Anda di halaman 1dari 47

Case Report Session (CRS)

*Kepaniteraan Klinis Senior/November 2021


**Pembimbing/ Dr. dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum, Sp.KK, FINSDV

SKABIES + INFEKSI SEKUNDER

Oleh:
Uswatun Amina, S.Ked*
G1A219124

Pembimbing:
Dr. dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum, Sp.KK, FINSDV

KEPANITERAAN KLINIS SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

SKABIES + INFEKSI SEKUNDER

Oleh:
Uswatun Amina, S.Ked*
G1A219124

KEPANITERAAN KLINIS SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021

Jambi, November 2021


Pembimbing,

Dr. dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum, Sp.KK, FINSDV

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
sebab karena rahmatnya, tugas case report session (CRS) yang berjudul
“SKABIES + INFEKSI SEKUNDER”ini dapat terselesaikan. Tugas ini dibuat
agar penulis dan teman–teman sesama koas periode ini dapat memahami tentang
kasus ini. Selain itu juga sebagai tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Raden
Mattaher Kota Jambi
Penulis mengucapkan terima kasih pada Dr. dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum,
Sp.KK, FINSDV selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan
khususnya pembimbing dalam tugas case report session (CRS). Penulis
menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran agar lebih baik kedepannya. Akhir kata, semoga tugas laporan
kasus ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi serta
pengetahuan kita.

Jambi, Oktober 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN......................................Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR..............................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latarbelakang..................................................Error! Bookmark not defined.

BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................11

3.1 Defini Skabies.................................................................................................11

3.2 Epidiemiologi..................................................................................................11

3.3 Cara Penularan................................................................................................12

3.4 Etiologi dan patogenesis.................................................................................12

3.5 Gambaran Klinis.............................................................................................12

3.6 Variasi Skabies................................................................................................17

iv
3.6.1 Skabies pada Orang Bersih...............................................................17

3.6.2 Skabies Nodular.................................................................................18

3.6.3 Skabies Incognito...............................................................................18

3.6.4 Skabies Yang Ditularkan Hewan......................................................19

3.6.5 Skabies Berkrusta...............................................................................19

3.7 Diagnosis..........................................................................................................21

3.7.1 Anamnesis...........................................................................................21

3.7.2 Pemeriksaan Fisik..............................................................................21

3.7.3 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................21

3.8 Diagnosis Banding..........................................................................................26

3.9 Penatalaksanaan..............................................................................................28

3.9.1 Penatalaksanaan Umum.....................................................................28

3.9.2 Penatalaksanaan Khusus....................................................................28

3.9.3 Penatalaksanaan Dalam Kondisi Tertentu.......................................34

3.9.4 Penatalaksanaan Simptomatik..........................................................35

3.10 Pencegahan....................................................................................................36

3.11 Komplikasi.....................................................................................................36

3.12 Prognosis........................................................................................................37

BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................38

BAB V KESIMPULAN.......................................................................................41

5.1 Kesimpulan......................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42
BAB I
PENDAHULUAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiel var horminis, dan produknya. Ditandai gatal malam
hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang
tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat terlihat polimorf tersebar diseluruh
badan. Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan
gatal agogo.1
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua daerah,
semua kelompok usia, ras, dan kelas sosial. Skabies ditularkan melalui kontak
fisik langsung. (skin-to-skin) ataupun tak langsung (pakaian, tempat tidur yang
dipakai bersama). Skabies menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan
masalah sosial, sanitasi yang buruk, dan negara miskin.1,2
Angka kejadian skabies tinggi di negara dengan iklim panas dan tropis.
Skabies endemik terutama di lingkungan padat penduduk dan miskin. Faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene buruk, salah
diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi. Penyakit ini dapat
termasuk PHS (Penyakit akibat Hubungan Seksual). Sekitar 300 juta kasus
skabies di seluruh dunia dilaporkan setiap tahunnya. Menurut Depkes RI,
berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2008, angka
kejadian skabies adalah 5,6%-12,95%. Skabies di Indonesia menduduki urutan ke
tiga dari dua belas penyakit kulit tersering.3,4

1
BAB II
LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JAMBI
RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MANAP KOTA JAMBI

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Muara Bulian
Pekerjaan : Pelajar
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Indonesia
Hobi :-

I. ANAMNESIS
(Dilakukan secara auto dan alloanamnesis pada tanggal (15 Oktober 2021)
A. Keluhan Utama :
Terdapat bintil-bintil disertai gatal pada sela jari kedua tangan,
punggung kedua tangan , dan kedua kaki sejak ± 2 minggu yang lalu.

B. Keluhan Tambahan :
Tidak ada keluhan tambahan.

C. Riwayat Perjalanan Penyakit :

2
An. R datang ke poliklinik RSUD Raden Mattaher diantar oleh
ayahnya dengan keluhan kulit terdapat bintil-bintil kemerahan disertai
rasa gatal pada sela jari kedua tangan, punggung kedua tangan, dan kedua
kaki yang di derita sejak ± 2 minggu yang lalu. Bintil pertama kali
muncul pada kaki dan menyebar ke bagian tubuh lain yaitu punggung
tangan dan sela jari tangan. Bintil disertai gatal yang dirasakan lebih
memberat pada malam hari. Gatal sedikit berkurang jika pasien
mengggaruknya. Karena sering digaruk, bintil berisi air pecah dan
menimbulkan luka yang sudah mengering pada tangan dan kaki pasien.
Pasien belum pernah mendapatkan obat apapun. Pasien merupakan
salah satu santri di pondok pesantren. Dimana menurut keterangan pasien,
terdapat beberapa santri dengan keluhan yang sama dengan pasien. Selain
itu, pasien juga sering menumpuk-numpuk kasurnya dengan santri yang
lain. Menurut keterangan santri juga jarang menjemur kasur, dan jarang
menggantai sepray. Riwayat memelihara hewan (-), riwayat digigit
serangga (-)

D. Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat keluhan serupa (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat penyakit jamur (-)

E. Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat Keluhan Serupa (-)
- Riwayat Alergi (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi :


- Pasien merupakan santri di salah satu pondok pesantren
- Pasien tidur bersama dengan teman-temannya yang satu asrama
- Pasien sering menumpuk kasur dengan temannya.
- Untuk penggunaan handuk, biasanya dicuci setelah 1 bulan.

