Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN Juli, 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Gangguan Depresi

Oleh :

Wardaningsih, S.Ked

Pembimbing : dr. Theodorus Singara, Sp.KJ (K)

(Dibawakan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Wardaningsih, S.Ked

NIM : 10542 0545 13

Judul Refarat : Gangguan Depresi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Juli 2019

Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN

Depresi merupakan sebuah kontributor yang signifikan yang secara global


menjadi beban bagi dunia dan mempengaruhi seluruh penduduk yang ada di
seluruh dunia. Kebutuhan untuk membatasi dan kondisi gangguan mental lainnya
terus meningkat secara global.
Depresi bisa berdiri sendiri maupun bersamaan dengan penyakit organik.
Depresi akan sulit di diagnosis jika depresi ditemukan bersamaan dengan penyakit
lain. Banyak gangguan medis dan neurologis serta agen farmakologis dapat
menghasilkan gejala depresi. Biasanya pasien datang dengan gangguan depresi
pertama kali pergi ke dokter umum dengan keluhan somatik, mereka mengeluh
gangguan sistem endokrin, gangguan infeksi dan peradangan, serta penyakit
medis lain seperti kanker dan penyakit kardiopulmonal.
Baik depresi yang berdiri sendiri maupun yang bersamaan dengan
penyakit lain harus diobati dengan sungguh-sungguh, karena depresi dapat
mempengaruhi dan memperburuk penyakit organik yang sudah ada. Pemilihan
obat anti depresan yang tepat sangat diperlukan agar mendapatkan efek terapi
yang optimal dan menghindari efek samping yang mungkin timbul.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi

Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai


masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode
depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif
unipolar serta bipolar.
Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia
yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta
termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri.
Depresi adalah penyakit yang menyerang "keseluruhan hidup seseorang",
meliputi seluruh tubuh, suasana perasaan dan pikiran. ia juga mempengaruhi
pola makan dan tidur. Gangguan ini tidak sama dengan seorang yang dalam
keadaan kelelahan atau malas. Seorang yang mengalami gangguan depresi
tidak dapat "menguasai diri" dan keadaaannya untuk dapat kembali pada
keadaannya seperti semula. Tanpa penanganan yang baik maka gejala-gejala
tersebut mengakibatkan terganggunya fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi
penting lainnya dari seseorang dan gejala tersebut berlangsungnya jadi lebih
lama. Penatalaksanaan yang sesuai dapat menolong seseorang yang
mengalami depresi untuk cepat kembali seperti semula lebih baik. Definisi
gangguan depresi adalah gangguan mental yang dikarakteristikan dengan rasa
sedih yang dalam dan berkepanjangan. Penderita hilang minat (interest) pada
sesuatu yang sebelumnya menyenangkan baginya. Biasanya disertai dengan
perubahanperubahan lain pada dirinya misalnya berkurangnya energi, mudah
lelah dan berkurangnya aktivitas, konsentrasi dan perhatian yang berkurang,
harga diri dan kepercayaan diri yang berkurang, rasa bersalah dan tidak
berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau
perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, dan nafsu
makan berkurang.

B. Epidemiologi

Gangguan depresi berat adalah suatu gangguan yang sering terjadi,


dengan prevalensi seumur hidup kira-kira 15 % dan kemungkinan sekitar
20%-25 % terjadi pada wanita dan 10%-12% pada laki-laki. Terlepas dari
kultur atau negara, prevalensi gangguan depresi berat dua kali lebih besar
pada wanita dibandingkan laki-laki. Rata-rata usia onset untuk gangguan
depresi berat kira-kira 40 tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset
antara 20 dan 50 tahun.
Beberapa data epidemiologi baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi
gangguan depresi berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia
kurang dari 20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, mungkin berhubungan
dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat-zat lain pada kelompok
usia tersebut. Pada umumnya gangguan depresi berat terjadi paling sering
pada orang tua yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau
berpisah.

