Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS POLI

“DERMATITIS STATIS”

Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK

Disusunoleh :
ITA ROSITA 1620221206

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS POLI


“DERMATITIS STATIS”

Disusun oleh :
Ita Rosita 1620221206

DiajukanuntukMemenuhSebagianSyaratKepaniteraanKlinik
DiBagianIlmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof.
MargonoSoekarjoPurwokerto

Telahdisetujuidandipersentasikan
Pada Oktober 2017

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK


NIP. 19790622 2010 12 2 001

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas


segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga laporan presentasi kasus
dengan judul “Dermatitis Statis” ini dapat diselesaikan.
Laporan presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di Kepaniteraan
Klinik SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. dr. Ismiralda Oke P, Sp.KK selaku dosen pembimbing;
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto;
3. Orang tua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah
henti diberikan kepada penulis;
4. Rekan-rekan co-assisten Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin dari FK UPN dan FK Unsoed.
5. Seluruh pihak terkait yang telah membantu penulis dalam menyusun tugas
ini.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih
memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan presentasi kasus di masa yang akan datang. Semoga
laporan presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam
maupun di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Purwokerto, Oktober 2017

Penulis

3
I. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 67tahun
Alamat : Purwokerto
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 23 Oktober 2017
No. CM : 02026641

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Gatal pada kaki kanan
Keluhan Tambahan : kulit pada kaki kanan terasa nyeri dan bengkak
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RS. Prof Margono Soekarjo
pada tanggal 23 Oktober 2017 dengan keluhan gatal pada kulit di bagian kaki
kanan. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 4 bulan yang lalu dandirasakan
semakin memberat. Gatal dirasakan terus-menerus sepanjang hari dan tidak
dipengaruhi oleh keadaan berkeringat, konsumsi makanan, kontak dengan
suatu bahan, maupun perubahan cuaca. Gatal berkurang setelah dikompres
dengan air hangat. Selain gatal, pasien mengeluhkan bercak kehitaman pada
kulit kaki kanannya yang semakin lama semakin membesar, kering, dan
bersisik, sedangkan kaki kiri hanya terasa gatal saja dan ada sedikit bercak
kehitaman. Awalnya keluhan hanya bercak kemerahan diatas pergelangan
kaki, kemudian setelah beberapa minggu berubah menjadi bercak kehitaman
dan besisik yang menyebar sampai ke bawah lutut.Pasien juga mengeluhkan
kedua kakinya bengkak sejak 6 bulan yang lalu dan terasa nyeri sehingga
menyulitkan pasien saat berjalan karena terasa berat. Hal tersebut
menyebabkan aktivitas sehari-hari pasien menjadi terganggu. Pasien juga
mengaku kaki sering bengkak saat berdiri terlalu lama.

4
Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Riwayat keluhan yang sama disangkal
b. Riwayat sakit kulit disangkal
c. Riwayat alergi (makanan seperti udang, ikan laut, telur, debu, maupun
obat-obatan) disangkal
d. Riwayat asma disangkal
e. Riwayat diabetes melitus disangkal
f. Riwayat hipertensi disangkal
g. Riwayat penyakit ginjal disangkal
h. Riwayat penyakit jantung disangkal
i. Riwayat trauma di kaki disangkal
j. Riwayat operasi di kaki disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Riwayat keluhan yang sama disangkal
b. Riwayat sakit kulit disangkal
c. Riwayat alergi (makanan seperti udang, ikan laut, telur, debu, maupun
obat-obatan) disangkal
d. Riwayat asma disangkal
e. Riwayat diabetes melitus disangkal
f. Riwayat hipertensi disangkal
g. Riwayat penyakit ginjal disangkal
h. Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal dengan istri dan anak bungsunya yang sudah berkeluarga.
Pasien memiliki 4 anak. Pasien merupakan pensiunan karyawanpabrik yang
saat bekerja sering berdiri lama. Setelah pensiun, aktivitas sehari-hari pasien
hanya berkebun saja. Pasien mengaku mandi 2 kali dalam sehari dengan
menggunakan air sumur dan sabun mandi. Pasien memiliki kebiasaan makan 2
kali sehari dengan makanan yang bervariasi. Pembiayaan Rumah Sakit dengan
BPJS kesehatan.

