Anda di halaman 1dari 24

Case Report Session

TINEA UNGUIUM

Oleh:

Anisa Haney 1740312224

Preseptor:
dr. Afdal, SpA, M.Biomed

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI III


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PUSKESMAS PADANG PASIR
PADANG
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tinea unguium (dermatophytic onychomycosis) adalah infeksi jamur

dermatofita pada kuku.1,2 Sedangkan onikomikosis adalah infeksi pada kuku yang

disebabkan oleh jamur dermatofita, jamur non-dermatofita atau yeast.1,2,3

Dermatofita dibagi menjadi 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton dan

Epidermophyton. Golongan jamur ini mempunyai kemampuan mencerna keratin.

Patogen lain golongan non-dermatofita yang menyebabkan tinea unguium adalah

S. Dinidiatum, S. Hyalinum dan kadang-kadang Candida spp.1,2

Tinea unguium terjadi di seluruh belahan dunia. Dapat terjadi baik pada

anak-anak maupun dewasa.1 Prevalensi tinea unguium meningkat sesuai dengan

pertambahan usia. Sekitar 1% pada individu <18 tahun dan hampir 50% pada usia

>70 tahun.4 Dari 1305 anak yang berusia 3-15 tahun di 17 sekolah di Barcelona

tahun 2003-2004 didapatkan bahwa prevalensi dermatofita di kaki (tinea pedis)

2,5%, dermatofita di kepala (tinea kapitis) 0,23% dan di kuku (tinea unguium)

0,15%.5 The Achilles project memperkirakan prevalensi tinea unguium di Eropa

sekitar 27% dan di Amerika Utara sebesar 13,8%. Peningkatan prevalensi ini

dikarenakan peningkatan status imunosupresi seseorang, sepatu yang terlalu

sempit, dan peningkatan penggunaan locker room bersama.2 Tinea unguium lebih

banyak terjadi pada laki-laki dan biasanya dikaitkan dengan tinea pedis.1,2,3,4

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan case report ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami

mengenai kasus tinea unguium.


1.3 Metode Penulisan

Penulisan case report ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang

merujuk pada berbagai literatur.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tinea Unguium

Tinea unguium atau disebut juga onychomycosis adalah invasi lempengan

kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita.

2.2 Epidemiologi

Secara epidemiologi lebih banyak ditemukan pada anak-anak atau orang

tua. 1% dari individu yang terkena berumur dibawah 18 tahun dan 50% berumur

lebih dari 70 tahun. Dari segi jenis kelamin, laki-laki lebih banyak dibandingkan

dengan perempuan.2

2.3 Etiologi

Penyebab terbanyak tinea unguium adalah Trichopyton rubrum dan

Trichopyton mentagrophytes yaitu sekitar 95%-97%. Pada abad kedua puluh,

Trichopyton rubrum mengakibatkan epidemis tinea unguium, tinea pedis, dan

jenis-jenis dermatophytoses epidermal di negara-negara industri. Penyebab lain

yang jauh lebih sedikit yaitu Epidermophyton floccosum, Trichopyton violaceum,

Trichopyton schoenleinii, dan Trichopyton verrucosum.2

2.4 Patogenesis

Sebelum memahami patogenesis terjadinya tinea unguium maka diperlukan

pemahaman mengenai fungsi dan anatomi kuku. Fungsi utama dari kuku adalah

untuk memberikan perlindungan ke ujung digiti, meningkatkan diskriminasi

sensorik, dan dalam beberapa individu, berfungsi sebagai aksesori kosmetik.6


Kuku merupakan struktur unit yang tiap komponennya bergabung dan

disebut sebagai unit kuku. Unit kuku terdiri dari lempeng kuku (nail plate) dan

empat struktur epitel: lipatan kuku proksimal (proximal nail fold), matriks, dasar

kuku (nail bed) dan hiponikium.

Lempeng kuku berbentuk persegi panjang, tembus pandang relatif tidak

fleksibel, mengandung kalsium, fosfat, besi, seng, mangan dan tembaga, juga

sulfur dalam matriks kuku yang bertanggung jawab untuk kualitas fisik kuku.

