Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS POLI

“PSORIASIS GUTATA”

Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK

Disusun oleh :
Muhammad Gilang Perdana 1620221178

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2017
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS POLI


“PSORIASIS GUTATA”

Disusun oleh :
Muhammad Gilang Perdana 1620221178

Diajukan untuk Memenuh Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Margono Soekarjo
Purwokerto

Telah disetujui dan dipersentasikan


Pada September 2017

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK


NIP. 19790622 2010 12 2 001
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas


segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga laporan presentasi kasus
dengan judul “Psoriasis Gutata” ini dapat diselesaikan.
Laporan presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di Kepaniteraan Klinik
SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Ismiralda Oke P, Sp.KK selaku dosen pembimbing;
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto;
3. Orang tua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah henti
diberikan kepada penulis;
4. Rekan-rekan co-assisten Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin dari FK UPN dan FK Unsoed.
5. Seluruh pihak terkait yang telah membantu penulis dalam menyusun tugas ini.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih
memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan presentasi kasus di masa yang akan datang. Semoga
laporan presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam maupun
di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Purwokerto, September 2017

Penulis
I. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. SS
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 45 tahun
Alamat : Purwokerto
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 12 September 2017
No. CM : 00851691

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Gatal hampir di seluruh tubuh
Keluhan Tambahan : Kulit terasa kering dan sisik halus
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang untuk pertama kalinya ke Poli Kulit RS. Margono
Soekardjo dengan keluhan gatal hampir di seluruh tubuh terutama di bagian
kepala dan punggung sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya muncul lenting
kemerahan dan terasa gatal di bagian punggung pasien. Semakin hari, lenting
pecah dan muncul bercak kemerahan dan terdapat sisik yang kering dan halus.
Bercak kemerahan dan gatal bertambah berat apabila pasien sedang banyak
fikiran dan saat cuaca panas.
Selain itu keluhan juga disertai dengan timbulnya ketombe yang dirasa
kurang lebih sejak 3 minggu yang lalu, ketombe dengan gatal dirasa memburuk
ketika cuaca panas.
Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Riwayat keluhan yang sama disangkal
b. Riwayat alergi disangkal
c. Riwayat penyakit kulit sebelumnya disangkal
d. Riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
b. Riwayat keluarga dengan alergi disangkal
c. Riwayat keluarga dengan penyakit kulit disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien tinggal bersama suaminya dan kedua anaknya. Pembiayaan
kesehatan menggunakan BPJS PBI.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Kesan Overweight, BB: 65 kg, TB: 150 cm
Vital Sign :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I – II reguler, Murmur (-), Gallop(-)
Paru : SD vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-)
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal
KGB : tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat, edema ( ), sianosis ( )

Status Dermatologi

UKK : Plak eritematosa lentikular dengan skuama halus menyebar diskret di


regio torakal posterior

D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

E. Resume
Pasien datang untuk pertama kalinya ke Poli Kulit RS. Margono Soekardjo
dengan keluhan gatal hampir di seluruh tubuh terutama di bagian kepala dan
punggung sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya muncul lenting kemerahan dan terasa
gatal di bagian punggung pasien. Semakin hari, lenting pecah dan muncul bercak
kemerahan dan terdapat sisik yang kering dan halus. Bercak kemerahan dan gatal
bertambah berat apabila pasien sedang banyak fikiran dan saat cuaca panas.
Selain itu keluhan juga disertai dengan timbulnya ketombe yang dirasa kurang
lebih sejak 3 minggu yang lalu, ketombe dengan gatal dirasa memburuk ketika cuaca
panas

F. Diagnosa Kerja
Psoriasis Gutata

G. Diagnosis Banding
1. Dermatitis numular
2. Tinea corporis
3. Ptiriasis rosea

H. Penatalaksanaan
1. Edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya
b. Menyarankan untuk menghindari faktor-faktor yang mencetuskan
kekambuhan penyakit (menghindari stress)
c. Menjelaskan untuk teratur dan taat kontrol dan konsumsi obat, salep untuk
pengobatan penyakitnya
d. Menjaga higienitas kulit
2. Medikamentosa
1) Desoksimetason 30mg 3 kali sehari
2) Asam salisilat 1/2gr 3 kali sehari
3) Acdat 10mg 3 kali sehari
4) Metilprednisolone 16mg 1 kali sehari
5) Loratadine 10mg 1 kali sehari
I. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad kosmeticum : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Psoriasis merupakan suatu penyakit kulit yang bersifat kronik residif dengan
gambaran klinik bervariasi. Kelainan ini dikelompokkan dalam penyakit
eritroskuamosa dan ditandaibercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh
skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilat seperti mika disertai
fenomena tetesan lilin yang dikenal dengan tanda auspitz dan fenomena kobner
(Djuanda et al, 2006; Barker et al, 2010). Terdapat beberapa tipe psoriasis yaitu
meliputi psoriasis vulgaris (psoriasis plak), psoriasis pustular, psoriasis guttata,
psoriasis eritroderma, dan pada lokasi tertentu seperti psoriasis scalp, psoriasis
eksular, psoriasis pada mukosa oral, psoriasis kuku, dan psoriasis arthritis.
Psoriasis plak atau dikenal juga sebagai psoriasis vulgaris merupakan tipe yang
paling sering dijumpai, ditemukan sekitar 40-50% dari penderita psoriasis
(Kupetsky et al, 2013).

