Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

DERMATITIS SEBOROIK

PEMBIMBING:

Dr. Nadiah Soleman, Sp. KK, M.Kes

PENYUSUN:

Laras Hanum Istiningtias

030.12.147

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL

PERIODE 23 SEPTEMBER 2019 – 26 OKTOBER 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul:

“DERMATITIS SEBOROIK”

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepanitraan Klinik
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah Tegal

Periode 23 September 2019 – 26 Oktober 2019

Disusun Oleh

Laras Hanum Istiningtias

030.12.147

Tegal, Oktober 2019

dr. Nadiah Soleman, Sp. KK, M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa, atas
segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “DERMATITIS SEBOROIK” dengan baik dan tepat waktu. Laporan
kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu penyakit Kulit
dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah
Kardinah Tegal periode 23 September 2019 – 26 Oktober 2019. Di samping itu, juga
ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada dr. Nadiah Soleman, Sp. KK, MKes selaku pembimbing dalam penyusunan laporan
kasus ini dan yang telah membimbing penulis selama di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal serta berbagai pihak
yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak
luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik
maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi dan manfaat
bagi kita semua.

Tegal, Oktober 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….4

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………………5

BAB II. LAPORAN KASUS………………………………………………………………6

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….13

1. Definisi…………………………………………………………………………..…13
2. Epidemiologi…………………………………………………………………….....13
3. Etiopatogenesis…………………………………………………………………….13
4. Gambaran Klinis………………………………………………………………...…15
5. Diagnosis Banding…………………………………………………………………16
6. Diagnosis………………………………………………………………...…………16
7. Tatalaksana…………………………………………………………………………17
8. Edukasi……………………………………………………………………………..20
9. Prognosis………………………………………………………………………...…20

BAB IV. ANALISIS KASUS………………………………………………………….…21

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….……23

4
BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa kronis yang umum


dijumpai pada anak dan dewasa. Penyakit ini ditemukan pada area kulit yang memiliki
banyak kelenjar sebasea seperti kulit kepala, wajah, telinga, tubuh bagian atas dan
fleksura (inguinal, inframmae dan aksila).1

Prevalensi dermatitis seboroik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS. dr. Cipto
Mangunkusumo berkisar antara 1 sampai 5 % pada populasi umum.2 Di Poliklinik Kulit
dan Kelamin RS. dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2014, ditemukan
prevalensi dermatitis seboroik sebesar 1%, umumnya menyerang dewasa muda, laki-laki
lebih banyak dari pada perempuan dengan usia 1 bulan hingga 88 tahun.2 Terdapat
berbagai faktor yang berpengaruh pada dermatitis seboroik yang berpengaruh pada
prinsip tatalaksana dermatitis seboroik. Prognosis dipengaruhi oleh awitan Dermatitis
seboroik dan pada bayi prognosisnya jauh lebih baik daripada dermatitis pada dewasa.2

Karena perjalanannya yang kronis dan kambuh-kambuhan, dermatitis seboroik dapat


ditekan namun tidak dapat sembuh secara permanen. Sehingga kondisi ini memerlukan
pengobatan yang rutin selama bertahun-tahun. Pendekatan tatalaksana dermatitis seboroik
sebaiknya dipilih berdasarkan tampilan klinis, perluasan dan lokasi penyakit.3

Dermatitis seboroik merupakan kasus yang menarik untuk dibahas mengingat


seringnya ditemukan kasus pada kehidupan sehari-hari dan merupakan dermatosis
seritroskuama yang paling sering terjadi. Oleh karena itu, penulis akan membahas lebih
lanjut mengenai dermatitis seboroik.

5
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.S

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 58 Tahun
Status Pernikahan : Sudah menikah
Alamat : Tegal
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
No. Rm : 637xxx

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada hari senin, tanggal 30 September
2019 pada pukul 10.30 WIB di Poli Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD
Kardinah Tegal.

