Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN November, 2018

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

DENGUE HAEMORHAGIC FEVER GRADE II

Oleh :

Nama : Wardaningsih

Nim : 10542 0545 13

Pembimbing : dr. Hj. Nirwana Loddo Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2018
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Wardaningsih

NIM : 10542 0545 13

Judul Laporan Kasus : Dengue Haemorhagic Fever Grade II

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, November 2018

Pembimbing

dr. Hj. Nirwana Loddo,Sp.A


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW.

Laporan Kasus berjudul “Demam Haemoragic fever” ini dapat terselesaikan


dengan baik dan tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Secara
khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada
dr. Hj. Nirwana Loddo, Sp.A selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan
koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini belum sempurna


adanya dan memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat
kepada semua orang.

Makassar, November 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Khairul Ikhwan


Usia : 4 Tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl.Barukang Utara no.14/6
Masa perawatan : 7 September 2018 - 14 september 2018
No. Rekam Medik : 628363
Dokter Anak : dr. Hj. Nirwana Loddo, Sp.A
Nama RS : Rumah Sakit Tingkat II Pelamonia

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Demam


Anamnesis Terpimpin
Seorang anak laki-laki umur 4 tahun 9 bulan masuk rumah sakit diantar oleh
orang tuanya dengan demam tinggi yang dialami sejak 3 hari yang lalu,
demam terus menerus namun meningkat pada pada malam hari, menggigil
(+). Disertai batuk (+), lendir (+), flu (+), nyeri kepala (-), mual (-), muntah
(+) frekuensi 1x dirumah, mimisan (-), sakit perut (-), nafsu makan: kurang,
selera minum: baik, BAB: belum BAB sejak 2 hari yang lalu, BAK: lancar.
Riwayat Penyakit Sebelumnya : Campak
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga : Riwayat sakit dengan gejala yang
sama disangkal
Status Imunisasi

Belum Tidak
Imunisasi 1 2 3 4
Pernah Tahu
BCG √
HEP B √ √ √ √
POLIO √ √ √ √
DPT √ √ √ √
HPV √
CAMPAK √
PCV √ √ √ √
INFLUENZA √
MMR √
TIFOID √
HEP A √
VARISELLA √
LAIN LAIN √

C. PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan umum

Sakit sedang / gizi baik / compos mentis ( E4M6V5 )

Tanda vital

TD : 100/70 mmHg
Nadi : 90 x / menit
RR : 28 x /menit
Suhu : 36,5 oC

Status Generalisata

1. Pemeriksaan kepala dan leher


Kepala :
- Rambut : hitam, tidak mudah tercabut
- Bentuk : Mesocephal
- Ukuran : Normocephal
- Ubun ubun besar : Menutup (+)
- Muka : Dismorfik (-)

Mata : cekung (-) anemis ( -/- ) ikterus ( - /- )


Telinga : Otorhea (-)
Hidung : Rinorhea (-)
Bibir : Kering (-) Pucat (-) Sianosis (-)
Mulut :
- Gigi : Caries (-)
- Lidah : kotor (+)
- Sel mulut : Stomatitis (-) angular chelitis (-)
Tenggorok : hiperemis (-)
- Tonsil : dalam batas normal
- Faring : dalam batas normal
Leher :
- Kaku kuduk : (-)
- Kelenjar limfa : Limfadenopati : (-)

2. Pemeriksaan thoraks
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : masa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi
 paru kiri : sonor
 paru kanan : sonor
 batas paru hepar : ICS IV dekstra
 batas paru belakang kanan : CV Th VIII dekstra
 batas paru belakang kiri : CV Th IX sinistra
Auskultasi : Ronkhi ( -/- ), wheezing ( -/- )
3. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : apeks jantung tidak tampak
Palpasi : apeks jantung tidak teraba
Perkusi :
- batas kanan atas : ICS II linea parastrenalis dextra
- batas kiri atas : ICS II linea parastrenalis sinistra
- batas kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dextra
- batas kiri bawah : ICS IV linea midclavicula
Auskultasi : bunyi jantung S I/II regular, murmur ( - )

4. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
Palpasi : nyeri tekan (-), tidak teraba massa tumor. Hepar
dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani (-), ascites (-)

5. Pemeriksaan ekstremitas
Akral dingin : -/-
Edema : -/-
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksan
Darah Rutin HASIL NILAI RUJUKAN

