Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRESENTASI KASUS

“NEURODERMATITIS”

Pembimbing :

dr. Fifa, Sp.KK

Disusun Oleh :

Ghufron Febriyan Akbar

G4A018050

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2019
HALAMAN PENGESAHAN

“NEURODERMATITIS”

Disusun oleh:

Ghufron Febriyan Akbar


G4A016121

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di
SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto,

Telah disetujui dan disahkan

Pada tanggal Desember 2019

Pembimbing:

dr. Fifa ,Sp.KK

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas


segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga laporan presentasi kasus
dengan judul “Neurodermatitis” ini dapat diselesaikan.
Laporan presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di Kepaniteraan
Klinik SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. dr. Fifa, Sp.KK selaku dosen pembimbing.
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Orang tua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah
henti diberikan kepada penulis.
4. Rekan-rekan co-assisten Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin dari FK Unsoed.
5. Seluruh pihak terkait yang telah membantu penulis dalam menyusun tugas
ini.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih
memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan presentasi kasus di masa yang akan datang. Semoga
laporan presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam
maupun di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Purwokerto, Desember 2019

Penulis

3
I .PENDAHULUAN

Liken Simplek Kronikus (LSK/ neurodermatitis sirkumskripta) adalah suatu


kelainan yang sangat gatal dan bersifat kronis dengan ditandai satu atau lebih plak yang
mengalami likenifikasi yaitu penebalan pada kulit dan permukaan kulitnya seperti kulit
pohon, yang disebabkan oleh respon menggosok atau menggaruk berulang (Berth,2010).
Neurodermatitis bukanlah proses primer, melainkan adanya pruritus pada area spesifik dari kulit
(dengan atau tanpa patologis yang mendasari) dan disebabkan oleh trauma mekanik yang
menyebabkan likenifikasi (Schoenfeld dan Helm, 2017).
Pruritus berperan penting dalam timbulnya LSK. Pruritus sendiri dapat disebabkan oleh
karena adanya penyakit yang mendasari, misalnya penyakit kulit seperti dermatitis atopik,
dermatitis kontak alergik, gigitan serangga, dan dapat disebabkan oleh aspek psikologi (depresi dan
stres). Pruritus digambarkan semakin memburuk pada saat penderita dalam keadaan diam atau tidak
sibuk dibandingkan saat penderita beraktivitas, karena rasa gatal lebih sedikit atau tidak ada sama
sekali. Rasa gatal ini seringkali sulit ditahan untuk tidak digaruk dan biasanya penderita berhenti
menggaruk setelah luka karena rasa gatal digantikan oleh rasa nyeri yang timbul akibat luka
(Panjaitan,2015)

4
II. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia :
Pekerjaan : tidak bekerja
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan :

Metode Pemeriksaan : Alloanamnesis dan autoanamnesis

B. Anamnesis
 Keluhan Utama
Gatal-gatal
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan pasien bangsal Anggrek , pasien mengeluh gatal-gatal
pada hampir seluruh tubuh. Pasien senang menggaruk terus menerus hingga
lecet. Menurut keluarga pasien sebelum pasien masuk rumah sakit pasien
sudah mengalami gatal-gatal, gatal terus menerus. Keluhan seperti sudah lama
sekitar 2 tahun namun hilang timbul dan diperberat akhir-akhir bulan ini karena
pasien jarang menjaga kebersihan atau jarang mandi dan semakin gatal.

 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa disangkal.
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Riwayat asam urat disangkal

5
Riwayat bersin dipagi hari, sesak napas saat terkena debu, kulit kemerahan
setelah konsumsi makanan atau obat disangkal.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal di rumah bersama ibu dan adik pasien.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 87 x/m
Pernafasan : 19 x/m
Suhu : 36.6 C
Kepala : normochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), discharge (-)
Telinga : Simetris, sekret (-), discharge (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-),
Tenggorokan : T1 – T1 tenang, tidak hiperemis
Thorax : Simetris. Retraksi (-)
Jantung : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-).
Paru : SD vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, supel, timpani, BU (+) normal
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat, edema

6
D. Status Dermatologis
 Lokasi
Regio antebrachii dextra-sinistra, manus sinistra, thrunkus posterior, gluteus.
 Efloresensi
Regio antebrachii dextra sinistra, manus sinistra : plakat hipopigmentasi,
diseratai skuama halus, dan terdapat krusta

Regio Trunkus Posterior : Makula eritematosa, disertai makula


hipopigmentasi disertai skuama.

