Oleh:
Nanda Aisyah Humairah, S.Ked.
71 2018 003
Pembimbing:
dr. Lucille Annisa Suardin, Sp.KK
Laporan Kasus
Judul:
TINEA CAPITIS TIPE KERION
Oleh:
Nanda Aisyah Humairah , S.Ked.
71 2018 003
Telah dilaksanakan pada bulan Juni 2020 sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Rumah Sakit Umum Palembang Bari
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Tinea Kapitis Tipe Kerion” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Lucille Annisa Suardin, Sp.KK, selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan
dalam penyelesaian laporan kasus ini.
2. Rekan-rekandokter muda atas kerja samanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
BAB I
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan tanggal 22 Juni 2020 pukul 11.35 WIB
Timbul bercak merah disertai dengan koreng pada kepala sejak 10 hari yang lalu.
6
bertambah bila pasien berkeringat. Keluhan nyeri terasa jika pasien
menggaruk bercak tersebut. Rambut pasien di sekitar bercak juga menjadi
mudah rontok dan meninggalkan area botak yang melingkar.
3.6.1 Tatalaksana
A. Nonfarmakologi
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien mulai
dari faktor risiko, penyebab penyakit, perkembangan lesi, cara penularan,
prognosis dan komplikasi yang dapat terjadi.
2. Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kebersihan diri
3. Mengingatkan pasien untuk mematahui pengobatan yang diberikan
4. Menjelaskan kepada pasien bagaimana cara pemberian obat mulai dari
dosis, cara pemberian, lama pengobatan dan efek samping obat.
5. Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari menggaruk daerah yang
gatal.
6. Pakaian, sprei, handuk dan linen lainnya direndam dengan sodium
hipoklorit 2% untuk membunuh jamur-jamur atau menggunakan
disinfektan lain.
7. Meminta pasien untuk kontrol kembali ke dokter 1 minggu kemudian.
B. Farmakologi
1. Sistemik
Pemberian griseofulvin 1 gram, 2 kali sehari, selama 6 minggu
3.8 Prognosis
Faktor risiko tinea kapitis pada orang dewasa termasuk usia, dengan
komorbiditas antara lain diabetes melitus, malnutrisi, penyakit genetik
disertai defisiensi imun, anemia, kondisi imunosupresi, pengobatan
kortikosteroid, perubahan hormon misalnya menopause, dan derajat pajanan
yaitu tinea yang berlokasi di bagian tubuh manapun, kontak dengan anak
kecil yang terinfeksi atau benda/materi yang dapat membawa patogen
(fomites).13 Tinea kapitis secara primer pada umumnya ditemukan pada
anak dan sangat jarang pada orang dewasa.5,13 Bergson dan Fernandes
mengemukakan bahwa hanya sedikit laporan kasus tinea kapitis pada usia
dewasa. Mereka menyimpulkan bahwa selama 49 tahun, dilaporkan hanya
90 kasus tinea kapitis yang menginfeksi orang dewasa, yaitu 79 orang
wanita (87,7 %) dan 11 orang pria (12,3%).5
Pediculosis kapitis adalah infeksi kulit atau rambut kepala dimana yang
1
disebabkan oleh infestasi Pediculus humanus var. capitis. Penyakit ini
prevalensi cukup tinggi terutama anak sekolah dan penyakit ini juga telah
menjadi masalah dinegara berkembang maupun negara maju.
Pada tinea kapitis tipe kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada
tinea kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan
serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum
caniis dan Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering
dilihat, agak kurang bila penyebabnya adalah Trichophyto
violaceum.Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat
alopesia yang menetap, parut yang menonjol kadang-kadang dapat terbentuk.
Efloresensi
Tampak patch Patch eritematousa, Papul sampai Lesi linier eritema
eritematosa berskuama bersisik, plak eritema, dan papul, Adanya
tunggal, skuama halus, pus dan krusta
Kerion : pustul-
irreguler berminyak, batas
pustul kecil
berukuran 7 tidak tegas
berkelompok dan
cm x 9.5 cm
kadang ditutupi sisik
dan terdapat
krusta
berwarna
kuning
kecokelatan
diatasnya dan
disekitar lesi
terdapat
pustul-pustul
multipel,
reguler
berukuran 0.3
cm x 0.3 cm
penyebaran
diskret hingga
berkonfluens
Pemeriksaan
histopatologi
Berdasarkan uraian diatas, diagnosis yang paling mungkin pada pasien ini adalah tinea
kaptitis tipe kerion. Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien ini yaitu:
Non farmakologis :
Farmakologi
1. Sistemik
Pemberian griseofulvin 1 gram, 2 kali selama 6 minggu
Pemberian antijamur golongan azole : itrakonazol 100 mg sekali
sehari selama 1 minggu
Mengurangi gejala gatal : diberikan antihistamin
H1 generasi 2 yaitu cetirizine 10 mg diminum 1 kali sehari selama
7 hari pada pagi hari.
Pada kasus ini untuk pemilihan golongan obat antijamur dipilih griseofulvin
karena golongan ini memiliki aktivitas yang aktif terhadap dermatofita khususnya
yang disebabkan oleh Trichophyton tonsurans. Kulit yang sakit mempunyai
afinitas lebih besar terhadap obat ini, ditimbun dalam sel pembentuk kreatin,
terikat kuat dengan kreatin dan akan muncul bersama sel yang baru berdiferensiasi
sehingga sel baru ini akan resisten terhadap serangan jamur.