3
- Untuk kasur dan bantal, pasien tidak pernah menjemurnya di bawah
sinar matahari.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Tanda Vital :
Kesadaran : Compos Mentis RR :20x/menit
TD : Tidak dilakukan pemeriksaan Nadi :90x/menit
Suhu : 36,5oC
TB : 150 cm
BB : 48 Kg
Status Gizi : Gizi baik
3. Kepala :
a. Bentuk : Normocephal
b. Mata : Pupil isokor, RC (+/+), CA (-/-), SI (-/-)
c. THT : Otorrhea (-/-), Rhinorrea (-/-)
d. Leher : tidak ada pembesaran KGB
4. Thoraks :
a. Jantung : Dalam Batas Normal
b. Paru : Dalam Batas Normal
5. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Ekstremitas :
a. Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, lesi kulit (+/+)
b. Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, lesi kulit (+/+)

4
B. Status Dermatologi
No Lesi Gambar

1 Regio Dorsum Manus Dextra

o Lesi utama : papul


o Bentuk: regular
o Ukuran: milier
o Jumlah: multipel
o Batas: sirkumskrip
o Warna: eritema
o Tepi : tidak aktif
o Distribusi : regional
o Permukaan: tidak rata
o Konsistensi: kenyal

2 Region Dorsum Manus Sinistra

o Lesi : Papul
o Bentuk : regular
o Ukuran : milier
o Jumlah : multipel
o Batas : sirkumskrip
o Warna: eritema
o Tepi : tidak aktif
o Distribusi : regional
o Permukaan : tidak rata
o Konsistensi: kenyal

5
3 Region Dorsum Cruris Dextra

o Lesi utama : Papul


o Bentuk : regular
o Ukuran : milier sampai lentikular
o Jumlah : multipel
o Batas : sirkumskrip
o Warna : eritema
o Tepi : tidak aktif
o Distribusi : regional
o Permukaan : tidak rata, disertai
krusta
o Konsistensi : kenyal

 Lesi : krusta
 Bentuk : regular
 Ukuran : lenticular
 Jumlah : multiple
 Batas : sirkumskrip
 Warna : Hiperpigmentasi
 Tepi : tidak aktif
 Distribusi : regional
 Permukaan : tidak rata
 Konsistensi : kenyal
4 Regio Cruris Sinistra

o Lesi : papul
o Bentuk : regular
o Ukuran : lentikular
o Jumlah : multipel
o Batas : sirkumskrip
o Warna: eritema

6
o Tepi :tidak aktif
o Distribusi : regional
o Permukaan : tidak rata, disertai
krusta
o Konsistensi kenyal
o Sekitar terdapat hiperpigmentasi

o Lesi : krusta
o Bentuk : regular
o Ukuran : milier
o Jumlah: multipel
o Batas : sirkumskrip
o Warna : hiperpigmentas
o Tepi : tidak aktif
o Distribusi : regional
o Permukaan : tidak rata
o Konsistensi kenyal

Regio dorsum Regio dorsum


manus sinistra manus dekstra

Regio cruris Regio cruris


sinistra dextra

C. Status Venerelogi: Tidak dilakukan pemeriksaan

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

7
IV. RESUME
a. Anamnesis
• Sejak 2 minggu SMRS muncul bercak berisi cairan bening di
kedua sela jari tangan, punggung kedua tangan dan kedua kaki
disertai dengan gatal
• Gatal memberat pada malam hari
• Pasien merupakan seorang santri disalah satu pondok pesantren
• Pasien sering menumpuk numpuk kasurnya denga teman satu
kamar.
• Keluhan yang sama juga dirasakan oleh teman satu kamar dengan
pasien
• Pasien belum mendapatkan obat apapun
b. Pemeriksaan Fisik
• Tampak sakit ringan, Kompos Mentis, RR 20 x/menit, N 90 x/me
nit, S 36,2 oC, SpO2 99%.
• Pemeriksaan generalisata ditemukan bintil kelainan kulit sela
kedua jari tangan, punggung kedua tangan dan pada kedua kaki.
c. Status Dermatologi
Ditemukan papul berbentuk regular dengan ukuran milier hingga le
ntikuler, dan berjumlah multiple, batas sirkumskrip, berwarna eritema, te
pi tidak aktif, distribusi regional, permukaan menonjol, konsistensi lunak.

V. DIAGNOSIS BANDING
- Skabies
- Prurigo
- Pedikulosis Corporis
- Insect Bite

VI. DIAGNOSIS KERJA


Skabies

8
VII. TERAPI
Non Medikamentosa
- Menerapkan gaya hidup bersih dan sehat terutama mandi dua kali sehari
memakai sabun
- Memotong kuku tangan dan kaki secara teratur serta menjaganya tetap
pendek dan bersih.
- Karpet, kasur, batal, guling, sofa, furnitur dan barang-barang berbulu
lainnya perlu dijemur di bawah terik sinar matahari.
- Pakaian, seprai, sarung bantal dan sarung guling harus dicuci dengan air
panas
- Setelah didekontaminasi, barang-barang tersebut sebaiknya tidak
langsung digunakan kembali, barang-barang yang telah
didekontaminasi sebaiknya baru digunakan kembali dalam 2 hari
hingga 3 minggu setelah dekontaminasi.
- Menjaga sirkulasi udara dirumah seperti ventilasi tetap baik untuk
mengurangi kelembaban.
- Terapi medikamamentosa juga berlaku bersamaan pada anggota
keluarga yang kontak erat dengan pasien karena skabies terdapat
periode laten klinis hingga 6 minggu

Medikametosa
a. Topikal
- Permetrin 5% cream (Scabimite 5%) aplikasi hanya sekali sebelum
tidur dioleskan pada seluruh badan dan dibersihkan dengan air
setelah 8-10 jam. Pengobatan diulangi setelah seminggu
- Gentamicyn cream 0,1% dioleskan 2 x sehari setelah mandi

b. Sistemik
- Antihistamin : Cetirizine tab 10 mg, 1Tablet 1 kali sehari.