Gluteus : terdapat krusta, lesi makula hipopigmentasi disertai skuama

E. Resume
Pasien Tn . S, laki-laki 35 tahun merupakan pasien bangsal anggrek
mengeluh gatal-gatal hampir seluruh area tubuh. Pada bagian kedua tangan ,
pantat, dan punggung. Pasien sering mengalami gatal hilang timbul sudah lebih
2 tahun. Pasien senang menggaruk-garuk hingga timbul luka. Beberapa bulan
terkahir pasien kurang menjaga kebersihan sehingga gatal makin memberat.

Pada pemeriksaan status generalis tidak ditemukan kelainan, pada status


dermatologis pada regio antebrachii dan manus dextra dan sinistra terdapat plakat
hipopigmentasi, diseratai skuama halus, dan terdapat krusta. Regio trunkus
posterior terdapat makula eritematosa, disertai makula hipopigmentasi disertai
skuama. Regio gluteus terdapat krusta, lesi makula hipopigmentasi disertai
skuama.

F. Diagnosis Keja
 Neurodermatitis sirkumskripta (liken simpleks kronik)

G. Diagnosis Banding
 Psoriasis
 Liken planus
 Dermatitis kontak alergika
 Dermatitis statis (dermatitis varikosa)

7
H. Penatalaksanaan
 Edukasi
1. Penjelasan mengenai penyakit, seperti penyebab dan pengobatan.
2. Menghindari stres psikologis.
3. Menghindari untuk menggaruk serta mengelupasi kulit.
 Non Medikamentosa
a. Aplikasi pelembab pada lesi
 Medikamentosa
 Antihistamin Sistemik
 Cetirizine tablet 10 mg 1x1 dikonsumsi malam hari sebelum tidur
 Kortikosteroid Topikal
 Desoksimetason 0.25% krim 2 kali oles pada bagian yang gatal 1
kali sehari selama 14 hari

8
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Neurodermatitis sirkumskripta ialah liken simpleks kronikus. Peradangan kulit
kronis , gatal, sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih
menonjol (likenifikasi) menyerupai kullit batang kayu, akibat garukan atau gosokan
yang berulang-ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik (Sularsito dan
Djuanda, 2013).

B. Epidemiologi
Liken simplek kronis lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria,
dan jarang ditemukan pula pada anak-anak. Sering kali terjadi pada pasien dewasa tua.
Puncaknya antara usia 30-60 tahun (Siregar, 2013; Sularsito dan Djuanda, 2013). Frekuensi
pasti penderita neurodermatitis sirkumskripta tidak diketahui pasti, dalam sebuah
penelitian sekitar 12% individu usia tua dengan keluhan gatal didiagnosis sebagai
neurodermatitis. Insidens liken simpleks kronikus lebih banyak terjadi pada orang Asia dan
Afrika Amerika. Pigmentasi sekunder biasanya lebih berat pada orang dengan kulit lebih
gelap (Schoenfeld dan Helm, 2017).

C. Etiologi
Tempat yang sering gatal adalah bagian belakang siku. Bisa juga muncul pada
bagian belakang leher. Vulva, scrotum, dan anal dapat berkembang menjadi
neurodermatitis, namun daerah genital dan anal jarang terlibat secara bersamaan. Dapat
juga terjadi pada bagian atas dari kelopak mata, orifisium dari kedua telinga. Faktor
lingkungan dapat menyebabkan gatal seperti panas, keringat dan iritasi yang dihubungkan
dengan anogenital lichen simplex chronicus. Emosional atau psikologis juga dapat
menyebabkan munculnya rasa gatal. Masih belum diketahui apakah emosional terjadi
karena rasa gatal pada kulit atau faktor emosional menyebabkan gatal (Odom,2006).