A. Keluhan Utama
Bercak putih di kepala, wajah dan seluruh badan sejak 1 minggu yang
lalu sebelum datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Kardinah Tegal.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah Tegal
dengan keluhan bercak putih di kepala, wajah dan seluruh badan sejak 1
minggu yang lalu. Bercak putih semakin hari semakin banyak dan tidak
menghilang. Pasien juga mengatakan bahwa bercak di kepala tersebut
seperti kerak berwarna putih yang menempel pada kulit kepala pasien dan
terdapat kerak yang terlepas menjadi serbuk-serbuk kecil berwarna putih dan
terlihat seperti ketombe. Pasien juga mengatakan gatal bila sedang

6
berkeringat disertai rambut yang rontok. Rasa gatal berkurang apabila pasien
menggaruk-garuk rambut kepalanya dan setelah itu mengeluarkan sisik
berwarna putih serta berminyak.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sudah pernah mengalami keluhan serupa sekitar ± 1 tahun yang
lalu. Sebelumnya pasien pernah berobat ke dokter umum, namun tidak
menunjukkan perbaikan. Setalah itu pasien berobat ke dokter specialis kulit
dan diberikan obat salep dan obat minum, kemudian keluhan membaik.

D. Riwayat Penyakit Penyerta


Riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung, paru
kelainan bawaan disangkal oleh pasien.

E. Riwayat Keluarga
Pasien mengaku tidak dijumpai keluhan serupa pada anggota keluarga
pasien.

F. Riwayat Kebiasaan
Saat ini pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Setiap harinya
pasien bekerja dirumah dan apabila pasien keluar rumah memakai kerudung.
Pasien memiliki kebiasaan mandi 2 kali dalam sehari. Sumber air dirumah
menggunakan air PAM.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan umum
- Kesan Sakit : Tampak sakit ringan
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda Vital :
 Tekanan darah : 140/100 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,5o

7
B. Status Generalis
- Kepala : Lihat status dermatologis
- Thoraks : Dalam batas normal
- Abdomen : Dalam batas normal
- Ekstremitas Superior : Lihat status dermatologis
- Ekstremitas Inferior : Lihat status dermatologis

C. Status Dermatologis :
 Lokasi : Kulit kepala, wajah, seluruh badan, lipat paha
 Distribusi : Regional
 Bentuk/susunan : tidak teratur
 Lesi : Skuama dengan dasar makula hiperpigmentasi, plak
 Efloresensi : Skuama tebal

Gambar 1 : Daerah kulit kepala (skalp)

8
Gambar 2 : Daerah kulit kepala (skalp)

Gambar 3 : Daerah Wajah

9
Gambar 4 : Daerah Punggung

Gambar 5 : Daerah perut kanan

10
Gambar 6 : Daerah Paha bagian Luar

IV. DIAGNOSIS BANDING :


 Dermatitis atopik
 Psoriasis
 Tinea Vesikolor

V. RESUME:
Seorang perempuan berusia 58 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD Kardinah Tegal dengan keluhan bercak putih di kepala, wajah
dan seluruh badan sejak 1 minggu yang lalu. Bercak putih semakin hari
semakin banyak dan tidak menghilang. Pasien juga mengatakan bahwa bercak
di kepala tersebut seperti kerak berwarna putih yang menempel pada kulit
kepala pasien dan terdapat kerak yang terlepas menjadi serbuk-serbuk kecil
berwarna putih dan terlihat seperti ketombe. Pasien juga mengatakan gatal bila
sedang berkeringat disertai rambut yang rontok. Rasa gatal berkurang apabila
pasien menggaruk-garuk rambut kepalanya dan setelah itu mengeluarkan sisik
berwarna putih serta berminyak.

11
Pasien pernah mengalami keluhan serupa sejak 1 tahun yang lalu, saat itu
pasien berobat ke dokter umum dan tak kunjung perbaikan. Pasien merupakan
ibu rumah tangga dan keluar rumah memakai kerudung. Pasien memiliki
kebiasaan mandi 2 kali dalam sehari. Sumber air menggunaka air PAM.

