Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

TINEA KAPITIS TIPE KERION

Oleh:
Nanda Aisyah Humairah, S.Ked.
71 2018 003

Pembimbing:
dr. Lucille Annisa Suardin, Sp.KK

DEPARTEMEN ILMU KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG
BARI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul:
TINEA CAPITIS TIPE KERION

Oleh:
Nanda Aisyah Humairah , S.Ked.
71 2018 003

Telah dilaksanakan pada bulan Juni 2020 sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Rumah Sakit Umum Palembang Bari
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Juni 2020


Pembimbing

dr. Lucille Annisa Suardin, Sp. KK

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Tinea Kapitis Tipe Kerion” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Lucille Annisa Suardin, Sp.KK, selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan
dalam penyelesaian laporan kasus ini.
2. Rekan-rekandokter muda atas kerja samanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran.

Palembang, Juni 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I. LAPORAN KASUS


3.1Identitas Penderita.........................................................................................14
3.2Anamnesis.....................................................................................................14
3.2.1Keluhan Utama..................................................................................14
3.2.2Keluhan Tambahan...........................................................................14
3.2.3.Riwayat Perjalanan Penyakit............................................................14
3.2.4Riwayat Penyakit Dahulu…...............................................................14
3.2.5Riwayat Dalam Keluarga..................................................................14
3.2.6Riwayat Kebiasaan............................................................................16
3.3Pemeriksaan Fisik..........................................................................................16
3.3.1Status Generalis..................................................................................16
3.3.2Keadaan Spesifik…...........................................................................16
3.3.3Status Dermatologikus......................................................................17
3.4Diagnosis Banding.........................................................................................17
3.5Pemeriksaan Penunjang.................................................................................17
3.6Diagnosis Kerja.............................................................................................18
3.7Tatalaksana....................................................................................................18
3.8Prognosis.......................................................................................................19

BAB II. PEMBAHASAN


4.1 Hasil dan Pembahasan.............................................................................20

BAB III. PENUTUP


5.1 Kesimpulan..............................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
BAB I

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn.A
Usia : 30 tahun
Tempat Tanggal Lahir : Palembang, 27 Febuari 1990
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : Strata-1
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Menikah
Alamat : Jalan Panca Usaha
Tanggal Periksa : 22 Juni 2020

3.2 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan tanggal 22 Juni 2020 pukul 11.35 WIB

3.2.1 Keluhan Utama

Timbul bercak merah disertai dengan koreng pada kepala sejak 10 hari yang lalu.

3.2.2 Keluhan Tambahan


Gatal dan nyeri.

3.2.3 Riwayat Perjalanan Penyaki


Keluhan timbul sejak 2 minggu yang lalu, pasien mengeluh terdapat
bintil-bintil seperti jerawat di bagian kepala. Awalnya bintil berukuran
sebesar kacang polong. Keluhan disertai rasa gatal, pasien sering menggaruk
bintil tersebut sehingga berubah menjadi bercak. Lalu bercak tersebut
semakin lama semakin meluas dan menebal.

Kemudian sejak 10 hari yang lalu, muncul keluhan bercak kemerahan


dan koreng dikepala. Keluhan juga disertai gatal dan nyeri. Rasa gatal

6
bertambah bila pasien berkeringat. Keluhan nyeri terasa jika pasien
menggaruk bercak tersebut. Rambut pasien di sekitar bercak juga menjadi
mudah rontok dan meninggalkan area botak yang melingkar.

Lingkungan disekitar dan keluarga pasien tidak ada yang memiliki


keluhan serupa. Riwayat bermain dengan hewan peliharaan tidak ada.

Pasien belum pernah melakukan pengobatan apapun untuk meredakan


keluhannya, sampai pasien merasa keluhan tidak kunjung hilang lalu pasien
datang ke Poliklinik RSUD Palembang BARI untuk mengurangi keluhan
tersebut.

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya.
3.2. 5 Riwayat penyakit lainnya
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kencing manis dan tidak
memiliki riwayat penyakit alergi.