WBC 9.25 x 103 /uL 5.00 x 103 /uL - 17.50 x 103 /uL

RBC 3.93 x 106 /uL 3.40 x 106 /uL - 5.20 x 106 /uL

HGB 10.7 g/dL 9.6 g/Dl - 15.6 g/dL

HCT 30.9 % ↓ 34.0 % - 48 %

MCV 78.6 Fl 76 fL - 94 fL

MCH 27.2 pg 23.0 pg - 31 pg


MCHC 34.6 g/dL 32.0 g/dL - 36 g/dL
PLT 211 x 103/uL 150 x 103 / uL - 450 x 103 / uL
LED 48 mm L (0 - 10) P (0 – 20 )

Tes Remple Leede : positif

Hasil Rujukan
14 >10

E. DIAGNOSA

Dengue Hemoragic Fever Grade II

F. DIAGNOSA BANDING

1. Morbili
2. Trombositopenia

G. PENATALAKSANAAN
 Bed Rest
 IVFD RL 18 tpm
 Sanmol 150 mg 3 x ½ cth
 Little U 1x1
 Ceftriaxone 500 mg / 12 jam

H. PROGNOSIS

Qua Ad Functionam : Dubia ad bonam


Qua Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Qua Ad Vitam : Dubia ad bonam

I. FOLLOW UP

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT PENATALAKSANAAN


08/09/ 2018 S : Demam (+) naik-turun, demam P:
meningkat pada malam hari, - IVFD RL 18 tmp
menggigil (+), batuk (+), lendir - Sanmol 150 mg (3x1½
(+), mual (-), muntah (+) frekuensi cth)
1x tadi pagi, sesak (-), nyeri perut - Little U 1x1
(-) - Domperidone 3 x ½ cth
Nafsu makan : kurang (kp)
Selera minum : baik - Ceftriaxone 500 mg/12 j/
BAB : Belum BAB 3 hari IV
BAK : Lancar - Cetrizine syr 1x1 cth
- Salisil talk
O : SS/GC/CM - Vit.A 200.000 1X1
 TD : 100/60 mmHg
 HR : 82 x/menit
 RR : 25 x/menit
 T : 36,9 °C
 BB : 15 kg
 Kepala : Hitam. Tidak
mudah tercabut
 Wajah : Dismorfik (-)
 Mata : Cekung (-)
 Mulut : stomatitis (-), Lidah
kotor (-)
 Paru: BV, Wheezing (-),
Ronkhi (-).
 Cardiovascular : Bunyi
Jantung I/II, Murni Reguler,
Bising (-).
 Abdomen : Bunyi Peristaltik
(+) Kesan Normal.
 Kulit : Turgor baik, petekie
(+)
 Ekstremitas : DBN

A : DHF

09/09/2019 S : Demam (+) kalau malam hari, P:


menggigil (-),batuk (+), mual (-), - IVFD RL 18 tmp
muntah (-), sesak (-), nyeri perut - Sanmol 150 mg (3x1½
(-) cth)
Nafsu makan : kurang - Little U 1x1
Selera minum : baik - Domperidone 3 x ½ cth
BAB: Belum BAB 4 hari (kp)
BAK : Lancar - Ceftriaxone 500 mg/12 j/
IV
O : SS/GC/CM
- Cetrizine syr 1x1 cth
 TD: 100/60 mmHg - Salisil talk
 HR: 81 x/menit
 RR: 26 x/menit - Vit.A 200.000 1X1
 T : 36.7 °C
Laboratorium:
 BB: 15 kg
- kontrol darah rutin
 Kepala : Hitam. Tidak mudah - tes anti dengue
tercabut
 Wajah : Dismorfik (-)
 Mata : Cekung (-)
 Mulut : Stomatitis (+), Lidah
kotor (-)
 Paru: BV, Wheezing (-),
Ronkhi (-).
 Cardiovascular : Bunyi
Jantung I/II, Murni Reguler,
Bising (-).
 Abdomen : Bunyi Peristaltik
(+) Kesan Normal.
 Kulit : Petekie (+), Turgor
baik
 Ekstremitas : DBN

Lab :
Darah Rutin :
 WBC 3.55 x 103 / uL
 RBC 3.93 x 106 / uL
 HGB 10.7 g/dL
 HCT 32 %
 MCV 81.4 fL
 MCH 28.5 pg
 MCHC 34,4 g/dL
 PLT 129 x 103 / ul ↓
 LED 30 mm