D. Patogenesis

Pruritus memiliki peran penting dalam timbulnya pola reaksi kulit berupa
likenifikasi dan pririgo nodularis. Hipotesis mengenai pruritus dapat diakibatkan
oleh adanya penyakit yang mendasari, seperti gagal ginjal kronis, obstruksi
saluran empedu, limfoma hodgkin, hipertiroid, penyakit kulit seperti dermatitis
9
atopik, dermatitis kontak alergi, gigitan serangga, dan aspek psikologis dengan
tekanan emosi. Pada prurigo nodularis jumlah eosinofil meningkat. Eosinofil
berisi protein X dan protein kationik yang dapat menimbulkan degranulasi sel
mas. Jumlah sel Langerhans juga bertambah banyak. Saraf yang berisi CGRP
(calcitonin gene-related peptide) dan SP (substance P), bahan imunoreaktif,
jumlahnya di dermis bertambah pada prurigo nodularis, tetapi tidak pada
neurodermatitis. SP dan CRGP melepaskan histamin dari sel mas yang kemudian
akan memicu pruritus (Sularsito dan Djuanda, 2013).

E. Gejala Klinis
Keluhan utama yang dirasakan pasien dapat berupa gatal dan sangat menggangu.
Lesi kulit yang mengalami likenifikasi umumnya akan dirasakan sangat nyaman bila
digaruk sehingga terkadang pasien secara refleks menggaruk dan menjadi kebiasaan yang
tidak disadari. Predileksi neurodermatitis berada di tengkuk, sisi leher, tungkai bawah,
pergelangan kaki dan punggung kaki, skalp, paha bagian medial, lengan bagian ekstensor,
skrotum dan vulva. Pada stadium awal kelainan kulit yang terjadi dapat berupa eritem dan
edema atau kelompok papul, selanjutnya karena garukan berulang, bagian tengah menebal,
kering dan berskuama serta pinggirnya hiperpigmentasi. Ukuran lesi lentikular sampai
plakat, bentuk umum lonjong atau tidak beraturan. Kemudian lesi juga dapat berupa plak
solid dengan likenifikasi, seringkali disertai papul kecil di tepi lesi, dan berskuama tipis.
Kulit yang mengalami likenifikasi teraba menebal, dengan garis-garis kulit yang tegas dan
meninggi, serta dapat pula disertai eskoriasis. Warna lesi biasanya merah tua, kemudian
menjadi coklat atau hiperpigmentasi hitam. Distribusi lesi biasanya tunggal (Sularsito dan
Djuanda, 2013 ; Susan,2008).

F. Penegakan diagnosis
Diagnosis untuk neurodermatitis sirkumkripta atau liken simpleks kronis
dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang. Pasien dengan neurodermatitis sirkumskripta mengeluh merasa gatal
pada satu daerah atau lebih. Sehingga timbul plak yang tebal karena mengalami
proses likenifikasi. Biasanya rasa gatal tersebut muncul pada tengkuk, leher,
ekstensor kaki, siku, lutut, pergelangan kaki. Eritema biasanya muncul pada awal
lesi. Rasa gatal muncul pada saat pasien sedang aktivitas dan biasanya gatal timbul
intermiten. Pemeriksaan fisik menunjukkan plak yang eritematous, berbatas tegas,
10
dan terjadi likenifikasi. Terjadi perubahan pigmentasi, yaitu hiperpigmentasi
Kebutuhan pemeriksaan penunjang sangat bergantung pada penyakit penyerta dan
komplikasi yang mungkin berkaitan berdasarkan riwayat perjalanan penyakit
pasien seperti darah rutin, urin rutin, dan fungsi organ viseral. Pemeriksaan yang
paling bermakna adalah dermatopatologi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
gambaran bervariasi mengenai derajat hiperkeratosis dan paraorthokeratosis, serta
psoriasiform epidermal hiperplasia. Biopsi mungkin dapat dilakukan untuk
menemukan gangguan pruritus primer yang menyebabkan timbulnya likenifikasi
sekunder seperti psoriasis (Lotti et al., 2008; Tsintsadze et al., 2015).
Pemeriksaan histopatologi untuk menegakkan diagnosis neurodermatitis
sirkumkripta adalah menunjukkan proliferasi dari sel schwann dimana dapat
membuat infiltrasi selular yang cukup besar. Juga ditemukan neural hyperplasia.
Didapatkan adanya hiperkeratosis dengan area yang parakeratosis, akantosis
dengan pemanjangan rete ridges yang irregular, hipergranulosis dan perluasan
dari papillo dermis. Spongiosis bisa ditemukan, tetapi vesikulasi tidak ditemukan
(Sularsito dan Djuanda, 2013).