Lempeng kuku muncul dari bawah lipatan kuku proksimal dan berbatasan di

kedua sisi dengan lipatan kuku lateralis. Di bagian proksimal terdapat lingkaran

putih yang disebut lunula. Permukaan dorsal unit kuku tampak berwarna merah

muda karena peningkatan pembuluh darah dari dasar kuku (nail bed). Daerah
antara permukaan dorsal dan ventral terdapat kutikula (eponychium) yang

melindungi matriks dari kerusakan.6

Pada tinea unguium invasi terjadi pada kuku yang sehat. Jamur dapat masuk

melalui tiga cara yaitu dari manusia ke manusia (antrofopilik), dari hewan ke

manusia (zoofilik) dan dari tanah ke manusia (geofilik). Dermatofita, tidak seperti

kebanyakan jamur lain, menghasilkan keratinases (enzim yang memecah keratin),

yang memungkinkan untuk invasi jamur ke dalam jaringan keratin. Dinding sel

dermatofit juga mengandung mannans (sejenis polisakarida) yang dapat

menghambat respon kekebalan tubuh. Trichophyton rubrum khususnya

mengandung mannans yang dapat mengurangi proliferasi keratinosit.

Terdapat beberapa predisposisi yang memudahkan terjadinya tinea unguium

yang mungkin sama dengan penyakit jamur superfisial lainnya seperti

kelembaban, trauma berulang pada kuku, penurunan imunitas serta gaya hidup

seperti penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus-menerus, olahraga

berlebihan dan juga penggunaan tempat mandi umum. Invasi kuku oleh jamur

juga akan meningkat pada pasien dengan defek pada suplai vaskularisai seperti

akibat pertambahan usia, insufisiensi vena, penyakit arteri perifer, serta pasien

imunokompromise.1

Jamur menyerang kuku melalui berbagai area sesuai dengan bagian kuku

yang pertama diinfeksinya. Invasi jamur ke kuku biasanya di mulai dari lipatan

kuku lateral atau ujung kuku, hal ini akan memberikan gambaran klinis berbeda

sesuai dengan klasifikasi berdasarkan bagian kuku yang terkena. Selanjutnya

dapat terjadi onikomikosis sekunder dimana infeksi terjadi setelah jaringan di

sekitar kuku sudah terinfeksi seperti pada psoriasis atau trauma pada kuku. tinea
unguium pada kuku jari kaki biasanya terjadi setelah tinea pedis, pada kuku jari

tangan dikaitkan dengan tinea manus, tinea corporis dan tinea kapitis.4

2.5 Gejala Klinis

Ada tiga bentuk gejala klinis dari tinea unguium : 3

1. Bentuk subungual distal

Bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses ini menjalar

ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisi kuku yang rapuh. Kalau proses

berjalan terus, maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan yang terlihat

hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur.

2. Leukonikia trikofita atau leukonikia mikotika

Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau keputihan

dipermukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur.

Oleh kelainan ini dihubungkan dengan Trichophyton mentagrophytes sebagai

penyebabnya.
3. Bentuk subungual proksimal

Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama menyerang

kuku dan membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku dibagian

distal masih utuh, sedangkan bagian proksimal rusak. Biasanya penderita tinea

unguium mempunyai dermatofitosis di tempat lain yang sudah sembuh atau yang

belum. Kuku kaki lebih sering diserang daripada kuku tangan.

2.6 Diagnosis

Anamnesis dan gambaran klinis saja pada umumnya sulit untuk memastikan

diagnosis terutama pada tinea unguium yang merupakan kelainan sekunder pada

kelainan kuku yang telah ada sebelumnya. Gambaran klinis harus dikonfirmasi

dengan ditemukannya elemen jamur pada pemeriksaan mikroskopik langsung

dengan preparat KOH, pemeriksaan histopatologi dari clipping nail atau dengan

biakan jamur. Mengingat banyaknya diagnosis banding secara klinis, maka dapat

digunakan pendekatan diagnosis pada kuku yang distrofi.1


2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan mikroskopik langsung

Pemeriksan langsung dapat dilakukan dengan sediaan KOH 20-30% dalam

air atau dalam dimetil sulfoksida (DMSO) 40% untuk mempermudah lisis keratin.

