DERMATITIS SEBOROIK
PEMBIMBING:
PENYUSUN:
030.12.147
1
LEMBAR PENGESAHAN
“DERMATITIS SEBOROIK”
Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepanitraan Klinik
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah Tegal
Disusun Oleh
030.12.147
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa, atas
segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “DERMATITIS SEBOROIK” dengan baik dan tepat waktu. Laporan
kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu penyakit Kulit
dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah
Kardinah Tegal periode 23 September 2019 – 26 Oktober 2019. Di samping itu, juga
ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada dr. Nadiah Soleman, Sp. KK, MKes selaku pembimbing dalam penyusunan laporan
kasus ini dan yang telah membimbing penulis selama di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal serta berbagai pihak
yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak
luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik
maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi dan manfaat
bagi kita semua.
Penulis
3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….4
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………………5
1. Definisi…………………………………………………………………………..…13
2. Epidemiologi…………………………………………………………………….....13
3. Etiopatogenesis…………………………………………………………………….13
4. Gambaran Klinis………………………………………………………………...…15
5. Diagnosis Banding…………………………………………………………………16
6. Diagnosis………………………………………………………………...…………16
7. Tatalaksana…………………………………………………………………………17
8. Edukasi……………………………………………………………………………..20
9. Prognosis………………………………………………………………………...…20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….……23
4
BAB I
PENDAHULUAN
Prevalensi dermatitis seboroik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS. dr. Cipto
Mangunkusumo berkisar antara 1 sampai 5 % pada populasi umum.2 Di Poliklinik Kulit
dan Kelamin RS. dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2014, ditemukan
prevalensi dermatitis seboroik sebesar 1%, umumnya menyerang dewasa muda, laki-laki
lebih banyak dari pada perempuan dengan usia 1 bulan hingga 88 tahun.2 Terdapat
berbagai faktor yang berpengaruh pada dermatitis seboroik yang berpengaruh pada
prinsip tatalaksana dermatitis seboroik. Prognosis dipengaruhi oleh awitan Dermatitis
seboroik dan pada bayi prognosisnya jauh lebih baik daripada dermatitis pada dewasa.2
5
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.S
Umur : 58 Tahun
Status Pernikahan : Sudah menikah
Alamat : Tegal
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
No. Rm : 637xxx
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada hari senin, tanggal 30 September
2019 pada pukul 10.30 WIB di Poli Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD
Kardinah Tegal.
A. Keluhan Utama
Bercak putih di kepala, wajah dan seluruh badan sejak 1 minggu yang
lalu sebelum datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Kardinah Tegal.
6
berkeringat disertai rambut yang rontok. Rasa gatal berkurang apabila pasien
menggaruk-garuk rambut kepalanya dan setelah itu mengeluarkan sisik
berwarna putih serta berminyak.
E. Riwayat Keluarga
Pasien mengaku tidak dijumpai keluhan serupa pada anggota keluarga
pasien.
F. Riwayat Kebiasaan
Saat ini pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Setiap harinya
pasien bekerja dirumah dan apabila pasien keluar rumah memakai kerudung.
Pasien memiliki kebiasaan mandi 2 kali dalam sehari. Sumber air dirumah
menggunakan air PAM.
7
B. Status Generalis
- Kepala : Lihat status dermatologis
- Thoraks : Dalam batas normal
- Abdomen : Dalam batas normal
- Ekstremitas Superior : Lihat status dermatologis
- Ekstremitas Inferior : Lihat status dermatologis
C. Status Dermatologis :
Lokasi : Kulit kepala, wajah, seluruh badan, lipat paha
Distribusi : Regional
Bentuk/susunan : tidak teratur
Lesi : Skuama dengan dasar makula hiperpigmentasi, plak
Efloresensi : Skuama tebal
8
Gambar 2 : Daerah kulit kepala (skalp)
9
Gambar 4 : Daerah Punggung
10
Gambar 6 : Daerah Paha bagian Luar
V. RESUME:
Seorang perempuan berusia 58 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD Kardinah Tegal dengan keluhan bercak putih di kepala, wajah
dan seluruh badan sejak 1 minggu yang lalu. Bercak putih semakin hari
semakin banyak dan tidak menghilang. Pasien juga mengatakan bahwa bercak
di kepala tersebut seperti kerak berwarna putih yang menempel pada kulit
kepala pasien dan terdapat kerak yang terlepas menjadi serbuk-serbuk kecil
berwarna putih dan terlihat seperti ketombe. Pasien juga mengatakan gatal bila
sedang berkeringat disertai rambut yang rontok. Rasa gatal berkurang apabila
pasien menggaruk-garuk rambut kepalanya dan setelah itu mengeluarkan sisik
berwarna putih serta berminyak.