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah:


1. Tes Laboratorium
Tidak ada tes laboratorium yang spesifik untuk neurodermatitis
sirkumskripta. Tes patch dapat dilakukan sebagai tes laboratorium untuk
menegakkan diagnosis Neurodermatitis. Pada pasien dengan pruritus generalisata
yang kronik yang diduga disebabkan oleh gangguan metabolik dan gangguan
hematologi, maka pemeriksaan hitung darah harus dilakukan, juga dilakukan tes
fungsi ginjal dan hati, tes fungsi tiroid, elechtroporesis serum, tes zat besi serum,
tes kemampuan pengikatan zat besi (iron binding capacity), dan foto dada. Kadar
immunoglobulin E dapat meningkat pada neurodermatitis yang atopik, tetapi
normal pada neurodermatitis nonatopik (Wolff, et al, 2008).
2. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi untuk menegakkan diagnosis neurodermatitis
sirkumskripta adalah menunjukkan proliferasi dari sel schwann dimana dapat
membuat infiltrasi selular yang cukup besar. Juga ditemukan neural hyperplasia.
Didapatkan adanya hiperkeratosis dengan area yang parakeratosis, akantosis
11
dengan pemanjangan rete ridges yang irregular, hipergranulosis dan perluasan
dari papillo dermis. Spongiosis bisa ditemukan, tetapi vesikulasi tidak ditemukan.
Papilomatosis kadang-kadang ditemukan. Ekskoriasi, dimana ditemukan garis
ulserasi punctata karena adanya jaringan nekrotik papila dermis superfisial. Fibrin
dan neutrofil bisa ditemukan, walaupun keduanya biasanya ditemukan pada
penyakit dermatosis yang lain. Pada papillary dermis ditemukan peningkatan
jumlah fibroblas. (Wolff, et al, 2008).

H. Diagnosis Banding
 Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan, gejala klinis muncul pada pajanan (exposure)
pertama. Lesi timbul cepat, beberapa menit sampai dengan beberapa jam. Terjadi juga
fenomena decrescendo yaitu reaksi puncak peradangan terjadi dengan cepat, kemudian
cepat mereda). Morfologi lesi fase akut adalah eritema, edema, vesikel, bulla, pustula,
sampai dengan nekrosis dan ulkus. Pada fase subakut dan kronik yang terjadi adalah
hiperkeratosis, fisura, lesi berbatas tegas (sirkumskripta) pada area pajanan. Keluhan atau
gejala yang selalu didapatkan adalah rasa nyeri dan terbakar (Sularsito dan Djuanda, 2013).

Gambar 1. Dermatitits Kontak Iritan

 Dermatitis Kontak Alergi


Pada Dermatitis Kontak Alergika (DKA), penderita umumnya mengeluh gatal
pada area yang terpajan/kontak dengan sensitizer/alergen. Pada tipe akut lesi dimulai
dari bercak eritematosa yang berbatas tegas (sirkumskripta), kemudian diikuti oleh
edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel atau bula yang pecah dapat pecah
kemudian menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA di tempat tertentu misalnya
kelopak mata, penis, skrotum, gejala eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel.
Pada tipe kronik, kulit terlihat kering, skuama, papul, likenifikasi, mungkin juga fisur,
dan berbatas tidak tegas. DKA dapat meluas dengan cara autosensitisasi. Skalp (kulit
kepala), telapak tangan, dan telapak kaki relatif resisten terhadap DKA (karena lapisan
epidermis yang tebal) (Sularsito dan Djuanda, 2013).

12
Gambar 2. Dermatitis Kontak Alergi

 Dermatitis Atopi
Keluhan gatal dan terdapat likenifikasi, makula yang eritem, papul atau
papulovesikel, krusta pada daerah eksema, eksoriasi,dan kulit kering. Lokasi Dermatitis
Atopi di lipat siku dan lipat lutut (fleksor), sedangkan pada Liken Simpleks Kronis di siku
dan punggung kaki (ekstensor), ada pula yang di tengkuk. Dermatitis Atopi biasanya
sembuh dalam usia 2 tahun sedangkan Neurodermatitis Sirkumskripta dapat berlanjut
sampai tua (Sularsito dan Djuanda, 2013 ; Susan,2008).
.