5
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : BB: 70kg, TB: 165 cm (overweight)
Vital Sign :
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 70 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,2oC
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I – II reguler, Murmur (-), Gallop(-)
Paru : SD vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-)
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal
KGB : tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat, edema ( ), sianosis ( )

Status Dermatologi
Lokasi : Regio cruris dextra
Efloresensi : Plak hiperpigmentasi tidak berbatas tegas yang
ditutupi dengan likenifikasi dan skuama kasar, tepi
tidak rata di regio cruris dextra.

6
Gambar 1.1 Kaki kanan tampak bengkak

Gambar 1.2
Plak hiperpigmentasi tidak berbatas tegas dengan likenifikasi dan ditutupi
skuama kasar, tepi tidak rata di regio cruris dextra

7
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidakdilakukanpemeriksaanpenunjang.

E. Resume
Pasien, perempuan, 67 tahun datang dengan keluhan gatal pada kulit kaki
sebelah kiri. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 4 bulan yang lalu dan dirasakan
semakin memberat. Gatal dirasakan terus-menerus sepanjang hari dan tidak
dipengaruhi oleh keadaan berkeringat, konsumsi makanan, kontak dengan suatu
bahan, maupun perubahan cuaca. Gatal berkurang setelah digaruk dan dikompres
dengan air hangat. Selain gatal, pasien mengeluhkan bercak kehitaman pada kulit
kaki kirinya yang semakin lama semakin membesar, kering dan nyeri. Pasien juga
mengeluhkan kakinya bengkak sejak 6 bulan yang lalu.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit
hipertensi disangkal. Riwayat keluarga yang mempunyai keluhan yang sama
disangkal. Pasien memiliki 4 anak. Pasien merupakan pensiunan karyawan pabrik
yang saat bekerja sering berdiri lama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan darah, status gizi
overweight, terdapat plak hiperpigmentasi tidak berbatas tegas yang ditutupi
dengan likenifikasi dan skuama kasar, tepi tidak rata. Tampak bengkak pada
kedua tungkai.

F. Diagnosa Kerja
Dermatitis Statis

G. Diagnosis Banding
1. Dermatitis kontak
2. Neurodermatitis sirkumskripta

H. Usulan Pemeriksaan Penunjang


Usulan pemeriksaan penunjang adalah USG dopler dengan tujuan untuk
melihat adanya perubahan (dilatasi) vena yang dalam, thrombosis, gangguan
katup, maupun melihat letak sumbatan pembuluh darah.

8
I. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya
b. Menjelaskan untuk teratur kontrol dan konsumsi obat serta salep untuk
pengobatan penyakitnya
c. Menjaga higienitas kulit
d. Tidak menggaruk kulit
e. Elevasi tungkai
f. Memakai alas kaki yang lembut

2. Medikamentosa
a. Sistemik:
1) Loratadin 10 mg tab 1 kali per hari
2) Metilprednisolon 1x8 mg
b. Topikal:
1) Salep Desoximetason 0.5% 2 kali per hari

J. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad cosmeticum : ad bonam

9
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Dermatitis stasis adalah dermatitis sekunder yang disebabkan oleh
keadaan insufisiensi kronik vena (atau hipertensi vena) pada ekstrimitas
bawah. Dermatitis stasis sering disebut juga sebagai dermatitis gravitasional,
ekzem stasis, dermatitis hipostatik, ekzem varikosa, dan dermatitis venosa
(Djuanda, 2010).

B. Epidemiologi
Dermatitis stasis pada umumnya menyerang individu dengan usia
pertengahan dan usia lanjut serta jarang terjadi pada individu dengan usia
sebelum 50 tahun, kecuali pada keadaan dimana insufisiensi vena yang terjadi
disebabkan oleh pembedahan, trauma, maupun thrombosis (Barakbah, 2010).
Dermatitis stasis terjadi pada 6-7% kelompok usia di atas 50 tahun.
Risiko terjadinya dermatitis stasis meningkat seiring dengan meningkatnya
usia. Wanita lebih berisiko untuk mengalami dermatitis stasis daripada laki-
laki. Hal ini dikarenakan oleh faktor hormonal serta kecenderungan
mengalami thrombosis vena dan hipertensi saat kehamilan. Maka dari itu,
wanita dengan multipara lebih berisiko mengalami dermatitis stasis daripada
wanita dengan dengan nulipara. Dermatitis stasis juga lebih sering dialami
oleh individu dengan obesitas dan memiliki kebiasaan sering berdiri lama.
Riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah, riwayat fraktur ekstrimitas
bawah, serta penyakit metabolisme juga merupakan faktor predisposisi
dermatitis stasis (Barakbah, 2010).

