Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

ERITRODERMA

Pembimbing:
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK

Disusun Oleh:
Izzatun Nisa Syahidah
G4A016010

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2017
HALAMAN PENGESAHAN

“ERITRODERMA”

Disusun oleh:
Izzatun Nisa Syahidah G4A016010

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di
bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Purwokerto, September 2017

Pembimbing,

dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK


NIP. 19790622 201012 2 001
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkah dan
bimbingan-Nya, presentasi kasus dengan judul “Eritroderma” ini dapat
diselesaikan.
Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK selaku dosen pembimbing
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Orangtua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah
henti diberikan kepada penulis
4. Rekan-rekan ko-asisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin dari FK
Unsoed dan FK UPN atas semangat dan dorongan serta bantuannya.
Semoga presentasi kasus ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak
yang ada di dalam maupun di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.

Purwokerto, September 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
I. LAPORAN KASUS ....................................................................................... 1
A. Identitas Pasien ............................................................................................ 1
B. Anamnesis.................................................................................................... 1
C. Pemeriksaan Fisik ........................................................................................ 2
D. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 4
E. Resume ........................................................................................................ 4
F. Diagnosis Kerja ........................................................................................... 4
G. Diagnosis Banding ....................................................................................... 4
H. Penatalaksanaan ........................................................................................... 5
I. Prognosis ...................................................................................................... 5
III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 6
A. Definisi ........................................................................................................ 6
B. Epidemiologi................................................................................................ 6
C. Etiologi ........................................................................................................ 7
D. Patogenesis .................................................................................................. 8
E. Penegakan Diagnosis ................................................................................... 10
F. Diagnosis Banding ....................................................................................... 11
G. Penatalaksanaan ........................................................................................... 12
H. Prognosis ..................................................................................................... 13
III. PEMBAHASAN ............................................................................................ 14
IV. KESIMPULAN ............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17
1

I. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 26 tahun
Alamat : Wanarges 06/01 Limbangan
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 20 September 2017
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Gatal diseluruh tubuh
2. Keluhan Tambahan
Kulit mengelupas, demam menggigil
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli RSMS dengan keluhan kulit yang
mengelupas hampir di seluruh bagian tubuh yang mulai dirasakan
sejak 1.5 tahun yang lalu. Awalnya 1.5 tahun yang lalu pasien operasi
apendisitis kemudian suntik KB setelah suntik KB pasien
mengeluhkan gatal pada lipatan lengan yang tampak bintik kemerahan
disertai dengan sisik mengkilap seperti mika dengan ukuran yang
masih kecil. Karena terasa gatal hilang timbul, pasien menggaruk area
tersebut sehingga lama-kelamaan lesi di kulit semakin meluas.
Keluhan pasien dirasakan secara hilang timbul dan mengganggu
aktivitas. Selain gatal, pasien mengeluhkan terasa panas dan nyeri dan
rasa terbakar di hampir seluruh bagian tubuh. Jika saat cuaca panas dan
terkena padi gatal disertai rasa terbakar bertambah parah. Sehingga
pasien memutuskan untuk berhenti pergi kesawah. Pasien juga
mengaku demam menggigil saat malam hari.
2

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit kulit serupa diakui 1,5 tahun yang lalu dan pernah
dirawat di RS selama 3x karna keluhan yang kambuh-kambuhan,
hipertensi disangkal, diabetes mellitus disangkal, penyakit jantung
disangkal, alergi obat diakui.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Baik
Vital Sign : Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36.6 C
Kepala : normocephal, rambut hitam, distribusi merata, rambut
tipis.
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : simetris, deviasi septum (-), sekret (-/-)
Telinga : bentuk daun telinga normal, sekret (-/-)
Mulut : mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Leher
- Inspeksi: Simetris, tidak tampak kelainan
- Palpasi : Trakea di tengah, tidak terdapat pembesaran KGB
Kuku : Tidak tampak pitting nail
Thorax : Bentuk normal, simetris statis dan dinamis, retraksi tidak
ada
Jantung : Bunyi jantung I dan II regular, murmur tidak ada, gallop
tidak ada.
Paru : Vesikuler kanan dan kiri, ronki tidak ada, wheezing tidak
ada.
3