Gambar 3. Dermatitis Atopik

 Liken Planus

Linken planus merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan timbulnya


papul-papul yang mempunyai warna dan konfigurasi yang khas. Papul-papul
berwarna merah biru dan poligonal, berskuama, dan berbentuk siku-siku.
Lokasinya di ekstremitas bagian fleksor, selaput lendir, alat kelamin. Sangat
gatal, umumnya membaik dalam waktu 1-2 tahun. Timbulnya linken planus
biasanya karena faktor imunitas selular. Gejala biasanya gatal, diikuti oleh
penyebaran lesi. Tempat predileksi pertama adalah ekstremitas, dapat di
ekstremitas bawah tetapi lebih sering di fleksor pergelangan tangan atau
13
lengan bawah. Distribusinya simetrik. Kelainan yang khas terdiri atas papul
yang poligonal, datar dan berkilat, kadang ada cekungan di sentral
(delle).Garis anyaman berwarna putih (strie wickham) dapat dilihat pada
permukaan papul (Djuanda, 2013).
Diagnosis linken planus biasanya dengan pemeriksaan histopatologi.
Dalam pemeriksaan histipatologi dapat ditemukan papul menunjukkan
penebalan lapisan granuloma, degenerasi mencair membrana basalis dan sel
basal. Terdapat pula infiltrat seperti pita terdiri atas limfosit dan histiosit pada
dermis bagian atas. Infiltrat tersebut padat dan mempunyai batas bawah yang
tajam. Pelepasan epidermal kadang-kadang terlihat dan bila bertambah akan
berbentuk bula subepidermal. Strie Wickham mungkin ada hubungan dengan
bertambahnya aktivitas fokal linken planus dan tidak karena penebalan
lapisan granular. IgM dan fibrin terdapat pada dermis papilar pada lesi yang
aktif (Djuanda, 2013)

Gambar 4. Liken Planus

 Psoariasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya adalah autoimun, bersifat


kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas
tegas dengan skuama yang kasar, berlapis dan transparan. Pada psoriasis
terdapat tanda khas fenomena tetesan lilin dan Auspitz, serta tanda tak khas
yaitu fenomena Kobner. Selain faktor genetik dan faktor imunologik, terdapat
berbagai faktor pencetus psoriasis, di antaranya adalah stress psikis, infeksi
fokal, trauma, endokrin, dan juga alkohol ataupun merokok.

14
Pasien psoriasis umumnya mengeluh gatal ringan pada kulit
kepala, perbatasan rambut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku
dan lutut, dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema yang
meninggi dengan skuama di atasnya. Eritema berbentuk sirkumskrip dan merata,
tetapi kemerahan di tengahnya dapat menghilang pada stadium penyembuhan.
Skuama pada psoriasis sangat khas, yaitu berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih
seperti mika, serta transparan. Dua fenomena khas pada psoriasis adalah fenomena
tetesan lilin dan Auspitz. Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah
warnanya menjadi putih pada foresan, seperti lilin yang digores. Pada fenomena
Auspitz, setelah skuama habis dikerok dilakukan pengerokan perlahan hingga tampak
serum atau darah berbintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Untuk menegakkan
diagnosis psoriasis, perlu dinilai gambaran klinisnya yang khas. Jika gambaran klinis
tersebut sudah sesuai dengan yang tersebut di atas, maka tidak sulit membuat
diagnosis psoriasis (Sularsito dan Djuanda, 2013 ; Susan,2008).

Gambar 5. Psoariasis

 Dermatitis Statis

Dermatitis statis adalah dermatitis yang terjadi akibat bendungan aliran


darah vena (Siregar, 2013). Dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik
vena (hipertensi vena) tungkai bawah. Akibat tekanan vena yang meningkat
pada tungkai bawah akan terjadi pelebaran vena atau varises dan edema.
Kemudian kulit akan berubah warna menjadi merah kehitaman dan timbul
purpura (karena ekstravasasi sel darah merah ke dalam dermis), serta
hemosiderosis. Edema dan varises mudah terlihat bila pasien berdiri lama.
Kelainan ini dimulai dari tungkai bawah bagian medial atau lateral di atas
maleolus. Kemudian akan meluas ke atas sampai di bawah lutut, dan ke
15
bawah sampai di punggung kaki. Perjalanan selanjutnya akan terjadi
ekzematosa berupa eritema, skuama, kadang eksudasi dan gatal. Apabila
berlangsung lama akan menjadi tebal dan fibrotik meliputi sepertiga tungkai
bawah, sehingga terlihat seperti botol yang terbalik. Hal ini disebut dengan
lipodermatosklerosis (Sularsito dan Djuanda, 2013).
Umumnya lokasi terletak di tungkai bawah. Perjalanan penyakit
awalnya terjadi kerusakan katup vena yang menyebabkan darah terbendung
di distal katup. Kemudian darah juga terbendung dalam jaringan, dan terjadi
hemosiderosis di bawah kulit sehingga kulit terlihat berwarna kehitaman.
Penderita akan mengeluhkan gatal dan nyeri (Siregar, 2013; Sularsito dan
Djuanda, 2013).