C. Klasifikasi Depresi

1. Klasifikasi Depresi (i)

Tiga tipe utama gangguan depresi – depresi mayor, gangguan


depresi persisten atau terus menerus, dan gangguan bipolar- dapat terjadi
dengan gangguan cemas apapun.
a. Depresi Mayor meliputi setidaknya lima dari gejala-gejala berikut
selama periode 2 minggu. Salah satu episode akan mengganggu
kemampuan untuk bekerja, belajar,makan dan tidur. Episode depresi
mayor dapat terjadi satu atau dua kali sepanjang hidup, atau cukup
sering rekuren. Episode-episode ini biasanya datang secara spontan,
selama atau setelah kematian seseorang yang dicintai, putus cinta,
terserang penyakit, atau kejadian lainnya. Beberapa orang dengan
depresi mayor dapat merasakan bahwa sudah tidak pantas lagi untuk
hidup dan beberapa akan mencoba untuk mengakhiri hidupnya.
b. Gangguan depresi persisten, atau PDD (Persistent Depressive
Disorder), sebelumnya disebut sebagai distimia merupakan sebuah
bentuk dari depresi yang biasanya berlangsung sekurang-kurangnya
dua tahun. Walaupun gangguan depresi persisten tidak separah
depresi mayor, gangguan depresi ini meliputi gejala-gejala yang
sama dengan depresi mayor, sebagian besar kurang energi, hilang
nafsu makan, atau nafsu makan yang berlebih, dan insomnia atau
selalu ingin tidur. Hal ini dapat dimanifestasikan dalam bentuk
stress, labil, dan anhedonia sedang, yang merupakan
ketidakmampuan untuk memperoleh kebahagian dari sebagian besar
aktivitas. Orang-orang dengan PDD kemungkinan bisa dipikirkan
sebagai orang-orang yang selalu melihan gelas setengah kosong.
c. Gangguan bipolar, pernah juga disebut sebagai mania-depresi,
dikarakteristikkan dengan sebuah siklus mood dari mania atau
hipomania menjadi depresi. Selama fase mania, seseorang
kemungkinan mengalami kegembiraan yang abnormal atau
berlebihan, labil, kebutuhan untuk tidur yang menurut, gagasan
muluk, hiperitmia, pikiran yang kejar-kejaran, nafsu seksuak yang
meningkat, energi yang meningkat, dan perilaku sosial yang tidak
sesuai. Selama fase depresi,seseorang mengalami gejala yang sama
sebagaimana seseorang yang menderita depresi mayor. Perubahan
mood atau mood swing dari mania menjadi depresi seringkali
bertahap, walaupun dapat terjadi secara tiba-tiba.
2. Klasifikasi Depresi (ii)

Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di
bawah ini: ringan, sedang dan berat, individu biasanya menderita suasana
perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minatdan kegembiraan, dan
berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
dan berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah yang nyata sesudah
kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah :
o Konsentrasi dan perhatian berkurang
o Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
o Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada
episode tipe ringan sekalipun)
o Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
o Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
o Tidur terganggu
o Nafsu makan berkurang
Suasana perasaan (mood) yang menurun itu berubah sedikit dari
hari ke hari, dan sering kali tak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya,
namun dapat memperlihatkan variasi diurnal yang khas seiring
berlalunya waktu. Sebagaimana pada episode manik, gambaran klinisnya
juga menunjukkan variasi individual yang mencolok, dan gambaran tak
khas adalah lumrah, terutama di masa remaja. Pada beberapa kasus,
anxietas, kegelisahan dan agitasi motorik mungkin pada waktu-waktu
tertentu lebih menonjol daripada depresinya, dan perubahan suasana
perasaan (mood) mungkin juga terselubung oleh cirri tambahan seperti
iritabilitas, minum alkohol berlebih, perilaku histrionik, dan eksaserbasi
gejala fobik atau obsesif yang sudah ada sebelumnya, atau oleh
preokupasi hipokondrik. Untuk episode depresif dari ketiga-tiganya
tingkat keparahan, biasanya diperlukan masa sekurang-kurangnya 2
minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek
dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Beberapa di antara gejala tersebut di atas mungkin mencolok dan
memperkembangkan cirri khas yang dipandang secara luas mempunyai
makna klinis khusus. Contoh paling khas dari gejala somatik ialah
kehilangan minat atau kesenangan pada kegiatan yang biasanya dapat
dinikmati, tiadanya reaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa
yang biasanya menyenangkan, bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih
daripada biasanya, depresi yang lebih parah pada pagi hari, bukti objektif
dari retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata (disebutkan atau
dilaporkan oleh orang lain), kehilangan nafsu makan secara mencolok,
penurunan berat badan (sering ditentukan sebagai 5% atau lebih dari
berat badan bulan terakhir), kehilangan libido secara mencolok.
Biasanya, sindrom somatik ini hanya dianggapp ada apabila sekitar
empat dari gejala itu pasti dijumpai.
F32.0 Episode depresif ringan

Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan


kesenangan, dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala
depresi yang paling khas; sekurang-kurangnya dua dari ini, ditambah
sekurang-kurangnya dua gejala lazim di atas harus ada untuk menegakkan
diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya. Lamanya
seluruh episode berlansung ialah sekurang- kurangnya sekitar 2 minggu .

Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah


tentang gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan
biasa dan kegiatan social, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi
sama sekali.

F32.1 Episode depresif sedang

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling khas yang


ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah sekurang-kurangnya
tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya.Beberapa gejala mungkin tampil
amat menyolok, namun ini tidak esensial apabila secara keseluruhan ada
cukup banyak variasi gejalanya. Lamanya seluruh episode berlangsung
minimal sekitar 2 minggu.

Individu dengan episode depresif taraf; sedang biasanya menghadapi


kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan
rumah tangga.

F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan


ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi
merupakan ciri terkemuka. Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak
berguna mungkin mencolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata
terutama pada beberapa kasus berat.
Anggapan di sini ialah bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada
episode depresif berat. Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk
episode depresif ringan dan sedang harus ada, ditambah sekurang-
kurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat. Namun, apabila gejala penting (misalnya agitasi atau
retardasi) menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
utnuk melaporkan banyak gejalanya secara terinci. Dalam hal
demikian,penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih
dapat dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan
beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan
diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.

Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin penderita akan


mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga,
kecuali pada taraf yang sangat terbatas. Kategori ini hendaknya digunakan
hanya untuk episode depresif berat tunggal tanpa gejala psikotik; untuk
episode selanjutnya, harus digunakan subkategori dari gangguan depresif
berulang.

F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2


terssebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya
biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina
atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi
psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham
atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan
suasana perasaan (mood).
F32.8 Episode depresif lainnya

Episode yang termasuk di sini adalah yang tidak sesuai dengan


gambaran yang diberikan untuk episode deprresif pada F32.0- F32.3,
meskipun kesan diagnostik menyeluruh menunjukkan sifatnya sebagai
depresi. Contohnya termasuk campuran gejala depresif (khususnya jenis
somatik) yang berfluktuasi dengan gejala non diagnostik seperti ketegangan,
keresahan dan penderitaan; dan campuran gejala depresif somatik dengan
nyeri atau keletihan menetap yang bukan akibat penyebab organik (seperti
yang kadang- kadang terlihat pada pelayanan rumah sakit umum).

F32.9 Episode depresif YTT

F33 Gangguan Depresif Berulang

 Gangguan ini bersifat dengan episode berulang dari :

1. Episode depresi ringan

2. Episode depresi sedang

3. Episode depresi berat

 Episode masing-masing rata-rata lamanya 6 bulan, akan tetapi

frekuensi lebih jarang dibanding gangguan bipolar.

