B. Status Dermatologi

Lokasi : Kedua kuku tangan dan kaki

Efloresensi : Onikolisis, hiperkeratotik

Gambar 1. Tampak kedua kuku tangan yang pecah-pecah, berlekuk, dan

berwarna suram

4
Gambar 2. Tampak kuku kaki kiri yang berwarna kekuningan dan pecah-

pecah

Gambar 3. Tampak kuku kaki kanan yang berwarna kekuningan dan pecah-

pecah

5
Diagnosis Banding

1. Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik

yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi

sel epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh

sistem saraf. Penyakit ini dapat menyerang kulit, kuku, mokosa, dan sendi

tetapi tidak mengganggu rambut.

2. Liken planus

Liken planus merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang mengenai

kulit, membran mukosa, rambut, kuku, sering dijumpai dan terasa gatal.

3. Derrmatitis kontak

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi

yang menempel pada kulit.

C. Diagnosis

Diagnosis ditegakkanberdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan kerokan kulit dengan menggunakan larutan KOH. Diagnosis

pada pasien ini adalah Tinea Unguium (Onikomikosis).

D. Penatalaksanaan

1. Terapi Topikal

Miconazol krim

6
2. Terapi Sistemik

Griseofulvin tab. 500 mg, 2x1 tab

F. Prognosis

1. Qou ad vitam : bonam

2. Qou ad function : bonam

3. Qou ad sanationam : bonam

7
BAB III

PEMBAHASAN

Tinea Unguium (Onikomikosis dermatofitik) adalah istilah yang

digunakan untuk mencakup semua infeksi jamur pada kuku dan termasuk yang

disebabkan oleh dermatofit serta non-dermatofit.1Trichophyton rubrum

menyumbang sebagian besar kasus tinea unguium, namun banyak jamur yang

mungkin bisa menjadi agen penyebabnya. Agen penyebab lainnya meliputi

E.Floccosum dan berbagai jenis jamur Microsporum dan Trichophyton. Mungkin

juga disebabkan oleh ragi dan nondermatofitik lainnya.2

Tinea unguium adalah infeksi yang umum terjadi pada populasi. Sebuah

studi epidemiologi yang dilakukan di Eropa memperkirakan prevalensi tinea

unguium sekitar 27 % dan 13,8 % di Amerika Utara. Meningkatnya prevalensi

penyakit ini mungkin disebabkan oleh sepatu ketat, meningkatnya jumlah individu

yan diberi immunosupresi, dan peningkatan ruang ganti komunal. Tinea unguium

juga meningkat pada anak-anak, terhitung 20 % dari mikosis superfisial yang

didiagnosis pada anak-anak dalam suatu studi.3

Faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya tinea unguium serupa

dengan penyakit jamur superfisial lainnya, yakni kelembaban yang tinggi, oklusi,

trauma berulang pada kuku, dan lingkungan kerja yang basah.1 Gaya hidup

tertentu misalnya penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus-menerus,

olahraga berlebihan, serta penggunaan tempat mandi umum akan memudahkan

terjadinya tinea unguium.3

8
Kasus yang didapatkan adalah seorang pasien laki-laki usia 37 tahun

datang ke poli Kulit dan Kelamin RSKD Provinsi dengan keluhan gatal pada

kedua kuku-kuku tangan dan kaki sejak 1 tahun yang lalu. Menurut informasi

yang didapatkan dari keluarga, pasien sangat sering bermain air di rumahnya

dalam waktu yang lama dan apabila ia dilarang oleh keluarganya untuk bermain

air, ia seriing mengisap kuku-kuku tangannya dengan air liur agar tetap

basah.Kebiasaan pasien sering bermain air dalam jangka waktu yang lama bisa

menjadi faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya tinea unguium yaitu

kelembaban yang tinggi dan lingkungan yang basah. Selain itu, kebiasaan pasien

sering mengisap-isap kukunya bisa menimbulkan trauma yang berulang pada

kuku.

Tinea unguium memiliki tiga bentuk klinis, diantaranya: 1) Bentuk

subungual distalis, bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses

ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh.

