Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

* Pendidikan Profesi Dokter / G1A219124 / Maret 2021

** Preseptor ** dr. Hj. Raodah

RHEUMATOID ARTHRITIS

*Uswatun Amina S.Ked

**dr. Hj. Raodah

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PUSKESMAS PAKUAN BARU

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

RHEUMATOID ARTHRITIS

Oleh:

Uswatun Amina, S.Ked

G1A219124

Sebagai salah satu tugas program pendidikan profesi dokter

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Jambi

2021

Jambi, Maret 2021

Preseptor,

dr. Hj. Raodah


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Rheumatoid Arthritis” sebagai kelengkapan
persyaratan dalam mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat di Puskesmas Pakuan Baru di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Raodah yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan. Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
dan menambah ilmu bagi para pembaca.

Jambi, Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... ii


KATA PENGANTAR ............................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iv
BAB I STATUS PASIEN....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 7
BAB III ANALISA KASUS................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
BAB I
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. I / Perempuan / 50 tahun
b. Pekerjaan : IRT
c. Alamat : RT 12 T. Sari

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak : 4 orang
c. Status ekonomi keluarga : Cukup

III. Aspek Psikologis di Keluarga : baik

IV. Keluhan Utama:


Sendi-sendi terasa nyeri sejak ± 2 hari.

V. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan terdapat nyeri-nyeri


pada sendi angoota gerak sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan pada
kedua pergelangan kaki, lutut, siku, dan jari jari tangan. Pasien sering
merasa nyeri sendi pada pagi hari dan terasa kaku. Kaku sendi dirasakan
pasien ± 40 menit. Kaki dan tangan terasa seperti kesemutan.
Sebelumnya pasien sudah mengalami keluhan ini selama 1 tahun
terakhir. Pasien sebelumnya sering mengalami keluhan seperti ini, dan
pasien sering berobat ke Puskesmas. Kadang nyeri pada sendi disertai
dengan bengkak, hangat dan kemerahan. Jika keluhan mulai timbul, pasien
sering merasa sulit beraktifitas karena lemas. Demam (-), batuk pilek (-),
radang tenggorokan (-).

VI. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :


 Riwayat alergi (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat diabetes mellitus (-)
 Riwayat maag (+)
 Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama ( + )

VII. Pemeriksaan Fisik :


Keadaan Umum
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Suhu : 36,7°C
4. Tekanan darah : 130/80 mmHg
5. Nadi : 68 x/menit
6. Pernafasan
- Frekuensi : 22 x/menit
7. Berat Badan : 65 kg
8. Tinggi Badan : 160 cm

Body Mass Index : ( BB) / (TB)2

: (65) / (1,6)2 = 25,39 ( overweight )

Patokan BMI :
BMI < 18.5 = berat badan kurang (underweight)
BMI 18.5 - 24 = normal
BMI 25 - 29 = kelebihan berat badan (overweight)
BMI >30 = obesitas
Pemeriksaan Organ
1. Kepala Bentuk : normocephal
2. Mata Conjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterik (-)
3. Hidung : tak ada kelainan
4. Telinga : tak ada kelainan
5. Mulut Bibir : lembab
Bau pernafasan : normal
6. Leher : Pembengsaran KGB (-), JVP 5-2 cmH20,
7. Thorak
Jantung : BJ I/II reguler normal, murmur(-), gallop(-)
Paru : Nafas vesikuler +/+, ronkhi (-/-), wheezing(-/-)

8. Abdomen : Soepel, nyeri tekan (-), BU(+) normal

9. Ekstermitas sup/inf : edema (+) dan hiperemis(+) regio


patella, regioolecranon, ankle join.