9
VIII. PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : ad bonam
- Quo ad Functionam : ad bonam
- Quo ad Sanationam : dubia

IX. PEMERIKSAAN ANJURAN


Periksaan penunjang yang dilakukan untuk menemukan tungau
dengan beberapa cara, yaitu :
1. Kerokan kulit
2. Mengambil tungau dengan jarum
3. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
4. Tes tinta (Burrow ink test)

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Skabies


Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiel var, hominis, dan produknya. Ditandai
gatal malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi di
lipatan kulit yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat terlihat
polimorf tersebar diseluruh badan. Penyakit ini berhubungan erat dengan
higiene yang buruk. Prevalesni skabies tinggi pada populasi yang padat.1

3.2 Epidemiologi
Terdapat dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosial
ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual bersifat
promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan demografik serta
ekologik. Penyakit ini juga dapat dimasukan sebagai infeksi menular
seksual.1
Angka kejadian skabies tinggi di negara dengan iklim panas dan
tropis. Skabies endemik terutama di lingkungan padat penduduk dan miskin.
Daerah endemik skabies seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika
Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia
Tenggara. Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh
dunia terjangkit tungau skabies.3,5
Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies
cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh
jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang
berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat, 5
sehingga penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan.Terdapat bukti
menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim di mana kasus
skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding musim panas.
Insiden skabies semakin meningkat sejak dua dekade ini dan telah
11
memberikan pengaruh besar terhadap wabah di rumah-rumah sakit, penjara,
panti asuhan, dan panti jompo.5

3.3 Cara Penularan (Transmisi)


Skabies dapat ditularkan melalui cara sebagai berikut:1
1. Kontak langsung
Penularan secara kontak langsung adalah dengan adanya kontak
kulit penderita skabies dengan kulit indiviu lainnya, misalnya dengan
berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Diketahui juga
bahwa kontak dekat selama 15-20 menit sudah dapat menularkan skabies.1
2. Kontak tak langsung
Penularan skabies secara kontak tidak langsung adalah dengan
melalui perantara berupa benda, terutama yang biasa dipakai dalam
kehidupan sehari-hari seperti handuk, pakaian, sprei, bantal dan
sebagainya.1

3.4 Etiologi dan Patogenesis


Sarcoptes scabiei termasuk dalam filum Arthropoda kelas Arachnida,
ordo Ackarima, super famili Sarcoptes, penemunya adalah seorang ahli
biologi Diacinto Cestoni (1637-1718). Pada manusia disebut Sarcoptes
scabiei var.hominis. Selain itu, terdapat S. Scabiei yang lain misalnya pada
kambing dan babi. Secara morfologi, sarcoptes scabiei merupakan tungau
kecil, berbentuk oval, punggung cembung, bagian perut rata, dan mempunyai
8 kaki. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata.
Ukuran yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron,
sedangkan yang jantan lebih kceil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron.
Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki didepan sebagai alat
untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut,
sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut
dan kaki keempat berakhir dengan alat perekat.1,6
Tungau betina yang mengandung membuat terowongan pada lapisan
tanduk kulit dan meletakkan telur di dalamnya. Setelah kopulasi yang terjadi

12
di atas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup
beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina
yang telah dibuahi, menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan
kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir
sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini
dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5
hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat
tinggal dalam terowongan pendek yang digalinya (moulting pouches), tetapi
dapat juga ke luar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang
mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus
hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-
12 hari.1,7

Gambar 3.1 Siklus hidup Sarcoptes scabiei

Walaupun siklus dari telur hingga menjadi betina dewasa pada tungau
berlangsung sekitar 2 minggu, terdapat penelitian yang menyatakan hanya
kurang dari 1% telur yang diletakkan berkembang menjadi tungau dewasa

13
dan berdasarkan percobaan yang dilakukan, dibutuhkan waktu sekitar 3-4
minggu untuk menghadirkan tungau betina dewasa yang baru. Pada inang
yang normal, rata-rata tungau yang berkembang berkisar anatar 10 hingga 12
tungau, dan setelah 3 bulan, biasanya jumlah tungau akan berkurang.7
Baik dari segi terapi maupun pertahanan tubuh inang, berpengaruh
terhadap pengontrolan populasi tungau. Aktivitas S. scabiei didalam kulit
menyebabkan rasa gatal dan menimbulkan respon imunitas selular dan
humoral serta mampu meingkatkan IgE baik di serum maupun di kulit. Masa
inkubasi berlangsung selama 4 sampai 6 minggu. Skabies sangat menular,
transmisi melalui kontak langsung dari kulit ke kulit, dan tidak lansung
melalui berbagai benda terkontaminasi seperti seprei, sarung bantal, handuk,
dan sebagainya. Tungau skabies dapat hidup di luar tubuh manusia selama
24-36 jam. Tungau dapat ditransmisikan melalui kontak seksual, walaupun
menggunakan kondom, karena kontak melalui kulit di luar kondom.1,6
Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies,
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi akibat
sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-
kira sebulan setelah investasi. Pada saat itu, kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain sebagainya.
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.1

3.5 Gambaran Klinis


Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes
scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan
gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal
ada 4 tanda utama atau tanda kardinal pada infestasi skabies, antara lain:1,8

1. Pruritus nokturnal
Pruritus nokturnal adalah rasa gatal terasa lebih hebat pada malam
hari karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab
dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan
penderita menjadi gelisah.Pada infeksi inisial, gatal timbul setelah 3

14
sampai 4 minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa gatal hanya
dalam waktu beberapa jam. Studi lain menunjukkan pada infestasi
rekuren, gejala dapat timbul dalam 4-6 hari karena telah ada reaksi
sensitisasi sebelumnya.1,9,11

2. Sekelompok Orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga
biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah
pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke
seluruh penduduk. Di dalam kelompok mungkin akan ditemukan individu
yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak
menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa (carier) bagi
individu lain.1,8,11

3. Adanya Terowongan (Kunikulus)


Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva, dan nimfa di dalam stratum
korneum. Oleh karena itu, tungau ini sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis, seperti sela-
sela jari tangan, telapak tangan bagian lateral, pergelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae
(wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria).Lesi yang timbul
berupa eritema, krusta, ekskoriasi, papul, dan nodul. Erupsi eritem atous
dapat tersebar di bagian badan sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap
antigen tungau. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).1,8

15
Gambar 3.2 Lesi skabies pada sela jari-jari tangan, punggung, penis, danmammae

Gambar 3.3Tempat predileksi skabies

Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil


seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1-10 mm, berwarna putih
abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang
merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum.

16
Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan
tangan, dan daerah siku. Akan tetapi, terowongan tersebut sukar
ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.7,9

4. Menemukan Sarcoptesscabiei
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh
kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa,
maupun skibala (fecal pellet) yang merupakan poin diagnosis pasti. Akan
tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir
sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat
variatif dan tidak spesifik.Pada kasus skabies yang klasik, jumlah tungau
sedikit sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit. Teknik
pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga
kegagalan menemukan tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan
diagnosis skabies.1,8,13

3.6 Variasi Skabies


3.6.1 Skabies pada Orang Bersih
Skabies yang diderita pada orang bersih memiliki manifestasi klinis
dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah yang sedikit,
tungau biasanya hilang akibat mandi secara teratur. Namun bentuk ini
seringkali salah diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit
mendapatkan terowongan tungau.8,9

Gambar 3.4 Skabies pada orang bersih


3.6.2 Skabies Nodular

17
Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah
kecoklatan berukuran 2-20 mm yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah
yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodus yang
lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa minggu
hingga beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.7