C. Patogenesis
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mekanisme timbulnya
dermatitis stasis, yaitu sebagai berikut.
1. Peningkatan tekanan hidrostatik vena
Peningkatan tekanan hidrostatik vena menyebabkan terjadinya
kebocoran fibrinogen ke dalam lapisan dermis serta mengalami polimerasi

10
membentuk selubung fibrin perikapiler dan interstitial. Hal ini akan
menghalangi difusi oksigen dan makanan yang dibutuhkan untuk
kelangsungan pertumbuhan kulit sehingga akan terjadi kematian sel
(Barakbah, 2010).
2. Insufisiensi vena
Keadaan insufiensi vena sering terjadi akibat inkompetensi katup di
pleksus vena profunda ekstrimitas bawah. Selain itu, insufisiensi katup
dapat disebabkan oleh thrombosis vena dalam, pembedahan, maupun
trauma. Jenis pembedahan yang dapat menyebabkan insufiensi vena yaitu
diseksi vena, artroplasti lutut total, dan pengambilan vena sphena untuk
kepentingan bypass koroner. Hal ini menyebabkan bendungan darah di
vena superfisial sehingga mengurangi tekanan oksigen di kapiler dermis
dan terjadi hipoksia jaringan. Keadaan hipoksia ini akan menyebabkan sel
nekrosis dan terjadi kematian sel (Barakbah, 2010).
3. Growth factor trap
Kerusakan vena maupun hipertensi vena akan menyebabkan
keluarnya molekul makro seperti fibrinogen, growth factor, dan α-
makroglobulin ke dalam lapisan dermis. Hal ini menyebabkan
ketidakmampuan kulit untuk mempertahankan integritas jaringan dan
proses perbaikan saat terjadi trauma ringan (Djuanda, 2010).
4. White cell traping
Hipertensi vena dapat menyebabkan penurunan perbedaan tekanan
antara sistem arteri dan vena sehingga kecepatan aliran darah akan
berkurang dan akan mengakibatkan agregasi eritrosit dan leukosit. Hal ini
akan menyebabkan sumbatan pembuluh darah sehingga terjadi pelepasan
mediator inflamasi seperti enzim proteolitik, sitokin, radikal bebas, dan
faktor kemotaktik. Hal ini akan mempengaruhi permeabilitas pembuluh
darah sehingga terjadi ekstravasasi molekul seperti fibrinogen keluar ke
jaringan perikapiler dan menyebabkan gangguan difusi oksigen serta
makanan yang dibutuhkan untuk kelangsungan pertumbuhan kulit
sehingga akan terjadi kematian sel (Djuanda, 2010).

11
D. Patofisiologi
Pelebaran vena ini akan timbul sebagai varises. Pelebaran vena akan
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi ekstravasasi eritrosit ke
dalam lapisan dermis. Hal ini akan menyebabkan kulit eritema, timbul
purpura, maupun terjadi hemosiderosis. Peningkatan permeabilitas kapiler
juga akan menyebabkan akumulasi cairan ke ruang interstitial dan timbul
edema. Gejala ini akan memperberat saat pasien terlalu lama dalam posisi
berdiri. Selanjutnya akan terjadi proses perubahan eksematosa seperti
eritema, skuama, eksudasi, dan gatal. Bila berlangsung lama, kulit akan
menebal dan terjadi fibrotik sehingga tampak seperti botol terbalik (inverted
champagn bottle). Hal ini disebut sebagai lipodermatosklerosis (Djuanda,
2010).

E. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis dilakukan dengan cara yaitu anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Keluhan diawali dengan adanya kemerahan pada kulit dan kulit
bersisik minimal. Setelah beberapa minggu, warna kulit berubah menjadi
coklat gelap dan pasien merasakan kakinya seperti diikat kencang serta
terasa nyeri. Proses ini diawali dari permukaan tungkai bawah sisi medial
ataupun lateral di atas maleolus, kemudian meluas hingga ke bawah lutut
dan bagian dorsal kaki. Biasanya pasien juga mengeluhkan adanya
varises di kaki dan kaki bangkak sehingga mengalami kesulitan untuk
berjalan (Wilson, 2009).
Pada kondisi kronis, dapat terjadi ulkus dan likenifikasi yang
disebabkan oleh kebiasaan pasien menggaruk secara berulang. Selain itu,
didapatkan keluhan kaki kemerahan, tegang, dan berbentuk seperti botol
terbalik. Hal ini disebut sebagai lipodermatosklerosis Selain itu perlu
ditanyakan mengenai faktor risiko dermatitis stasis seperti multipara,
kebiasaan berdiri, riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah, riwayat

12
penyakit metabolik, dan riwayat fraktur ekstrimitas bawah (Wilson,
2009).

Gambar 2.1. Lipodermatosklerosis (Wolff, 2010)

Gambar 2.2. Inverted Champagn Bottle (Wolff, 2010)

2. Pemeriksaan fisik
a. Lokasi : Ekstrimitas bawah
b. Efloresensi : Makula hiperpigmentasi numular hingga
plakat, tidak berbatas tegas, disertai dengan
likenifikasi yang tertutup oleh skuama tebal dan
krusta. Kadang tampak varises yang berisi darah
berwarna hitam maupun ulkus varikosus yang
berbentuk melingkar pada pergelangan kaki yang
memberikan gambaran stocking eritroderma

13
dengan dasar kotor dan berbenjol-benjol (Siregar,
2011).

Gambar 2.3. Gambaran Dermatitis Statis (Wolff, 2010)

3. Pemeriksaan penunjang
a. Histo PA
Pada HistoPA, didapatkan gambaran epidermis tampak
hiperkeratosis dan akantosis. Sedangkan pada dermis, tampak
vasoldilatasi pembuluh darah dan sebukan hemosiderin dalam dermis
dan sel-sel polinuklear (Wilson, 2009).
b. Venografi atau USG dopler
Venografi atau USG dopler digunakan untuk melihat adanya
perubahan (dilatasi) vena yang dalam, thrombosis, gangguan katup,
maupun melihat letak sumbatan pembuluh darah sehingga dapat
dilakukan terapi kausatif (Wilson, 2009).

F. Diagnosis Banding
1. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang timbul setelah kontak
dengan kontraktan eksterna melalui proses toksik maupun alergen dengan
proses sensitisasi. Pada dermatitis kontak didapatkan gambaran eritema
numular sampai dengan plakat disertai dengan vesikel, bula, sampai erosi
numular sampai plakat (Siregar, 2011).

14
2. Dermatitis numularis
Dermatitis numularis adalah dermatitis yang bentuknya menyerupai
uang logam dan biasanya menyerang daerah ekstremitas. Pada dermatitis
numularis didapatkan gambaran makula eritematosa eksudatif sebesar
numular hingga plakat terkadang disertai dengan hiperpigmentasi dan
likenifikasi berbatas tegas sebesar uang logam (Siregar, 2011).
3. Neurodermatitis sirkumskipta
Neurodermatitis sirkumskripta adalah penyakit gatal lokal yang
berlangsung kronik disertai lesi yang disebabkan oleh garukan dan
gosokan berulang dengan gambaran likenifikasi berbatas tegas. Pada
neurodermatitis, didapatkan gambaran papula milier, likenifikasi, dan
hiperpigmentasi yang disertai dengan skuama dan kadang ekskoriasi
(Siregar, 2011).

G. Terapi
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa untuk dermatitis stasis dibagi menjadi terapi
kausatif dan terapi simptomatis. Terapi kausatif dilakukan dengan
menangani sumbatan vena yang dapat dilakukan melalui terapi sederhana
maupun operatif. Sedangkan terapi simptomatis dapat menggunakan obat
sistemik maupun topikal (Wolff, 2010).
a. Sistemik
1) Pada kasus ringan, dapat diberikan antihistamin yang dapat
dikombinasikan dengan anti serotonin dan antibradikinin
2) Kortikosteroid, dapat diberikan pada kasus akut dan berat
3) Antibiotik, digunakan apabila terdapat infeksi sekunder
b. Topikal
1) Untuk dermatitis akut yang bersifat basah, dapat dilakukan
kompres secara dingin dengan air maupun larutan larutan burrow
untuk lesi eksudatif dan basah dalam 20 menit selama 3 kali dalam
sehari. Kompres juga bisa dilakukan dengan losio topikal yang