 Tanpa adanya riwayat episode tersendiri dari peninggian afek dan

hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2)

 Namun kriteria ini tetap digunakan jika ternyata ada episode singkat

dari peninggian afek dari hiperaktivitas ringan ynag memenuhi kriteria

hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode depresi (kadang-

kadang tamppaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi)


 Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun

sebagian pasien mungkin mendapatkan depresi yang akhirnya

menetap terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini kategori ini

harus tetap digunakan)

 Episode masing-masing dalam berbagai tingkat keparahan seringkali

dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma

mental lainnya (adanya stres tidak esensial untuk penegakan

diagnosis)

D. Kriteria Diagnostik

Seperti pada DSM-III-R, DSM-IV menuliskan kriteria diagnostik untuk


gangguan depresi berat dengan gejala psikotik secara terpisah dari kriteria
diagnostik untuk diagnosis berhubungan dengan depresi. Dan juga
menuliskan deskriptor keparahan untuk episode depresif berat.
Adanya gejala psikotik dalam gangguan depresi berat mencerminkan
penyakit yang parah dan merupakan indikator prognostik yang buruk. Faktor
berikut ini telah dihubungkan dengan prognosis yang buruk : durasi episode
yang lama, disosiasi temporal antara gangguan mood dan gejala psikotik, dan
riwayat penyesuaian sosial pramorbid yang buruk. Pasien dengan gangguan
depresi berat dengan gejala psikotik hampir selalu memerlukan obat
antipsikotik disamping antidepresan atau mungkin memerlukan terapi
elektrokonvulsif (ECT) untuk mendapatkan perbaikan klinis.
Berikut kriteria diagnosis gangguan depresi berat yang disertai gejala
psikotik menurut DSMIV

KRITERIA DIAGNOSIS GANGGUAN DEPRESI BERAT MENURUT


DSM IV
1. Adanya 5 atau lebih gejala-gejala berikut yang telah berlangsung dalam 2
minggu yang sama dan mewakili perubahan dari fungsi sebelumnya.
Sekurangnya satu dari gejala dimana salah satunya adalah mood depresif
atau kehilangan minat atau rasa senang.
Catatan : jangan memasukan gejala-gejala yang jelas karena kondisi
medis umum atau waham dan atau halusinasi tidak serasi mood.
o Mood depresi berlangsung sepanjang hari pada hampir setiap hari
sebagaimana dikeluhkan secara subjektif (merasa sedih atau hampa)
atau pengamatan yang dilakukan orang lain (misalnya terlihat
sedih).Catatan: pada anak dan remaja dapat berupa mood yang
mudah tersinggung.
o Kehilangan minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau
hampir semua aktifitas sepanjang hari hampir setiap hari (seperti
yang ditunjukkan oleh keterangan subjektif atau pengamatan yang
dilakukan orang lain).
o Penurunan berat badan yang bermakna tanpa diet atau peningkatan
berat badan ( perubahan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan)
atau peningkatan atau penurunan nafsu makan hampir setiap hari.
Catatan: pada anak terjadi kegagalan mencapai berat badan yang
diharapkan.
o Insomnia atau hipersomnia pada hampir setiap harinya.
o agitasi atau retardasi psikomotor pada hampir tiap hari (dapat dilihat
oleh orang lain, tidak semata-mata perasaan subjektif adanya
kegelisahan atau menjadi lamban).
o kelelahan atau kehilangan tenaga pada hampir setiap harinya.
o perasaan tidak berharga atau rasa bersalah berlebihan atau tidak tepat
(mungkin bersifat waham) pada hampir setiap harinya (tidak semata-
mata mencela diri sendiri atau menyalahkan karena sakit).
o Kehilangan kemampuan berpikir atau memusatkan perhatian atau
membuat keputusan pada hampir setiap harinya (baik oleh
keterangan subjektif atau menurut pengamatan orang lain).
o pikiran yang berulang tentang kematian ( bukan hanya perasaan
takut mati) bunuh diri tanpa perencanaan atau usaha bunuh diri atau
adanya rencana spesifik mengakhiri hidup.
2. Gejala-gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
3. Gejala-gejala menyebabkab penderitaaan yang bermakna klinis atau
hambatan.
4. sosial,pekerjaan atau fungsi penting kehidupan lainnya.
5. Gejala-gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat
(medikasi,penyalahgunaan obat) atau kondisi medis umum (misalnya
hipotiroid).
6. Gejala tidak lebih baik diterangkan oleh dukacita (misalnya kematian
seseorang yg dicintai), atau menetap lebih dari 2 bulan, atau ditandai oleh
gangguan ungsional yang jelas, preokupasi morbid dengan rasa tidak
berharga,ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.