Tes Anti Dengue :

Tes Anti 10/09/2018


Dengue
IgG Reaktif
IgM Non Reaktif

A : DHF

10/09/2018 S : Demam (+), menggigil P:


(-), batuk (+) ,lendir (-), mual (-), - IVFD RL 18 tmp
muntah (-), sesak (-), nyeri perut - Sanmol 150 mg (3 x 1½
(-) cth)
Nafsu makan : kurang - Little U 1x1
Selera minum : baik - Domperidone 3 x ½ cth
BAB: Belum BAB 5 hari (kp)
BAK : Lancar - Ceftriaxone 500 mg/12 j/
IV
O : SS/GC/CM - Cetrizine syr 1x1 cth

 TD: 90/60 mmHg - Salisil talk

 HR: 81 x/menit
 RR: 28 x/menit
 T : 38,9 °C
 BB: 15 kg

 Kepala : Hitam. Tidak mudah


tercabut
 Wajah : Dismorfik (-)
 Mata : Cekung (-)
 Mulut : Stomatitis (+) Lidah
kotor (-)
 Paru: BV, Wheezing (-),
Ronkhi (-).
 Cardiovascular : Bunyi
Jantung I/II, Murni Reguler,
Bising (-).
 Abdomen : Bunyi Peristaltik
(+) Kesan Normal.
 Kulit : Petekie (+), Turgor
baik
 Ekstremitas : DBN

A : DHF Grade II

11/09/18 S : Demam (+), menggigil P:


(-), batuk (+), lendir (-), mual (-), - IVFD RL 18 tmp
muntah (-), sesak (-), nyeri perut - Sanmol 150 mg ( 3x 1½
(-) cth)
Nafsu makan : kurang - Little U 1x1
Selera minum : baik - Domperidone 3 x ½ cth
BAB: Lancar (kp)
BAK : Lancar - Ceftriaxone 500 mg/12 j/
IV
O : SS/GC/CM - Cetrizine syr 1x1 cth
 TD: 70/40 mmHg - Salisil talk
 HR: 96x/menit
 RR: 26 x/menit
 T : 37,2 °C
 BB : 15 kg

 Kepala : Hitam. Tidak mudah


tercabut
 Wajah : Dismorfik (-)
 Mata : Cekung (-)
 Mulut : Stomatitis (+), Lidah
kotor (-)
 Paru: BV, Wheezing (-),
Ronkhi (-).
 Cardiovascular : Bunyi
Jantung I/II, Murni Reguler,
Bising (-).
 Abdomen : Bunyi Peristaltik
(+) Kesan Normal.
 Kulit : Turgor baik
 Ekstremitas : DBN

A : DHF Grade II

12/09/2018 S : Lemas (+), perut kembung (+), P:


nyeri perut(--), demam (-), batuk (-), - IVFD RL 18 tmp
mual (-), muntah (-) - Sanmol 150 mg (3x1 ½
Nafsu makan : kurang cth)
Selera minum : baik - Little U 1x1
BAB: frekuensi 1x konsistensi padat - Domperidone 3 x ½ cth
BAK : Lancar (kp)
- Ceftriaxone 500 mg/12 j/
O : SS/GC/CM IV
 TD: 90/60 mmHg - Cetrizine syr 1x1 cth

 HR: 90x/menit - Salisil talk

 RR: 24 x/menit
 T : 36 °C
 BB : 15 kg

 Kepala : Hitam. Tidak mudah


tercabut
 Wajah : Dismorfik (-)
 Mata : Cekung (-)
 Mulut : Lidah kotor (-)
 Paru: BV, Wheezing (-),
Ronkhi (-).
 Cardiovascular : Bunyi
Jantung I/II, Murni Reguler,
Bising (-).
 Abdomen : Bunyi Peristaltik
(+) Kesan Normal,
meteorismus (+)
 Kulit : Turgor baik, petekie (+)
 Ekstremitas : DBN

Lab :
Darah Rutin :
 WBC 8.88 x 103 / uL
 RBC 4.45 x 106 / uL
 HGB 12.0 g/dL
 HCT 35.2 %
 MCV 79.1 fL
 MCH 27.0 pg
 MCHC 34.1 g/dL
 PLT 53 x 103 / ul ↓
 LED 5 mm
A : DHF Grade II