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

3.2.6 Riwayat Kebiasaan


Pasien mandi 2-3 kali sehari. Pasien menggunakan shampo lifebouy
saat mandi. Riwayat pemakaian handuk bersama tidak ada.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit
ringan Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,6 °C
Pernapasan : 21 x/menit
BB : 60 kg
7
TB : 170 CM

3.3.2 Keadaan Spesifik

Kepala : lihat status dermatologikus

Wajah : Pucat (-), Kemerahan (-)

Mata : Konjungtiva anemi (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Hidung : tidak ada kelainan

Telinga : tidak ada kelainan

Mulut : tidak ada kelainan

Leher : tidak ada kelainan

Thoraks : tidak ada kelainan

Abdomen : tidak ada kelainan

Ekstremitas : tidak ada kelainan

3.3.3 Status Dermatologikus

Gambar 3.1. Regio occipitalis

Pada regio occipitalis tampak patch eritematosa tunggal, berbatas


tegas, irreguler berukuran 7 cm x 9,5 cm dan terdapat krusta berwarna
kuning kecokelatan diatasnya dan disekitar lesi terdapat pustul-pustul
multipel, reguler berukuran 0,3 cm x 0,3 cm penyebaran diskret
hingga berkonfluens
8
3.4 Diagnosis Banding
1. Tinea Kapitis Tipe Kerion
2. Dermatitis Seboroik
3. Pedikulosis Kapitis

3.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan KOH : positif, (ditemukan mikrospora dan makrospora)
2. Pemeriksaan histopatologi

3.6 Diagnosis Kerja


Tinea Kapitis Tipe Kerion

3.6.1 Tatalaksana
A. Nonfarmakologi
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien mulai
dari faktor risiko, penyebab penyakit, perkembangan lesi, cara penularan,
prognosis dan komplikasi yang dapat terjadi.
2. Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kebersihan diri
3. Mengingatkan pasien untuk mematahui pengobatan yang diberikan
4. Menjelaskan kepada pasien bagaimana cara pemberian obat mulai dari
dosis, cara pemberian, lama pengobatan dan efek samping obat.
5. Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari menggaruk daerah yang
gatal.
6. Pakaian, sprei, handuk dan linen lainnya direndam dengan sodium
hipoklorit 2% untuk membunuh jamur-jamur atau menggunakan
disinfektan lain.
7. Meminta pasien untuk kontrol kembali ke dokter 1 minggu kemudian.

B. Farmakologi
1. Sistemik
 Pemberian griseofulvin 1 gram, 2 kali sehari, selama 6 minggu

 Pemberian antijamur golongan azole : itrakonazol 100 mg sekali


sehari selama 1 minggu

 Mengurangi gejala gatal : diberikan antihistamin

 H1 generasi 2 yaitu cetirizine 10 mg diminum 1 kali sehari selama 7


hari pada pagi hari.

3.8 Prognosis

Quo ad vitam : bonam


Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad kosmetika : bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini membahas seorang pasien Tn A usia 30 tahun datang


dengan keluhan timbul bintil-bintil seperti jerawat di bagian kepala sejak 2
minggu yang lalu. Awalnya bintil berukuran sebesar kacang polong.
Keluhan disertai rasa gatal, pasien sering menggaruk bintil tersebut sehingga
berubah menjadi bercak. Lalu bercak tersebut semakin lama semakin meluas
dan menebal.

Berdasarkan anamnesis kemungkinan diagnosis yang paling


mendekati pada kasus ini yaitu tinea kapitis. Tinea kapitis adalah kelainan
pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita.
Kelainan ini ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia, dan
kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang berat yang disebut kerion.

Faktor risiko tinea kapitis pada orang dewasa termasuk usia, dengan
komorbiditas antara lain diabetes melitus, malnutrisi, penyakit genetik
disertai defisiensi imun, anemia, kondisi imunosupresi, pengobatan
kortikosteroid, perubahan hormon misalnya menopause, dan derajat pajanan
yaitu tinea yang berlokasi di bagian tubuh manapun, kontak dengan anak
kecil yang terinfeksi atau benda/materi yang dapat membawa patogen
(fomites).13 Tinea kapitis secara primer pada umumnya ditemukan pada
anak dan sangat jarang pada orang dewasa.5,13 Bergson dan Fernandes
mengemukakan bahwa hanya sedikit laporan kasus tinea kapitis pada usia
dewasa. Mereka menyimpulkan bahwa selama 49 tahun, dilaporkan hanya
90 kasus tinea kapitis yang menginfeksi orang dewasa, yaitu 79 orang
wanita (87,7 %) dan 11 orang pria (12,3%).5