11
Pasien pernah mengalami keluhan serupa sejak 1 tahun yang lalu, saat itu
pasien berobat ke dokter umum dan tak kunjung perbaikan. Pasien merupakan
ibu rumah tangga dan keluar rumah memakai kerudung. Pasien memiliki
kebiasaan mandi 2 kali dalam sehari. Sumber air menggunaka air PAM.
VII. TATALAKSANA :
1. Rencana Diagnosa : (-)
2. Rencana Terapi :
a. Medikamentosa :
i. Sistemik :
1) Metil prednisolone 1x4mg PO
2) Cetirizine 1x10mg PO
3) Ketoconazol 1x200mg PO
ii. Topikal :
1) Ketoconazol 20gr
2) Desoksimetason 20gr
b. Non Medikamentosa :
Kebersihan kulit, pakaian, dan lingkungan harus tetap dijaga dan
ditingkatkan
Keringkan kepala setelah terkena air atau berkeringat
Menggunakan pakaian atau kerudung yang menyerap keringat
Hindari garukan yang dapat menyebabkan lesi iritasi
Mengkonsumsi makanan rendah lemak
VIII. PROGNOSIS :
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Functionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Kosmetikum : Ad Bonam
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa kronis yang
umum dijumpai pada anak dan dewasa. Penyakit ini ditemukan pada area kulit
yang memiliki banyak kelenjar sebasea seperti kulit kepala, wajah, telinga, tubuh
bagian atas dan fleksura (inguinal, inframmae dan aksila).1
2. Epidemiologi
Dermatitis seboroik dibagi dalam dua kelompok usia, bentuk infantil yang
dapat sembuh sendiri terutama pada tiga bulan pertama kehidupan dan bentuk
dewasa yang kronis. Predominansi laki-laki tampak pada semua usia, tanpa
predileksi ras, atau transmisi horizontal. Karakteristik dermatitis seboroik memiliki
tren bimodal, dengan frekuensi puncak pertama saat kelahiran dan yang kedua
adalah pada dewasa usia antara 30 sampai 60 tahun.4
3. Etiopatogenesis
Etiopatogenesis dermatitis seboroik masih diperdebatkan. Lipid kulit dan
spesies Malassezia adalah faktor etiologi yang paling banyak dipelajari. Kelenjar
sebasea pasien dermatitis seboroik tidak lebih banyak dibandingkan dengan
individu sehat. Selain itu tidak didapatkan kelainan morfologi dan ukuran kelenjar
pada penderita dermatitis seboroik dibandingkan dengan orang sehat.5
13
Tidak semua orang dengan hiperseborea mengalami dermatitis seboroik,
tetapi pasien dengan dermatitis seboroik dapat memiliki kuantitas sebum yang
normal atau bahkan kulit yang kering, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah
sebum bukanlah faktor penyebab terjadinya dermatitis seboroik.5 Pada sebum pasien
dermatitis seroboik, trigliserida dan kolesterol meningkat, sementara skualan dan
asam lemak bebas berkurang. Asam lemak bebas yang diketahui memiliki efek
antimikroba dibentuk dari trigliserida oleh lipase bakteri, diproduksi oleh
Corynebacterium acnedan Malassezia yang merupakan flora residen. Asam lemak
bebas dan radikal oksigen reaktif dapat mengubah keseimbangan flora normal
kulit.6
Pada pasien AIDS, dermatitis seboroik lebih sering terjadi dan berat. Pada
pasien AIDS, prevalensi dermatitis seboroik berkisar antara 34% hingga 83% (pada
populasi umum prevalensinya hanya 3-5%). Pasien-pasien ini kebanyakan laki-laki
homoseksual atau biseksual dengan CD4+ <400/mm3. Mereka menderita dermatitis
seboroik dengan peradangan dan deskuamasi yang lebih berat. Selanjutnya pada
pasien AIDS, beban Malassezia spp. lebih tinggi daripada pada subyek sehat. Hal
ini dapat terjadi karena pasien-pasien tersebut memiliki defisiensi seluler spesifik
terhadap Malassezia Spp. sehingga dapat disimpulkan bahwa Malassezia spp.