VI. DIAGNOSIS KERJA :


Dermatitis seboroik

VII. TATALAKSANA :
1. Rencana Diagnosa : (-)
2. Rencana Terapi :
a. Medikamentosa :
i. Sistemik :
1) Metil prednisolone 1x4mg PO
2) Cetirizine 1x10mg PO
3) Ketoconazol 1x200mg PO
ii. Topikal :
1) Ketoconazol 20gr
2) Desoksimetason 20gr
b. Non Medikamentosa :
 Kebersihan kulit, pakaian, dan lingkungan harus tetap dijaga dan
ditingkatkan
 Keringkan kepala setelah terkena air atau berkeringat
 Menggunakan pakaian atau kerudung yang menyerap keringat
 Hindari garukan yang dapat menyebabkan lesi iritasi
 Mengkonsumsi makanan rendah lemak

VIII. PROGNOSIS :
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Functionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Kosmetikum : Ad Bonam

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa kronis yang
umum dijumpai pada anak dan dewasa. Penyakit ini ditemukan pada area kulit
yang memiliki banyak kelenjar sebasea seperti kulit kepala, wajah, telinga, tubuh
bagian atas dan fleksura (inguinal, inframmae dan aksila).1

2. Epidemiologi
Dermatitis seboroik dibagi dalam dua kelompok usia, bentuk infantil yang
dapat sembuh sendiri terutama pada tiga bulan pertama kehidupan dan bentuk
dewasa yang kronis. Predominansi laki-laki tampak pada semua usia, tanpa
predileksi ras, atau transmisi horizontal. Karakteristik dermatitis seboroik memiliki
tren bimodal, dengan frekuensi puncak pertama saat kelahiran dan yang kedua
adalah pada dewasa usia antara 30 sampai 60 tahun.4

Prevalensi dermatitis seboroik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS. dr.


Cipto Mangunkusumo berkisar antara 1 sampai 5 % pada populasi umum.2 Di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RS. dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun
2014, ditemukan prevalensi dermatitis seboroik sebesar 1%, umumnya menyerang
dewasa muda, laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan usia 1 bulan
hingga 88 tahun.2 Terdapat berbagai faktor yang berpengaruh pada dermatitis
seboroik yang berpengaruh pada prinsip tatalaksana dermatitis seboroik. Prognosis
dipengaruhi oleh awitan Dermatitis seboroik dan pada bayi prognosisnya jauh lebih
baik daripada dermatitis pada dewasa.2

3. Etiopatogenesis
Etiopatogenesis dermatitis seboroik masih diperdebatkan. Lipid kulit dan
spesies Malassezia adalah faktor etiologi yang paling banyak dipelajari. Kelenjar
sebasea pasien dermatitis seboroik tidak lebih banyak dibandingkan dengan
individu sehat. Selain itu tidak didapatkan kelainan morfologi dan ukuran kelenjar
pada penderita dermatitis seboroik dibandingkan dengan orang sehat.5

13
Tidak semua orang dengan hiperseborea mengalami dermatitis seboroik,
tetapi pasien dengan dermatitis seboroik dapat memiliki kuantitas sebum yang
normal atau bahkan kulit yang kering, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah
sebum bukanlah faktor penyebab terjadinya dermatitis seboroik.5 Pada sebum pasien
dermatitis seroboik, trigliserida dan kolesterol meningkat, sementara skualan dan
asam lemak bebas berkurang. Asam lemak bebas yang diketahui memiliki efek
antimikroba dibentuk dari trigliserida oleh lipase bakteri, diproduksi oleh
Corynebacterium acnedan Malassezia yang merupakan flora residen. Asam lemak
bebas dan radikal oksigen reaktif dapat mengubah keseimbangan flora normal
kulit.6

Spesies Malassezia tidak dapat memproduksi asam lemak yang penting


untuk pertumbuhannya. Namun, ia menghasilkan lipase dan fosfolipase yang akan
memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas. Selanjutnya, spesies Malassezia
menggunakan asam lemak jenuh dan melepaskan asam lemak tak jenuh ke
permukaan kulit. Akhirnya, spesies ini menginduksi pelepasan sitokin proinflamasi
(IL6 dan 8 dan tumor necrosis factor α).5