B. Epidemiologi
Psoriasis ditemukan di seluruh dunia, tetapi catatan prevalensi di daerah
yang berbeda bervariasi kurang dari 1% hingga mencapai 3% dari
populasi.Insiden pada orang kulit putih lebih banyak dibandingkan dengan orang
yang kulit berwarna.Di Amerika Serikat, psoriasis dijumpai sebanyak 2% dari
populasi, dengan rata-rata 150.000 kasus baru pertahun. Psoriasis jarang
ditemukan di Afrika Barat dan Amerika Utara (Buxton et al, 2003).Di Indonesia
sendiri prevalensi penderita psoriasis mencapai 1-3 persen (bahkan bisa lebih)
dari populasi penduduk Indonesia. Jika penduduk Indonesia saat ini berkisar 200
juta, berarti ada sekitar 2-6 juta penduduk yang menderita psoriasis, namun hanya
sebagian kecil saja yang sudah terdiagnosis dan tertangani secara medis (Djuanda
et al, 2006).
Insiden psoriasis pada pria lebih banyak daripada wanita, psoriasis dapat
terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa muda.Dua kelompok
usia yang terbanyak adalah pada usia antara 20–30 tahun dan yang lebih sedikit
pada usia antara 50–60 tahun.Serangan psoriasis yang terjadi pada usia lanjut
memprediksikan penyakit ini lebih parah dan berlangsung lama dan keadaan ini
menunjukkan bahwa kemungkinan adanya riwayat keluarga dengan psoriasis.
Psoriasis lebih banyak dijumpai pada daerah dingin dan lebih banyak terjadi pada
musim hujan (Gudjohnson et al, 2003).
Psoriasis dapat diturunkan apabila terdapat anggota keluarga yang
mengalami psoriasis. Apabila salah satu dari orang tua menderita psoriasis,
kemudian penyakit ini akan diturunkan kepada anaknya sebesar 8% ; sedangkan
jika kedua orangtua menderita psoriasis, prosentase penyakit akan diturunkan
41% kepada anaknya. Sistem imun tipe gen HLA dianggap berkaitan dengan
kejadian psoriasis dalam suatu keluarga. Beberapa tipe HLA yang berpengaruh
dalam patogenesis psoriasis yakni HLA-B13, -B17, -Bw157 dan yang paling
penting adalah HLA-Cw6 (Fritzpatrick, 2003).

C. Etiologi
Etiologi psoriasis dicetuskan oleh beberapa faktor, yakni faktor keadaan
faktor imunologik, genetik, dan lingkungan (Djuanda, 2007; Riviera Munoz,
2011).
1. Faktor imunologik
Psoriasis merupakan penyakit autoimun. Defek genetik yang terjadi pada
psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari sel limfosit T, sel penyaji
antigen (dermal), atau keratinosit. Penelitian menunjukkan adanya
peningkatan sirkulasi TNF-α dalam kulit. Pemberian TNF-α sebagai terapi
berhasil dengan sukses. Peningkatan aktivitas sel limfosit T memainkan peran
penting dalam patogenesis psoriasis dalam pembentukan plak. Pembentukan
epidermis (turn over time) pada psoriasis terjadi 3-4 hari, sedangkan pada
kulit normal terjadi dalam 27 hari. Pembentukan epidermis pada kasus
psoriasis lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan dermis pada kulit
normal.
2. Faktor genetika
Psoriasis dapat dikatakan sebagai penyakit genetik. Risiko kejadian psoriasis
mencapai 34%-39% pada seseorang dengan orangtua yang menderita
psoriasis. Terdapat peran dari alel Human Leukocyte Antigents (HLA),
terutama HLA-Cw6. Psoriasis dalam keluarga memiliki pola dominan
autosomal. Sebuah penelitian meta-analisis menunjukkan terdapatnya dua gen
LCE yang terhapus, yakni LCE3C dan LCE3B. Kedua gen tersebut menjadi
faktor genetik umum kerentanan seseorang terhadap psoriasis (Djuanda, 2007;
Riviera Munoz, 2011).
3. Faktor lingkungan
Stress merupakan hal yang paling berpengaruh terhadap eksaserbasi dari
kejadian psoriasis. Selain stress, faktor lain yang berpengaruh adalah udara
dingin, adanya trauma, infeksi oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus β-
hemolyticus, dan Human Immunodeficiency Virus, alkohol serta obat-obatan.
Contoh pencetus dari obat-obatan seperti penghentian tiba-tiba konsumsi
kortikosteroid sistemik, aspirin, litium, beta blocker, obat antimalaria,
botulinum A. Berdasarkan penelitian terdapat peningkatan neurotransmitter
pada plak psoriasis, hal tersebut menunjukkan bahwa stress mempengaruhi
psoriasis (Riviera Munoz, 2011).