Abdomen : Datar, bising usus positif normal, timpani di seluruh


lapang abdomen, hepar dan lien tidak teraba membesar
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

2. Status Dermatologis
Lokasi : Seluruh tubuh ( Kepala, dada, punggung, ketiak, lengan,
tangan, bokong, selangkangan, dan kaki).
Eflorensi : Tampak makula eritematous, hiperpigmentasi dengan
batas tidak tegas disertai skuama multipel yang halus tersebar
generalisata.
4

D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
E. Resume
Pasien datang ke Poli RSMS dengan keluhan kulit yang mengelupas
hampir di seluruh bagian tubuh yang mulai dirasakan sejak 1.5 tahun yang
lalu. Awalnya 1.5 tahun yang lalu pasien operasi apendisitis kemudian
suntik KB setelah suntik KB pasien mengeluhkan gatal pada lipatan
lengan yang tampak bintik kemerahan disertai dengan sisik mengkilap
seperti mika dengan ukuran yang masih kecil. Karena terasa gatal hilang
timbul, pasien menggaruk area tersebut sehingga lama-kelamaan lesi di
kulit semakin meluas. Keluhan pasien dirasakan secara hilang timbul dan
mengganggu aktivitas. Selain gatal, pasien mengeluhkan terasa panas dan
nyeri dan rasa terbakar di hampir seluruh bagian tubuh. Jika saat cuaca
panas dan terkena padi gatal disertai rasa terbakar bertambah parah.
Sehingga pasien memutuskan untuk berhenti pergi kesawah. Pasien juga
mengaku demam menggigil saat malam hari.
Pasien memiliki riwayat penyakit kulit serupa 1.5 tahun yang lalu dan
pernah dirawat di RS selama 3x karna keluhan yang kambuh-kambuhan.
Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi dan diabetes mellitus
disangkal, penyakit jantung disangkal, alergi obat diakui. Keluarga pasien
tidak ada yang memiliki keluhan serupa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik.
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Pemeriksaan status lokalis
didapatkan makula eritematous, hiperpigmentasi dengan batas tidak tegas
disertai skuama multipel yang halus tersebar diregio gluteal, pedis dan
manus. Berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang ditemukan pada
pasien, maka dapat ditegakkan diagnosis eritroderma.
F. Diagnosis Kerja
Eritroderma
G. Diagnosis Banding
1. Psoriasis
2. Dermatitis seboroik
5

H. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Inj. Ranitidin 2x1 Amp
Inj. Difenhidramin 2x1 Amp
Inj. Gentamisin 2x80 mg
Mikonazol
Fucilex ointment
Desoksimetason cream
Soft uderm
(mf cream da in pot, 2 x oles pagi dan malam)
2. Edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.
b. Mencegah garukan dan gosokan pada daerah yang gatal
c. Istirahat yang cukup
d. Hindari stres psikologis
e. Menjaga kebersihan kulit dengan mandi
f. Diet tinggi protein (ekstra putih telur 3x/hari)
I. Prognosis
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad functionam : dubia ad bonam
3. Quo ad sanationam : dubia ad malam
4. Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam
6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di
seluruh atau hampir seluruh permukaan tubuh (universalis, 90-100%) yang
dapat disertai dengan skuama (Siregar, 2005; Bruno, 2009). Apabila
eritema mengenai 50-90% permukaan tubuh maka disebut sebagai pre-
eritroderma (Djuanda, 2015).
Sinonim dari penyakit eritroderma adalah dermatitis eksfoliativa,
namun perbedaan yang mendasar adalah skuama pada dermatitis
eksfoliativa yang berlapis-lapis (Djuanda, 2015).
Exanthematous drug eruption merupakan erupsi makulapapular atau
morbiliformis disebut juga erupsi eksantematosa yang dapat diinduksi dari
semua obat. Exanthematous drug eruption adalah suatu reaksi simpang
hipersensitivitas terhadap obat yang diadministrasi secara parenteral atau
ditelan. Ia ditandai dengan erupsi kulit yang menyerupai campak seperti
eksantem virus dan penglibatan sistemik yang rendah. (Mochtar, 2011)
B. Epidemiologi
Insidensi eritroderma meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan insidensi kausa yang juga meningkat, yaitu
psoriasis. Pada studi Sigurdsson et al. ditemukan angka mortalitas sebesar
43% dimana 18% di antaranya disebabkan langsung oleh eritroderma,
sedangkan 74% sisanya disebabkan oleh penyebab lain yang tidak
langsung dari eritroderma. Eritroderma dijumpai lebih sering pada pria
dengan rasio 2-4 kali lipat dibanding perempuan. Umunya eritroderma
dijumpai pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, atau pada usia yang lebih
muda jika pasien memiliki penyakit kulit primer misalnya dermatitis
atopik, psoriasis, dermatitis seboroik, staphylococcus scalded skin
syndrome, atau iktiosis herediter (Sigurdsson et al., 1996; Bruno, 2009;
Umar, 2012).
7

C. Etiologi
Penyebab eritroderma dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu
(Okoduwa et al., 2009; Siregar, 2005) :
1. Akibat alergi obat secara sistemik
a. Obat-obatan yang tinggi probabilitas berlakunya reaksi
eksantematosa. (Wolff, 2009)
1) Penicilin dan antibiotik yang berkaitan
2) Karbamazepin
3) Allopurinol
4) Gold salts (10-20%)
b. Obat-obatan yang sedang probabilitas berlakunya reaksi
eksantematosa (Wolff, 2009)
1) Sulfonamid (bakteriostatik, antidiabetik, direutik)
2) Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)
3) Hidantoin derivative
4) Isoniazid
5) Kloramfenikol
6) Eritromisin
7) Streptomisin
c. Obat-obatan yang rendah probabilitas berlakunya reaksi
eksantematosa (Wolff, 2009)
1) Barbiturat
2) Benzodiazepam
3) Fenotiazin
4) Tetrasiklin
2. Akibat perluasan penyakit kulit, seperti psoriasis, ptiriasis rubra pilaris,
pemphigus foliaseus, dermatitis atopik, dan liken planus.
3. Akibat penyakit sistemik termasuk keganasan.
4. Manifestasi berat paparan sinar ultra violet.
8

D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis eritroderma beranekaragam dan bervariasi tiap
individu. Kelainan yang paling pertama muncul adalah eritem, yang
disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah, yang umumnya terjadi pada
area genitalis, ekstremitas atau kepala. Eritem ini akanmeluas sehingga
dalam beberapa hari atau minggu seluruh permukaan kulit akan terkena,
yang akan menunjukan gambaran yang disebut “red man syndrome”
(Djuanda, 2015).

Grambar 2.1 Eritema didertai skuama


Skuama muncul setelah eritem, biasanya setelah 2-6 hari. Skuama
adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama
berkonsistensi mulai dari halus sampai kasar (Djuanda, 2015). Ukuran
skuama bervariasi; pada proses akut akan berukuran besar, sedangkan
pada proses kronis akan berukuran kecil. Warna skuama juga bervariasi,
dari putih hingga kekuningan. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah
lipatan, kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membran mukosa,
terutama yang disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat
terjadi alopesia, perubahan kuku dan kuku dapat lepas. Pada eritroderma,
skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat
sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, skuama kemudian timbul
pada stadium penyembuhan timbul (Utama & Kurniawan, 2007).
Kulit kepala dapat terlihat, yang akan meluas ke folikel rambut dan
matriks kuku. Kurang lebih 25% dari pasien mengalami alopesia, dan pada
9

banyak kasus kuku akan mengalami kerapuhan sebelum lepas seluruhnya.