Gambar 3.5 Skabies nodularis

3.6.3 Skabies Incognito


Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan
gejala dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami skabies.
Sehingga penderita dapat memperlihatkan perubahan lesi secara klinis.
Akan tetapi dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang dan
dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat
kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh
karena penurunan respon imun seluler.8,10

Gambar 3.6 Skabies incognito

3.6.4 Skabies yang Ditularkan Hewan


18
Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing,
kucing dan gembala. Lesi tidak pada daerah predileksi skabies tipe
humanus tetapi pada daerah yang sering berkontak dengan hewan
peliharaan tersebut, seperti dada, perut, lengan. Masa inkubasi jenis ini
lebih pendek dan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi
bersih-bersih oleh karena varietas hewan tidak dapat melanjutkan siklus
hidupnya pada manusia.8

Gambar 3.7 Skabies yang ditularkan melalui hewan

3.6.5 Skabies Berkrusta (Skabies Norwegia)


Meskipun infeksi S. scabiei dan kutu lainnya pada manusia bersifat
“self-limiting”, pada sebagian kecil pasien penyakit ini berkembang
menjadi hiperinfestasi dengan jumlah tungau yang banyak hingga jutaan.
Kondisi ini disebut dengan skabies Norwegia atau skabies berkrusta
dikarenakan terjadi pertama kalinya pada pasien lepra di Norwegia pada
tahun 1848. Skabies berkrusta juga sering diderita oleh pasien dengan
imunosupresi seperti pada pasien dengan malignansi, pada pasien yang
menjalani kemoterapi, atau transplantasi. Keadaan ini mejadi lebih sering
terjadi pada pasien dengan infeksi HIV. Skabies berkrusta juga sering
terjadi pada keadaan malnutrisi, sindroma Down, pada orang lanjut usia,
dan pada keadaan tertentu seperti pada pasien dengan gangguan kognisi.1,8
Gejala kardinal dari skabies berkrusta adalah terdapatnya kulit
hiperkeratotik yang longgar, bersisik atau terdapat plak, atau menebal dan

19
melekat. Kerak-kerak kulit ini sehari-hari biasanya rontok dan berjatuhan
pada sprei atau lantai. Walaupun tangan dan kaki merupakan daerah utama
yang sering terinfeksi, distribusi penyakit biasanya luas pada tubuh
termasuk leher, kulit kepala, dan wajah, begitu juga pada badan, terutama
pada lutut dan siku. Akumulasi debris dan tungau dapat menebal pada
bagian bawah kuku. Pada beberapa kasus, krusta dapat terjadi hanya pada
bagian-bagian tertentu seperti salah satu anggota gerak, bagian belakang
jari-jari tangan, punggung tangan, atau hanya pada bokong. Sering juga
ditemukan adanya fisura dan infeksi bakteri sekunder dan limfadenopati
regional. Adanya rasa gatal dapat bervariasi pada setiap individu, namun
biasanya rasa gatal sangat intensif, walaupun pada pasien dengan lepra.
Eosinofil pada pemeriksaan darah tepi sering meningkat namun tidak selalu
ditemukan, dan kadar IgE serum sering ditemukan sangat tinggi. Angka
mortalitas pada skabies berkrusta cukup tinggi disebakan oleh sepsis akibat
infeksi bakteri sekunder.1,5,8

Gambar 3.8 Lesi dan fissura skabies Norrwegia

3.7 Diagnosis
3.7.1 Anamnesis
Skabies sebaiknya dicurigai pada pasien yang mengeluhkan
timbulnya gatal dan bintik kemerahan pada kulit. Riwayat adanya kontak
dengan penderita skabies atau adanya anggota keluarga yang menderita
20
skabies dapat memperkuat arahan diagnosis skabies. Gatal yang semakin
memburuk di malam hari juga dapat memperkuat diagnosis.1
Dari anamnesis, pasien biasanya mengeluhkan munculnya gatal
yang hebat terutama pada malam hari atau pada saat berkeringat. Pasien
juga dapat mengeluhkan timbulnya ruam pada kulit sela jari tangan,
pergelangan tangan, pergelangan kaki, ketiak, pusat, puting susu dan pada
bagian bawah payudara serta pada alat kelamin. Dari anamnesa pada pasien
juga perlu diteliti mengenai faktor risiko infeksi skabies pada pasien yang
meliputi:1
a. Masyarakat yang hidup dalam kelompok yang padat seperti tinggal di
asrama atau pesantren.
b. Higiene yang buruk
c. Sosial ekonomi yang rendah seperti panti asuhan dan sebagainya.
d. Hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas.

3.7.2 Pemeriksaan Fisik


Pada skabies, lesi di kulit dapat ditemukan berupa terowongan
(kanalikuli) berwarna putih atau abu-abu dengan panjang rata-rata 1 cm.
Ujung terowongan terdapat papul, vesikel, dan bila terjadi infeksi
sekunder, maka akan terbentuk pustul, ataupun ekskoriasi. Pada anak-anak,
lesi lebih sering berupa vesikel disertai infeksi sekunder akibat garukan
sehingga lesi menjadi bernanah.7

3.7.3 Pemeriksaan Penunjang


Meskipun diagnosis defenitif skabies dibuat berdasarkan temuan
mikroskopik S. scabiei, dengan ditemukannya adanya terowongan atau
papula ataupun vesikel pada sela-sela jari juga dapat menjadi kriteria
diagnosis yanga adekuat. Namun, pada komunitas endemik skabies dan
pada fasilitas kesehatan primer dimana tidak tersedianya mikroskop,
pemberian terapi dapat didasarkan pada gambaran klinis yang muncul.11
Dikarenakan jumlah skabies yang tidak begitu banyak pada
penderita infeksi skabies, sensitivitas pemeriksaan menggunakan
21
mikroskop biasanya rendah, walaupun beberapa tenaga kesehatan sudah
terlatih dalam mengambil sampel tungau pada terowongan. Kesulitan
dalam menemukan tungau ini biasanya terjadi pada pasien dengan
gambaran penyakit yang atipikal dan infeksi skabies non primer, dimana
respon inflamasi yang terjadi dapat membuat terowongan menjadi tidak
jelas. Diagnosis skabies terkadang juga dapat ditegakkan dari hasil biopsi.
Pada skabies berkrusta, area yang mengalami hiperkeratotik atau yang
berisisk dikerok dan jika dilihat dibawah mikroskop biasanya dapat
ditemukan banyak tungau beserta telurnya.11
Pemeriksaan serologi dalam menegakkan diagnosis skabies juga
telah dikembangkan, dimana telah dilaukan uji coba pada anjing dan babi,
dengan ditemukannya adanya antibodi terhadap antigen, nmaun hal ini
tidak dapat dilakukan pada manusia. Pada pemeriksaan serologi, adanya
antigen terhadap kutu debu rumah dapat menimbulkan hasil yang positif
palsu dikarenakan manusia sering terpapar terhadap antigen tersebut
dimanapun mereka berada. Meskipun begitu, pemerikaan serologi ini
mempunyai spesifitas yang tinggi terhadap infeksi skabies yang sedang
aktif. Selain itu, pada saat ini juga dikembangkan teknik fingerprint S.
scabiei genetik yang dapat secara langsung mendeteksi DNA tungau pada
kulit. Walaupun kadar eosinofil dan IgE yang tinggi sering ditemukan pada
pasien skabies, namun hal tersebut juga ditemukan pada pasien dengan
infeksi parasit lainnya.9,11
Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan: anamnesis, yaitu adanya
pruritus nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel dan pustul di
tempat predileksi. Selain itu diperoleh keterangan bahwa gejala ini juga
terdapat pada sekelompok orang. Diagnosis pasti ditetapkan dengan
menemukan tungau atau telurnya pada pemeriksaan laboratorium.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan telur, tungau atau
terowongan adalah:11,12