D. Patogenesis
Kulit sebagai organ terluar tubuh memiliki sistem imun dan komponen
seluler yang penting. Lapisan epidermis kulit tersusun sistem imun yang utama,
seperti keratinosit, sel Langerhans, sel Dendritik, limfodit intraepidermal. Lapisan
dermis juga terdapat komponen sel imun berupa sel T dan makrofag. Keratinosit
sendiri menghasilkan berbagai sitokin yang merupakan bagian dari proses
terjadinya reaksi imun. Sitokin-sitokin tersebut IL-1, IL-6, IL-10, TGF-β dan
TNF-α. Sel Langerhans, dendritik, makrofag dan sel T mempunyai reseptor TCR
dan Fc-R yang akan memberikan spesifisitas terhadap respon imun.sel dermis
mengandung dua subtype dari sel T yakni CD4+ dan CD 8+. Komponen sistem
imun kulit memiliki istilah SALT yang terdiri dari sel keratinosit, sel Langerhans
intraepitel sebagai sel APC, dan respon imun(Baratawidjaja, 2006).

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, psoriasis merupakan suatu


penyakit autoimun yang terjadi akibat respon imun seluler atau humoral spesifik
terhadap konstituen-konstituen jaringan tubuh sendiri. Beberapa penemuan
mendukung autoimun ini seperti histokompatibiliti kompleks mayor (MHC)
antigen, akumulasi sel T terutama memori, serta adanya lapisan anti korneum dan
anti keratinosit antibodi nukleus.Pada psoriasis terdapat aktivitas infiltrasi sel-sel
CD4 pada lesi-lesi kulit. Lesi psoriasis lama umumnya penuh dengan sebukan
limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit
sebukan limfositik dalam epidermis (Lowes et al, 2007).
Pada kulit dengan psoriasis, siklus sel epidermal terjadi lebih cepat.
Perubahan morfologik dan kerusakan sel epidermis akan menimbulkan akumulasi
sel monosit dan limfosit pada puncak papil dermis dan di dalam stratum basalis
sehingga menyebabkan pembesaran dan pemanjangan papil dermis. Sel
epidermodermal bertambah luas, lipatan dilapisan bawah stratum spinosum
bertambah banyak. Proses ini menyebabkan pertumbuhan kulit lebih cepat dan
masa pertukaran kulit menjadi lebih pendek dari normal, dari 28 hari menjadi 3-4
hari. Stratum granulosum tidak terbentuk dan didalam stratum korneum terjadi
parakeratosis (Stawiski et al, 2005).
Gambar2.1. Perbedaan kulit normal dengan kulit psoriasis.

Pembelahan sel pada stratum basale terjadi setiap 1.5 hari, dan migrasi
keratinosit ke stratum corneum terjadi kira-kira dalam 4 hari. Karena sel-sel
mencapai permukaan dengan sangat cepat, sel-sel tersebut tidak berdiferensiasi
dan berkembang dengan sempurna. Stratum corneum tidak terkeratinisasi secara
sempurna dan sel-sel epidermal berkembang dan menumpuk dengan abnormal
dan menjadi berskuama. Epidermis pada lesi psoriasis tiga hingga lima kali lebih
tebal dari normal. Pembuluh darah dalam stratum papilare dermis terdilatasi dan
sel-sel inflamasi, seperti neutrofil, menginfiltrasi epidermis.Pada psoriasis terjadi
peningkatan mitosis sel epidermis sehingga terjadi hiperplasia, juga terjadi
penebalan dan pelebaran kapiler sehingga tampak lesi eritematous. Pendarahan
terjadi akibat dari rupture kapiler ketika skuama dikerok (Stawiski et al, 2005).