Pada pasien AIDS, dermatitis seboroik lebih sering terjadi dan berat. Pada
pasien AIDS, prevalensi dermatitis seboroik berkisar antara 34% hingga 83% (pada
populasi umum prevalensinya hanya 3-5%). Pasien-pasien ini kebanyakan laki-laki
homoseksual atau biseksual dengan CD4+ <400/mm3. Mereka menderita dermatitis
seboroik dengan peradangan dan deskuamasi yang lebih berat. Selanjutnya pada
pasien AIDS, beban Malassezia spp. lebih tinggi daripada pada subyek sehat. Hal
ini dapat terjadi karena pasien-pasien tersebut memiliki defisiensi seluler spesifik
terhadap Malassezia Spp. sehingga dapat disimpulkan bahwa Malassezia spp.
Memiliki peranan dalam patogenesis dermatitis seboroik. Hal ini juga ditunjukkkan
dari fakta bahwa antimikotik oral efektif sebagai terapi dermatitis seboroik.5

Menurut beberapa literatur, dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada


pasien dengan penyakit Parkinson dan facial palsy. Terapi dengan L-dopa hanya
akan menurunkan sekresi sebum jika terdapat sekresi berlebihan, tetapi tidak
berdampak secara klinis pada sekresi kelenjar sebasea yang normal. Namun
beberapa studi yang dipublikasikan menyatakan bahwa L-dopa menyebabkan

14
perbaikan klinis pada dermatitis seboroik.5 Peningkatan genangan sebum pada kulit
yang mengalami imobilitas mungkin penting pada kasus ini.7

Lingkungan panas dan lembab serta keringat diketahui dapat memperparah


gejala DS, terutama gatal pada kulit kepala. Sinar matahari dan iklim tropis dapat
juga memperparah gejala DS. Sehingga temuan ini mengarahkan bahwa kondisi
iklim dapat mempengaruhi pertumbuhan spesies Malassezia. Namun untuk
klarifikasi lebih lanjut masih diperlukan studi lebih spesifik.8

4. Gambaran Klinis
Dermatitis seboroik sering tampak sebagai plak eritema berbatas tegas
dengan permukaan berminyak, skuama kekuningan dengan berbagai perluasan
pada daerah yang kaya kelenjar sebasea, seperti kulit kepala, area retroaurikuler,
wajah (lipatan nasolabial, bibir atas, kelopak mata dan alis) dan dada bagian atas.
Distribusi lesi umumnya simetris dan dermatitis seboroik tidak menular maupun
fatal.9

Pada bayi, dermatitis seboroik dapat tampak pada area kulit kepala, wajah,
retroaurikuler, lipatan tubuh dan badan jarang menjadi generalisata. Cradle cap
adalah manifestasi klinis yang paling sering. Dermatitis seboroik pada anak-anak
biasanya sembuh sendiri. Sebaliknya, dermatitis seboroik pada dewasa biasanya
kronis dan kambuhan. Gatal jarang dirasakan, tetapi sering terjadi pada lesi di
kepala. Komplikasi utamanya adalah infeksi sekunder bakterial, yang
meningkatkan kemerahan, eksudat dan iritasi lokal.9

Namun pada bayi juga dapat memberat berupa perluasan lesi kulit hingga
lebih dari 90% area tubuh sebagai eritroderma deskuamativum (penyakit Leiner).
Manifestasi klinisnya berupa demam, anemia, diare, muntah, penurunan berat
badan dan dapat menyebabkan kematian.1

Pada pasien imunosupresi, dermatitis seboroik sering meluas, intens dan


refrakter terhadap terapi. Hal ini dapat dipertimbangkan sebagai manifestasi kulit
awal pada AIDS anak-anak dan dewasa.9

Keparahan dermatitis seboroik dapat ditentukan dari adanya eritema,


skuama, infiltrasi dan pustul. Pada setiap parameter digunakan skor 4 poin (0-tidak