15
mengandung entol, fenol, atau premoksin yang bertujuan untuk
meringankan rasa gatal.
2) Kortikosteroid topikal, dapat digunakan pada kasus akut dan berat
serta dalam kondisi kontraindikasi untuk penggunakan
kortikosteroid sistemik. Kortiko steroid yang dapat digunakan
adalah steroid dengan potensi sedang hingga tinggi.
2. Non-medikamentosa
a. Elevasi tungkai
Elevasi tungkai bertujuan untuk mengurangi edema dan
memperbaiki mikrosirkulasi pada ekstrimitas inferior. Elevasi tungkai
dapat dilakukan saat pasien dalam kondisi tidur maupun duduk. Dalam
kondisi tidur, kaki diangkat setinggi 15-20 cm (di atas permukaan
jantung) selama 30 menit, dilakukan 3 hingga 4 kali sehari (Djuanda,
2010).
b. Higienisasi kulit
Higienitas kulit perlu dijaga dengan cara sering mencuci kaki dan
mengeringkannya dengan kain yang halus. Pada saat mencuci kaki,
dapat pula digunakan larutan permanganas kalikus 1/10.000 dan
setelah kering diolesi kortikosteroid topikal potensi rendah sampai
sedang (Djuanda, 2010).
c. Stocking elastik
Penggunaan stocking elastic bertujuan untuk melakukan kompresi
pada ekstrimitas bawah sehingga mengurangi resiko terjadi sindrom post-
trombosis. Biasanya dipakai pada saat kehamilan (Wolff, 2010).
H. Prognosis
Dermatitis merupakan penyakit dengan kondisi jangka panjang (kronis)
yang sering residif. Kondisi pasien membaik saat bendungan vena diatasi
secara tuntas (Wolff, 2010).

I. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada dermatitis stasis adalah sebagai
berikut (Wolff, 2010).

16
1. Ulkus venosum
Ulkus venosum merupakan ulkus yang terdapat di atas maleolus
dikarenakan adanya stasis vena (Siregar, 2011).

Gambar 2.4. Dermatitis Stasis disertai Ulkus Venosum (Wolff, 2010)


2. Selulitis
Selulitis merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh infeksi baik
primer oleh bakteri maupun sekunder oleh penyakit lain. Selulitis ditandai
dengan kulit hiperemis dan disertai dengan pembengkakan serta tanda
peradangan sistemik (Siregar, 2011).

Gambar 2.5. Dermatitis Stasis disertai Selulitis (Wolff, 2010)

17
III. PEMBAHASAN

Tabel. 1.1 Perbandingan Teori dan Kasus


Pembeda teori Kasus
Usia > 50 tahun > 50 tahun
Jenis kelamin lebih sering pada wanita Laki-laki
Kebiasaan sering berdiri lama Sering berdiri lama
Riwayat penyakit Ada Tidak ada
jantung dan pembuluh
darah
Riwayat trauma dam Ada tidak ada
operasi ekstrimitas
bawah
Penyakit metabolism Ada tidak ada
Tekanan darah Meningkat Normal
Status gizi Obesitas overweight
Lokasi ekstrimitas bawah Ekstremitas bawah
Efloresensi makula hiperpigmentasi plak hiperpigmentasi tidak
numular hingga plakat, tidak berbatas tegas disertai
berbatas tegas, disertai dengan likenifikasi yang
dengan likenifikasi yang ditutupi dengan skuama
tertutup oleh skuama tebal kasar dan tebal, tepi tidak
dan krusta rata.
Varises kadang tampak varises yang Tidak tampak varises
berisi darah berwarna hitam

Pemeriksaan penunjang yang diusulkan untuk menegakan diagnosis


dermatitis stasis adalah USG dopler digunakan untuk melihat adanya perubahan
(dilatasi) vena yang dalam, thrombosis, gangguan katup, maupun melihat letak
sumbatan pembuluh darah sehingga dapat dilakukan terapi kausatif baik secara
konservatif maupun operatif.