E. Manifestasi Klinis
Penderita psoriasis umumnya mengeluhkan gatal-gatal, yangmana semakin
diperberat saat tubuh berkeringat. Manifestasi klinis utama psoriasis berupa
macula dan papula eritem yang timbul tiba-tiba. Selanjutnya, papula membesar
secara sentrifugal, sampai sebesar lentikuler dan nummular. Beberapa macula ini
dapat bergabung membentuk lesi-lesi yang lebar hingga sebesar daun gyrate. Lesi
ini menunjukan gambaran beraneka ragam, dapat berupa arsiner, sirsiner,
polisiklis atau geografis. Macula eritem ini berbatas tegas dan di atasnya di dapati
skuama yang mempunyai sifat-sifat khas. Warnanya putih seperti perak atau
mika, transparent, kering, kasar dan berlapis-lapis. Apabila skuama ini digores
dengan benda tajam, akan tampak sebuah garis putih kabur dan skuama menjadi
pecah-pecah mirip gambaran setetes lilin yang di gores dengan benda tajam.
Fenomena ini disebut fenomena tetesan lilin, apabila skuama ini di kupas lapis
demi lapis, pada lapisan yang terbawah tampak kulit berwarna merah dan terlihat
bintik-bintik darah. Tanda seperti ini disebut tanda Auspitz(Barker et al, 2010).
Fenomena Koebner atau reaksi isomorfik adalah timbulnya lesi psoriasis
pada tempat terjadinya trauma. Jenis trauma yang dapat menimbulkan reaksi ini
ialah trauma fisik, seperti luka mekanik, trauma sinar ultra violet atau kerusakan
kulit karena dermatitis. Penelusuran reaksi isomorfik ini penting untuk mencegah
penderita dari segala jenis trauma fisik. Pada penderita ini, melepaskan plester
harus hati-hati karena dapat menimbulkan lesi psoriasis baru. Kepentingan lain
fenomena Koebner ialah untuk induksi lesi-lesi psoriasis, penelitian dan
pengobatan dengan sinar ultraviolet dan beberapa macam obat topical (Barker et
al, 2010).
Predileksi bagian tubuh yang sering terkena geseran atau tekanan, seperti
siku, lutut dan punggung, yangmana pada bagian tersebut dapat timbul reaksi
isomorfik. Bagian tubuh lain adalah daerah yang berambut mialnya pada kulit
kepala, tanda eritem tidak jelas tetapi skuamanya cukup tebal. Psoriasis yang
menyerang kuku jari, tangan dan kaki memberi gambaran berupa lubang kecil
pada kuku yang disebut pitsatau pitting nail. Warna kuku menjadi kabur dan
bagian kuku bebas agak terpisah dari dasarnya oleh karena terbentuk zat tanduk
sub ungula. Umumnya kelainan kuku di mulai dari bagian distal dan menyebar ke
bagian proksimal, hingga terjadi onikolisis. Mukosa hampir tidak pernah terkena
penyakit ini, kemungkinan karena pertumbuhan epitel mukosa mirip dengan
pertumbuhan kulit yang terkena psoriasis (Barker et al, 2010).
Berdasarkan ukuran dan morfologi lesi, psoriasis dapat menunjukan
berbagai variasi : psoriasis punctata bila ukuran lesi sebesar milier (kepala jarum
pentul); psoriasis gutata bila ukuran lesi sebesar lentikuler; psoriasis numularis
apabila ukuran lesi sebesar uang logam; psoriasis gyrata bila ukuran lesi daun;
psoriasis folikularis bila lesi mengikuti folikel rambut; psoriasis universalis
apabila lesi menyerang seluruh permukaan tubuh; dan apabila menyerang bagian
lipatan tubuh seperti ketiak, di bawah buah dada, inguinal, bagian antar gluteus,
lesinya disebut psoriasis inversal. Lesi psoriasis pada tempat ini tidak khas berupa
skuama berlapis-lapis, tetapi hanya berupa eritem berbatas tegas, sedikit skuama,
kadang ada fisura dan disertai rasa gatal atau rasa terbakar. Perubahan lesi seperti
ini disebabkan oleh maserasi kulit akibat geseran dan gangguan penguapan pada
bagian lipatan tubuh yang menyebabkan kulit agak lembab (James et al, 2011).
Lesi psoriasis yang menyerang telapak kaki dan tangan (psoriasis geografis)
menunjukan daerah yang eritematous, kulit menjadi kering dilapisi skuama halus
atau kadang-kadang berupa penebalan kulit yang verukus. Psoriasis yang
menyerang daerah yang luas disebut psoriasis generalisata. Bentuk ini dapat
menimbulkan masalah medic yang serius. Lesi-lesi di kulit yang terjadi serentak
sering menyertai suatu penyakit sistemik, misalnya penyakit sistemik, misalnya
penyakit infeksi bakteri akut, penyakit virus atau alergi obat (James et al, 2011).
Vasodilatasi pembuluh darah subepidermal dan kapiler kulit menyebabkan
pelepasan panas yang berlebihan dan penderita akan mengeluh merasa
kedinginan. Terkadang dapat timbul gejala yang lebih serius, seperti kegagalan
jantung, akibat pengaliran darah di dalam kulit yang meningkat. Pengeluaran air
melalui kulit akanmeningkat, akibat gagalnya epidermal barrier. Kegagalan
barrier epidermal ini menyebabkan permeabilitas epidermis meningkat, sehingga
sangat mempengaruhi penyerapan obat – obatan melalui kulit. Oleh sebab itu,
pemberian obat topical pada lesi psoriasis yang luas harus di lakukan secara
berhati – hati, mengingat absorbsi obat yang tinggi dapat menyebabkan gejala
obat sistemik yang tidak di inginkan (Barker et al, 2010).
Pelepasan skuama terus menerus menyebabkan protein tubuh hilang kira-
kira 50 gram setiap hari sehingga menyebabkan hipoproteinema sekunder.
Hilangnya protein dan zat besi dari tubuh ini dapat pula menyebabkan anemia
defisensi besi. Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yakni (Barker et al,
2010) :
1. Psoriasis Vulgaris
Merupakan bentuk psoriasis yang sering ditemukan. Disebut vulgaris karena
lesi berupa plak eritema multipelberbatas tegas dengan skuama yang tebal
dan berlapis-lapis di atasnya.