Pada tatalaksana sistemik diberikan obat berupa itrakonazol 100 mg 1 kali sehari
selama 1 minggu, alasan pemilihan obat ini adalah karena itrakonazol aktif
terhadap berbagai jamur termasuk ragi, dermatofita dan non dermatofita. Selain
itu itrakonazol juga bersifat keratofilik dan lipofilik yang kuat. Menghambat 14-
alfa- demethylase sehingga mengganggu sintesis sterol pada membran sel jamur.
Efek samping itrakonzaol lebih minimal dibanding obat golongan lain yaitu mual
dan muntah namun pengobatan tidak perlu dihentikan, dapat pula menimbulkan
pruritus dan lesu. Sedangkan obat flukonazol efektifitasnya hanya terbatas pada
Candida spp dan ragi lain, memiliki sifat fungistatik untuk dermatofit dan
memiliki efek samping pada gastrointestinal dan hepatotoksik.Terbinafin juga
dapat digunakan untuk pengobatan tinea karena bersifat fungisidal terhadap
dermatofita dan beberapa jamur lain namun bersifat fungistatik pada Candida sp.
efek samping yang di timbulkan oleh obat terbinafin adalah gangguan saluran
cerna, hepatotoksisitas, dan dapat terjadi sindrom steven jhonson. Selain itu,
griseofulvin juga memiliki efektifitas terhadap berbagai jenis jamur dermatofit
seperti Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum namun tidak efektif
untuk golongan non dermatofita dan ragi. Griseofulvin bersifat fungistatik lemah,
efek samping dalam pemakaian griseofulvin dapat berupa leukopenia dalam
pemakaian jangka panjang, artralgia, albuminuria, gangguan saluran cerna, pada
kulit akan terjadi urtikaria, vesikula dan erupsi yang menyerupai morbili.
Pada kasus ini diberikan itakonazol selama 1 minggu adalah karena
itrakonazol akan memberikan hasil yang baik terhadap penyakit jamur di kulit
setelah pemberian 1 minggu. Namun akan menghasilkan penyembuhan yang
sempurna setelah pemberian 2 minggu obat dan harus diteruskan minimal setelah
1 minggu dari hilangnya keluhan.
Pasien diberikan obat untuk mengurangi gatal yaitu antihistamin H1
generasi 2 yaitu Cetirizine dengan dosis 1 x 10 mg/hari selama 7 hari. Obat
antihistamin ini dianjurkan kepada pasien diminum pada pagi hari sebelum
beraktivitas agar pada saat pasien beraktivitas keluhan gatal tidak dirasakan.
Diberikan cetirizin karena memiliki efek sedasi yang rendah dan waktu paruh
yang lebih lama.
Prognosis pasien ini adalah bonam pada quo ad vitam, fungsionam,
sanationam dan kosmetika karena kasus ini dapat sembuh sempurna meskipun
dapat berulang apabila pasien tidak mengubah kebiasaan sehari hari dan tidak
menkonsumsi obat sampai tuntas.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
spesies dermatofita. Kelainan ini ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan,
alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang berat yang disebut kerion.
2. Diagnosis banding dari kasus ini:
Tinea Kapitis
Dermatitis Seboroik
Pedikulosis Kapitis
3. Terapi pada kasus ini:
C. Nonfarmakologi
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien mulai
dari faktor risiko, penyebab penyakit, perkembangan lesi, cara penularan,
prognosis dan komplikasi yang dapat terjadi.
2. Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kebersihan diri
3. Mengingatkan pasien untuk mematahui pengobatan yang diberikan
4. Menjelaskan kepada pasien bagaimana cara pemberian obat mulai dari
dosis, cara pemberian, lama pengobatan dan efek samping obat.
5. Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari penggunaan pakaian yang
ketat dan keringat. Serta mengganti pakaian apabila telah basah. Dan
menghindari menggaruk daerah yang gatal.
6. Pakaian, sprei, handuk dan linen lainnya direndam dengan sodium
hipoklorit 2% untuk membunuh jamur-jamur atau menggunakan
disinfektan lain.
7. Meminta pasien untuk kontrol kembali ke dokter 1 minggu kemudian.
D. Farmakologi
1.Sistemik
Pemberian griseofulvin 1 gram, 2 kali selama 6 minggu
Pemberian antijamur golongan azole : itrakonazol 100 mg sekali
sehari selama 1 minggu
Mengurangi gejala gatal : diberikan antihistamin
H1 generasi 2 yaitu cetirizine 10 mg diminum 1 kali sehari selama
7 hari pada pagi hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi ke-2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta Indonesia. 2005.
2. Kartowigno, S. 10 Besar kelompok penyakit kulit. Edisi Pertama.
Palembang: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Unsri.
2011.
3. Gudjonsson JE, Elder JT. Fitzpatrick’s Dermatology in general Medicine.
7th ed. United States of America: The McGaw-Hill Medical Companies.
2008.
4. Alok Kumar and Rahul Mahajan. Management of Tinea Corporis, Tinea
Cruris, and Tinea Pedis: A Comprehensive Review. Indian Dermatology
Online Journal. 2016.