Kalau proses berjalan terus-menerus, maka permukaan kuku bagian distal akan

hancur dan yang terlihat hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur. 2) Leukonikia

trikofita/leukonikia mikotika, kelainan kuku pada bentuk ini merupakan keputihan

di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur.

Kelainan ini dihubungkan dengan Trichophyton mentagrophytes sebagai

penyebabnya. 3) Bentuk subungual proksimalis, bentuk ini mulai dari pangkal

kuku bagian proksimal terutama menyerang kuku dan membentuk gambaran

klinis yang khas, yaitu terlihat kuku dibagian distal masih utuh, sedangkan bagian

proksimal rusak. Biasanya penderita tinea unguium mempunyai dermatofitosis di

9
tempat lain yang sudah sembuh atau belum. Kuku kaki lebih sering diserang

daripada kuku tangan.4

Tinea unguim bentuk subungual distal terutama melibatkan kuku bagian

distal dan hiponychium, dengan keterlibatan sekunder bagian kuku jari kaki. Hal

ini biasanya disebabkan oleh T. Rubrum.2Pada tipe subungual distal/lateral, invasi

ke daerah hyponichial menyebabkan hiperkeratosis pada kuku. Dengan

perkembangan infeksi lebih lanjut, ada kekuningan dan penebalan lempeng kuku

distal serta onikolisis, yang menyediakan lingkungan ideal untuk invasi proksimal

dan pertumbuhan dermatofit lebih lanjut. Akhirnya, seluruh kuku dan lempeng

atau badan kuku (nail plate) juga ikut terlibat (pola distrofi total).1

Hal ini sesuai dengan hasil alloanamnesis dan hasil inspeksi yang

dilakukan yaitu menurut keluarga, mula-mula yang timbul bercak putih pada

bagian ujung kuku tangan, lalu semakin meluas ke bagian pangkal kuku hingga

ke kedua tepi kuku. Lama-kelamaan kuku nampak kuning kecokelatan, berlekuk-

lekuk, dan pecah-pecah.Pada inspeksi, nampak kuku pasien mengalami

perubahan warna ke arah kuning kecokelatan, kerusakan kuku mulai dari ujung

hingga pangkal dan menyebar ke tepi, sebagian kuku terangkat ke atas disertai

adanya selaput keputihan pada kuku.

Secara umum, penegakan diagnosis tinea unguium sama dengan

dermatofitosis lainnya yaitiu berdasarkan atas temuan klinis dan dapat diperkuat

dengan pemeriksaan mikroskopis, kultur, dan pemeriksaan dengan lampu wood

pada spesies tertentu.5,1

10
Hal ini sesuai dengan pemeriksaan mikroskopis yang telah dilakukan

untuk menunjang diagnosis tinea unguium dengan mengambil serutan kuku dan

diperiksa dengan larutan KOH 10% lalu diamati di bawah mikroskop, sehigga

didapatkan hasil sebagai berikut:

Gambar 4. Ditemukan adanya hifa dan spora

Diagnosis Banding dari tinea unguium adalah: 1) Psoriasis ; Psoriasis

adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang kuat dengan

karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai

manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf. Penyakit ini

dapat menyerang kulit, kuku, mokosa, dan sendi tetapi tidak mengganggu rambut.

2) Liken planus ; Liken planus merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang

mengenai kulit, membran mukosa, rambut, kuku, sering dijumpai dan terasa gatal.

3) Derrmatitis kontak; Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh

bahan/substansi yang menempel pada kulit.1,2,3,4,6

11
Penatalaksanaan tinea unguium mencakup obat oral, topikal, atau dengan

penggunaan alat. Pengobatan tinea unguium membutuhkan waktu yang panjang

dan kedisiplinan pasien. Secara umum, obat anti mikotik oral lebih baik daripada

topikal, namun memiliki efek samping yang bersifat sistemik dan efek interaksi

obat yang lebih berbahaya. Terapi obat anti mikotik oral diantaranya dnegan

menggunakan griseofulvin, ketokonazol, terbinafin, flukonazol, dan itrakonazol.10

Dalam hal ini penatalaksanaan yang diberikan sesuai dengan teori yaitu

diberikan pada pasien adalah griseofulvin tab 500 mg 2x1 dan miconazole krim.