VIII. Pemeriksaan Penunjang

IX. Pemeriksaan Anjuran


 Rontgen
 ASTO
 Rheumatoid factor
 Cairan sinovial

X. Diagnosis Banding
 Rematoid artritis
 Artritis gout
 Osteoartritis.

XI. Diagnosis Banding


Reumatoid Arthritis

XII. Manajemen
a. Promotif :
 Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakitnya dan
pengobatannya.
 Menjelaskan kepada pasien untuk rutin berobat ke dokter.

b. Preventif :
 Jika terjadi keluhan, segera berobat ke dokter.
 Mengistirahatkan sendi yang sakit untuk meredakan nyeri.
 Makan makanan yang banyak mengandung asam lemak omega 3 seperti
minyak ikan.
 Menurunkan berat badan (pada orang yang gemuk/obesitas) dengan tujuan
untuk mengurangi beban kerja sendi.
 Jangan memijat sendi yang sakit.

c. Kuratif :
Non Farmakologi

 Kompres bagian yang nyeri dengan menggunakan handuk yang


sudah dicelupkan ke dalam air hangat atau handuk yang berisi
potongan es selama 10-20 menit.

Farmakologi

 Na diclofenat 1 x 50mg selama 3 hari


 Prednisone 1 x 5 mg selama 3 hari
 Vit B Complek 1 x 50 mg selama 3 hari

Pengobatan tradisional

Bahan:
Daun kumis kucing sebanyak 1 genggam, daun meniran 7 batang,
temulawak 10 potong, daun murbei 1 genggam, dan bidara upas 1
jari.
Cara membuatnya:
Semua bahan ini di rebus dalam air sebanyak 2 gelas, kemudian disaring
untuk diminum airnya. Minum 2 kali sehari secara rutin.

d. Rehabilitatif
 Senam rematik dapat membantu memperbaiki kelenturan, kekuatan,
daya tahan, dan kebugaran tubuh.
 Terapi penyinaran dengan tujuan untuk meredakan nyeri dan
merelaksasi otot
DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI
PUSKESMAS PAKUAN BARU
dr. Uswatun Amina
SIP: G1A219124 STR:18021998
Tanggal: 3 Maret 2021

R/ Na diclofenat Tab 25mg No X


s 1 dd Tab 2

R/ prednisone Tab 5 mg No V
s 1 dd tab 1

R/ Vit B complek Tab 50mg No V


s 1 dd tab 1

Pro: Ny.I (50 Th)


Alamat: RT 12 T. Sari
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi & Fisiologi Tulang Dan Sendi

Sistem muskoletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan


bertanggungjawab terhadap pergerakan. Komponen utama system muskoletal
adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka,
tendon, ligament, bursa dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan
struktur-struktur ini.

a. Tulang

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel
yaitu osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang denagn
membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau
jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang
aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan esjumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan
kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan
memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali didalam
darah dapat menjadi indicator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang
setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel
besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat
diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang.
Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks
dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat
terlepas kedalam aliran darah.

b. Sendi

Sendi dalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligament, tendon, fasia atau otot. Terdapat tiga tipe sendi yakni:

 Sendi fibrosa (sinartroidal), nerupakan sendi yang tidak dapat


bergerak. Sendi fibrosa tidak memiliki tulang rawan, dan tulang yang satu
dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa.
 Sendi kartilaginosa (amfiartroidal) merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya
dibungkus oleh rawan hialin, disokong olah ligament dan hanya sedikit
bergerak.
 Sendi sinovial (diartroidal), merupakan sendi yang dapat digerakkan
dengan bebas. Sendi-sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi
dilapisi rawan hialin.

c. Jaringan Ikat

Jaringan yang ditemukan pada snedi dan daerah sekitarnya terutama


adalah jaringan ikat yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua
macam sel yang yang ditemukan pada jaringan ikat adalah sel-sel yang tetap atau
tidak berkembangnya pada jaringan ikat seperti sel mas, sel plasma, limfosit,
monosit dan leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini memiliki peranan penting
pada reaksi-reaksi imunitas dan peradangan yang terlihat pada penyakit
reumatik. Jenis sel yang kedua dalam jaringan ikat ini adalah sel-sel yang tetap
berada dalam jaringan seperti fibroblast, kondrosit dan osteoblas. Sel-sel ini
mensintesis berbagai macam serat dan proteoglikan substansi dasar dan
membuat tiap jenis jarinagn ikat memiliki susunan sel tersendiri.

2.2 Definisi Arthritis Rheumatoid

Arthritis Rheumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun, dimana


pelapis sendi mengalami peradangan sebagai bagian dari aktivitas sistem
imun tubuh. Juga merupakan suatu keadaan kronis dan biasanya merupakan
kelainan inflamasi progresif dan etiologi yang belum diketahui yang
dikarakterisasi dengan sendi simetrik poliartikular dan manifestasi sistemik.