Telapak tangan dan kaki biasanya ikut terlibat, namun jarang mengenai
membran mukosa. Sering terjadi pula bercak hiper dan hipopigmentasi.
Pada eritroderma kronis, eritem tidak begitu jelas karena bercampur
dengan hiperpigmentasi (Utama dan Kurniawan, 2007).
Epidermis berukuran tipis pada awal proses penyakit dan akan terlihat
dan terasa tebal pada stadium lanjut. Kulit akan terasa kering dengan
krusta berwarna kekuningan yang disebabkan serum yang mengering dan
kemungkinan karena infeksi sekunder. Pada beberapa kasus, manifestasi
klinis yang muncul pada eritroderma yang akut menyerupai nekrolisis
epidermal toksik, walaupun secara patofisiologi sangat berbeda (Akhyani,
2005).
Pada eritroderma karena penyakit kulit, penyakit sistemik dan obat-
obatan, sering dijumpai kelainan-kelainan yang mendasarinya, yang
membantu dalam menegakan diagnosis. Sering ditemukan plak psioriasis
yang masih tersisa; papul atau lesi oral liken planus; gambaran pulau yang
khas dari pitiriasis rubra; dan lesi papular dari drug eruption. Gejala dari
penyakit yang mendasari ini sering sulit ditemukan dan harus diperiksa
dengan cermat (Djuanda, 2015).
Pasien mengeluh kedinginan, pengendalian regulasi suhu tubuh
menjadi hilang, sehingga sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas
tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat menimbulkan panas
metabolik. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik diperlukan
anamnesis yang teliti untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi
timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja,
setelah penyembuhan barulah timbul skuama. Pada eritroderma akibat
alergi obat, dapat disertai edema pada wajah dan leher (Bruno, 2009).
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis
dan dermatitis seboroik bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena
dua hal yaitu karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang
terlalu kuat. Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya akan
menghilang. Pada eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma
10

yang disebabkan oleh penyakit psoriasis atau pengobatan yaitu


kortikosteroid sistemik, steroid topikal, komplikasi fototerapi, stress
emosional yang berat, penyakit terdahulu misalnya infeksi (Djuanda,
2015).

Gambar 2.2 Red Man Syndrome (gambar kanan); Eritroderma karena erupsi obat
(gambar kiri)
E. Penegakan Diagnosis
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala
yang sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis
dan kuning-kemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas
psoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan
eksema menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis
rubra; ditandai bercak kulit dalam eritroderma. Dengan beberapa biopsi
biasanya dapat menegakkan diagnosis (Akhyani et al., 2005; Djuanda,
2007).
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat
membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan
50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang
bervariasi,tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut,
spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium
kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan (Champion,
2008).
11

Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin


pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik,
seperti bandlike limfoid, infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel
cerebriform mononuklear atipikal dan Pautrier's microabscesses. Pasien
dengan sindrom Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari dermatitis
kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadang-kadang menunjukkan
beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma (Champion, 2008).
Pemeriksaan immunofeno tipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit
menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya
memperlihatkan gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun
ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler
dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superficial juga
ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi
diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat
memperlihatkan gambaran khasnya (Champion, 2008).

F. Diagnosis Banding
1. Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan
topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang
meluas.Ketika psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas
untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat menghilang dimana
plak-plak psoriasis menyatu, eritema dan skuama tebal universal.
Psoriasis mungkin menjadi eritroderma dalam proses yang berlangsung
lambat dan tidak dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor genetik
berperan.Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis resiko mendapat
psoriasis 12 %, sedangkan jika salah seseorang orang tuanya menderita
psoriasis resikonya mencapai 34 – 39%.Psoriasis ditandai dengan
adanya bercak-bercak, eritema berbatas tegas dengan skuama yang
kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin,
Auspitz, dan Kobner (Umar, 2012).
12

2. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai
dengan plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang
banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan
nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara
skapula. Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan
meningkat pada usia 40 tahun. Biasanya lebih berat apabila terjadi
pada laki-laki daripada wanita dan lebih sering pada orangorang yang
banyak memakan lemak dan minum alcohol (Umar, 2012).
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman
pityrosporumovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih
subur.Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar
(ketombe).Kulit tampak berminyak dan menghasilkan skuama putih
yang berminyak pula.Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.
DS dapat diakibatkan oleh ploriferasi epidermis yang meningkat
seperti pada psoriasis.Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi
dengan sitostatik dapat memperbaikinya.Pada orang yang telah
mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat
disebabkan oleh faktor kelelahan sterss emosional infeksi, atau
defisiensi imun (Umar, 2012).
G. Penatalaksanaan
Pada eritroderma akibat alergi obat sistemik, obat yang tersangka
sebagai kausanya harus segera dihentikan. Pada umumnya kortikosteroid
digunakan sebagai pengobatan eritroderma. Prednison 4x10 mg diberikan
pada eritroderma akibat obat sistemik. Penyembuhan umumnya terjadi
dengan cepat, berlangsung dalam beberapa hari hingga beberapa minggu
(Djuanda, 2010).
Pada eritroderma akibat perluasan penyakit kulit juga dapat diberikan
kortikosteroid, yaitu Prednison 4x10 mg sampai 4x15 mg dalam sehari.
Jika dalam beberapa hari tidak tampak perbaikan dosis dapat dinaikkan.
Setelah tampak perbaikkan, dosis dapat diturunkan perlahan (Djuanda,
2010).
13

Pada eritoderma kronis jugadiberikan diet tinggi protein, karena


terlepasnya skuama mengakibatkan keilangan protein. Emolien juga dapat
diberikan pada kelainan kulit untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi
oleh eritema, misalnya dengan salep lanolin 10% atau krim urea 10%
(Djuanda, 2010).
H. Prognosis
Eritroderma karena alergi obat secara sistemik memiliki prognosis
baik. Penyembuhan eritroderma golongan ini paling cepat dibandingkan
dengan golongan lain. Pada eritroderma yang belum diketahui
penyebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid hanya mengurangi gejala
dan pasien akan mengalami ketergantungan kortikosteroid (corticosteroid
dependence) (Djuanda, 2010).
14

III. PEMBAHASAN

A. Penegakan Diagnosis
Kelainan kulit yang terjadi pada kasus adalah eritroderma. Eritroderma
adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema universalis (90-
100%), biasanya disertai skuama (Djuanda, 2010). Alasan penegakan
diagnosis eritroderma yaitu:
1. Anamnesis
a. Keluhan kulit yang mengelupas hampir di seluruh bagian tubuh
sejak 1,5 tahun yang lalu.
b. Gejala awal muncul berupa bintik kemerahan disertai sisik
mengkilap seperti mika dengan ukuran kecil yang kemudian
semakin meluas.
c. Gatal hilang timbul dan mengganggu aktivitas, serta rasa panas dan
terbakar jika cuaca panas dan terkena padi.
d. Riwayat penyakit kulit serupa dan sering kambuh.
2. Pemeriksaan fisik
a. Lokasi: Seluruh tubuh (kepala, dada, punggung, ketiak, lengan,
tangan, bokong, selangkangan, dan kaki).
b. Efloresensi: makula eritematous, hiperpigmentasi dengan batas
tidak tegas disertai skuama multipel yang halus tersebar
generalisata.
B. Diagnosis Banding
1. Eritroderma et causa penyakit sistemik
Pada eritroderma yang disebabkan oleh penyakit sistemik
adakalanya ditemukan leukositosis namun tidak ditemukan
penyebabnya, jadi terdapat infeksi bacterial yang tersembunyi (occult
infection) yang perlu diobati (Djuanda, 2010).
2. Dermatitis seboroik
Pada dermatitis seboroik kelaianan kulit yang muncul berupa
eritema dan skuama berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak
15