Diagnosis banding tinea kapitis adalah dermatitis seboroik dan


pedikulosis kapitis. Dermatitis seboroik (DS) merupakan penyakit
eritroskuamosa kronis, biasa ditemukan pada usia anak dan dewasa.
Keadaan ini ditandai oleh kelainan kulit di area tubuh dengan banyak folikel
sebasea dan kelenjar sebasea aktif, yaitu daerah wajah, kepala, telinga,
badan bagian atas dan lipatan tubuh (inguinal, inframamae dan aksila).
Kadang-kadang dapat juga mengenai daerah interskapular, umbilikus,
perineum, dan anogenital.1

Pediculosis kapitis adalah infeksi kulit atau rambut kepala dimana yang
1
disebabkan oleh infestasi Pediculus humanus var. capitis. Penyakit ini
prevalensi cukup tinggi terutama anak sekolah dan penyakit ini juga telah
menjadi masalah dinegara berkembang maupun negara maju.

Berdasarkan gejala klinis ditemukan ada bercak kemerahan dan


koreng dikepala. Keluhan juga disertai gatal dan nyeri. Rasa gatal bertambah
bila pasien berkeringat. Keluhan nyeri terasa jika pasien menggaruk bercak
tersebut. Rambut pasien di sekitar bercak juga menjadi mudah rontok dan
meninggalkan area botak yang melingkar. Dari hasil pemeriksaan fisik
ditemukan adanya patch eritematosa tunggal, irreguler berukuran 7 cm x 9.5
cm dan terdapat krusta berwarna kuning kecokelatan diatasnya dan disekitar
lesi terdapat pustul-pustul multipel, reguler berukuran 0.3 cm x 0.3 cm
penyebaran diskret hingga berkonfluens.

Pada tinea kapitis tipe kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada
tinea kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan
serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum
caniis dan Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering
dilihat, agak kurang bila penyebabnya adalah Trichophyto
violaceum.Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat
alopesia yang menetap, parut yang menonjol kadang-kadang dapat terbentuk.

Pada dermatitis seboroik Gejala yang ditemukan berupa eritema dan


gatal disertai rasa terbakar dan gatal ringan terutama di kulit kepala.
Folikulitis pitirosporum juga dapat ditemukan di daerah seboroik. Pada kulit
kepala umumnya tingkat keparahan DS sedang, skuama sedikit, kering, warna
putih dan mudah lepas. Pada gejala yang lebih berat terdapat plak berasal dari
skuama kering yang tebal kekuningan.6 Lesi dapat terlihat juga di wajah
secara simetris yaitu di alis, dahi, kelopak mata atas, plika nasolabialis dan
cuping hidung.
Pada Pediculosis capitis gejala klinis penyakit adalah rasa gatal
sehingga menimbulkan kelainan kulit kepala dan dapat menimbulkan infeksi
sekunder bila digaruk. Pada anak sekolah infestasi kronik Pediculosis capitis
menyebabkan anemia yang akan membuat anak- anak lesu, mengantuk, serta
mempengaruhi kinerja belajar dan fungsi kognitif, selain itu pada saat malam
hari anak – anak yang terinfeksi akan mengalami gangguan tidur karena rasa
gatal dan sering menggaruk. Dari sisi psikologis, infestasi kutu kepala
membuat anak merasa malu karena diisolasi dari anak lain.8

Pada pemeriksaan penunjang dikasus ditemukan pemeriksaan kerokan


kulit dengan larutan KOH menunjukkan hasil positif. Pada penyakit tinea
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa kerokan kulit dengan KOH,
pada hasil positif ditemukan adanya makrospora dan mikrospora sedangkan
pada hasil pemeriksaan histopatologi tidak menunjukkan hasil yang khas.
Pada penyakit dermatitis seboroik biasanya dapat ditegakkan berdasarkan
morfologi khas lesi eksema dengan skuama kuning berminyak di area
predileksi. Pada penyakit pedikulosis untuk menegakkan diagnostik ialah
menemukan kutu atau telur, terutama dicari di daerah oksiput dan temporal.

Kasus Tinea Kapitis Dermatitis Pedikulosis


Seboroik Kapitis
Epidemiologi Pria berusia  Hanya sedikit  Lesi ditemui  Penyakit ini
30 tahun, laporan kasus pada kelompok terutama anak-
bertempat tinea kapitis remaja. anak usia muda.
tinggal di pada usia
Palembang. dewasa.
Predileksi Regio Di daerah kulit Di daerah kulit Di daerah oksiput
Occipitalis
dan rambut kepala berambut; dan temporal serta
kepala wajah; alis; lipat dapat meluas ke
nasolabial, side seluruh kepala.
burn; telinga;
bagian atas-
tengah dada dan
punggung, lipat
gluteus, ingunal,
genital, ketiak.
Anamnesis Timbul Penderita merasa Penderita Penderita
bercak merah
ada lesi bersisik mengeluhkan mengeluhkan
dan koreng kemerahan- adanya ketombe adanya telur kutu
awalnya
merahan, yang berminyak. ata kutu rambut,
berbentuk
bintil semakin alopesia, terasa gatal pada
melebar yang bagian kepala.
kadang-kadang
terasa gatal
dan nyeri. terjadi gambaran
Semakin klinis yang berat
bertambah
gatal jika yang disebut
terkena kerion.
keringat.