15
ada, 1-ringan, 2-sedang, 3-berat). Pengukuran kedua berdasarkan persentase area
kulit yang terkena yaitu kurang dari 10% (1 poin), 10-30% (2 poin), 30-50% (3
poin), 50-70% (4 poin) dan lebih dari 70% (5 poin). Hasil didapatkan dengan
mengalikan kedua pengukuran diatas yaitu dermatitis seboroik ringan (skor total 5
atau kurang), dermatitis seboroik sedang (skor total 6-11) dan dermatitis seboroik
berat (skor total 12-60).10

5. Diagnosis Banding
1. Pada bayi : dermatitis atopik, scabies, psoriasis1,9
2. Pada anak dan dewasa : psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak, impetigo,
tinea1,11
3. Di lipatan : dermatitis intertriginosa, kandidosis kutis
Harus disingkirkan : histiositosis sel Langerhans (pada bayi.)1

6. Diagnosis
1. Anamnesis
 Pada bayi biasanya terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan. Sering disebut
cradle cap. Keluhan utama biasanya berupa sisik kekuningan yang
berminyak dan umumnya tidak gatal.1,9
 Pada anak dan dewasa, biasanya yang menjadi keluhan utama adalah
kemerahan dan sisik di kulit kepala, lipatan nasolabial, alis mata, area post
aurikula, dahi dan dada. Lesi lebih jarang ditemukan di area umbilicus,
interskapula, perineum dan anogenital. Area kulit yang kemerahan biasanya
gatal. Pasien juga dapat mengeluhkan ketombe (Pitiriasis sika). Keluhan
dapat memburuk jika terdapat stressor atau cuaca dingin.1
 Pada bayi umumnya bersifat swasirna sementara cenderung menjadi kronis
pada dewasa.1
2. Pemeriksaan Fisik
 Pada bayi, dapat ditemukan skuama kekuningan atau putih yang berminyak
dan tidak gatal. Skuama biasanya terbatas pada batas kulit kepala (skalp) dan
dapat pula ditemukan di belakang telinga dan area alis mat. Lebih sejarang
ditemukan di lipatan fleksura, area popok dan wajah.1,9
 Pada anak dan dewasa dapat bervariasi mulai dari :1,9,12

16
1) Ketombe dengan skuama halus atau difus, tebal dan menempel pada
kulit kepala.
2) Lesi eksematoid berupa plak eritematosa superfisialis dengan
skuama terutama di kulit kepala, wajah dan tubuh.
3) Di dada terdapat pula menunjukkan lesi petaloid atau pitiriasiformis.
 Apabila terdapat di kelopak mata, dapat disertai dengan blefaritis.9
 Dapat meluas hingga menjadi eritoderma.1,9

7. Tatalaksana
Dewasa :
Pilihan pengobatan dapat berupa salah satu atau gabungan dari terapi
sebagai berikut : (lihat bagan alur):13,14,15

1. Daerah non skalp :


 Ringan
o Antijamur topikal : krim ciclopirox 1%, krim ketokonazol 2% 2 kali
sehari selama 4 minggu
o AlAFp : krim piroctone olamine/alglycera/bisabolol 2 kali sehari
selama 4 minggu
o Kortikosteroid topikal kelas I : krim atau salep hidrokortison 1% 2
kali sehari selama 4 minggu
o Inhibitor kalsineurin topikal : krim pimekrolimus 1%, salep
takrolimus 0,1% 2 kali sehari selama 4 minggu
 Sedang/berat
o Kortikosteroid topikal kela II : krim desonide 0,05%, salep
aclometasone 0,05% 2 kali sehari selama 4 minggu
o Antijamur sistemik :
- Itrakonazol 200 mg/hari selama 1 minggu kemudian 200 mg/hari
selama 2 hari/bulan selama 11 bulan
- Terbinafine 250 mg/hari selama 4-6 minggu (regimen kontinu)
atau 250 mg/hari selama 12 hari/bulan untuk 3 bulan (regimen
intermitten)