I. Penatalaksanaan

1. Konseling dan edukasi


a. Pengetahuan mengenai penyakit berupa penyebab, faktor pencetus, dan
pengobatan.
b. Menyarankan pasien untuk tidak terus menggaruk lesi saat gatal.

c. Membantu pasien untuk mencari pencetus dan menghindarinya.

2. Medikamentosa
a. Antipruritus oral: antihistamin dengan efek sedatif, seperti hidroksisin 10-
50 mg setiap 4 jam, difenhidramin 25-50 mg setiap 4-6 jam (maksimal 300
mg/hari), atau klorfeniramin maleat (CTM) 4 mg setiap 4- 6 jam
(maksimal 24 mg/hari).
b. Antipruritus topikal: krim doxepin 5% maksimum 8 hari.
c. Glukokortikoid topikal, antara lain: betametason dipropionat 0,05%
salep/krim 1-3x/hari, metilprednisolon aseponat 0,1% salep/krim 1-
2x/hari, atau mometason furoat 0,1% salep/krim 1x/hari.
Antiansietas dan antidepresi: obat ini diberikan untuk memperbaiki kualitas
tidur, contohnya amitriptilin

16
J. Prognosis

Sejumlah penderita dalam beberapa interval hingga 2 tahun, didapati 22%


sembuh, 25% pernah sembuh untuk beberapa minggu hingga tahun, dan 53% tidak
pernah bebas dari lesi kecuali dalam pengobatan (Djuanda, 2013). Prognosis untuk
penyakit neurodermatitis secara umum adalah baik. Lesi bisa hilang sepenuhnya.
Pruritus mungkin dapat hilang, namun beberapa jaringan parut ringan dan
perubahan pigmen kulit mungkin masih tetap ada setelah pengobatan. Relaps juga
mungkin terjadi pada kondisi tekanan psikis atau ketika kulit mengalami iritasi
atau alergen, atau karena tekanan oleh panas atau kondisi lembab yang ekstrim.
Pada pasien yang tidak melakukan pengobatan dengan baik, maka memerlukan
pengobatan lebih lama karena lesi sulit membaik. Liken simpleks dapat
mengalami infeksi sekunder ketika terjadi ekskoriasi (Schoenfeld dan Helm,
2017).

17
IV. PEMBAHASAN

A. Anamnesis
1. Pasien mengeluh gatal hampir seluruh tubuh pada area tangan kanan –
kiri, punggung, dan pantat
2. Keluhan hilang timbul selama 2 tahun
3. Pasien lebih senang menggaruk terus-menerus namun hilang timbul.

Menurut Sularsito dan Djuanda, 2013 dalam Dermatitis pada Ilmu


Penyakit Kulit FKUI:

a. Penderita mengeluh gatal sekali, rasa gatal memang kadang tidak


terus menerus, biasanya pada waktu tidak sibuk (saat istirahat)
b. Gatal yang muncul sulit ditahan untuk tidak digaruk. Penderita
merasa enak setelah digaruk yang dilakukan secara sengaja untuk
mengurangi sensasi gatal dan nyeri.
c. Gatal dapat bertambah parah pada saat terjadi stress psikologis dan
tekanan emosi, terutama pada seseorang yang memiliki kecemasan.
d. Kulit akan terasa seperti menebal
e. Letak lesi bisa muncul dimana saja

B. Efloresensi
Regio antebrachii dextra sinistra, manus sinistra : plakat hipopigmentasi,
diseratai skuama halus, dan terdapat krusta

Regio Trunkus Posterior : Makula eritematosa, disertai makula


hipopigmentasi disertai skuama.