Zat warna tambahan misalnya tinta parker blue-black, atau pewarnaan PAS akan

mempermudah visualisasi jamur. Penambahan zat warna chorazol black E atau

calcofluor white pada KOH bersifat spesifik untuk elemen jamur karena hanya

terikat pada khitin yang merupakan dinding jamur, tetapi tidak pada keratin atau

benang dan artefak lain. Namun untuk calcoflour white dibutuhkan mikroskop

fluoresen untuk memeriksannya.4,7


Selain memastikan hasil positif atau negatif, perlu dicari bentuk tipikal atau

atipikal elemen jamur, misalnya hifa dermatofita tidak berwarna (hialin), hifa

Scytalidium panjang dan berkelok-kelok serta jamur dematiaceae berwarna

hitam.7 Pada pemeriksaan mikroskopik terkadang sulit untuk mengidentifikasi

jenis jamur spesifik tetapi pada kebanyakan kasus yeast dapat dibedakan dengan

dermatofita secara morfologi. Pemeriksaan secara mikroskopik merupakan

pemeriksaan yang paling sederhana dan cepat.4

2. Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan

langsung sediaan basah untuk menentukan spesies jamur. Pada biakan jamur

pemisahan jamur akan lebih baik jika menggunakan antibiotik untuk mencegah

kontaminasi bakteri. Penghancuran spesimen kuku harus dilakukan sebelum

inokulasi pada media. Sampel yang diambil dari kuku yang terinfeksi disuntikkan

ke media agar Sabouraud dengan atau tanpa cycloheximide. Biakan jamur

menggunakan media agar Sabouroud dengan chloramphenicol dan cycloheximide

memiliki sensitivitas 32%. Untuk melihat hasil biakan jamur ini dibutuhkan waktu

beberapa hari sampai dengan satu minggu.6,7

3. Pemeriksaan Histopatologi

Bila secara klinis kecurigaan tinea unguium besar namun hasil sediaan

mikroskopik langsung maupun biakan negatif, pemeriksaan histopatologi dapat

membantu. Dapat dilakukan biopsi kuku atau cukup dengan nail clippings pada

Onikomikosis Subungual Distal (ODS). Periodic Acid Schiff (PAS) digunakan

untuk mencari elemen jamur pada kuku. Pemeriksaan ini dapat sekaligus

membantu memastikan bahwa jamur terdapat dalam lempeng kuku dan bukan
komensal atau kontaminan di luar lempeng kuku. Teknik ini merupakan teknik

yang paling dapat dipercaya untuk membangun diagnosis tinea unguium. Pada

beberapa penelitian sensitivitas PAS adalah 41-93%.4,7

2.8 Diagnosis Banding

1. Pustular psoriasis

Psoriasis dapat terjadi pada kuku yang memiliki gejala khas psoriasis yaitu

terdapat lubang psoriasis berbatas pada kuku jari yaitu besar,dalam, dan tidak

teratur terjadi pada matriks kuku proksimal. Onycholysis kuku merupakan

manifestasi paling umum dari psoriasis kuku dan dapat mempengaruhi kuku dan

kuku kaki. Dimana terdapat perbatasan eritematosa sepanjang daerah onycholytic

adalah diagnostic untuk psoriasis kuku.5

2. Lichen planus

Lichen planus dapat menghancurkan kuku karena itu penting untuk

mendiagnosa dan mengobati penyakit sesegera mungkin. Meskipun lichen planus

sering mempengaruhi kedua matriks kuku kecurigaan klinis harus terangsang oleh

tanda-tanda matriks kuku, terutama kuku menipis, terdapat kehancuran matriks

kuku dan muncul sebagai perpanjangan dari kulit lipatan kuku proksimal yang

melekat pada kuku.atrofi idiopatik dari kuku adalah berbagai langkah lichen
planus oleh kerusakan kuku akut dan progresif terkemuka untuk meredakan

atrofi.5

2.9 Penatalaksanaan
Seperti penatalaksanaan penyakit jamur superfisial lainnya, maka prinsip

penatalaksanaan tinea unguium menghilangkan faktor predisposisi yang

memudahkan terjadinya penyakit, serta terapi dengan obat anti jamur yang sesuai

dengan penyebab dan keadaan patologi kuku. Perlu ditelusuri pula sumber

penularan.7

Pengobatan pada tinea unguium yaitu dengan pemberian obat anti jamur

baik secara topikal maupun sistemik. Pengobatan topikal yaitu dengan

menggunakan siklopiroks dan amprolfin. Sedangkan pengobatan sistemik

digunakan anti jamur golongan alilamin seperti terbinafin dan golongan azol

seperti flukonazol dan itrakonazoltinea unguium ada dua cara yaitu secara

sistemik dengan menggunakan obat.4

1. Obat topikal

Obat topikal berbentuk krim dan solusio, namun sulit untuk penetrasi ke

dalam kuku sehingga kurang efektif untuk pengobatan tinea unguium, namun

masih dapat digunakan untuk superfisial Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT).