17
 Urutan pilihan terapi
o Lini pertama
- Ketokonazol topikal
- Kortikosteroid topikal potensi ringan-sedang
- AlAFp topikal
o Lini kedua
- Lithium succinate/lithium gluconate topikal
- Krim ciclopirox
- Inhibitor kalsineurin topikal
o Lina ketiga
- Terbinafine oral
- Itrakonazol oral
- Gel metronidazole
- Krim non steroid
- Terbinafine topikal
- Benzoil peroksida
- fototerapi
2. Daerah skalp :
 Ringan
o Antijamur topikal : sampo ciclopirox 1-5%, ketokonazol sampo 1-
2%, foaming gel 2%, hydrogel 20 mg/gel 2-3 kali/minggu
o AlAFp : sampo piroctone olamine/bisabolol/glychirretic
acid/lactoferrin 2-3 kali/minggu
o Keratolitik :
- Sampo asam salisilat 3% 2-3 kali/minggu, sampo tar 1-2% 1-2
kali/minggu
o Bahan lainnya :
- Sampo selenium sulfide 2,5% 2-3 kali/minggu
- Sampo zinc pyrithione 1-2% 2-3 kali/minggu
o Kortikosteroid topikal kelas I : linimentum dan solusio hidrokortison
1%, losion hidrokortison 0,1% 1 kali sehari selama 4 minggu

18
o Kortikosteroid topikal kelas II : salep aclometasone 0,05%, krim
desonide 0,05% 1 kali sehari selama 4 minggu
 Sedang/berat
o Kortikosteroid topikal kelas III : sampo fluocin acetonide 0,01% 2
kali/minggu, didiamkan selama 5 menit selama 2 minggu
o Kortisteroid topikal kelas IV : sampo klobetasol propionate 0,05% 2
kali seminggu, didiamkan selama 5 menit 2 minggu
o Antijamur sistemik :
- Itrakonazol 200 mg/hari selama 1 minggu kemudian 200 mg/hari
selama 2 hari/bulan selama 11 bulan
- Terbinafin 250 mg/hari selama 4-6 minggu (regimen kontinu) atau
250 mg/hari selama 12 hari/bulan untuk 3 bulan (regimen
intermiten)
- Flukonazol 50 mg/hari selama 2 minggu atau 200-300 mg/minggu
selama 2-4 minggu
 Urutan pilihan terapi
o Lini pertama
- Sampo ketokonazol
- Sampo ciclopirox
- Sampo zinc pyrithione
o Lini kedua
- Propylene glycol lotion
- Kortikosteroid topical potensi kuat-sangat kuat
- Salep tacrolimus
- Mikonazol
- Sampo selenium sulfida
Keterangan : AlAFp : non steroid anti-inflammatory agent with
antifungal properties
Bayi :
1. Daerah skalp
o Antijamur topikal : sampo ketokonazol 2% 2 kali/minggu selama 4 minggu
o Emolien : white petrolatum ointment sebagai penggunaan sehari-hari

19
o AlAFp : krim piroctone olamine/alglycera/bisabolol setiap 12 jam
2. Daerah non skalp
o Antijamur topikal : krim ketokonazol 2% 1 kali setlama 7 hari
o Kortikosteroid topikal kelas I : krim hidrikortison 1% 1 kali sehari
selama 7 hari
8. Edukasi
1. Menghindari faktor pemicu/pencetus misalnya:
2. Mencari faktor-faktor predisposisi yang diduga sebagai penyebab
3. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai perjalanan penyakit (tujuan
pengobatan, hasil pengobatan yang diharapkan, lama terapi, cara pengunaan obat
dan efek samping obat yang mungkin terjadi)
4. Edukasi mengenai pentingnya perawatan kulit dan menghindari pengobatan
diluar yang diresepkan.