Arthritis rheumatoid adalah tipe arthritis yang paling parah dan dapat
menyebabkan cacat, kebanyakan menyerang perempuan hingga tiga sampai empat
kali daripada laki-laki. Artritis Rematoid merupakan suatu penyakit autoimun
dimana persendian yang biasanya menyerang sendi tangan dan kaki. Secara
simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. rematik
jenis ini memang banyak pada wanita daripada pria, biasanya dirasakan
pada awal usia 25-50 tahun dan selanjutnya.

2.3 Epidemologi

Prevalensi AR hanya 0,1-0,3% dikelompok orang dewasa dan 1:100 ribu


jiwa dikelompok anak-anak. Total, diperkirakan hanya terdapat 360 ribu pasien di
Indonesia. Penyakit ini lebih sering menyerang perempuan dengan perbandingan
3:1. Kejadian penyakit ini meningkat dengan bertambahnya umur pada usia 35
hingga 50 tahun. Rheumatoid arthritis diperkirakan memiliki prevalensi 1%
sampai 2% dan tidak memiliki predilections rasial. Hal ini dapat terjadi pada
semua usia, dengan meningkatnya prevalensi sampai dekade ketujuh
kehidupan. Penyakit ini tiga kali lebih umum pada wanita. Pada orang berusia 15
sampai 45 tahun, wanita mendominasi dengan rasio 6:1; rasio jenis kelamin
kurang lebih sama antara pasien dalam dekade pertama kehidupan dan pada
mereka lebih dari 60 tahun.

Data epidemiologi menunjukkan bahwa kecenderungan genetik dan


paparan faktor lingkungan diketahui mungkin diperlukan untuk ekspresi dari
penyakit. Molekul Mayor Histokompatibilitas Compleks (MHC), yang
terletak pada limfosit T, tampaknya memiliki peran penting dalam sebagian
besar pasien dengan rheumatoid arthritis. Molekul-molekul ini dapat dicirikan
dengan menggunakan antigen limfosit manusia (HLA). Mayoritas pasien
dengan rheumatoid arthritis memiliki HLA-DR4, HLA-DR1, atau keduanya
antigen ditemukan di daerah MHC. Pasien dengan antigen HLA-DR4 adalah
3,5 kali lebih mungkin mengembangkan rheumatoid arthritis dibandingkan
mereka yang memiliki antigen HLA-DR lainnya. Meskipun wilayah MHC
adalah penting, itu bukan penentu tunggal, karena pasien dapat memiliki
penyakit tanpa jenis HLA.

Rheumatoid arthritis adalah enam kali lebih sering terjadi pada kembar
dizigotik dan anak-anak tidak kembar dari orang tua dengan faktor
rheumatoid positif - erosif rheumatoid arthritis bila dibandingkan dengan
anak yang orang tuanya tidak memiliki penyakit. Jika salah satu dari
sepasang kembar monozigot dipengaruhi, kembar lainnya memiliki risiko 30
kali lebih besar terkena penyakit.

2.4 Etiologi

Penyebab dari penyakit Artritis reumatoid tidak diketahui, patogenesis


di perantarai oleh imunitas. Namun kemungkinan penyebab Artritis
reumatoid adalah faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama
diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari
terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama
kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan Artritis reumatoid seropositif.
Pengembangan HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4 :1 untuk menderita
penyakit ini Kecenderungan wanita sering menderita penyakit Artritis
reumatoid dan sering di jumpai pada wanita yang sedang hamil
menimbulkan dugaan adanya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu
faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian
hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana
yang di harapkan. Sedangkan kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor
hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.

Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga penyebab Artritis reumatoid.


Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab Artritis reumatoid juga timbul karena
umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai
oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Penyebab rematik adalah sel-sel
kekebalan tubuh, seperti limfosit, normalnya melindungi tubuh dari serangan
asing. Akan tetapi dalam penyakit rematik, sel ini justru menyerang persendian
dan jaringan yang sehat.