Memiliki peranan dalam patogenesis dermatitis seboroik. Hal ini juga ditunjukkkan
dari fakta bahwa antimikotik oral efektif sebagai terapi dermatitis seboroik.5
14
perbaikan klinis pada dermatitis seboroik.5 Peningkatan genangan sebum pada kulit
yang mengalami imobilitas mungkin penting pada kasus ini.7
4. Gambaran Klinis
Dermatitis seboroik sering tampak sebagai plak eritema berbatas tegas
dengan permukaan berminyak, skuama kekuningan dengan berbagai perluasan
pada daerah yang kaya kelenjar sebasea, seperti kulit kepala, area retroaurikuler,
wajah (lipatan nasolabial, bibir atas, kelopak mata dan alis) dan dada bagian atas.
Distribusi lesi umumnya simetris dan dermatitis seboroik tidak menular maupun
fatal.9
Pada bayi, dermatitis seboroik dapat tampak pada area kulit kepala, wajah,
retroaurikuler, lipatan tubuh dan badan jarang menjadi generalisata. Cradle cap
adalah manifestasi klinis yang paling sering. Dermatitis seboroik pada anak-anak
biasanya sembuh sendiri. Sebaliknya, dermatitis seboroik pada dewasa biasanya
kronis dan kambuhan. Gatal jarang dirasakan, tetapi sering terjadi pada lesi di
kepala. Komplikasi utamanya adalah infeksi sekunder bakterial, yang
meningkatkan kemerahan, eksudat dan iritasi lokal.9
Namun pada bayi juga dapat memberat berupa perluasan lesi kulit hingga
lebih dari 90% area tubuh sebagai eritroderma deskuamativum (penyakit Leiner).
Manifestasi klinisnya berupa demam, anemia, diare, muntah, penurunan berat
badan dan dapat menyebabkan kematian.1
15
ada, 1-ringan, 2-sedang, 3-berat). Pengukuran kedua berdasarkan persentase area
kulit yang terkena yaitu kurang dari 10% (1 poin), 10-30% (2 poin), 30-50% (3
poin), 50-70% (4 poin) dan lebih dari 70% (5 poin). Hasil didapatkan dengan
mengalikan kedua pengukuran diatas yaitu dermatitis seboroik ringan (skor total 5
atau kurang), dermatitis seboroik sedang (skor total 6-11) dan dermatitis seboroik
berat (skor total 12-60).10
5. Diagnosis Banding
1. Pada bayi : dermatitis atopik, scabies, psoriasis1,9
2. Pada anak dan dewasa : psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak, impetigo,
tinea1,11
3. Di lipatan : dermatitis intertriginosa, kandidosis kutis
Harus disingkirkan : histiositosis sel Langerhans (pada bayi.)1
6. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada bayi biasanya terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan. Sering disebut
cradle cap. Keluhan utama biasanya berupa sisik kekuningan yang
berminyak dan umumnya tidak gatal.1,9
Pada anak dan dewasa, biasanya yang menjadi keluhan utama adalah
kemerahan dan sisik di kulit kepala, lipatan nasolabial, alis mata, area post
aurikula, dahi dan dada. Lesi lebih jarang ditemukan di area umbilicus,
interskapula, perineum dan anogenital. Area kulit yang kemerahan biasanya
gatal. Pasien juga dapat mengeluhkan ketombe (Pitiriasis sika). Keluhan
dapat memburuk jika terdapat stressor atau cuaca dingin.1
Pada bayi umumnya bersifat swasirna sementara cenderung menjadi kronis
pada dewasa.1
2. Pemeriksaan Fisik
Pada bayi, dapat ditemukan skuama kekuningan atau putih yang berminyak
dan tidak gatal. Skuama biasanya terbatas pada batas kulit kepala (skalp) dan
dapat pula ditemukan di belakang telinga dan area alis mat. Lebih sejarang
ditemukan di lipatan fleksura, area popok dan wajah.1,9
Pada anak dan dewasa dapat bervariasi mulai dari :1,9,12
16
1) Ketombe dengan skuama halus atau difus, tebal dan menempel pada
kulit kepala.
2) Lesi eksematoid berupa plak eritematosa superfisialis dengan
skuama terutama di kulit kepala, wajah dan tubuh.
3) Di dada terdapat pula menunjukkan lesi petaloid atau pitiriasiformis.