Gambar 2.2. Psoriasis Vulgaris

2. Psoriasis gutata
Psoriasis gutata berupa lesi berukuran kecil seperti tetesan air dengan
diameter 1 cm yang muncul mendadak, umumnya setelah penderita
mengalami penyakit saluran nafas atas sehabis influenza atau morbili. Infeksi
yang paling sering oleh bakteri Streptococcus aureus. Psoriasis bentuk gutata
sering dijumpai pada anak-anak dan dewas muda. Umumnya bentuk sisik
tidak tampak, tetapi akan tampak setelah ada goresan atau gesekan. Biasanya
lesi psoriasis dapat sembuh secara spontan selama beberapa minggu, tetapi
biasanya akan kembali muncul dan akan menjadi psoriasis kronik atau
permanen psoriasis.
Gambar 2.3. Psoriasis Gutata

3. Psoriasis inversa (psoriasis fleksural)


Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai
dengan namanya, seperti siku, lutut dan lipatan-lipatan tubuh lainnya.
Gambar 2.4. Psoriasis Fleksural

4. Psoriasis eksudative
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada
bentuk ini kelainannya exsudative seperti dermatitis akut.
5. Psoriasis seboroik
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan
dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak
dan agak lunak. Berlokasi di daerah seboroik.
6. Psoriasis pustulosa
Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata dan generalisata.
Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmo-plantar (barber).
Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata
akut (von Zumbusch). Berikut ini adalah penjelasannya :
a. Psoriasis pustulosa palmoplantar (barber)
Penyakit ini bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau
telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok – kelompok
pustule kecil steril dan dalam di atas kulit yang eritematosa disertai rasa
gatal.
b. Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch)
Paling sering disebabkan oleh provokatif obat, misalnya penghentian
kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan derivatnya
(ampisilin dan amoksilin) serta antibiotik betalaktam yang lain,
hidroklorokuin, morfin, sulfapiridin, sulfonamide, kodein, fenilbutason
dan salisilat. Faktor lain selain obat, ialah hipokalsemia, sinar matahari,
alkohol, stress emosional, serta infeksi bakterial dan virus.
Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah
menderita psoriasis. Dapat pula muncul pada penderita yang belum pernah
menderita psoriasis.Gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, hiperalgesia
disertai gejala umum berupa demam, malaise, nausea, anoreksia. Plak
psoriasis yang telah ada makin eritematosa. Setelah beberapa jam timbul
banyak plak edematosa dan eritematosa pada kulit yang normal. Dalam
beberapa jam timbul banyak pustule miliar pada plak-plak tersebut. Dalam
sehari pustule-pustule berkonfluensi membentuk “take of us“ berukuran
bebrapa cm. Kelainan-kelainan semacam itu akan terus menerus dan dapat
menjadi eritroderma.Pemeriksaan laboratorium menunjukan leukositosis
(leukosit dapat mencapai 20.000/ul) kultur pus dari pustule steril.

Gambar 2.5. Psoriasis Pustulosa

7. Eritroderma psoriatic
Eritroderma psoriatic dapat disebabkan oleh pengobatan topical yang terlalu
kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Lesi yang timbul umumnya
sudah sangat eritema dengan skuama yang semakin menebal secara universal.

Gambar 2.6. Eritroderma psoriatik


F. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada kelainan laboratorium yang spesifik pada penderita psoriasis
tanpa terkecuali pada psoriasis pustular general serta eritroderma psoriasis dan
psoriasis gutata. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan bertujuan
menganalisis penyebab psoriasis, seperti pemeriksaan darah rutin, kimia
darah, gula darah, kolesterol, dan asam urat.Bila penyakit tersebar luas, pada
50 % pasien dijumpai peningkatan asam urat, dimana hal ini berhubungan
dengan luasnya lesi dan aktifnya penyakit. Sertameningkatkan resiko
terjadinya artritis gout.Laju endapan eritrosit dapat meningkat terutama terjadi
pada fase aktif. Dapat juga ditemukan peningkatan metabolit asam nukleat
pada ekskresi urin.Pada psoriasis berat, psoriasis pustular general dan
eritroderma keseimbangan nitrogen terganggu terutama penurunan serum
albumin. Protein C reaktif, makroglobulin, level IgA serum dan kompleks
imun IgA meningkat, dimana sampai saat ini peranan pada psoriasis tidak
diketahui (James et al., 2011).

G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari psoriasis diantaranya (Jameset al., 2011) :
1. Dermatofitosis
Pada stadium penyembuhan psoriasis telah dijelaskan bahwa eritema
dapat terjadi hanya di pinggir, hingga menyerupai dermatofitosis.
Perbedaannya adalah skuama umumnya pada perifer lesi dengan
gambaran khas adanya central healing, keluhan pada dermatofitosis gatal
sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur.
2. Paraosoriasis en plaque
Parapsoriasis juga tergolong pada penyakit dermatosis eritoskuamosa
yang perjalananan penyakitnya juga kronik dan munculnya perlaha-lahan.
Efloresensi yang ditampakkan eritema dan skuama. Bercak eritema
umumnya permukaannya datar, bulat atau lonjong dengan sedikit skuama,
berwarna merah jambu, coklat atau agak kuning.
3. Dermatitis Seboroik
Predileksi dermatitis seboroik pada alis, lipatan nasolabial, telinga sternum
dan fleksura. Sedangkan Psoriasis pada permukaan ekstensor terutama
lutut dan siku serta kepala. Skuama pada psoriasis kering, putih,
mengkilap, sedangkan pada Dermatitis Seboroik skuama berminyak, tidak
bercahaya. Psoriasis tidak lazim pada wajah dan jika skuama diangkat
tampak basah bintik perdarahan dari kapiler (Auspitz sign), dimana tanda
ini tidak ditemukan pada dermatitis seboroik.

H. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa topical (Siregar, 2005; Djuanda et al., 2006) :
a. Kortikosteroid
Aplikasi topikal dari kortikosteroid krim, ointments, lotion, foam, dan
spray paling sering digunakan. Steroid kelas 1 satu cocok digunakan untuk
pemakaian 2 minggu terapi awal untuk hampir seluruh area tubuh. Terapi
dapat dilanjutkan dengan cara mengurangi intensitas pemberian terapi
dengan bertujuan untuk menghindari reaksi terapi yang merugikan. Injeksi
pada intralesi of triamcinolone diberikan pada plak yangsusah
disembuhkan. Triamcolone acetonide (kenalog) diberikan dalam dosisi 10
mg/mL yang dilarutkan dalam larutan dalin sehingga konsentrainya 2,5-5
mg/mL.Efek jangka panjang penggunaan salep kortikosteroid topikal
dapat berupa telangiektasis .
b. Preparat Tar
Preparat Ter memperlihatkan hasil yang baik dalam pengobatan psoriasis
karena efeknya sebagai antiradang. Preparat Ter yang paling efektif untuk
mengobati psoriasis menahun yang berasal dari batubara, sedangkan untuk
psoriasis yang akut dengan preparat Ter yang berasal dari kayu.
Konsentrasi yang digunakan sebesar 2-5%, dimulai dengan konsentrasi
rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaiikan. Agar lebih efektif
bisa digabung dengan asam salisilat 3-3% dan gunakan sebagai salep
karena memiliki daya penetrasi yang baik.
c. Antrhalin
Anthralin efektif dalam pengobatan meski memberikan noda dikulit,
pakaian, seprei tempat tidur. Untuk menghindari kekurangan dari anthralin
ini digunakan metode kontak singkat anthralin treatment dengan mebilan
anthralin setelah pemakaian 15-30 menit. Anthralin memberikan efek
langsung pada keratinosit dan leukosit dengan mensupresi neutrofil
generasi superoksida dan menginhibisi derivat monosit IL-6 dan TNF-
alfa.
d. Calcipotriene
Vitamin D3 ini memberikan efek pada differensiasi keratinosit dengan
cara meregulasi respon epidermal terhadap kalsium. Pengobatan dengan
vitamin D analog calcipotriene (dovonex) dalam bentuk ointment, krim,
dan solution memberikan hasil edektif pada pengobatan. Kombinasi terapi
calcipotriene dengan steroid berpotensi tinggi memberikan hasil yang
memuaskan dengan efek samping steroid yang rendah.
e. Tazarotene
Tazaroten merupakan molekul retinoid asetilinik topikal yang bekerja
dengan menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi
keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang
menginfiltrasi kulit. Tazaroten tersedia dalam bentuk gel dan krim dengan
konsentrasi 0.05% dan 0.1%. Apabila tazaroten dikombinasi dengan
steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan
penyakit. Efek samping yang ditimbulkan berupa rasa gatal, terbakar, dan
eritema pada 30% kasus bersifat fotosintesis.
f. Makrolaktam
Makrolaktam topikal seperti takrolimus dan primekrolimus ini
dikuhususkan untuk terapi poada lesi-lesi yang tipis, daerah rawan atrofi
atau pada akne steroid. Reaksi terbakar menjadi masalah maka terapi ini
dihindari pemberiannya dengan kortikosteroid atau hindari pemakaian
pada kulit yang dalam keaadaan kering sehabis mandi.
g. Asam salisilat
Asam salisilat adalah agen keratolitik dalam bentuk krim, sampho dan gel.
Dapat membantu absorpsi dari agen topikal lainnya. Penggunaan
pengaplikasian asam salisilat yang luas dapat memberikan efek seperti
tinnitus, kebingungan akut, dan hipoglikemia. Utamanya pada pasien
diabetes yang membahayakan ginjal.
2. Medikamentosa sistemik (Kalb et al,2009) :
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid diketahui memiliki efek anti-inflamasi dan
immunosupresif. Kortikosteroid menghambat fenomena inflamasi dini,
yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke jaringan
yang mengalami inflamasi aktivitas fagositosis. Kortisol berperan
menekan cytokine dan chemokyn inflamasi serta mediator inflamasi
lainnya seperti lipid dan glikoprotein. Sehingga kortikosteroid dapat
digunakan untuk menekan inflamasi yang telah lanjut,seperti proliferasi
fibroblas dan kapiler, pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks.
Kortikosteroid sistemik diberikan hanya pada kasus psoriasis eritroderma,
arthritis psoriasis dan psoriasis pustulosa. Preparat yang diberikan adalah
prednisone dengan dosis rendah antara 30-60 mg. Apabila gejala klinis
telah berkurang, maka dosis diturunkan secara bertahap.
b. Metotreksat
Berdasarkan National Psoriasis Foundation Consensus Conference 2009
metotrexat sebagai terapi dalam penatalaksanaan psoriasis dan psoriasis
bentuk apapun. Metotrexat merupakan sebuah obat sitostatik antimetabolit
dan antifolat. Obat ini bekerja pada penyakit autoimun seperti psoriasis
dengan cara menghambat aktivasi sel T dan menekan molekul adhesi
intraseluler yang diaktivasi oleh sel T. Pemberian metotrexat harus
memperhatikan kondisi penderita. Berikut ini kontraindikasi relatif dalam
permberian metotrexat :
1) Adanya kelainan fungsi ginjal
2) Adanya peningkatan enzim hepar
3) Hepatitis yang kronik atau rekuren
4) Sirosis hepatis
5) Riwayat meminum alcohol
6) Penderita dengan defisiensi imun, seperti HIV
7) Penyakit infeksi aktif, seperti TB yang tidak tertangani dengan baik
8) Vaksin sebelumnya, terutama vaksin dengan bibit yang masih hidup
9) Obesitas
10) Diabetes militus
Sedangkan kontraindikasi absolut pemberian metotrexat adalah :
1) Wanita hamil
2) Keadaan anemia, leucopenia dan trombositopeni yang signifikan.
Mengingat metotrexat merupakan obat antifolat, maka efek samping
yang tidak diinginkan adalah anemia megaloblastik. Peresepan
metotrexat seharusnya juga diberikan suplemen asam folat sebesar
antara 1-5 mg dosis perhari secara oral. Kemudian karena memiliki
efek yang tidak baik terhadap hepar, juga harus diberikan curcuma
dengan dosis 1x200mg tablet sebagai hepatoprotektan. Metotrexat
dalam pengobatan psoriasis diberikan selama 14 hari dalam rentang
dosis antara 2.5-5 mg/hari. Dapat diberikan secara mingguan dengan
dosis 25 mg dan 50 mg pada minggu berikutnya. Efek toksik yang
berbahaya pada pemberian metotrexat berupa myelosuppresion,
hepatotoxicity, dan pembentukan fibrosis pada paru paru.
3) DDS (Diaminodifenilsulfon)
Diaminodifenilsulfon dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa
tipe Barber dengan dosis 2x100 mg/hari. Efek samping yang dirasakan
adalah anemia hemolitik, methemoglobinemia dna agranulositosis.
c. Siklosporin
Efektifitas dari terapi ini ialah efek penurunan modulasi proinflamasi
sitokin epidermal. Dosis 2-5 mg/kgBB/hari dapat secara cepat mengatasi
psoriasis. Akan tetapi rekurensinya juga cepat sehingga obat ini perlu
terapi kombinasi. Pemakaian selama 6 bulan dengan memonitor tekanan
darah dan kadar kreatinin perlu diperhatikan.
3. Fototerapi
Fototerapi merupakan terapi efektif dengan biaya tinggi untuk perluasan luas
dari psoriasis. Sinar ultravioet mempunyai efek menghambat mitosis,
sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik
adalah dengan penyinaran secara alamiah, tetapi tidak dapat diukur dan jika
berlebihan akan memperparah psoriasis. Karena itu, digunakan sinar
ultraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar
tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen
(8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama
dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman.