Efloresensi
Tampak patch Patch eritematousa, Papul sampai Lesi linier eritema
eritematosa berskuama bersisik, plak eritema, dan papul, Adanya
tunggal, skuama halus, pus dan krusta
Kerion : pustul-
irreguler berminyak, batas
pustul kecil
berukuran 7 tidak tegas
berkelompok dan
cm x 9.5 cm
kadang ditutupi sisik
dan terdapat
krusta
berwarna
kuning
kecokelatan
diatasnya dan
disekitar lesi
terdapat
pustul-pustul
multipel,
reguler
berukuran 0.3
cm x 0.3 cm
penyebaran
diskret hingga
berkonfluens

Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan KOH Histopatologi


penunjang rambut 10 %: Menemukan kutu
untuk kasus
dengan ditemukan adanya yang sulit dan telur kutu
KOH: positif makrospora dan
Makrospora mikrospora
dan
mikrospora

Pemeriksaan
histopatologi

Berdasarkan uraian diatas, diagnosis yang paling mungkin pada pasien ini adalah tinea
kaptitis tipe kerion. Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien ini yaitu:

Non farmakologis :

1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien mulai


dari faktor risiko, penyebab penyakit, perkembangan lesi, cara penularan,
prognosis dan komplikasi yang dapat terjadi.

2. Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kebersihan diri


3. Mengingatkan pasien untuk mematahui pengobatan yang diberikan
4. Menjelaskan kepada pasien bagaimana cara pemberian obat mulai dari
dosis, cara pemberian, lama pengobatan dan efek samping obat.
5. Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari menggaruk daerah yang
gatal.
6. Pakaian, sprei, handuk dan linen lainnya direndam dengan sodium
hipoklorit 2% untuk membunuh jamur-jamur atau menggunakan
disinfektan lain.
7. Meminta pasien untuk kontrol kembali ke dokter 1 minggu kemudian.

Farmakologi
1. Sistemik
 Pemberian griseofulvin 1 gram, 2 kali selama 6 minggu
 Pemberian antijamur golongan azole : itrakonazol 100 mg sekali
sehari selama 1 minggu
 Mengurangi gejala gatal : diberikan antihistamin
 H1 generasi 2 yaitu cetirizine 10 mg diminum 1 kali sehari selama
7 hari pada pagi hari.
Pada kasus ini untuk pemilihan golongan obat antijamur dipilih griseofulvin
karena golongan ini memiliki aktivitas yang aktif terhadap dermatofita khususnya
yang disebabkan oleh Trichophyton tonsurans. Kulit yang sakit mempunyai
afinitas lebih besar terhadap obat ini, ditimbun dalam sel pembentuk kreatin,
terikat kuat dengan kreatin dan akan muncul bersama sel yang baru berdiferensiasi
sehingga sel baru ini akan resisten terhadap serangan jamur.