Untuk kasus tinea unguium yang melibatkan kuku tangan dapat diberi

terapi oral golongan anti mikotik Allylamine (Terbinafin) dalam dosis 250 mg per

hari selama 6 – 8 minggu, untuk kuku kaki proses pengobatan umumnya 12 – 16

minggu. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa terapi terus-menerus

dengan terbinafin selama 4 bulan tidak efektif bila dibandingkan dengan agen

regimen lainnya. Untuk tinea unguium pada anak-anak, terbinafin, itrakonazol,

dan flukonazol semuanya telah terbukti efektif. Selain itu, menurut Food and Drug

Administration (FDA) menyatakan bahwa terbinafin sering dikaitkan dengan

kejadian lupus eritematosus kutaneus subakut.2 Terbinafin adalah anti mikotik

oral yang paling sering diresepkan pada kasus tinea unguium di USA.2

Berdasarkan US FDA, diperlukan kehati-hatian dalam penggunaan terapi

oral terbinafin. Ke-3 plasebo pada sebuah percobaan klinis, melaporkan adanya

reaksi yang merugikan (insidensi ≥1%) dihubungkan dengan adanya

hepototoksisitas, perubahan hingga kehilangan pengecapan, efek samping

hematologi. Gangguan pengecapan yang dihubungkan dengan terbinafin dapat

12
bersifat berat, karena hasilnya dapat menyebabkan pengurangan intake makanan,

penurunan berat badan, anxietas, dan depresi.Terbinafin oral juga dihubungkan

dengan resiko interaksi obat, yaitu obat-obat yang dimetabolisme oleh enzim

spesifik sitokrom P450 (CYP) yang dihambat oleh terbinafin. Obat-obat tersebut

yaitu beberaapa golongan beta bloker (misalnya metoprolol), antidepresan trisiklik

(misalnya despiramine, imipramine, nortriptytiline), beberapa SSRI (misalnya

paroxetine), dan kodein.9

Untuk terapi topikal, terbinafin krim 1% bersifat fungisida sehingga

bahkan hanya stau pengaplikasian pun sudah bisa menyembuhkan. Terbinafin

menghambat squalen epoxidase pada sel jamur, sehingga kadar squalen

meningkat dan ergosterol yang penting untuk membran sel jamur berkurang.

Perawatan topikal lainnya untuk infeksi dermatofit termasuk imidazol (misalnya

ketokonazol, mikonazol, clotrimazole) dan perawatan yang lebih murah seperti

salep asam benzoat (Whitfield).8,9

Terapi antimikotik oral lainnya yaitu golongan Triazole (Itrakonazol)

umumnya diberikan sebagai dosis/terapi berdenyut (pulse therapy), 200 mg 2 x 1

selama 1 minggu setiap bulan, selama 2 bulan untuk merawat kuku tangan dan 3 –

4 bulan untuk kuku kaki.Flukonazol, pada dosis 150 – 300 mg seminggu sekali

selama 6 – 12 bulan, tampaknya efektif.2

Alasan diberikan sebagai terapi denyut ialah melalui beberapa penelitian

disebutkan konsumsi obat secara terus-menerus dan terapi denyut angka

kesembuhan adalah 66 – 69 %. Itrakonazol berafinitas tinggi terhadap kulit dan

bertahan pada stratum korneum selama 3 – 4 minggu. Obat ini mampu bertahan di

13
kuku selama 6 – 9 bulan sehingga digunakan sebagai terapi denyut.10FDA telah

mengeluarkan sebuah panduan kesehatan untuk mengumumkan resiko serius

terkait penggunaan itrakonazol. FDA menyatakan bahwa itrakonazol dikaitkan

dengan masalah hati yang serius yang dapat menyebabkan kegagalan hati,

kebutuhan untuk transplantasi, dan resiko kematian. Ada resiko kecil tapi nyata

untuk mengalami gagal jantung kongestif terkait penggunaan itrakonazol. Untuk

itu, perlu direkomendasikan tes fungsi hati untuk pasien yang menerima

itrakonazol terus-menerus untuk periode melebihi 1 bulan. Pemantauan diperlukan

untuk rejimen terapi denyut jika pasien memiliki riwayat penyakit hati, memiliki

tes fungsi hati yang abnormal, atau pengembangan tanda/gejala yang

menunjukkan disfungsi hati.2,9

Edukasi yang dapat diberikan pada pasien tinea unguium tersebut yaitu:

1. Kontrol ulang 5 hari kedepan

2. Hindari faktor predisposisi seperti kelembapan yang tinggi, lingkungan yang

basah, dan lain-lain

3. Menjaga kebersihan diri, rutin mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter,

makan makanan yang bergizi, serta istirahat yang cukup,

14
BAB IV

KESIMPULAN

Tinea Unguium (Onikomikosis dermatofitik) adalah istilah yang

digunakan untuk mencakup semua infeksi jamur pada kuku dan termasuk yang

disebabkan oleh dermatofit serta non-dermatofit.1Trichophyton rubrum

menyumbang sebagian besar kasus tinea unguium, namun banyak jamur yang

mungkin bisa menjadi agen penyebabnya. Agen penyebab lainnya meliputi

E.Floccosum dan berbagai jenis jamur Microsporum dan Trichophyton. Mungkin

juga disebabkan oleh ragi dan nondermatophytic lainnya.

Tinea unguium memiliki tiga bentuk klinis, diantaranya: 1) Bentuk

subungual distalis, bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses

ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh.

Kalau proses berjalan terus-menerus, maka permukaan kuku bagian distal akan

hancur dan yang terlihat hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur. 2) Leukonikia

trikofita/leukonikia mikotika, kelainan kuku pada bentuk ini merupakan keputihan

di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur.

Kelainan ini dihubungkan dengan Trichophyton mentagrophytes sebagai

penyebabnya. 3) Bentuk subungual proksimalis, bentuk ini mulai dari pangkal

kuku bagian proksimal terutama menyerang kuku dan membentuk gambaran

klinis yang khas, yaitu terlihat kuku dibagian distal masih utuh, sedangkan bagian

proksimal rusak. Biasanya penderita tinea unguium mempunyai dermatofitosis di

15
tempat lain yang sudah sembuh atau belum. Kuku kaki lebih sering diserang

daripada kuku tangan.

Penatalaksanaan tinea unguium mencakup obat oral, topikal, atau dengan

penggunaan alat. Pengobatan tinea unguium membutuhkan waktu yang panjang

dan kedisiplinan pasien. Secara umum, obat anti mikotik oral lebih baik daripada

topikal, namun memiliki efek samping yang bersifat sistemik dan efek interaksi

obat yang lebih berbahaya. Terapi obat anti mikotik oral diantaranya dengan

menggunakan griseofulvin, ketokonazol, terbinafin, flukonazol, dan itrakonazol.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Berker DD, Higgins CA, Jahoda C, Christiano AM. Biology of Hair and
Nails. In:Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV, et al (eds). Dermatology.
United States: Elsevier, 2012; 1(3):1075-262 p

2. James WD, Berger TG, Elston DM (eds). In: Andrew’s Diseases of the
Skin Clinical Dermatology. United States: Elsevier, 2011; (11):287-97 p

3. Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, et.al
(eds). In: Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. United States:
The McGraw-Hill Companies, 2011; 2(7):1817-18 p

4. Widaty S, Budimulja U. Dermatofitosis. Dalam: Menaldi SLSW, Bramono


K, Indriatmi W (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI, 2016; (7):109-11 p

5. Kurniati, Rosita C. Jurnal Etiopatogenesis Dermatofitosis. Jurnal Berkala


Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2008 Des 3;20: hal:243-50

6. Hay RJ, Moore MK. Mycology. In: Burn T, Breathnach S, Cox N,


Gritfiths C (eds). Rook’s Text Book of Dermatology. United Kingdom:
Wiley-Blackwell, 2009;4(7):311-38 p