9. Prognosis
Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

Quo ad sanactionam : dubia

Dermatitis seboroik pada bayi bersifar swasirna. Sementara pada dewasa


bersifat kronis dan dapat kambuh.1

20
BAB IV
ANALISIS KASUS

Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa kronis yang


umum dijumpai pada anak dan dewasa. Penyakit ini ditemukan pada area kulit
yang memiliki banyak kelenjar sebasea seperti kulit kepala, wajah, telinga,
tubuh bagian atas dan fleksura (inguinal, inframmae dan aksila). Dari
anamnesis pasien perempuan berusia 58 tahun mengeluh bercak putih di
kepala, wajah dan seluruh badan sejak 1 minggu yang lalu. Bercak putih
semakin hari semakin banyak dan tidak menghilang. Pasien juga mengatakan
bahwa bercak di kepala tersebut seperti kerak berwarna putih yang menempel
pada kulit kepala pasien dan terdapat kerak yang terlepas menjadi serbuk-
serbuk kecil berwarna putih dan terlihat seperti ketombe. Pasien juga
mengatakan gatal bila sedang berkeringat disertai rambut yang rontok. Rasa
gatal berkurang apabila pasien menggaruk-garuk rambut kepalanya dan setelah
itu mengeluarkan sisik berwarna putih serta berminyak.

Status dermatologis didapatkan lesi skuama dengan dasar makula


hiperpigmentasi dan terdapat plak. Lokasi di kulit kepala (skalp), wajah,
seluruh badan, lipat paha, distribusi regional , bentuk atau susunan tidak tertur
dengan efloresensi skuama tebal. Tanda patognomonis dari dermatitis seboroik
adalah ketombe dengan skuama halus atau difus, tebal dan menempel pada
kulit kepala. Lesi eksematoid berupa plak eritamosa superfisialis dengan
skuama terutama di kulit kepala, wajah dan tubuh. Di dada dapat pula
menunjukkan lesi petaloid atau pitiriasiformis disertai rasa gatal. Apabila
terdapat di kelopak mata dapat disertai dengan blefaritis.

Terapi yang diberikan pada kasus ini adalah ketokonazol oral dan topikal.
Ketokonazol merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk pengobatan pada
infeksi Malassezia spp. Preparat antifungal tersebut mempunyai efek
fungistatik dan fungisidal pada konsentrasi yang tinggi. Mekanisme kerja dri
ketokonazel yaitu dengan menghambat sintesis ergosterol yang merupakan
sterol utama pada membrane sel jamur dengan menghambat cytocgrome P450-
dependent lanosterol 14ά-demethylase. Akibatnya ergosterol akan berkurang

21
dan terjadi akumulasi lanosterol. Perubahan tersebut mengakibatkan perubahan
permeabilitas dan kerusakan struktur membrane sel yang menyebabkan
gangguan pertumbuhan jamur bahkan sampai terjadi kematian sel jamur.
Regimen yang dianjurkan untuk dermatitis seboroik yaitu ketokonazol 200 mg
sekali sehari selama seminggu. Sedangkan agen topikal memiliki efek yang
menenagkan, yaitu meringankan gejala local. Formulasi topikal dapat
membasmi area infeksi yang kecil, tetapi terapi oral dibutuhkan untuk infeksi
yang lebih luas atau untuk kasus kronis dan berulang. Kemudian obat sistemik
yang diberikan adalah cetirizine yang merupakan antihistamin golongan 2
(AH₂) dengan sediaan dosis 10 mg dan pengunannya 1 x 20 mg. efek yang
diberikan adalah penekanan terhadap senyawa tubuh histamine yang
merupakan mediator kimia yang sering muncul pada reaksi peradangan dan
alergi sehingga menimbulkan efek pda tubuh berupa kemerahan pada kulit,
gatal dan pembengkakan.

Faktor-faktor yang perlu dihindari lingkungan panas dan lembab serta


keringat diketahui dapat memperparah gejala dermatitis seboroik, terutama
gatal pada kulit kepala. Sinar matahari dan iklim tropis dapat juga
memperparah gejala dermatitis seboroik. Sehingga temuan ini mengarahkan
bahwa kondisi iklim dapat mempengaruhi pertumbuhan spesies Malassezia.
Namun untuk klarifikasi lebih lanjut masih diperlukan studi lebih spesifik.