1. Kerokan Kulit

22
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi dengan
minyak mineral atau KOH 10%, kemudian dikerok dengan skalpel steril
nomor 15 untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan
diletakkan pada gelas obyek dan ditutup dengan kaca tutup, lalu diperiksa
di bawah mikroskop dengan pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat
tungau, telur atau fecal pellet.8,11

Gambar 3.9 Ditemukan telur, tungau dan skibala pada pemeriksaan kerookan kulit.

2. Mengambil tungau dengan jarum


Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing
ditusukkan ke dalam terowongan yang utuh (pada titik yang gelap,
kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih), digerakkan secara
tangensial ke ujung lainnya, kemudian dikeluarkan. Tungau akan
memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar. Tungau terlihat pada
ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Kemudian
dapat diletakkan di objek glass dan ditutup kemudian diamati dibawah
mikroskop. Pengambilan tungau juga dapat dilakukan dengan cara
menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih dan
dilihat dengan kaca pembesar.8,12

3. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)


Tungau dapat juga ditemukan dengan cara melakukan bipsi,
caranya dengan menemukan terowongan atau papul yang dicurigai
seperti di sela antara ibu jari dan jari telunjuk, kemudian lesi dijepit
menggunakan ibu jari dan telunjuk, puncak lesi diiris dengan scalpel
steril nomor 15 dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi
23
dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak
perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi minyak
mineral dan diperiksa dengan mikroskop. Dapat pula diperiksa dilakukan
pewarnaan hematosiklin eosin pada sediaan.8,11

Gambar 3.10 Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)

4. Tes tinta (Burrow ink test)


Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan 20-30 menit,
kemudian dihapus dengan kapas alkohol, maka jejak terowongan akan
terlihat sebagai garis gelap yang karakteristik, berbelok-belok, karena
akumulasi tinta di dalam terowongan. Tes ini tidak sakit dan dapat
dikerjakan pada anak dan pada penderita yang nonkooperatif.11

Gambar 3.11 Hasil pemeriksaan burrow ink test ositif

5. Uji tetrasiklin topica

24
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai.
Setelah dikeringkan selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut
dengan isopropyl-alkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam
melalui stratum korneum dan terowongan akan tampak dengan
penyinaran lampu wood, sebagai garis linier berwarna kuning keemasan
sehingga tungau dapat ditemukan.11

6. Polymerase Chain Reaction (PCR)


Uji diagnostik secara serologi pada skabies dapat juga dilakukan
menggunakan PCR, terutama untuk membuktikan adanya skabies pada
penderita yang secara klinis menunjukkan ekzema atipikal. Skuama
epidermal positif untuk DNA Sarcoptes scabiei sebelum terapi dan
menjadi negatif 2 minggu setelah terapi.11
Dari berbagai cara pemeriksaan di atas, kerokan kulit merupakan
cara yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling
memuaskan. Mengambil tungau dengan jarum memerlukan keterampilan
khusus dan jarang berhasil karena biasanya terowongan sulit
diidentifikasi dan letak tungau sulit diketahui. Burrow ink test dan uji
tetrasiklin jarang memberikan hasil positif karena biasanya penderita
datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi infeksi sekunder sehingga
terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat dimasuki tinta atau
salep. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan agar berhasil
melakukan pemeriksaan kerokan kulit, antara lain sebagai berikut:8,11
a. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papul, terowongan) dan
tidak dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
b. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak
mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat
menemukan tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
c. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
d. Kerokan harus dilakukan di superfisial karena tungau terdapat dalam
stratum korneum dan menghindari terjadinya perdarahan.

25
3.8 Diagnosis Banding
Skabies adalah penyakit kulit yang disebut dengan the great
imitator dari kelainan kulit dengan keluhan gatal, karena hampir semua
dermatosis dengan keluhan pruritus dapat menjadi diagnosis banding skabies,
yaitu dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo, urtikaria papular,
pioderma, pedikulosis, dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik, liken
planus, gigitan serangga, mastositosis, urtikaria, dermatitis eksematoid
infeksiosa, pruritis karena penyakit sistemik, dermatosis pruritik pada
kehamilan, sifilis, dan vaskulitis. Berikut adalah beberapa gambaran
diagnosis banding pada skabies:1,9
1. Urtikaria akut, di mana terjadi erupsi pada papul-papul yang gatal, selalu
sistemik.

Gambar 3.12 Urtikaria Akut

2. Prurigo, berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor


ekstremitas.

Gambar 3.13 Prurigo

3. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah gigitan, efloresensia


urtikaria papuler.

26
Gambar 3.14 Urtikaria Papuler

4. Folikulitis berupa pustul miliar dikelilingi daerah yang eritem.

Gambar 3.15 Folikulitis

3.9 Penatalaksanaan
3.9.1 Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan pada penderita skabies adalah dengan mengupayakan
edukasi yang efektif sehingga rantai penularan skabies dapat diputuskan.
Berikut adalah beberapa edukasi yang dapat diberikan pada pasien
skabies:8
a. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
b. Pengobatan skabisid topikal yang diberikan dioleskan di seluruh kulit,
kecuali wajah, sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur.
c. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.

27
d. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur
dan bila perlu direndam dengan air panas. Tungau akan mati pada suhu
130˚C.
e. Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga
serumah.
f. Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan skabisid. Tidak
boleh mengulangi penggunaan skabisid yang berlebihan setelah seminggu
walaupun gatal masih dirasakan sampai 4 minggu kemudian.
g. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang
sama dan ikut menjaga kebersihan.