13/092018 S : Demam (-), batuk (+), lendir P :


(+), mual (-), muntah (-) - IVFD RL 18 tmp
Nafsu makan : kurang - Sanmol 150 mg (3x1 ½
Selera minum : baik cth)
BAB: Lancar - Little U 1x1
BAK : Lancar - Domperidone 3x1/2 cth
(kp)
O: - Ceftriaxone 500 mg/12 j/
 TD: 100/70 mmHg IV
 HR: 80x/menit - Cetrizine syr 1x1 cth
 RR: 28 x/menit - Salisil talk
 T : 36,2 °C
Laboratorium :
 BB : 15 kg
- Cek Darah Rutin
 Kepala : Hitam. Tidak mudah
tercabut
 Wajah : Dismorfik (-)
 Mata : Cekung (-)
 Mulut : Lidah kotor (-)
 Paru: BV, Wheezing (-),
Ronkhi (-).
 Cardiovascular : Bunyi Jantung
I/II, Murni Reguler, Bising (-).
 Abdomen : Bunyi Peristaltik
(+) Kesan Normal.
 Kulit : Turgor baik, petekie (+)
 Ekstremitas : DBN
Laboratorium :
Darah Rutin
 WBC 7.79 x 103 / uL
 RBC 4.29 x 106 / uL
 HGB 11.6 g/dL
 HCT 34.6 %
 MCV 80.7 fL
 MCH 27.0 pg
 MCHC 33.5 g/dL
 PLT 77 x 103 / ul ↓
 LED 5 mm

A : DHF Grade II

14/09/2018 S : Demam (-), mual (-), muntah (- P :


), batuk (+), lendir (+), flu (-), - IVFD RL 18 tmp
nyeri perut (-) - Sanmol 150 mg (3x1 ½
Nafsu makan : kurang cth)
Selera minum : baik - Little U 1x1
BAB: frekuensi 1x konsistensi - Domperidone 3x1/2 cth
padat (kp)
BAK : Lancar - Ceftriaxone 500 mg/12 j/
IV
O:
- Cetrizine syr 1x1 cth
 TD: 110/70 mmHg
- Salisil talk
 HR: 83x/menit
 RR: 25 x/menit
Boleh pulang
 T : 36 °C
 BB : 15 kg
 Kepala : Hitam. Tidak mudah
tercabut
 Wajah : Dismorfik (-)
 Mata : Cekung (-)
 Mulut : Lidah kotor (-)
 Paru: BV, Wheezing (-),
Ronkhi (+).
 Cardiovascular : Bunyi Jantung
I/II, Murni Reguler, Bising (-).
 Abdomen : Bunyi Peristaltik
(+) Kesan Normal, meteorismus
(+)
 Kulit : Turgor baik
 Ekstremitas : DBN

A : DHF Grade II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang
Dengue Fever/DF dan Dengue haemorrhagic fever/DHF adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue atau yang sering dikenal dengan
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD). Sampai saat ini,
infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia
dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DHF oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan
rumah sakit dan kematian akibat DHF, khususnya pada anak.1
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006
(dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi
dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar
1,01% (2007).4-5 Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada
peningkatan dan penyebaran kasus DHF, antara lain:
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi,
2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali,
3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,
4. Peningkatan sarana transportasi.2
Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama
kontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi
yang optimal pada penderita DHF, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus
dan kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang
spesifik untuk DHF, prinsip utama dalam terapi DHF adalah terapi suportif,
yakni pemberian cairan pengganti. Dengan memahami patogenesis,
perjalanan penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium,
diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.3
B. Definisi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian.1
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan
oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.2