Prognosis pada dermatitis seboroik adalah baik bila pengobatan dilakukan


secara rutin, menyeluruh dan konsisten. Dermatitis seboroik cenderung kambuh
terutama pada iklim panas dan lembab. Terapi biasanya sudah cukup untuk lesi
local tetapi memiliki keterbatasan pada lesi yang luas karena fakta bahwa
daerah lesi yang besar tidak dapat diobati secara memadai sehingga dapat
menyebabkan kekambuhan.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. CD, Hivnor C. Serorrheic dermatitis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller S, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s Dermatologi in General
Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill; 2012. P259-66.
2. Data kunjungan Poliklinik Kulit dan Kelamin Divisi Dermatologi Umum RSCM.
Jakarta: RSCM; 2014.
3. Barbareschi M, Benardon S, Veraldi S. Systemic treatment. In: Seborrheic
dermatitis. Gurgaon: Macmilllan Medical communications. 2015:51-53.
4. Monfrecola G, Marasca C. Epidemiology. In: Seborrheic dermatitis. Gurgaon:
Macmilllan Medical communications. 2015: 9-11.
5. Veraldi S, Raia DD, Barbareschi. Etiopathogenesis. In: Seborrheic dermatitis.
Gurgaon: Macmilllan Medical communications. 2015: 13-18.
6. ReiderN, Fritsch PO. Other eczematous eruptions. In: Bolognia JL, Jorizzo JL,
Schaffer JV. Dermatology 3rdEd. United States: Elsevier Saunders. 2009: 219-220.
7. Berth-Jones J. Eczema, lichenification, prurigo and erythroderma. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology 8th. Ed.
Oxford: Blackwell Publishing Ltd. 2010. 23:23.29-23.34.
8. Cheong WK, Yeung CK, Torsekar RG, Suh DH, Ungpakorn R, Widaty S, Azizan
NZ, Gabriel MT, Tran HK, Chong WS, Shih I-H, Dall’Oglio F, Micali G.
Treatment of seborrhoeic dermatitis in Asia: A consensus Guide. Skin Appendage
Disord. 2015;1:187-196.
9. Schwartz JR, Messenger AG, Tosti A, Todd G, Hordinsky M, Hay RJ, Wang X,
Zacharie C, Kerr KM, Henry JP, Rust RC, Robinson MK. A comprehensive
pathophysiology of dandruff and seborrheic dermatitis –Towards a more precise
definition of scalp health. Acta Derm Venereol. 2013;93:131-137.
10. Arsenijevic VSA, Milobratovic D, Barac AM,Vekic B, Marinkovic J, Kostic VS. A
laboratory based study on patients with Parkinson’s disease and seborrheic
dermatitis: the presence and density od Malassezia yeast, their different species and
enzymes production. BMC Dermatology. 2014; 14(5): 1471-5945.
11. Clark GW, Pope SM, Jaboori KA. Diagnosis and treatment of seborrheic dermatitis.
Am Fam Physician. 2015 Feb 1;91(3):185-90.

23
12. Dessinioti C, Katsambas A. Seborrheic dermatitis: etiology, risk factors, and
treatment: facts and controversies. Clin Dermatol. 2013 Jul-Aug;31 (4):343-51.
13. Pedoman Nasional Pelayan Kedokteran Dermatitis Seboroik 2017.
14. Ratvanel RC, Squire RA, Boorman GC. Clinical efficacies of shamoos containing
ciclopirox olamine and ketokonazol in the treatment of seborrheic dermatitis.Journal
of Dermatological Treatment. 2007;18:88-96
15. Wannanukul S, Chiabunkana J. Comprative study of 2% ketoconazole cream and
1% hydrocortisone cream in the treatment of infantile seborrheic dermatitis. JMed
Assoc Thai. 2004;87:68-71.

24

Anda mungkin juga menyukai