Obat topikal dengan formulasi khusus dapat meningkatkan penetrasi obat ke

dalam kuku, yakni:


a. Amorolfin : merupakan derivat morfolin yang bersifat fungisidal. Bekerja

dengan cara menghambat biosintesis ergosterol jamur. Untuk infeksi jamur pada

tinea unguium digunakan amorolfin dalam bentuk cat kuku konsentrasi 5% untuk

kuku jari tangan, dioleskan satu atau dua kali setiap minggu selama 6 bulan

sedangkan untuk kuku kaki harus digunakan selama 9-12 bulan.4

b. Siklopiroks : merupakan anti jamur sintetik hydroxypiridone, bersifat

fungisidal, sporosidal dan anti jamur ini mempunyai penetrasi yang baik pada

kulit dan kuku. Untuk pengobatan tinea unguium digunakan siklopiroks nail

lacquer 8%. Setelah dioleskan pada kuku yang sakit, larutan tersebut akan

mengering dalam waktu 30-45 detik, zat aktif akan segera dibebaskan dari

pembawa berdifusi menembus lapisan lempeng kuku hingga ke dasar kuku dalam

beberapa jam sampai kedalaman 0,4 mm dan hasil pengobatan akan dicapai

setelah 24-48 kali pemakaian. Diberikan 2 hari sekali selama bulan pertama,

setiap 3 hari sekali pada bulan kedua dan seminggu sekali pada bulan ketiga

hingga bulan keenam pengobatan. Dianjurkan pemakaian cat kuku siklosporik

tidak melebihi dari 6 bulan.4

Dibutuhkan ketekunan pasien karena umumnya masa pengobatan panjang.

Meskipun penggunaan obat topikal mempunyai keterbatas an, namun masih dapat

digunakan sebagai pengobatan tinea unguium karena tidak mempunyai risiko

sistemik, relatif lebih murah dan dapat digunakan sebagai kombinasi dengan oral

untuk memperpendek masa pengobatan, selain itu bentuk cat kuku juga mudah

digunakan.7
2. Obat Sistemik

Terapi anti jamur sistemik, meski dikaitkan dengan tingginya angka

kejadian dan peningkatan keparahan efek samping, namun tetap diperlukan untuk

pengobatan infeksi tertentu, termasuk tinea manus, kapitis dan unguium. Obat

antijamur baru memberikan lebih banyak pilihan untuk terapi sistemik.1

3. Terapi Bedah

Pengangkatan kuku dengan tindakan bedah skalpel selain menyebabkan

nyeri juga dapat memberikan gejala sisa distrofi kuku. Tindakan bedah dapat

dipertimbangkan bila kelainan hanya 1-2 kuku, bila terdapat kontraindikasi

terhadap obat sistemik, dan pada keadaan patogen resisten terhadap obat.
Tindakan bedah tetap harus dikombinasi dengan obat anti jamur topikal atau

sistemik.7

2.10 Prognosis
Kondisi ini sulit diobati, dibutuhkan pengobatan dalam waktu yang

panjang.3 Tinea unguium tahap awal lebih mudah diobati pada orang muda, dan

individu sehat dibandingkan dengan individu yang sudah tua dengan kondisi

kesehatan yang buruk.4


BAB 3
ILUSTRASI KASUS
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur/ : Nn. R/ Perempuan/ 49 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan : Ibu Rumah Tangga
c. Alamat : Jl. Jati 4
d. MR : 900412
2. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga
a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah orang di rumah : 1 suami dan 2 anak
c. Status Ekonomi Keluarga : cukup mampu, penghasilan suami
Rp.4.000.000/bulan
d. KB : Ada (spiral)
e. Kondisi Rumah :
- Rumah permanen, 3 kamar tidur, 1 kamar mandi.
- Lantai rumah dari ubin, ventilasi udara dan sirkulasi udara baik,
pencahayaan cukup.
- WC dalam rumah
- Listrik ada
- Sumber air : PDAM, air minum galon.
- Sampah dikumpulkan dan dijemput petugas kebersihan

- Rumah dihuni oleh 4 orang termasuk pasien.