KRITERIA UNTUK PENENTU KEPARAHAN/PSIKOTIK/REMISI


UNTUK EPISODE DEPRESI BERAT MENURUT DSM IV

Ringan : Beberapa, jika ada, gejala yang melebihi dari yang diperlukan untuk
membuat diagnosis dan gejala menyebabkan hanya gangguan ringan dalam
fungsi pekerjaan atau dalam aktivitas sosial yang biasanya atau hubungan
dengan orang lain.
Sedang : Gejala atau gangguan fungsional berada diantara “ringan” dan
“parah”
Parah tanpa ciri psikotik : Beberapa gejala adalah melebihi dari yang
diperlukan untuk membuat diagnosis, dan gejala dengan jelas mengganggu
fungsi pekerjaan atau aktivitas sosial yang biasanya atau hubungan dengan
orang lain.
Dengan ciri psikotik : Waham atau halusinasi. Jika mungkin sebutkan
apakah ciri psikotik adalah sejalan dengan mood atau tidak sejalan dengan
mood.
- Ciri psikotik sejalan dengan mood : Waham atau halusinasi yang isi
keseluruhannya adalah konsisten dengan tema depresif tipikal tentang
ketidakberdayaan pribadi, rasa bersalah, penyakit, kematian, nihilisme,
atau hukuman yang layak diterima.
- Ciri psikotik yang tidak sejalan dengan mood : Waham atau
halusinasi yang isinya tidak memiliki tema depresif tipikal tentang
ketidakberdayaan pribadim rasa bersalah, penyakit, kematian, nihilisme,
atau hukuman yang layak diterima. Termasuk disini adalah gejala
tertentu seperti waham kejar (tidak secara langsung berhubungan dengan
tema depresif), sisip pikiranm siar pikiran, waham dikendalikan.

E. Penatalaksanaan

Bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf hebatnya
gejala depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan
dengan bijkasana dan penderita sering merasa lega bila ia dapat
mengeluarkan pikiran-pikiran bunuh diri kepada orang yang memahami
masalahnya, tetapi pada beberapa penderita ada yang tidak memberitahukan
keinginan bunuh dirinya kepada pemeriksa karena takut di cegah. Bila sering
terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita
dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi elektrokonvulsi di samping
psikoterapi dan obat anti depresan.
Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi
psikoterapi dan farmakoterapi adalah pengobatan yang paling efektif untuk
gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu terapi
kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti tentang
manfaatnya di dalam pengobatan gangguan depresi berat.
Terapi Fisik dan Terapi Perubahan Perilaku
 Electro Convulsive Therapy (ECT)
ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode
terapi semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau
mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat
antidepresan kurang baik. Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT
menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri
dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek.
Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa
kondisi tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan
pada keadaan:
- Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )
- Masih sekolah atau kuliah
- Mempunyai riwayat kejang
- Psikosis kronik
- Kondisi fisik kurang baik
- Wanita hamil dan menyusui
Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada : penderita yang menderita
epilepsi, TBC milier, tekanan tinggi intra kracial dan kelainan infark
jantung. Depresif berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh,
ketidaktahuan, pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak
nyaman dengan efek samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan
yang paling efektif dan efek samping kecil. Terapi perubahan perilaku
meliputi penghapusan perilaku yang mendorong terjadinya depresi dan
pembiasaan perilaku baru yang lebih sehat. Berbagai metode dapat
dilakukan seperti CBT (Cognitive Behaviour Therapy) yang biasanya
dilakukan oleh konselor, psikolog dan psikiater.
 Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan
atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan
psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan
pembentukan hubungan profesional antar terapis dengan penderita.
Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara
individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan
psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan
memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme. Dalam
pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi
oleh penilaian dari dokter atau penderitanya.