Pada tatalaksana sistemik diberikan obat berupa itrakonazol 100 mg 1 kali sehari
selama 1 minggu, alasan pemilihan obat ini adalah karena itrakonazol aktif
terhadap berbagai jamur termasuk ragi, dermatofita dan non dermatofita. Selain
itu itrakonazol juga bersifat keratofilik dan lipofilik yang kuat. Menghambat 14-
alfa- demethylase sehingga mengganggu sintesis sterol pada membran sel jamur.
Efek samping itrakonzaol lebih minimal dibanding obat golongan lain yaitu mual
dan muntah namun pengobatan tidak perlu dihentikan, dapat pula menimbulkan
pruritus dan lesu. Sedangkan obat flukonazol efektifitasnya hanya terbatas pada
Candida spp dan ragi lain, memiliki sifat fungistatik untuk dermatofit dan
memiliki efek samping pada gastrointestinal dan hepatotoksik.Terbinafin juga
dapat digunakan untuk pengobatan tinea karena bersifat fungisidal terhadap
dermatofita dan beberapa jamur lain namun bersifat fungistatik pada Candida sp.
efek samping yang di timbulkan oleh obat terbinafin adalah gangguan saluran
cerna, hepatotoksisitas, dan dapat terjadi sindrom steven jhonson. Selain itu,
griseofulvin juga memiliki efektifitas terhadap berbagai jenis jamur dermatofit
seperti Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum namun tidak efektif
untuk golongan non dermatofita dan ragi. Griseofulvin bersifat fungistatik lemah,
efek samping dalam pemakaian griseofulvin dapat berupa leukopenia dalam
pemakaian jangka panjang, artralgia, albuminuria, gangguan saluran cerna, pada
kulit akan terjadi urtikaria, vesikula dan erupsi yang menyerupai morbili.
Pada kasus ini diberikan itakonazol selama 1 minggu adalah karena
itrakonazol akan memberikan hasil yang baik terhadap penyakit jamur di kulit
setelah pemberian 1 minggu. Namun akan menghasilkan penyembuhan yang
sempurna setelah pemberian 2 minggu obat dan harus diteruskan minimal setelah
1 minggu dari hilangnya keluhan.
Pasien diberikan obat untuk mengurangi gatal yaitu antihistamin H1
generasi 2 yaitu Cetirizine dengan dosis 1 x 10 mg/hari selama 7 hari. Obat
antihistamin ini dianjurkan kepada pasien diminum pada pagi hari sebelum
beraktivitas agar pada saat pasien beraktivitas keluhan gatal tidak dirasakan.
Diberikan cetirizin karena memiliki efek sedasi yang rendah dan waktu paruh
yang lebih lama.
Prognosis pasien ini adalah bonam pada quo ad vitam, fungsionam,
sanationam dan kosmetika karena kasus ini dapat sembuh sempurna meskipun
dapat berulang apabila pasien tidak mengubah kebiasaan sehari hari dan tidak
menkonsumsi obat sampai tuntas.
BAB IV

KESIMPULAN

1. Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
spesies dermatofita. Kelainan ini ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan,
alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang berat yang disebut kerion.
2. Diagnosis banding dari kasus ini:
 Tinea Kapitis
 Dermatitis Seboroik
 Pedikulosis Kapitis
3. Terapi pada kasus ini:
C. Nonfarmakologi
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien mulai
dari faktor risiko, penyebab penyakit, perkembangan lesi, cara penularan,
prognosis dan komplikasi yang dapat terjadi.
2. Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kebersihan diri
3. Mengingatkan pasien untuk mematahui pengobatan yang diberikan
4. Menjelaskan kepada pasien bagaimana cara pemberian obat mulai dari
dosis, cara pemberian, lama pengobatan dan efek samping obat.
5. Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari penggunaan pakaian yang
ketat dan keringat. Serta mengganti pakaian apabila telah basah. Dan
menghindari menggaruk daerah yang gatal.
6. Pakaian, sprei, handuk dan linen lainnya direndam dengan sodium
hipoklorit 2% untuk membunuh jamur-jamur atau menggunakan
disinfektan lain.
7. Meminta pasien untuk kontrol kembali ke dokter 1 minggu kemudian.
D. Farmakologi
1.Sistemik
 Pemberian griseofulvin 1 gram, 2 kali selama 6 minggu
 Pemberian antijamur golongan azole : itrakonazol 100 mg sekali
sehari selama 1 minggu
 Mengurangi gejala gatal : diberikan antihistamin
 H1 generasi 2 yaitu cetirizine 10 mg diminum 1 kali sehari selama
7 hari pada pagi hari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi ke-2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta Indonesia. 2005.
2. Kartowigno, S. 10 Besar kelompok penyakit kulit. Edisi Pertama.
Palembang: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Unsri.
2011.
3. Gudjonsson JE, Elder JT. Fitzpatrick’s Dermatology in general Medicine.
7th ed. United States of America: The McGaw-Hill Medical Companies.
2008.
4. Alok Kumar and Rahul Mahajan. Management of Tinea Corporis, Tinea
Cruris, and Tinea Pedis: A Comprehensive Review. Indian Dermatology
Online Journal. 2016.

5. Djuanda, A., dkk. Dermatomikosis. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin. Edisi ke-7.Jakarta. Balai Pustaka Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal 109-116. 2016.

6. Garrett Yee and Ahmad M. Tinea Corporis. Treasure Island (FL):


StatPearls Publishing; 2020

Anda mungkin juga menyukai