Gluteus : terdapat krusta, lesi makula hipopigmentasi disertai skuama

Sesuai dengan Sularsito dan Djuanda, 2013 pada Ilmu Penyakit Kulit
FKUI:

a. Lokalisasi lesi dapat muncul dimana saja. Lesi bisa terjadi pada
daerah punggung, leher, ekstremitas dan paling sering di
pergelangan tangan- kaki serta bokong.
b. Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa,

18
sedikit edematosa, lambat laun edema dan eritema menghilang,
bagian tengah

C. Penatalaksanaan
1. Sistemik: Antihistamin  Cetirizine 10 mg tablet 2x1
2. Topikal: Desoksimetason 0.25% krim

Sesuai Sularsito dan Djuanda, 2013 penatalaksanaan pada


penyakit ini adalah tujuanya untuk mengurangi pruritus dan
meminimalkan lesi dengan:

a. Antipruritus (antihistamin → Reseptor H1 yaitu


contohnya cholorpheniramine).
b. Antidepresi yang mempunyai aktivitas sedatif. contoh:
Amitriptylin.
c. Obat topikal menstabilisasi membrane neuron dan mencegah
inisiasi dan transmisi implus saraf sehingga memberi aksi
anestesi lokal.

D. Prognosis

Prognosis untuk penyakit neurodermatitis secara umum adalah


baik. Lesi bisa hilang sepenuhnya. Pruritus mungkin dapat hilang,
namun beberapa jaringan parut ringan dan perubahan pigmen kulit
mungkin masih tetap ada setelah pengobatan. Relaps juga mungkin
terjadi pada kondisi tekanan psikis atau ketika kulit mengalami
iritasi atau alergen, atau karena tekanan oleh panas atau kondisi
lembab yang ekstrim. Pada pasien yang tidak melakukan pengobatan
dengan baik, maka memerlukan pengobatan lebih lama karena lesi
sulit membaik. Liken simpleks dapat mengalami infeksi sekunder
ketika terjadi ekskoriasi (Schoenfeld dan Helm, 2017).

19
DAFTAR PUSTAKA

Berth-Jones J. Eczema, lichenification, prurigo and erythroderma. In: Burns T, Breathnach


S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's textbook of th dermatology. 8 ed. United
Kingdom: Blackwell Publishing; 2010. p. 39-41.

Lotti, T., G. Buggiani, F. Prignano. 2008. Prurigo Nodularis and Lichen Simplex
Chronicus. Dermatology Therapy. 21(1): 42-46.

Panjaitan R. 2015. Gambaran tingkat stres penderita liken simpleks kronik di


beberapa klinik dokter spesialis kulit dan kelamin di kota medan pada bulan
februari-maret. VISI (2015)23 (3) 2373-2379.

Schoenfeld, J., T.N. Helm. 2017. Lichen Simplex Chonicus. Available at


https://emedicine.medscape.com/article/1123423-overview.

Siregar, R.S. 2013. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi Kedua. Jakarta:
EGC.

Sularsito, S. Adi, S. Djuanda. 2013. Dermatitis. Dalam: Djuanda, A., M. Hamzah,


S. Aisah (Eds). Lmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI.

Susan B, Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al: Numular Eczema and Lichen
Simplex Chronic/ Prurigo Nodularis Varicella and Herpes Zoster,
Fitzpatricks’s Dermatology in general medicine. 7th ed. Volumes 1&2. 2008.
p. 140-141, 45 146, 158-162, 177-178, 247-254

Tsintsadze, N., L. Beridze, Y. Krichun, N. Tsivadze, M. Tsintsadze. 2015. Psychosomatic


Aspect in Patient with Dermatologic Diseases. Georgian Medical News. 6: 70-75

Odom RB, James WD, Berger TG: Atopic dermatitis, eczema, and noninfectious
immunodeficiency disorders, Andrew’s Diseases of The Skin, Clinical
Dermatology. 9th ed. Philadelphia: WB Saunders. 2006. p. 58.

Wolff, K., L.A. Goldsmith, S.I Katz, B.A Gilshrest, A.S. Paller, D.J. Leffel. 2008.
Lichen Simplex Chronicus and Prurigo Nodularis. Dalam: Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th Edition. New York: McGraw Hill
Medical.

20

Anda mungkin juga menyukai