kurang tegas. Pada dermatitis seboroik yang ringan biasanya hanya


mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama halus, mulai sebagai
bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan
skuama-skuama yang halus dan kasar. Pada bentuk yang berat dapat
ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama dan berminyak
disertai eksudasi dan krusta tebal, sering meluas ke dahi, glabella,
telinga posaurikular, dan leher. Sedangkan pada bentuk yang lebih
berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor, dan
berbau tidak sedap (Djuanda, 2010).
C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien adalah memberikan
kombinasi obat topikal dan parenteral. Obat topikal terdiri atas mikonazol,
fucilex oinment, desoksimetason krim, dan soft uderm yang dicampurkan
menjadi satu di salam pot dan dioleskan sebanyak 2 kali sehari saat pagi
dan malam. Obat parenteral yang diberikan yaitu Ranitidin 2x1 amp,
Difenhidramin 2x1 amp, dan Gentamisin 2x80 mg. Edukasi pasien
mengenai penyakit yang dideritanya dan menyerankan untuk mencegah
garukan dan gosokan pada derah yang gatal, istirahat cukup, hindaro stres
psikologis, menjaga kebersihan kulit dengan mandi, dan diet tinggi
protein.
16

IV. KESIMPULAN

1. Eritroderna adakah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema


universalis, biasanya disertai skuama.
2. Keluhan sejak 1,5 tahun yang lalu, awalnya hanya berupa bintik
kemerahan yang disertai sisik mengkilap seperti mika yang berukuran
kecil, dan semakin meluas disertai rasa gatal yang hilang timbul dan
mengganggu aktivitas.
3. Didapatkan makula eritematous, hiperpigmentasi dengan batas tidak tegas
disertai skuama multipel yang halus tersebar generalisata.
4. Terapi farmakologis yang diberikan yaitu obat topikal yang mengandung
kortikosteroid, antijamur, dan antibiotik, serta obat parenteral berupa
antihistamin dan antibiotik sistemik.
17

DAFTAR PUSTAKA

Akhyani M et al., 2005. Erythroderma: a clinical study of 97 cases. BMC


Dermatology.vol; 5:5

Bruno TF, Grewal P. 2009. Erythroderma: a dermatologic emergency.


CJEM;11(3):244-246

Champion RH. 2008. Eczema, Lichenification, Prurigo, and Erythroderma. In:


Champion RH eds. Rook’s, Textbook of Dermatology, Washington:
Blackwell Scientific Publications. p;17.48-17.52.

Djuanda A. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


5th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p:197-200

Djuanda, 2010. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


6th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Djuanda, Adhi. 2015. Eritroderma. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7.
Jakarta:Badan Penerbit FKUI. Mochtar, 2011.

Mochtar. 2011. Erupsi Obat Alergik dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Okoduwa, C., Lambert W.C., Schwartz R.A., Kubeyinje E., Eitokpah A., Sinha
S., dan Chen W. 2009. Erythroderma: Review of a Potentially Life-
Threatening Dermatosis. Indian Journal of Dermatology 54(1): 1-6.

Sigurdsson V, Toonstra J, Hezemans-Boer M, van Vloten WA. 1996.


Erythroderma A Clinical and Follow Up Study of 102 Patients with
Special Emphasis on Survival. Journal of Academy of Dermatology; 35(1):
53-57.

Siregar RS. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
18

Umar, S. 2012. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis). Di akses di


http://emedicine.medscape.com/article/1106906-overview#showall Pada
tanggal 26 September 2017.

Utama HW, Kurniawan D. 2007. Erupsi Alergi Obat. Tesis. Palembang : Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. p:11.

Wolff K, Johnson R. A. 2009. Adverse Cutaneous Drug Reactions dalam


Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. United
States, Amerika: The McGraw Hill Companies.

Anda mungkin juga menyukai