C. Epidemiologi
Epidemi penyakit yang berhubungan dengan demam dengue pertama kali
dilaporkan dalam literatur atau pustaka kedokteran terjadi pada tahun 1779 di
Batavia (sekarang disebut Jakarta). Dan pada tahun 1780 di Philadelphia.
Sejak saat itu epidemik telah dilaporkan di Calcutta (1824, 1853, 1871,
1905), India Barat (1827), Hongkong (1901), Yunani (1927-1928), Australia
(1925-1926, 1942), Amerika Serikat (1922) dan Jepang (1942-1945).5,6
Dengue sering terdapat di daerah tropis terutama di Asia Tenggara,
Afrika dan bagian selatan Amerika. Epidemik DHF yang terbesar terjadi di
Kuba pada tahun 1981 dengan 24.000 kasus DHF dan 10.000 kasus DSS.
Pada tahun 1986 dan 1987 angka kejadian Dengue dilaporkan di Brasil. Pada
tahun 1988 epidemik dengue dilaporkan terjadi di Meksiko dan pada tahun
1990 kira-kira seperempat dari 300.000 penduduk yang tinggal di Iquitos
Peru menderita Demam Dengue.6
Data yang terkumpul dari tahun 1968-1993 menunjukkan DHF
dilaporkan terbanyak terjadi pada tahun 1973 sebanyak 10.189 pasien dengan
usia pada umumnya di bawah 15 tahun. Penelitian di Pusat Pendidikan Jakar-
ta, Semarang, Yogya dan Surabaya menunjukkan bahwa DHF dan DSS juga
ditemukan pada usia dewasa, dan terdapat kecenderungan peningkatan jumlah
pasiennya.5
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di
samping pula Aedes albapictus. Vektor ini bersarang di bejana-bejana yang
berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas
dan lain-lainnya3,5,6

D. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang di
kenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis
serotype.(3) Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari
asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.(1)
Adapun 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-4, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. DEN-3 yang
terbanyak ditemukan di Indonesia dan merupakan serotype yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.(4,6)
Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti
Yellow Fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus. Pada Artropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes
(stegomyia) dan Toxorhynchites.1
Cara penularannya infeksi virus dengue ini ada tiga factor yang
memegang peranan, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue
ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk
aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation priod) sebelum
dapat menularkan kembali kepada manusia saat gigitan berikutnya. Virus
dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian
transmission), namun peranannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali
virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation
priod) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada
nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul.3

E. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah hingga saat ini masih
diperdebatkan. Dua teori yang banyak dianut pada DHF dan DSS adalah
Hipotesis immune enhancement dan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary hetelogous dengue infection).1,3
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
Imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan
sindrom renjatan dengue.1
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DHF adalah:
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan
dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen
dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Sel target virus ini
adalah sel monosit terutama dan sel makrofag sebagai tempat
replikasi.
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan
dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan
TH2 memproduksi IL-4, IL-5,IL-6,dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibody.
Aktifasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 yang akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.(1,3)
Hipotesis ”the secondary heterologous infection” yang di rumuskan oleh
Suvatte,1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang
berlainan pada seorang pasien, respon antibody anamnestik yang akan terjadi
dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi dengan
menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue.(3)

Gambar 1. Teori heterologous dengue infection

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak


langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DHF berat.
Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor
dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini,
akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.9,10
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau
dapat berupa demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami
demam dengan suhu tubuh 39-40oC, bersifat bifasik (menyerupai Pelana
kuda), fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis pada hari ke-
3 selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi
mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan
tidak adekuat.(1,3)
Fase Febris:
o Demam mendadak tinggi 2-7 hari
o Muka kemerahan, eritema kulit
o Sakit kepala
o Beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorokan, anoreksia, mual dan
muntah.
o Dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan
mukosa, walau jarang terjadi dapat pula terjadi perdarahan
pervaginam dan gastrointestinal.
Fase Kritis:
o Terjadi pada hari 3-7
o Ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan
permeabilitas kepiler dan timbul kebocoran plasma yang biasanya
berlangsun 24-48 jam.
o Kebocoran plasma sering didahului leukopeni progresif disertai
penurunan hitung trombosit.
o Dapat terjadi syok.
Fase Pemulihan:
o Terjadi setelah fase kritis
o Terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler
secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
o KU membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik stabil, diuresis
membaik.
Menurut manifestasi kliniknya DHF sangat bervariasi, WHO (1997)
membagi menjadi 4 derajat : 7,8,9
 Derajat I : Demam disertai uji tourniquet positif.
 Derajat II : Demam + uji tourniquet positif disertai manifestasi
perdarahan (seperti : Epistaksis, perdarahan gusi )
 Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menyempit (<20 mmhg), hipotensi, sianosis
disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.
 Derajat IV : Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan
tekanan darah tidak terukur.