Apabila terdapat di kelopak mata, dapat disertai dengan blefaritis.9
Dapat meluas hingga menjadi eritoderma.1,9
7. Tatalaksana
Dewasa :
Pilihan pengobatan dapat berupa salah satu atau gabungan dari terapi
sebagai berikut : (lihat bagan alur):13,14,15
17
Urutan pilihan terapi
o Lini pertama
- Ketokonazol topikal
- Kortikosteroid topikal potensi ringan-sedang
- AlAFp topikal
o Lini kedua
- Lithium succinate/lithium gluconate topikal
- Krim ciclopirox
- Inhibitor kalsineurin topikal
o Lina ketiga
- Terbinafine oral
- Itrakonazol oral
- Gel metronidazole
- Krim non steroid
- Terbinafine topikal
- Benzoil peroksida
- fototerapi
2. Daerah skalp :
Ringan
o Antijamur topikal : sampo ciclopirox 1-5%, ketokonazol sampo 1-
2%, foaming gel 2%, hydrogel 20 mg/gel 2-3 kali/minggu
o AlAFp : sampo piroctone olamine/bisabolol/glychirretic
acid/lactoferrin 2-3 kali/minggu
o Keratolitik :
- Sampo asam salisilat 3% 2-3 kali/minggu, sampo tar 1-2% 1-2
kali/minggu
o Bahan lainnya :
- Sampo selenium sulfide 2,5% 2-3 kali/minggu
- Sampo zinc pyrithione 1-2% 2-3 kali/minggu
o Kortikosteroid topikal kelas I : linimentum dan solusio hidrokortison
1%, losion hidrokortison 0,1% 1 kali sehari selama 4 minggu
18
o Kortikosteroid topikal kelas II : salep aclometasone 0,05%, krim
desonide 0,05% 1 kali sehari selama 4 minggu
Sedang/berat
o Kortikosteroid topikal kelas III : sampo fluocin acetonide 0,01% 2
kali/minggu, didiamkan selama 5 menit selama 2 minggu
o Kortisteroid topikal kelas IV : sampo klobetasol propionate 0,05% 2
kali seminggu, didiamkan selama 5 menit 2 minggu
o Antijamur sistemik :
- Itrakonazol 200 mg/hari selama 1 minggu kemudian 200 mg/hari
selama 2 hari/bulan selama 11 bulan
- Terbinafin 250 mg/hari selama 4-6 minggu (regimen kontinu) atau
250 mg/hari selama 12 hari/bulan untuk 3 bulan (regimen
intermiten)
- Flukonazol 50 mg/hari selama 2 minggu atau 200-300 mg/minggu
selama 2-4 minggu
Urutan pilihan terapi
o Lini pertama
- Sampo ketokonazol
- Sampo ciclopirox
- Sampo zinc pyrithione
o Lini kedua
- Propylene glycol lotion
- Kortikosteroid topical potensi kuat-sangat kuat
- Salep tacrolimus
- Mikonazol
- Sampo selenium sulfida
Keterangan : AlAFp : non steroid anti-inflammatory agent with
antifungal properties
Bayi :
1. Daerah skalp
o Antijamur topikal : sampo ketokonazol 2% 2 kali/minggu selama 4 minggu
o Emolien : white petrolatum ointment sebagai penggunaan sehari-hari
19
o AlAFp : krim piroctone olamine/alglycera/bisabolol setiap 12 jam
2. Daerah non skalp
o Antijamur topikal : krim ketokonazol 2% 1 kali setlama 7 hari
o Kortikosteroid topikal kelas I : krim hidrikortison 1% 1 kali sehari
selama 7 hari
8. Edukasi
1. Menghindari faktor pemicu/pencetus misalnya:
2. Mencari faktor-faktor predisposisi yang diduga sebagai penyebab
3. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai perjalanan penyakit (tujuan
pengobatan, hasil pengobatan yang diharapkan, lama terapi, cara pengunaan obat
dan efek samping obat yang mungkin terjadi)
4. Edukasi mengenai pentingnya perawatan kulit dan menghindari pengobatan
diluar yang diresepkan.
9. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
20
BAB IV
ANALISIS KASUS
Terapi yang diberikan pada kasus ini adalah ketokonazol oral dan topikal.
Ketokonazol merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk pengobatan pada
infeksi Malassezia spp. Preparat antifungal tersebut mempunyai efek
fungistatik dan fungisidal pada konsentrasi yang tinggi. Mekanisme kerja dri
ketokonazel yaitu dengan menghambat sintesis ergosterol yang merupakan
sterol utama pada membrane sel jamur dengan menghambat cytocgrome P450-
dependent lanosterol 14ά-demethylase. Akibatnya ergosterol akan berkurang
21
dan terjadi akumulasi lanosterol. Perubahan tersebut mengakibatkan perubahan
permeabilitas dan kerusakan struktur membrane sel yang menyebabkan
gangguan pertumbuhan jamur bahkan sampai terjadi kematian sel jamur.