3.9.2 Penatalaksanaan Khusus


Terapi pada skabies tidak dapat dilakukan secara individual
melainkan harus serentak dan menyeluruh pada seluruh kelompok orang
yang ada disekitar penderita, termasuk orang yanghiposensitisasi.
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan
produknya. Berikut adalah syarat obat yang ideal dalam terapi skabies:1,8
a. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
b. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksis.
c. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.
d. Mudah diperoleh dan harganya murah.
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh
permukaan tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala, lebih difokuskan di
daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan
area belakang telinga. Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah
dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Steroid topikal, anti
histamin, maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk
menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah
pemberian terapi skabisid yang lengkap.1,9
a. Krim Permetrin

28
Permetrin merupakan suatu skabisid berupa piretroid sintesis yang
efektif pada manusia dengan toksisitas rendah, bahkan dengan pemakaian
yang berlebihan sekalipun. Permetrin bekerja dengan cara mengganggu
polarisasi dinding sel melalui ikatan dengan natrium sehingga menghambat
repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralisis pada parasit. Obat ini
ditoleransi dengan baik, diserap minimal oleh kulit, tidak diabsorbsi
sistemik, dimetabolisasi dengan cepat, serta dikeluarkan kembali melalui
keringat dan sebum. Oleh karena itu, obat ini merupakan terapi pilihan lini
pertama rekomendasi CDC untuk terapi tungau tubuh. 1,9
Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari
leher ke bawah dan dibilas setelah 8-14 jam. Bila diperlukan, pengobatan
dapat diulang setelah 5-7 hari kemudian. Belum ada laporan terjadinya
resistensi yang signifikan tetapi beberapa studi menunjukkan adanya
resistensi permetrin 1% pada tungau kepala namun dapat ditangani dengan
pemberian permetrin 5%. Permetrin sebaiknya tidak digunakan pada bayi
berumur kurang dari 2 bulan atau pada wanita hamil dan. Dikatakan bahwa
permetrin memiliki angka kesembuhan hingga 97,8% jika dibandingkan
dengan penggunaan ivermectin yang memiliki angka kesembuhan 70%.
Tetapi penggunaan 2 dosis ivermectin selama 2 minggu memiliki
keefektifan sama dengan permetrin. Efek samping yang sering ditemukan
adalah rasa terbakar, perih dan gatal, sedangkan yang jarang adalah
dermatitis kontak derajat ringan sampai sedang.1,3,6

29
Gambar 3.16 Siklus kehidupan sacoptes scabiei dengan pengobatannya

b. Gamma Benzene Heksaklorida (Lindane)


Lindane merupakan pilihan terapi lini kedua rekomendasi CDC.
Dalam beberapa studi memperlihatkan keefektifan yang sama dengan
permetrin. Studi lain menunjukkan lindane kurang unggul dibanding
permetrin. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan
selaput lender, kemudian ke seluruh bagian tubuh tungau dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang
menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane
dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses. Lindane memiliki
angka penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi secara sistemik pada
penggunaan topikal terutama pada kulit yang tidak intak.9
Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan
tidak berwarna. Sediaan obat ini biasanya sebanyak 60 mg. Pemakaian
secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah
selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian
dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk
memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan
sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan Lindane
selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan
dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.9

30
Salah satu kekurangan obat ini adalah absorbsi secara sistemik
terutama pada bayi, anak, dan orang dewasa dengan kerusakan kulit yang
luas. Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP,
kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi.
Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit
kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan,
berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan
kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi
perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik,
trombositopenia, dan pansitopenia. Lindane sebaiknya tidak digunakan
untuk bayi, anak dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil
atau menyusui, penderita yang pernah mengalami kejang atau penyakit
neurologi lainnya. Belum ada laporan mengenai toleransi yang signifikan
terhadap pemakaian lindane.9

c. Presipitat Sulfur
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan.
Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya
salep konsentrasi 6% dalam petrolatum lebih disukai. Cara aplikasi salep
sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi atau malam hari
ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut,
kemudian dibersihkan. Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya
yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang
membutuhkan terapi massal.1,9
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk
hidrogen sulfida dan asam pentationida (CH2S5O6) yang bersifat
germisida dan fungisida. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan
oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi
2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak,
meninggalkan noda yang berminyak, mewarnai pakaian, dan kadang-
kadang menimbulkan iritasi.1,9

31
d. Benzil Benzoate
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil.
Benzil benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies, efektif untuk
semua stadium. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24
jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi
menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik
dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzil
benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum,
sehingga penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara
berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi.
Kontraindikasi obat ini yaitu wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-
anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam
pengelolaan resistant scabies berkrusta. Di negara-negara berkembang
dimana sumber daya yang terbatas, benzil benzoate digunakan dalam
pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.1,9

e. Krim Crotamiton (Eurax)


Crotamiton atau crotonyl-n-ethyl-o-toluidine digunakan sebagai
krim 10% atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan
70%. Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama
lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke
bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek
samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.
Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini tidak memiliki
efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Kualitas krim ini di bawah
permetrin dan setara dengan benzyl benzoate dan sulfur. Crotamiton 10%
dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman
digunakan pada wanita hamil, bayi, dan anak-anak.8
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh
Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik
makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui
32
aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan untuk pengobatan
penyakit filariasis terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis
tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk skabies. Digunakan
pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus tentang
formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies. Ivermectin
merupakan pilihan terapi lini ketiga rekomendari CDC. Efek samping yang
sering adalah kontak dermatitis dan nekrolisis epidermal toksik.
Penggunaan ivermectin tidak boleh pada wanita hamil dan menyusui.9

g. Monosulfiram
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus
ditambahkan 2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.8

h. Malathion
Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat dengan dasar air
digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.
Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi memberikan
efek samping yang buruk.8
Jenis Obat Dosis Keterangan
Permetrin 5% Dioleskan selama 8-10 jam, Terapi lini pertama di US dan
krim diulangi selama 7 hari. kehamilan kategori B.
Lindane 1% Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada
lotion setelah itu dibersihkan, olesan anak umur 2 tahun kebawah,
kedua diberikan 1 minggu wanita selama masa
kemudian. kehamilan, dan laktasi.
Crotamiton 10% Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus
krim berturutturut, diulangi dalam tetapi efektifitas tidak sebaik
5 hari. topikal lainnya
Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu aman untuk anak < 2 bulan
precipitatum 5- dibersihkan. dan wanita hamil dan laktasi,
10% tetapi tampak kotor dalam
pemakaiannya dan data
efisiensi obat in imasih
kurang.