G. Diagnosis
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. 7
Kriteria klinis :
 Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, atau riwayat demam
akut, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik
(plana kuda).
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji torniquet positif.
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa ( epitaksis atatu perdarahan gusi )
- Hematemesis atau melena.
 Pembesaran hati
 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi,kaki dan tangan dingin,kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
Kriteria Laboratoris :
 Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/ul ).
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran
plasma) sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai
dengan umur dan jenis kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.

Gambar 2. Spektrum DHF

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat
adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.5
Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :
 Uji serologi: deteksi antibodi IgG dan IgM, uji HI
 Isolasi virus
 Deteksi RNA/DNA dengan tehnik Polymerase Chain Reaction
 Deteksi antigen (pemeriksaan NS-I) Lebih Spesifisitas 100% dan
sensitivitas 92.3%
Pemeriksaan Dengue NSl Antigen adalah pemeriksaan baru
terhadap antigen non struktural-I dengue (NSl) yang dapat mendeteksi
infeksi virus dengue dengan lebih awal bahkan pada hari pertama onset
demam. 5

Pemeriksaan NS-I perlu dilakukan pada pasien yang megalami
gejala Demam/klinis lain < 3 hari, dikarenakan Early detection
sangatlah penting untuk menentukan pengobatan (terapisupportif)
yang tepat (cegah Resistensi antibiotik), serta pemantauanpasien
dengan segera.

Tanpa meninggalkan pemeriksaan Dengue serologi karena
pemeriksaaan NS1 bersifat komplementer (saling menunjang),
terkhususapabila didapatkan hasil Ns1 (-) dan gejala infeksi tetap
muncul.

Penggunaan Dengue IgG / IgM juga diperlukan bagi dokter penganut
paham "infeksi sekunder dapat menyebabkan infeksi yang lebih
berat dan memerlukan penanganan yang berbeda dengan infeksi
primer"

Dengan adanya Spesifisitas 100% dan sensitivitas 92.3%. Dengan
demikian pomakaian pemeriksaan ini akan dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis infeksi dengue.(5)

2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorak didapati efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat. Pemeriksaan foto
rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan ( pasien
tidur pada sisi badan sebelah kanan ).(1)

I. Diagnosis Banding
J. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat
kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang
perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya
terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7
proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang
interstitial ke intravaskular.3
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan
DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol
ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut: 3,8,11
1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka DHF tanpa syok


Seorang yang tersangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan
haemoglobin, hematokrit, dan trombosit, bila :
 Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,
pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke
poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya ( dilakukan pemeriksaan Hb,
Ht, lekosit dan trombosit tiap 24 jam ) atau bila keadaan penderita
memburuk segera kembali ke instalansi gawat darurat.
 Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.
 Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan
dirawat.
 Gambar 3. Penanganan tersangka DHF tanpa syok

Gambar 3. Penanganan tersangka DHF tanpa syok

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DHF di ruang rawat


Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif dan
tanpa syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan
jumlah seperti rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
1500 + (20 x( BB-20) ml
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24 jam :
 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah
pemberian cairan tetap, tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap
12 jam.
 Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka Pemberian
cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DHF dengan peningkatan
Ht>20%.
Gambar 4. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat

Protokol 3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%

Gambar 5. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%


Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DHF
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah :
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali, perdarahan saluran cerna
(henatemesis dan melena atau hematokesia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.1,3

Perdarahan Spontan dan Masif :


 Epistaksis tidak terkendali
 Hematemesis melena
 Perdarahan otak
 Hematuria

TRANSFUSI
TROMBOSIT

Hb < 10 gr% TRANSFUSI PRC

Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok dengue


Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue pada dewasa (SSD)
maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera
diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus
segera dilakukan. Angka kematian pada sindrom syok dengue sepilih kali
lipat dibandingkan dengan penderita DHF tanpa renjatan, dan renjatan dapat
terjadi karena keterlambatan penderita DHF mendapatkan
pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan tidak tepat termasuk kurangnya
kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan
renjatan yang tidak adekuat. 1,3
Gambar 6. Tatalaksana sindroma syok dengue
Kriteria memulangkan pasien, apabila memenuhi semua keadaan
dibawah ini : 1
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distress pernafasan (efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cendrung naik > 50.000/nl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik

K. Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa
syok
2. Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok
berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan 3

L. Prognosis
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada
DHF/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di
Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perja-
lanan penyakit umumnya lebih ringan dari pada anak-anak.2
BAB 3
PEMBAHASAN