I. Prognosis
Psoriasis adalah penyakit seumur hidup, hampir semua orang dengan psoriasis
dapat hidup dengan normal dan tidak menyebabkan kematian. Beberapa terapi
yang paling efektif digunakan untuk mengobati psoriasis berat dapat
menyebabkan meningkatnya risiko morbiditas termasuk kanker kulit, lymphoma
dan liver disease. Tetapi, sebagian besar pasien psoriasis yang memiliki lesi
minor terlokalisir, terutama di siku dan lutut dapat diobati dengan terapi topikal.
Psoriasis dapat memburuk sepanjang waktu tetapi tidak dapat diprediksi kapan
muncul, meluas, ataupun menghilang. Penyakit psoriasis ini bersifat kronik dan
residif sepanjang hidup penderita, sehingga perlu kontrol gejala dan tanda klinis
secara tipikal (Djuanda et al, 2006).

III. PEMBAHASAN

Pasien datang untuk pertama kalinya ke Poli Kulit RS. Margono Soekardjo
dengan keluhan gatal hampir di seluruh tubuh terutama di bagian kepala dan
punggung sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya muncul lenting kemerahan dan
terasa gatal di bagian punggung pasien. Semakin hari, lenting pecah dan muncul
bercak kemerahan dan terdapat sisik yang kering dan halus. Bercak kemerahan
dan gatal bertambah berat apabila pasien sedang banyak fikiran dan saat cuaca
panas. Selain itu keluhan juga disertai dengan timbulnya ketombe yang dirasa
kurang lebih sejak 3 minggu yang lalu, ketombe dengan gatal dirasa memburuk
ketika cuaca panas.
Apabila ditelaah dari kasus diatas, penyakit kulit pada pasien termasuk
bersifat kronik dan residif. Hal itu terdapat dari informasi yang didapatkan dari
informasi pasien yang mengatakan pasien telah mengalami keluhan sejak 2 bulan
yang lalu. Penegakan diagnosis penyakit kulit pada pasien dalam kasus ini adalah
psoriasis karena ciri-ciri dan tanda khas yang ditunjukkannya. Penyakit pasien
kasus ini bersifat kronik dan residif serta ditandai dengan lesi kulit yang berupa
plak eritematosa dengan skuama dan menyebar diskret. Hal tersebut sesuai
dengan definisi dari psoriasis yaitu suatu penyakit kulit golongan eritoskuamosa
disebabkan oleh autoimun, yang bersifat kronik dan residitif dan ditandai dengan
bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar (Djuanda, 2007).
Penyakit autoimun sendiri merupakan penyakit yang terjadi akibat respon imun
seluler atau humoral spesifik terhadap konstituen-konstituen jaringan tubuh
sendiri (Dorland, 2000).

IV. KESIMPULAN

1. Psoriasis merupakan suatu penyakit kulit autoimun bersifat kronik dan residitif
ditandai dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan.
2. Etiologi psoriasis dicetuskan oleh beberapa faktor, yakni faktor keadaan faktor
imunologik, genetik, dan lingkungan.
3. Efloresensi yang dapat dijumpai adalah plak eritematosa besarnya dapat dari
miliar hingga numular dan dengan bentuk yang beragam, dapat arsinar, sirsinar
ataupun polisklik. Plak eritem sirkumstrip dan merata dan diatasnya terdapat
skuama yang berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih mika transparan.
4. Terapi psoriasis dengan menggunakan obat sistemik dan obat topikal.Pengobatan
agresif dan edukasi dapat mengurangi beratnya penyakit ini. Dengan kontrol
teratur dapat memberi kesembuhan, walaupun pada beberapa penderita dapat
terjadi penyembuhan spontan namun dapat juga berlangsung lama.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, G. Karnen. 2006. Imunologi Kulit. Dalam :Imunologi Dasar. Jakarta:


FK UI. Hal. 269

Barker JNWN, Griffiths CEM. Psoriasis. Rook’s Textbook of Dermatology. 8 ed.


Chichester, West Sussex: Wiley-Blackwell; 2010. p. 20.1-.18

Buxton PK. Psoriasis, in: Buxton PK (ed), ABC of Dermatology, 4th ed. BMJ, 2003,
Chapter 2. p. 8-12.

Djuanda, Adhi. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: FK UI. Hal 189-194

Dorland. 2000. Dalam : Kamus Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta:


EGC. Hal 215.

Fritzpatrick TB et al. 2001. Psoriasis. Color Atlas and Synopsi of Clinical


Dermatology. 5th edition. MacGraw-Hill. Hal 54-58
Gudjonsson JE, Elder JT: Psoriasis, in: Katz GS, Paller BG, Wolff K. (eds),
FitzpatrickDermatology in general Medicine, 7th ed. The McGraw Hill
Companies. 2008. Chapter 18. p. 169-93.

James WD, Berger TG, Elston. DM. Seborrheic Dermatitis, Psoriasis, Recalcitrant
Palmoplantar Eruptions, Pustular Dermatitis, and Erythroderma. Andrews’
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 11 ed. Canada: Elsevier Inc; 2011.
p. 187-202.

Kupetsky EA, Keller M. Psoriasis Vulgaris: An Evidence-Based Guide for Primary


Care. The Journal of the American Board of Family Medicine. 2013:787-801.

Lowes, A. Michael, Anne M. Bowcock, James G. Krueger. 2007. Pathogenesis and


Therapy of Psoriasis. Review Insight. Volume 445. pp : 866-872

Mefret, Jeffrey. 2012. Psoriasis. Review Article :Medscape. Available from URL
:http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview#a0104.Diakses
tanggal 16 Februari 2013.

Peters BP, Weissman FG, Gill MA. Pathophysiology and Treatment of Psoriasis. Am
J Health-Syst Pharm. 2000: 57:645-59.

Riveira-Munoz E, He SM, Escaramís G, et al. 2011. Meta-Analysis Confirms the


LCE3C_LCE3B Deletion as a Risk Factor for Psoriasis in Several Ethnic
Groups and Finds Interaction with HLA-Cw6. J Invest Dermatol.
May;131(5):1105-9

Siregar, Robert. 2005. Psoriasis. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC Hal. 94-95

Stawiski MA. Psoriasis dan Pitiriasis Rosea. In: Price SA, Wilson LM, editors.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6 ed. Jakarta: EGC; 2005.
p. 1439-42.

Anda mungkin juga menyukai