33
Benzyl benzoat Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat
10% lotion dibersihkan menyebabkan dermatitis
pada wajah
Ivermectin 200 Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang
ug/kgBB diulangi selama 10-14 hari. tinggi dan aman. Dapat
digunakan bersama bahan
topikal lainnya. Digunakan
pada kasus-kasus skabies
berkrusta dan skabies resisten

3.9.3 Penatalaksanaan dalam Kondisi Tertentu


a) Skabies Norwegia dan skabies dengan HIV/AIDS
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun
skabies berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan
beberapa pengobatan dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi
kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut, khusus dibawah kuku
jari tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di bagian
bawah ujung kuku. Pengobatan pada skabies berkrusta daat diberikan
ivermectin oral 200 ug/kg dimana jika krusta ringanatau sedang maka
diberikan 3 dosis pada hari ke 1,2 dan 8. Jika krusta berat maka
diberikan 5 dosis pada hari 1,2,8,9 dan 15. Jika krusta sangat berat
makan diberikan 7 dosis pada hari ke 1,2,8,9,15,22, dan 29. Terapi ini
dapat ditambahkan dengan pemberian permethrin topikal atau benzil
benzoat 2-3 kali dalam minggu pertama, kemudian selanjutnya sekali
seminggu sampai gejala berkurang. Terapi keratolitik dengan krim lactic
acid, krim urea atau krim asam salisilat dapat diberikan ketika sedang
tidak menggunakan scabimid topikal, krim dapat digunakan sehari-hari
sampai krusta berkurang. Penderita sebaiknya diisolasi dari kerabat dan
keluarga agar tidak terjadi kontak langsung yaitu bisa dalam dalam
bentuk menggunakan sarung tangan, baju dan celana panjang, penutup
kaki, dan menggunakan ruangan tersendiri jika memungkinkan.
Keluarga yang kontak dengan penderita juga diberikan terapi topikal.
34
Sebaiknya digunakan antibiotik spektrum luas sejak awal dicurigainya
sepsis akibat infeksi bakteri sekunder.8,9

b) Skabies Nodular
Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari
reaksi hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat
dalam beberapa minggu setelah pengobatan. Skabies nodular dapat
diobati dengan kortikosteroid intralesi atau menggunakan primecrolimus
topikal dua kali sehari.9

3.9.4 Penatalaksanaan Simtomatik


Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi
gatal yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah
terapi dengan anti skabeis yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison
1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient
pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada orang
dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1%. Setelah pengobatan berhasil
untuk membunuh tungau skabies, masih terdapat gejala pruritus selama 6
minggu sebagai reaksi eczematous atau masa penyembuhan. Pasien dapat
diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa
antibiotik topikal tergantung adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus
aureus. Crotamiton antipruritus topikal sering membantu pada kulit yang
gatal.9

3.10 Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-
orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi
dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk
mencegah penyebaran skabies karena seseorang mungkin saja telah
mengandung tungau skabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik. Selain semua anggota keluarga diterapi, untuk mencegah
terjadinya infeksi berulang, maka semua pakaian yang digunakan, bantal,
35
sprei, handuk dan kasur yang digunakan dalam seminggu ini harus dicuci
dengan air panas dan dikeringkan dengan udara panas. Setelah kering,
semua pakaian tersebut disetrika. Barang-barang yang tidak dapat dicuci
sebaiknya dibersihkan dan disimpan dalam kantong plastik bersih
kemudian ditutup dan diletakkan ditempat yang hangat dan kering selama
2 minggu. Lantai, karpet, alas kaki, perabot rumah sebaiknya dilakukan
pembersihan dengan vakum dan dibuang debris nya dengan hati-hati agar
tidak terkontaminasi.1,8

3.11 Komplikasi
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi
bakteri atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang
ada. Erosi merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder.
Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan
ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi
lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi.
Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum,
inguinal, penis, dan axilla. Infeksi sekunder lokal sebagian besar
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon
yang bagus terhadap topikal atau antibiotik oral, tergantung tingkat
piodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi
terutama pada skabies Norwegian, glomerulonefritis post streptococcus
bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh
Streptococcus pyogens.8
Semua pasien harus diberikan informasi bahwa bercak-bercak dan
gatal karena skabies tersebut mungkin akan menetap lebih dari 2 minggu
setelah terapi selesai. Ketika gejala dan tanda masih menetap lebih dari 12
minggu, terdapat beberapa kemungkinan yang dapat dijelaskan diantaranya
resistensi terapi, kegagalan terapi, reinfeksi dari anggota keluarga lain atau
teman sekamar, alergi obat, atau perburukan gejala karena reaktivitas
silang dengan antigen dari penderita skabies lainnya. Respon yang buruk
dan dugaan resistensi terhadap lindane pernah dilaporkan di tempat lain.
36
Kegagagalan terapi yang tidak berhubungan dengan resistensi terapi bisa
disebabkan karena kegagalan penggunaan terapi skabisid topikal. Pasien
dengan skabies berkrusta mungkin memiliki penetrasi obat skabisid yang
buruk ke dalam lapisannya yang bersisik tersebut dan mungkin karena
tungau bersembunyi di lapisan yang sulit di penetrasi. Untuk menghindari
infeksi berulang, direkomendasikan agar seluruh kontak dekat dengan
pasien harus dieradikasi.8,7

3.12 Prognosis
Infestasi skabies dapat disembuhkan. Dengan memperhatikan
pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan
menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini
dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik. Jika tidak dirawat,
kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Oleh karena manusia
merupakan penjamu (hospes) definitif, maka apabila tidak diobati dengan
sempurna, Sarcoptes scabiei akan tetap hidup tumbuh pada manusia. Pada
individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring
waktu.1,8
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien atas nama an. R bersama ayahnya datang ke poliklinik Kulit dan
kelamin RSUD Raden Mattaher pada tanggal 15 November 2021, berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosa Skabies.
Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan terpenuhinya 2 dari 4 tanda
kardinal kriteria diagnosis pada skabies, antara lain pruritus nokturna, community
infection, menemukan terowongan (kanalikuli), dan menemukan tungau
Sarcoptes scabiei. Pasien ini sudah dapat didiagnosis dengan skabies karena
memenuhi dua kriteria, yaitu pruritus nokturna dan community infection.
Selain itu keluhan yang serupa juga dirasakan oleh teman satu kamar
pasien. Dimana pasien merupakan seorang santri di salah satu pondok pesantren.