7. Gawkrodger DJ, Jones MRA (eds). In: Dermatology An Illustrated Colour


Text. USA: Elsevier, 2011;(5):58-68 p

8. Chowdhury MMU, Katughampola RP, Finlay AY (eds). In: Dermatology


at a Glance. United Kingdom: Wiley-Blackwell, 2013: 42-7 p

9. Zane LT, Chanda S, Coronado Dm Rosso JD. Review Antifungal Agents


for Onychomycosis: New Treatment Strategies to Improve Safety. J
Dermatology Online. 2016 Mar;22(3).1-7 p

10. Sujana KY, Darmada IGK, Rusyati LMM. Terapi Denyut Itrakonazol pada
Kasus Tinea Unguium. Jurnal FK Udayana. 2016.hal:1- 5

17
LAMPIRAN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. IH

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 37 tahun

Tanggal pemeriksaan : 14 Juli 2017

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara langsung kepada pasien pada tanggal 20 Juli

2017 di poli Kulit dan Kelamin RSKD Provinsi.

Alloanamnesis dilakukan kepada keluarga pasien (adik) tanggal 17 Juli

2017 via handphone.

Seorang pasien laki-laki usia 37 tahun datang ke poli Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dengan keluhan gatal

pada kedua kuku-kuku tangan dan kaki sejak 1 tahun yang lalu. Selain gatal,

pasien juga mengeluhkan nyeri dan perih pada kukunya. Menurut keluarga,

mula-mula yang timbul bercak putih pada bagian ujung kuku tangan, lalu

semakin meluas ke bagian pangkal kuku hingga ke kedua tepi kuku. Lama-

kelamaan kuku nampak kuning kecokelatan, berlekuk-lekuk, dan pecah-

pecah. Menurut informasi yang didapatkan dari keluarga, pasien sangat sering

bermain air di rumahnya dalam waktu yang lama dan apabila ia dilarang oleh

keluarganya untuk bermain air, ia sering mengisap kuku-kuku tangannya

dengan air liur agar tetap basah. Pasien pernah mendapatkan pengobatan

berupa salep yang diberikan oleh dokter kulit dan hasilnya mulai membaik

18
tapi kambuh lagi karena kebiasaan pasien yang sering bermain air. Pada

inspeksi, nampak kuku pasien mengalami perubahan warna ke arah kuning

kecoklatan, kerusakan kuku mulai dari ujung hingga pangkal kuku, sebagian

kuku terangkat ke atas disertai adanya selaput keputihan pada kuku. Saat ini,

pasien sedang dirawat di bagian jiwa RSKD Provinsi. Riwayat alergi tidak

ditemukan, Riwayat penyakit sebelumnya tidak ada, dan riwayat keluarga

tidak ada.

C. PEMERIKSAAN FISIS

1. Status Pasien

Keadaan Umum

 Sakit : Moderat

 Kesadaran : Composmentis

 Gizi : Baik

Tanda Vital

 Tensi : Dalam Batas Normal

 Nadi : Dalam Batas Normal

 Pernafasan : Dalam Batas Normal

 Suhu : Dalam Batas Normal

Kepala

 Sklera : Ikterus (-)

 Konjungtivitis : Anemia (-)

 Bibir : Sianosis (-)

19
Jantung : Dalam Batas Normal

Abdomen : Dalam Batas Normal

Ekstremitas : Dalam Batas Normal

Genitalia : Dalam Batas Normal

2. Status Dermatologi

Lokasi : Kedua kuku tangan dan kaki

Efloresensi : Onikolisis, hiperkeratotik

3. Anjuran Pemeriksaan

Pemeriksaan mikroskopis yang telah dilakukan untuk menunjang

diagnosis tinea unguium dengan mengambil serutan kuku dan diperiksa

dengan larutan KOH 10% lalu diamati di bawah mikroskop, sehigga

didapatkan hasil pemeriksaan KOH (+) dengan ditemukan adanya hifa dan

spora.

Gambar 5. Pemeriksaan KOH (+) dengan adanya hifa dan spora

20
21

Anda mungkin juga menyukai