Terapi Farmakologi
Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan
kepada penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesuai dengan
perjalanan gangguan depresif:
- Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala
- Fase kelanjutan untuk mencegah relaps
- Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren
Penggolongan Antidepresan
1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)
Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik :
a) Imipramin
Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai
maksimum 250-300 mg sehari.
b) Klomipramin
Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan
maksimum dosis 250 mg sehari.
c) Amitriptilin
Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis
maksimum 150-300 mg sehari.
d) Lithium karbonat
Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau
sebelum tidur malam.
2. Antidepresan Generasi ke-2
Mekanisme kerja :
- SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini
menghambat resorpsi dari serotonin.
- NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-
obat ini tidak berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari
serotonin dan noradrenalin.
- Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini lebih efektif
daripada SSRI.
Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2
a) Fluoxetin
Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80
mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi.
b) Sertralin
Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200
mg/hr.
c) Citalopram
Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
d) Fluvoxamine
Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada
malam hari, maksimum dosis 300 mg.
e) Mianserin
Dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/
hari
f) Mirtazapin
Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.
g) Venlafaxine
Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi
150-250 mg 1x/hari.
3. Antidepresan MAO
Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor,
MAOI)
Farmakologi
Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang
terdistribusi luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin
biogenik, seperti norepinefrin, epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI
menghambat sistem enzim ini, sehingga menyebabkan peningkatan
konsentrasi amin endogen. Ada dua tipe MAO yang telah
teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B. Kedua enzim ini memiliki
substrat yang berbeda serta perbedaan dalam sensitivitas terhadap
inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas deaminasi
epinefrin, norepinefrin, dan serotonin, sedangkan MAO-B
memetabolisme benzilamin dan fenetilamin. Dopamin dan tiramin
dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada jaringan syaraf, sistem
enzim ini mengatur dekomposisi metabolik katekolamin dan
serotonin. MAOI hepatic menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi
atau yang masuk melalui saluran cerna ke dalam sirkulasi portal
(misalnya tiramin). Semua MAOI nonselektif yang digunakan
sebagai antidepresan merupakan inhibitor ireversibel, sehingga
dibutuhkan sampai 2 minggu untuk mengembalikan metabolism amin
normal setelah penghentian obat. Hasil studi juga mengindikasikan
bahwa terapi MAOI kronik menyebabkan penurunan jumlah reseptor
(down regulation) adrenergic dan serotoninergik.
Farmakokinetik
Absorpsi/distribusi – Informasi mengenai farmakokinetik MAOI
terbatas. MAOI tampaknya terabsorpsi baik setelah pemberian oral.
Kadar puncak tranilsipromin dan fenelzin mencapai kadar puncaknya
masing-masing dalam 2 dan 3 jam. Tetapi, inhibisi MAO maksimal
terjadi dalam 5 sampai 10 hari. Metabolisme/ekskresi – metabolisme
MAOI dari kelompok hidrazin (fenelzin, isokarboksazid)
diperkirakan menghasilkan metabolit aktif. Inaktivasi terjadi terutama
melalui asetilasi. Efek klinik fenelzin dapat berlanjut sampai 2
minggu setelah penghentian terapi. Setelah penghentian
tranilsipromin, aktivitas MAO kembali dalam 3 sampai 5 hari (dapat
sampai 10 Hari). Fenelzin dan isokarboksazid dieksresi melalui urin
sebagian besar dalam bentuk metabolitnya. Populasi khusus –
“asetilator lambat”: Asetilasi lambat dari MAOI hidrazin dapat
memperhebat efek setelah pemberian dosis standar
Indikasi
Depresi: Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan
depresi atipikal (eksogen) dan pada beberapa penderita yang tidak
berespon terhadap terapi antidpresif lainnya. MAOI jarang dipakai
sebagai obat pilihan.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap senyawa ini; feokromositoma; gagal jantung
kongestif; riwayat penyakit liver atau fungsi liver abnormal;
gangguan ginjal parah; gangguan serebrovaskular; penyakit
kardiovaskular; hipertensi; riwayat sakit kepala; pemberian bersama
dengan MAOI lainnya; senyawa yang terkait dibenzazepin termasuk
antidepresan trisiklik, karbamazepin, dan siklobenzaprin; bupropion;
SRRI; buspiron; simpatomimetik; meperidin; dekstrometorfan;
senyawa anestetik; depresan SSP; antihipertensif; kafein; keju atau
makanan lain dengan kandungan tiramin tinggi.
F. Diferential Diagnosis
1. Gangguan afektif bipolar, episode kini depresi ringan atau sedang
 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode deresif
ringan atau pun sedang
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lalu.
2. Gangguan afektif bipolar, episode kini depresi berat tanpa gejala psikotik
 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat tanpa gejala psikotik
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lalu.
3. Gangguan afektif bipolar, episode kini depresi berat dengan gejala psikotik
 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat dengan gejala psikotik
 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lalu.
4. Skizofrenia
Gejala Negatif ( Negative Symptom ) : Berupa pengurangan atau
kehilangan dari fungsi normal
 Ekspresi afektif yang datar
 Alogia ( kemiskinan pembicaraan )
 Avolition ( ketidakmampuan memulai dan mempertahankan aktivitas
yang bertujuan )
 Anhedonia
 Bloking
 Penarikan sosial
 Defisit kognitif
 Defisit perhatian
 Ketidakmampuan merawat diri
5. Siklotimik
Ditandai dengan adanya episode hipomania dan episode depresi
ringan. Gejala yang lebih lebih atau kurang konstan selama 2 tahun
Perubahan mood berlangsung dalam beberapa jam, mendadak, dan tidak
teratur. Pasien merasa mood mereka diluar kendali.
6. Distemik
Depresi yang berlangsung sangat lama atau jarang sekali atau
cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan depresif berulang ringan
atau sedang.Adanya mood terdepresi sekurang – kurangnya 2 tahun. Tidak
memiliki gejala yang sangat menuju depresi berat, tidak memiliki episode
manik dan hipomanik. Tidak memiliki gejala psikotik
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan depresi berat merupakan suatu masa terganggunya fungsi