Kesan : hygiene dan sanitasi cukup baik


f. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Pasien tinggal bersama bersama suami dan 2 orang anak
- Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduk.
g. Aspek Psikologis di Keluarga
- Hubungan di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya baik.
h. Keluhan Utama
Kuku jari tangan tampak menghitam dan terkadang disertai gatal sejak
2 minggu yang lalu.

i. Riwayat Penyakit Sekarang


- Kuku jari tangan tampak menghitam dan terkadang disertai gatal
sejak 2 minggu yang lalu. Kuku menghitam pada tepi kuku yang
berbatasan dengan kulit. Gatal tidak bertambah saat berkeringat.
- Terkadang disertai nyeri pada kuku.
- Keluhan disertai kuku terlihat sedikit rusak. Keluhan terdapat pada
ke 10 kuku jari tangan.
- Awalnya tepi kuku hanya menghitam pada kedua jempol lalu
setelah 2 minggu ini terdapat pada ke 10 kuku jari tangan.
- Keluhan tidak disertai pembengkakan di sekitar kuku.
- Keluhan tidak disertai bau pada kuku yang rusak.
- Pasien belum pernah mengobati keluhan tersebut.
- Tidak terdapat gatal pada bagian tubuh lain.
- Pasien mandi dua kali sehari.
- Pasien sehari-hari mencuci pakaian dengan tangan di rumah dan
senang merawat tanaman yang ada di depan rumahnya. Pasien
tidak menggunakan sarung tangan saat mencuci maupun saat
merawat tanaman.
- Pasien tidak memiliki hewan peliharaan.

j. Riwayat Penyakit Dahulu/Penyakit Keluarga


- Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita keluhan yang sama
dengan pasien.

k. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum :Sakit sedang
Kesadaran :komposmentis kooperatif
Tekanan darah :110/80 mmHg
Nadi :89x/menit
Nafas :22x/menit
Suhu :36,8 0C
BB :55 kg
TB :150 cm
IMT : 24,4
Mata :Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Kulit :Turgor kulit kembali cepat
Kepala : Normosefal
Thorax
Paru
Inspeksi :Simetris kiri dan kanan
Palpasi :Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi :Sonor
Auskultasi :Vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi :Iktus tidak terlihat
Palpasi :Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi :Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi :Irama teratur, bising (-)
Punggung
Inspeksi : Hiperemis pada sudut kostovertebra (-)
Palpasi : Nyeri tekan sudut kostovertebra (-)
Perkusi : Nyeri ketok sudut kostovertebra (-)
Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen
Inspeksi :Tidak tampak membuncit
Palpasi :Nyeri tekan (-)
Perkusi :Timpani
Auskultasi :Bising usus (+) Normal
Status dermatologikus:
a. Lokasi : tepi kuku pada 10 jari tangan
b. Distribusi : diskret
c. Bentuk : tidak khas
d. Susunan : tidak khas
e. Batas : tidak tegas
f. Ukuran : plakat
g. Efloresensi : kuku tampak menghitam (onikodiskolorisasi),
menebal dan rusak (onikodistrofi), tidak terdapat onikolisis. Ukuran
kuku sehat pada kuku 10 jari tangan : 8mm.

l. SCREEM

 Social: Interaksi dengan tetangga dan rekan kerja baik, pasien ikut

kegiatan sosial yang diadakan masyarakat setempat bila tidak

berhalangan hadir.

 Culture: keluarga mengikuti semua budaya, tatakrama yang ada tanpa

adanya paksaan dari siapapun dan keluarga menyadari penuh mengenai

etika dan sopan santun

 Religious: Keluarga beragama Islam dan selalu menjalankan ibadah

wajib sesuai waktunya.

 Economic: Berasal dari golongan ekonomi menengah. Pasien bekerja

sebagai IRT. Keuangan keluarga berasal dari suami yang bekerja

dengan berdagang, penghasilan Rp 4.000.000/bulan

 Educational: Pendidikan terkahir pasien SMK.

 Medical: Anggota keluarga bisa mendapatkan pelayanan kesehatan

yang memadai, dan biasanya pasien dan keluarga berobat ke puskesmas

dan rumah sakit terdekat.


m. Laboratorium
Tidak Dilakukan
n. Diagnosis Kerja
Tinea unguium manus
o. Diagnosis Banding :
Lichen planus
p. Manajemen
a. Preventif
- Menjaga kebersihan dan higiene daerah kuku dengan rajin mencuci
tangan dengan sabun.
- Menjaga tangan agar tidak lembab.
- Menggunakan sarung tangan saat merawat tanaman.
b. Promotif
- Edukasi tentang penyakit pasien. Menjelaskan bahwa penyakitnya
disebabkan oleh jamur.
- Edukasi penyebab dan faktor risiko tinea unguium.
- Patuh dalam pengobatan yang direncanakan.
- Edukasi tentang bagaimana cara penggunaan obat.
c. Kuratif
- Topikal : AAV 2 kali sehari setelah mandi
- Sistemik : Griseofulvin 2x500 mg
d. Rehabilitatif
Pasien diminta kontrol 7 hari lagi jika masih terdapat gejala.
Dinas Kesehatan Kodya Padang
Puskesmas Padang Pasir