Pasien masuk dengan keluhan utama demam yang dialami sejak 3 hari yang
lalu, demam terus menerus namun meningkat pada pada malam hari, menggigil
(+). Disertai batuk (+), lendir (+), flu (+), nyeri kepala (-), mual (-), muntah (+)
frekuensi 1x dirumah, mimisan (-), sakit perut (-), nafsu makan: kurang, selera
minum: baik, BAB: belum BAB sejak 2 hari yang lalu, BAK: lancar.
Dari anamsesis diketahui bahwa pasien mengalami demam 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Hal ini sesuai dengan teori pada demam berdarah dengue
(DHF) dimana pada fase febris terjadi demam mendadak selama 2-7 hari, sakit
kepala, serta ditemukan petekie pada uji tourniquet sebagai tanda adanya
perdarahan.
Kurva demam pada demam berdarah dengue berhubungan dengan saat
pelepasan sitokin karena reaksi imun terhadap serangan virus dengue. Sitokin
yang menyebabkan demam seperti IL-1 dan IL-6, TNF-α, IFN-γ. Virus dengue
merupakan pirogen eksogen. Pada saat virus sudah menginfeksi dan berada di
dalam darah, ada 2 respon imun yang bekerja. Yaitu respon imun nonspesifik
yang bekerja di awal dan cepat serta respon imun spesifik yang bekerja lebih
lambat. Makrofag akan segera bereaksi dengan memfagositosis virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (antigen presenting cell).
Makrofag juga akan mensekresi sitokin yang merangsang inflamasi, sitokin utama
yang disekresi oleh makrofag adalah IL-1 yang merupakan pirogen endogen.
Pirogen adalah bahan yang menginduksi demam yang dipicu baik faktor eksogen
atau endogen seperti IL-1. Selain itu ada juga proses respon imun nonspesifik
yang diperankan oleh sel NK. Sel NK membunuh sel yang terinfeksi, sebelum
respon imun spesifik bekerja. Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktivasi sel T-helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih
banyak virus. Dimulailah mekanisme respon imun spesifik. Sel T yang diaktivasi
adalah CD4+. CD4+ ini akan mengaktivasi Th-2 untuk membentuk antibody lagi
sehingga meningkatkan opsonisasi dan aktivasi komplemen. CD4+ juga
mengaktivasi Th-1 yang akan mengaktivasi CD8+ melalui presentasi oleh
molekul MHC-1. CD8+ ini bersifat sitotoksik dan menghancurkan peptida virus.
Th-1 akan melepaskan IFN-γ, IL-2, dan limfokin. Sedangkan Th-2 melepaskan
IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Selanjutnya IFN-γ akan merangsat monosit
melepaskan TNF-α, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin. Limfokin juga merangsang
makrofag melepas IL-1, IL-2 juga merupakan stimulan pelepasan IL-1, TNF-α,
dan IFN-γ. Pada Jalur komplemen, kompleks imun akan menyebabkan aktivasi
jalur komplemen sehingga dilepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin) yang
meningkatkan jumlah histamin. Hasil akhir respon imun tersebut adalah
peningkatan IL-1,TNF-α, IFN-γ, IL-2, dan histamin.
IL-1,TNF-α, IFN-γ dikenal sebagai pirogen endogen sehingga timbul
demam. IL-1 bekerja pada termoregulator sedangkan TNF-α dan IFN-γ bekerja
tidak secara langsung karena merekalah yang merangsang pelepasan IL-1. Daerah
spesifik IL-1 adalah pre-optik dan hipotalamus anterior dimana terdapat corpus
callosum lamina terminalis. Corpus callosum lamina terminalis terletak di dinding
rostral ventriculus III dan merupakan sekelompok saraf termosensitif (cold and
hot sensitive neurons). IL-1 masuk ke dalam corpus callosum lamina terminalis
melalui kapiler dan merangsang sel memproduksi serta melepaskan PGE2, selain
itu, IL-1 juga dapat memfasilitasi perubahan asam arakhidonat menjadi PGE2.
Selanjutnya PGE2 yang terbentuk akan berdifusi ke dalam hipotalamus atau
bereaksi dengan cold sensitive neurons. Hasil akhir mekanisme tersebut adalah
peningkatan thermostatic set point yang menyebabkan aktivasi sistem saraf
simpatis untuk menahan panas (vasokonstriksi) dan memproduksi panas dengan
menggigil.
Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala
lain seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan
sintesis albumin serta transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari
kerjasama IL-1 danTNF-α. Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel
adiposa. Peningkatan leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke
hipotalamus ventromedial yang berakibat pada penurunan intake makanan.
IFN-γ sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten,
menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi
antibody. Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek toksik
seperti demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala, muntah, dan
somnolan.
Dalam keadaan normal, manusia mensekresi mukus di dalam saluran
pernafasan yang berfungsi sebagai pembersih berbagai macam kotoran seperti
debu yang tidak tersaring melalui silia hidung. Apabila terdapat debu yang
berlebihan, maka mukus yang disekeresikan akan semakin bertambah. Infeksi
atau iritasi pada saluran nafas juga menyebabkan hipersekresi mukus pada saluran
napas, kemudian, apabila terjadi hipersekresi mukus, terjadi hipertrofi kelenjar
submukosa pada trakea dan bronkus dan akhirnya mukus tertimbun di dalam
saluran napas. Ditandai juga dengan peningkatan sekresi sel goblet disaluran
napas kecil, bronkus dan bronkiolus. Kondisi ini kemudian merangsang membran
mukosa untuk selanjutnya mengaktifkan rangsang batuk dengan tujuan untuk
mengeluarkan benda asing yang telah mengiritasi saluran napas.
Dari pemeriksaan darah rutin yang dilakukan didapatkan penurunan kadar
trombosit (trombositopenia), yaitu 24.500. Trombositopenia padainfeksi dengue
terjadi melalui mekanisme: 1) supresi sumsum tulang, 2) destruksi dan
pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal
infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit.
Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoesis
termasuk megakariopoesis. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukan kenaikan, hal ini menunjukan terjadinya
stimulasi trombopoesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan
trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses koagulopati
dan sekuestrasi perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang
merupakan petanda degranulasi trombosit.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yang paling utama adalah terapi
suportif. Pemberian IVFD RL : D5% 1:2 20 tpm dan gelafusal untuk pengobatan
dan pencegahan hipovolemia. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama
cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka
dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi. Diberikan ranitidin untuk mengurangi produksi asam lambung,
Psidii cap 3x1 tab untuk meningkatkan jumlah trombosit dengan mekanisme
menghambat replikasi virus dengue dan meningkatkan jumlah GM-CSF yang
menstimulasi pembentukan megakariosit sebagai bahan awal trombosit, Clobazam
0-0-1/2 untuk mengurangi perasaan gelisah, neurodex tab 1 x 1 sebagai
multivitamin, pencegahan anemia, dan penambah tenaga untuk masa
penyembuhan, Buavita 5 kotak/hr untuk membantu meningkatkan trombosit dan
asupan nutrisi.
Adapun prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad bonam. Prognosis penyakit
ini baik dengan terapi suportif yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku ajar