manusia yang berkaitan dengan perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada psikomotor, kemampuan kognitif, pembicaraan dan
fungsi vegetatif.
Untuk menegakkan diagnosis gangguan depresi berat, PPDGJ III mensyarati
harus didapati tiga gejala utama gangguan depresi dan minimal empat gejala
lainnya dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat. Pada gangguan
depresi yang sering terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka
sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi
elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti depresan.
Pemberian anti depresan diberikan melalui tahapan-tahapan, yaitu dosis
initial, titrasi, stabilisasi, maintenance dan dosis tapering. Dimana dosis dan lama
pemberiannya berbedabeda. Kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah
pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi berat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiguna, I Made. 2010. Gangguan Mood. Dalam : Kaplan – Sadock. Sinopsis


Psikiatri. Jilid I. Tangerang : Binarupa Aksara.
2. Maslim. R: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia, edisi 3, Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI,
Jakarta, 2002.
3. M Ismail, Irawati R dan Siste, Kristiana. 2013. Gangguan Depresi : Buku
Ajar Psikiatri UI. Edisi kedua. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
4. W.F . Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran jiwa, Universitas Airlangga, 1980
5. Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.
6. Elvira S. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : FKUI.
7. Kaplan & Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC.
8. Halverson,Jerry. Depression.30 Maret 2016
http://emedicine.medscape.com/article/286759-overview
9. Belmaker.Major Depressive Disorder. 30 Maret 2016.
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra073096
10. WHO. Depression. 28 Maret 2016.
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs369/en/
11. WebMD. Symptoms of Depression.28 Maret 2016
http://www.webmd.com/depression/
12. Mind. Understanding Depression.28 Maret2016.
https://www.mind.org.uk/media/42904/understanding_depression_2012.pdf.

13. Tomb David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC

14. National Institute of Mental Health. What You Need To Know: Depression.

28 Maret 2016. http://www.nimh.nih.gov/health/publications/depression-

what-you-need-to-know-12-2015/index.shtml

Anda mungkin juga menyukai