Penyebab pastinya memang belum diketahui, tapi peneliti meyakini


bahwa hal ini disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan.
Seseorang kemungkinan memiliki kecenderungan genetik yang jika diserang
bakteri atau virus tertentu, bisa mengalami rematik. Tapi hingga saat ini,
peneliti belum menemukan infeksi khusus. Rematik dapat menyerang kulit, mata,
paru-paru, jantung, darah atau saraf.

Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkenanya artritis


reumatoid adalah:

 Jenis Kelamin

Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki.

 Umur
Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun
penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis
reumatoid juvenil)

 Riwayat Keluarga

Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis rematoid
maka anda kemungkinan besar akan terkena juga.

 Radikal bebas

Contohnya radikal superokside dan lipid peroksidase yang merangsang


keluarnya prostaglandin sehingga timbul rasa nyeri, peradangan dan
pembengkakan.

 Faktor genetik dan lingkungan

Terdapat hubungan antara HLA-DW4 dengan AR seropositif yaitu penderita


mempunyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.

2.5 Patofisiologi

Arthritis Rheumatoid merupakan akibat dari disregulasi komponen


humoral yang dimediasi sel sistem imun. Kebanyakan pasien menghasilkan
antibodi yang disebut faktor rheumatoid; pasien-pasien seropositif ini
cenderung untuk lebih memiliki “agressive sourse” dibandingkan pasien yang
seronegatif. Immunoglobulin dapat mengaktivasi sistem komplemen, yang
melipat gandakan respon imun dengan meningkatkan kemotaksis, fagositosis, dan
pelepasan limfokin oleh sel mononuklear yang kemudian disajikan kepada
limfosit T. Antigen yang diproses dikenali oleh protein major
hiscompatibility complex (MHC) pada permukaan limfosit, yang berakibat
pada aktivasi sel T dan sel B.
Tumor nekrosis faktor (TNF), interleukin-1 (IL-1), dan interleukin-6
(IL6) merupakan sitokin proinflamasi yang penting dalam inisiasi dan
kelanjutan inflamasi. Sel T yang teraktivasi menghasilkan sitotoksin, yang
secara langsung toksis terhadap jaringan, dan sitokin, yang menstimulasi
aktivasi lebih lanjut proses inflamasi dan menarik sel-sel ke daerah
inflamasi. Makrofag menstimulasi untuk melepaskan prostaglandin dan sitotoksin.
Sel B yang teraktivasi menghasilkan sel plasma, yang membentuk antibodi
dengan kombinasi dengan komplemen, mengakibatkan akumulasi
polymorphonuclear leukocyte (PMN). PMN melepaskan sitotoksin, radikal
bebas oksigen, dan radikal hidroksil yang mendukung kerusakan selular pada
sinovium dan tulang. Substansi vasoaktif (histamin, kinin, prostaglandin)
dilepaskan pada daerah inflamasi, meningkatkan aliran darah dan
permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema, rasa hangat,
erythema, dan rasa sakit dan membuat granulosit lebih mudah untuk keluar
dari pembuluh darah menuju daerah inflamasi.

Inflamasi kronik pada jaringan lapisan sinovial kapsul sendi


menghasilkan proliferasi jaringan (bentuk pannus). Pannus menyerang
kartilago dan permukaan tulang, menghasilkan erosi tulang dan kartilago dan
menyebabkan destruksi sendi. Hasil akhir mungkin kehilangan ruang sendi,
kehilangan pergerakan sendi, fusi tulang (ankilosis), dislokasi sendi,
penyusutan tendon dan kelainan bentuk yang kronik.

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda dari AR dapat dilihat sebagai berikut;

 Nyeri sendi
 Pembengkakan sendi
 Nyeri sendi bila disentuh atau di tekan
 Tangan kemerahan
 Lemas
 Kekakuan pada pagi hari yang bertahan sekitar 30 menit
 Demam
 Berat badan turun

Artritis reumatoid biasanya menyebabkan masalah dibeberapa sendi dalam


waktu yang sama. Pada tahap awal biasanya mengenai sendi-sendi kecil
seperti, pergelangan tangan, tangan, pergelangan kaki, dan kaki. Dalam
perjalanan penyakitnya, selanjutnya akan mengenai sendi bahu, siku, lutut,
panggul, rahang dan leher.