Ilmu penyakit dalam, Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-
UI, jakarta, 2006, ed.4, (III) 1709-1713
2. Sumarno S, Soedarmo P,Garna H,Rezeki S,Satari H. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri tropis, IDAI, jakarta 2008,ed.2, 155-179
3. Rejeki S, Adinegoro S (DHF) Demam Berdarah Dengue, Tatalaksana
Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta.2004
4. Mansjoer A,Triyanti K, Savitri R,Wardhani W,Setiowulan W, Kapita
selekta FKUI, Jakarta,(I),428-433
5. Berliandelima, Info terbaru Pemeriksaan Laboratorium terhadap Dengue,
availableat:http://www.mailarchive.com/dokter_umum@yahoogroups.com/
msg06092.html
6. Caribbean Epidemiologi Center (CAREC) Dengue dalam:
http://www.carec.org/publications/DENGUIDE_lab.htm
7. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://
www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/12-23.pdf
8. Hagop Isnar,MD, Dengue dalam : http://www.emedicine.com
9. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://
www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/1-11.pdf
10. WHO, Dengue and Dengue Haemorragic Fever dalam:
http://w3.whosect.org/en/section10/section332/section1631.htm
11. BHJ, Dengue, Dengue Haemorragic Fever, Dengue Shock Syndrome dalam:
http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.html

Anda mungkin juga menyukai