Regimen yang dianjurkan untuk dermatitis seboroik yaitu ketokonazol 200 mg
sekali sehari selama seminggu. Sedangkan agen topikal memiliki efek yang
menenagkan, yaitu meringankan gejala local. Formulasi topikal dapat
membasmi area infeksi yang kecil, tetapi terapi oral dibutuhkan untuk infeksi
yang lebih luas atau untuk kasus kronis dan berulang. Kemudian obat sistemik
yang diberikan adalah cetirizine yang merupakan antihistamin golongan 2
(AH₂) dengan sediaan dosis 10 mg dan pengunannya 1 x 20 mg. efek yang
diberikan adalah penekanan terhadap senyawa tubuh histamine yang
merupakan mediator kimia yang sering muncul pada reaksi peradangan dan
alergi sehingga menimbulkan efek pda tubuh berupa kemerahan pada kulit,
gatal dan pembengkakan.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. CD, Hivnor C. Serorrheic dermatitis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller S, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s Dermatologi in General
Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill; 2012. P259-66.
2. Data kunjungan Poliklinik Kulit dan Kelamin Divisi Dermatologi Umum RSCM.
Jakarta: RSCM; 2014.
3. Barbareschi M, Benardon S, Veraldi S. Systemic treatment. In: Seborrheic
dermatitis. Gurgaon: Macmilllan Medical communications. 2015:51-53.
4. Monfrecola G, Marasca C. Epidemiology. In: Seborrheic dermatitis. Gurgaon:
Macmilllan Medical communications. 2015: 9-11.
5. Veraldi S, Raia DD, Barbareschi. Etiopathogenesis. In: Seborrheic dermatitis.
Gurgaon: Macmilllan Medical communications. 2015: 13-18.
6. ReiderN, Fritsch PO. Other eczematous eruptions. In: Bolognia JL, Jorizzo JL,
Schaffer JV. Dermatology 3rdEd. United States: Elsevier Saunders. 2009: 219-220.
7. Berth-Jones J. Eczema, lichenification, prurigo and erythroderma. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology 8th. Ed.
Oxford: Blackwell Publishing Ltd. 2010. 23:23.29-23.34.
8. Cheong WK, Yeung CK, Torsekar RG, Suh DH, Ungpakorn R, Widaty S, Azizan
NZ, Gabriel MT, Tran HK, Chong WS, Shih I-H, Dall’Oglio F, Micali G.
Treatment of seborrhoeic dermatitis in Asia: A consensus Guide. Skin Appendage
Disord. 2015;1:187-196.
9. Schwartz JR, Messenger AG, Tosti A, Todd G, Hordinsky M, Hay RJ, Wang X,
Zacharie C, Kerr KM, Henry JP, Rust RC, Robinson MK. A comprehensive
pathophysiology of dandruff and seborrheic dermatitis –Towards a more precise
definition of scalp health. Acta Derm Venereol. 2013;93:131-137.
10. Arsenijevic VSA, Milobratovic D, Barac AM,Vekic B, Marinkovic J, Kostic VS. A
laboratory based study on patients with Parkinson’s disease and seborrheic
dermatitis: the presence and density od Malassezia yeast, their different species and
enzymes production. BMC Dermatology. 2014; 14(5): 1471-5945.
11. Clark GW, Pope SM, Jaboori KA. Diagnosis and treatment of seborrheic dermatitis.
Am Fam Physician. 2015 Feb 1;91(3):185-90.
23
12. Dessinioti C, Katsambas A. Seborrheic dermatitis: etiology, risk factors, and
treatment: facts and controversies. Clin Dermatol. 2013 Jul-Aug;31 (4):343-51.
13. Pedoman Nasional Pelayan Kedokteran Dermatitis Seboroik 2017.
14. Ratvanel RC, Squire RA, Boorman GC. Clinical efficacies of shamoos containing
ciclopirox olamine and ketokonazol in the treatment of seborrheic dermatitis.Journal
of Dermatological Treatment. 2007;18:88-96
15. Wannanukul S, Chiabunkana J. Comprative study of 2% ketoconazole cream and
1% hydrocortisone cream in the treatment of infantile seborrheic dermatitis. JMed
Assoc Thai. 2004;87:68-71.
24