Dokter : Anisa
Tanggal : 3 Mei 2019

R/ AAV tube No. I


Sue

R/ Griseofulvin tab 500 mg No. XIV

S2 dd tab 1 pc

Pro : Ny.R
Umur : 49 tahun
Alamat : Jati, Padang
BAB 4

DISKUSI

Telah datang seorang perempuan berusia 49 tahun ke puskesmas Padang

Pasir dengan keluhan utama kuku jari tangan tampak menghitam dan terkadang

disertai gatal sejak 2 minggu yang lalu. Pasien didiagnosis dengan Tinea unguium

et manus. Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan kuku jari tangan tampak

menghitam dan terkadang disertai gatal sejak 2 minggu yang lalu. Kuku

menghitam pada tepi kuku yang berbatasan dengan kulit. Gatal tidak bertambah

saat berkeringat. Keluhan disertai kuku terlihat sedikit rusak. Keluhan terdapat

pada ke 10 kuku jari tangan. Awalnya tepi kuku hanya menghitam pada kedua

jempol lalu setelah 2 minggu ini terdapat pada ke 10 kuku jari tangan. Pasien

sehari-hari mencuci pakaian dengan tangan di rumah dan senang merawat

tanaman yang ada di depan rumahnya. Pasien tidak menggunakan sarung tangan

saat mencuci maupun saat merawat tanaman. Pasien belum pernah mengobati

keluhan tersebut.

Pemeriksaan fisik ditemukan vital sign, paru, jantung, dan abdomen dalam

batas normal. Pemeriksaan status dermatologikus didapatkan kuku tampak

menghitam (onikodiskolorisasi), menebal dan rusak (onikodistrofi), tidak terdapat

onikolisis. Ukuran kuku sehat pada kuku 10 jari tangan : 8mm.

Manajemen tatalaksana pada pasien ini dilakukan dalam bentuk promotif,

preventif, kuratif,dan rehabilitatif. Terapi preventif seperti menjaga kebersihan

dan higiene daerah kuku dengan rajin mencuci tangan dengan sabun, menjaga

tangan agar tidak lembab dan menggunakan sarung tangan saat merawat tanaman,
dilakukan agar pasien dapat tercegah dari tinea unguium karena penularan dapat

terjadi dari perpindahan jamur dari tanah saat pasien merawat tanaman.

Terapi kuratif berupa pemberian medikamentosa yaitu topikal berupa

pemberian krim AAV dua kali sehari setelah mandi dan untuk sistemik diberikan

antijamur griseofulvin 2x500 mg. Pasien diminta kontrol ke puskesmas 7 hari

setelah pemberian obat untuk melihat perkembangan penyakit.


DAFTAR PUSTAKA

1. Elewski BE, Hughey LC, Sobera JO, Hay R. Fungal disease. In: Bolognia J L,
Lorizzo J L, Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd ed. New York: Mosby
Elsevier; 2008; p. 1265-70.

2. Verma S, Haffernan MP. Fungal disease. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008; p.1817-18.

3. James D, Berger G, Elston M. Diseases resulting from fungi and yeast.


Andrew’s Disease of The Skin Clinical Dermatology, 10th edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008; p.305-7.

4. Wolff KL. Johnson RA. Disorder of The Nail Apparatus. In: Fitzpatrick’s Color
Atlas & Sinopsis Of Clinical Dermatology, 5th ed. New York: The McGraw-
Hil l companies; 2007. p.1016-21.

5. Perez M, Torres JM, Martinez A, Segura S, Grira G, Trivino L, ED et al.


Prevalence of tinea pedis, tinea unguium of toenails and tinea capitis in school
children from Barcelona. Revista Iberoamericana de Micologı´a, 2009;26(1):
p.228-32.

6. Moore Mk, Hay RJ. Anatomy and organization of human skin. In: Berth-jones
J, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Cambridge: Wiley-
Balckwell: 2010; p.3.14-5.

7. Budi IP. Onikomikosis. Medan: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan


Kelamin Universitas Sumatera Utara. 2008; hal.9-12.

Anda mungkin juga menyukai