37
Pasien juga mengaku bahwa jarag menjemur kasur dan bantal, dan jarang
mengganti sepray
Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan fisik yaitu ditemukannya lesi
pada tempat predileksi, yaitu sela jari pada tangan kanan dan kiri,punggung kedua
tangan dan pada kedua kaki. Hal ini sesuai untuk diagnosis skabies, dimana di
dalam teori dikatakan bahwa predileksi terjadinya pada daerah dengan stratum
korneum yang tipis, yaitu sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku
bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mame, umbilikus, bokong, dan
genitalia eksterna pada laki-laki.
Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding berupa prurigo, yaitu penyakit
kulit kronis dimulai sejak usia anak-anak, sering terdapat pada anak dengan
tingkat sosial ekonomi dan kebersihan rendah. Penyebab pasti belum diketahui,
diduga sebagai penyakit herediter, akibat kepekaan kulit terhadap gigitan
serangga. Tanda khasnya adalah adanya papul-papul miliar tidak berwarna,
berbentuk kubah, sangat gatal. Tempat predileksinya di ekstremitas bagian
ekstensor dan simetris. Diagnosis ini dapat disingkirkan karena tidak
ditemukannya papul miliar dan pasien tidak peka terhadap gigitan serangga dan
pasien belum pernah mengalami keluhan ini sebelumnya. Selain itu diagnosis
bandingnya adalah pedikulosis korporis, yaitu infeksi rambut/kulit yang
disebabkan oleh Pediculus (parasit obligat atau menghisap darah manusia untuk
hidup). Gejala klinis umumnya berupa bekas garukan yang dominan untuk
menghilangkan rasa gatal, kadang timbul pembesaran KGB regional sebagai tanda
infeksi sekunder, dan juga ditemukannya kutu dan telur kutu pada pasien. Pada
pasien ini tidak ditemukannya tanda tersebut.
Penatalaksanaan pada kasus skabies dapat dilakukan baik dengan non
medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa, yaitu
dengan memberikan edukasi seperti rajin melakukan pengobatan dan seluruh
teman satu kamar harus diobati, menjaga kebersihan pasien dan temannya, seluruh
pakaian di rumah dicuci dengan menggunakan air panas, serta menjemur kasur
dan bantal. Mengontrol seminggu kemudian untuk melihat hasil terapi dan
perkembangan penyakit. Hal ini harus diberitahu untuk mencegah dan memutus

38
penyebaran skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau
skabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik.
Pada pasien ini penatalaksanaan dilakukan dengan memberikan obat
secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah permetrin 5%
krim dioleskan pada seluruh badan pada malam hari selama 8-10 jam, satu kali
dalam seminggu. Pada teori yang telah dikemukakan bahwa obat topikal yang
paling baik diberikan berupa permetrin 5% karena efektif pada semua stadium
skabies dan toksisitasnya rendah, serta penggunaannya mudah dan dapat diperoleh
dengan mudah di apotek. Pasien juga diberikan salep gentamicyn 0,1 % dioleskan
pada ruam yang disertai krusta setelah mandi, sebanyak dua kali sehari.
Gentamicyn merupakan antibiotic golongan aminoglikosida . aktivasi antibakteri
gentamcyn terutama tertuju pada bakteri gram negative yang aerobic seperti
staphylococcus.
Selain itu pemberian obat sistemik untuk mengurangi gatal yang dialami
pasien terutama pada malam hari juga diberikan obat antihistamin, yaitu Cetirizine
tablet 0,25mg/kgBB,satu kali sehari. Dimana obat antihistamin H1 generasi
kedua ini lebih aman dan memiliki efek sedatif lebih minimal dibandingkan
generasi pertama dimana obat-obat tersebut menembus sawar darah otak dan
berikatan dengan reseptor H1 pada sistem saraf pusat dan mengganggu efek
neurotransmiter histamin. Pada penelitian GA2LEN terbaru, direkomendasikan
untuk tidak menggunakan antihistamin generasi pertama dalam jangka waktu
yang lama baik pada dewasa maupun anak-anak. Diberikan cefixime tablet 200,
dua kali sehari untuk mengobati infeksi sekundernya yang disebabkan oleh
bakteri.1,7,13
Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila
diobati dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi,
demikian juga sebaliknya. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan pada orang
di lingkungan sekitar yang memiliki keluhan yang sama, khususnya pada teman
sekamarnya. Bila dalam perjalanannya skabies tidak diobati dengan baik dan
adekuat, maka tungau akan tetap hidup dalam tubuh manusia karena manusia
merupakan host definitive dari tungau tersebut.1

39
40
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan


sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis, dan produknya. Ditandai gatal
malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat preileksi di lipatan kulit
yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat terlihat polimorfi tersebar
diseluruh badan. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini,
antara lain sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual
bersifat promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografik serta
ekologik. Terapi lini pertama pasien dewasa adalah skabisid topikal, dapat
digunakan permethrin krim 5%. Dioleskan di seluruh permukaan tubuh, kecuali
area wajah dan kulit kepala (daerah banyak terdapat kelenjar pilosebaceus), dan
lebih difokuskan di sela- sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku,
dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah
dan kulit kepala juga harus diolesi. Pasien harus diberitahu bahwa walaupun telah
diberi terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap
menetap hingga 4 minggu. Steroid topikal, anti-histamin, ataupun steroid
sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal
pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid lengkap

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


7thed.Jakarta: FKUI; 2016.
2. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin.
3rded. Jakarta: EGC; 1996.
3. World Health Organization. Scabies. 2015. Available from:
http://www.who.int/lymphatic_filariasis/epidemiology/scabies/en/(Diakses
tanggal 3 Juli 2021)
4. Aminah P, Sibero HT, dan Ratna MG. Hubungan Tingkat Pengetahuan
dengan Kejadian Skabies. J Majority. 2015;5(4):54-59.
5. Graham R, Brown. Lecture Notes Dermatologi. 8th Ed. Jakarta : EMS; 2005.
6. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals. In:
Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology.
USA: Blackwell publishing. 2004.
7. Miltoin O, Maibach HL. ScabiesandPediculosis. In: Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th ed. USA: McGraw Hill. 2008.
8. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-1. Makassar:
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2003.
9. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006: 354; 1718-27.
10. Hicks MI, Elston DM. Scabies.DermatologicTherapy. 2009.
11. Operational Directive: Management of Scabies. Test to Assist the Diagnosa
of Scabies. 2010. https://professionals.wrha.mb.ca(Diakses tanggal 3 Juli
2021)
12. Baker J, Rollinson D. Advances in parasitology. Volume 57. London:
Elsevier; 2004.
13. Zuberbier T, et all. The EEACI/GA2LEN/EDF/WAO Guideline for the
Definition, Clasification, Diagnosis, and Management of Urticaria. German :
European Journal. 2017.

42

Anda mungkin juga menyukai