18
Terapi yang diberikan pada pasien dermatitis stasis dibagi menjadi
medikamentosa dan nonmedikamentosa.
1. Medikamentosa :
a. Antihistamin sistemik
Antihistamin sistemik yang diberikan pada pasien ini adalah
loratadin dengan dosis 1x10 mg. Loratadin merupakan antihistamin
generasi kedua. Mekanisme kerja obat ini adalah antagonis kompetitif
terhadap histamin bebas pada reseptor H1 sehingga akan menghambat
efek histamine pada reseptor H1 di saluran gastrointestinal, uterus,
pembuluh darah, dan bronkus. Loratadin memiliki peran spesifik yaitu
selektif pada reseptop H1 perifer. Selain itu, loratadin memiliki efek
samping berupa sedasi dan gangguan kinerja psikomotor yang minimal
dibandingkan dengan antihistamin lainnya seperti chlorpenamin,
azatadine, dan clemastine. Loratadin tidak memiliki interaksi obat
dengan obat anti hipertensi sehingga aman digunakan pada pasien yang
mengkonsumsi obat anti hipertensi. Dosis loratadin untuk berat badan
yang kurang dari 30 kg adalah 5 mg per hari, sedangkan dosis loratadin
untuk berat badan yang lebih dari 30 kg adalah 10 mg per hari.
b. Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik yang diberikan pada pasien ini adalah
metilprednisolon dengan dosis 1x8 mg. Metilprednisolon adalah
glukokortikoid turunan prednisolon yang memiliki efek menghambat
respon inflamasi. Efek samping yang perlu diwaspadai untuk pemberian
jangka panjang adalah ulkus duodenum dan ulkus peptikum,
osteoporosis, cushing sindome, gangguan imunitas, dan hipertensi. Maka
dari itu, penggunaan metilprednisolon pada pasien ini perlu pengawasan
yang lebih ketat. Dosis yang diperbolehkan untuk pasien dewasa adalah
4-48 mg per hari.
c. Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal yang diberikan pada pasien ini adalah
Deksosimetason 0,5% dengan dosis 2 kali sehari. Deksosimetason 0,5%
merupakan kortikosteroid topikal dengan potensi tinggi.

19
2. Non Medikamentosa :
a. Elevasi tungkai
Elevasi tungkai dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi edema
dan memperbaiki mikrosirkulasi pada ekstrimitas inferior.
b. Menjaga kebersihan kulit kaki
Menjaga kebersihan kulit kaki dilakukan dengan tujuan
mengurangi risiko infeksi sekunder.
c. Memakai alas kaki yang lembut
Memakai alas kaki yang lembut merupakan upaya pencegahan
terhadap trauma pada kaki yang dapat mengakibatkan infeksi sekunder.

20
IV. KESIMPULAN

1. Dermatitis stasis adalah dermatitis sekunder yang disebabkan oleh keadaan


insufisiensi kronik vena (atau hipertensi vena) pada ekstrimitas bawah.
2. Dermatitis stasis ditandai dengan keluhan warna kulit berubah menjadi coklat
gelap dan pasien merasakan kakinya seperti diikat kencang serta terasa nyeri
dan gatal. Pasien juga mengeluhkan adanya varises di kaki dan kaki bangkak
sehingga mengalami kesulitan untuk berjalan.
3. Pemeriksaan fisik didapatkan gambaran makula hiperpigmentasi numular
hingga plakat, tidak berbatas tegas, disertai dengan likenifikasi yang tertutup
oleh skuama tebal dan krusta serta adanya varises di ekstrimitas bawah.
4. Pemeriksaan penunjang pasien dermatitis stasis dapat dilakukan dengan
venografi atau USG dopler digunakan untuk melihat adanya perubahan
(dilatasi) vena yang dalam, thrombosis, gangguan katup, maupun melihat
letak sumbatan pembuluh darah sehingga dapat dilakukan terapi kausatif.
5. Terapi empirik untuk dermatitis stasis adalah mengatasi kausa dan pemberian
kortikosteroid serta antihistamin

21
DAFTAR PUSTAKA

Barakbah, J. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Djuanda, S. 2010. Dermatitis; dalam Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Siregar, R.2011. Sari Pati Penyakit Kulit. EGC : Jakarta, hal : 299
Wilson, W. 2009. Current Diagnosis & Treatment In Infectious Diseases. USA:
The McGraw Hill Companies.

Wolff, K., Richard, A., Dick, S. 2010. fitzpatrick's color atlas and synopsis of
clinical dermatology. English: McGraw-Hill Professional.

22

Anda mungkin juga menyukai