2.7 Diagnosis

Diagnostik artritis reumatoid dapat menjadi suatu proses yang


kompleks. Pada tahap dini mungkin hanya akan ditemukan sedikit atau tidak ada
uji laboratorium yang positif; perubahan pada sendi dapat minor; dan gejala
gejalanya dapat hanya bersifat sementara. Diagnosis tidak hanya bersandar
pada satu karakteristik saja tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi dari
sekelompok tanda dan gejala.

Kriteria diagnostik yang dipakai adalah sebagai berikut:

1) Kekakuan pagi hari (lamanya paling tidak satu jam), Kekakuan di pagi
hari selama lebih dari 1 jam; dapat bersifat generalisata tetapi terutama
menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi
pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa
menit dan selalu berkurang dari satu jam.
2) Artritis pada tiga atau lebih sendi
3) Artritis sendi-sendi jari-jari tangan
4) Artritis yang simetris
5) Nodul rheumatoid, adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang
paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku)
atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun
demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat
lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk
suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
6) Faktor reumatoid dalam serum
7) Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)

Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-


kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang
disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu.

Pemeriksaan penunjang

Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat


menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala
pasien.

Pemeriksaan laboratorium

a. Cairan synovial

 Kuning sampai putih; derajat kekeruhan menggambarkan peningkatan


jumlah sel darah putih; fibrin clot menggambarkan kronisitas.
 Mucin clot. Bekuan yang berat dan menurunnya viskositas
menggambarkan penurunan kadar asam hyaluronat.
 Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses
inflamasi, didominasi oleh sel neutrophil (65%).
 Glukosa: normal atau rendah.
 Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum,
berbanding terbalik dengna kadar komplemen cairan sinovium.
 Penurunan kadar komlemen menggambarkan pemakaiannya pada
reaksi imunologis.
 Peningkatan kadare IgG dan kompleks imun.
 Phagocites – neutrophils yang “difagosit” oleh kompleks immun.

b. Darah tepi

 Leukosit: normal atau meningkat (<12.000/mm3). Leukosit menurun


bila terdapat splenomegali; keadaain ini dikenal sebagai Felty’s
syndrome.
 Anemia normositer atau mikrositer, tipe penyakit kronis.

c. Pemeriksaan Sero-imunologi

 Rheumatoid factor + (IgM) - 75% penderita; 95% + pada penderita dengan


nodul subkutan.
 Anti CCP antibodies positif telah dapat ditemukan pada AR dini.
 Antinuclear antibodies positif (10%-50% penderita) dengan titer yang
lebih rendah dibandingkan dengan Lupus Eritematosus Sistemik.
 Anti-DNA antibodies negatif.
 Peningkatan CRP, fibrinogen dan laju endap darah, menggambarkan
aktivitas penyakit.
 Meningkatnya kadar alpha1 dan alpha2 globulin sebagai acute phase
reactans.
 Meningkatnya kadar γ-gobulin menggambarkan kenaikan/akselerasi dari
katabolisme protein pada penyakit kronis.
 Kadar komplemen serum normal; menurunnya kadar komplemen
dapat terjadi pada keadaan penyakit dengan gejala ekstra artikular
yang berat seperti vaskulitis.
 Adanya circulating immune comlexes – serta ditemukan pada
penyakit dengan manifestasi sistemik.
Pemerikasaan Gambaran Radiologik

Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami


kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena
hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan
densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara radiologik
didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang
terkena.

Gambar 1. Radiogram tangan reumatoid. Perhatikan penurungan jarak sendi (panah


hitam), erosi kaput metakarpal (panah putih kecil) dan tejadi deformitas sendi(panah
putih besar).
Perbandingan sendi yang diserang antara AR dan OA

2.8 Penatalaksanaan

Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus


dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara
pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya.
Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat memelihara
ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang cukup lama.

a. Terapi nonfarmakologi
1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan
yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin
ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2. Istirahat.
Rencana penyembuhan termasuk penjadwalan istirahat. Pasien harus
belajar mendeteksi tanda-tanda tubuh, dan tahu kapan harus
menghentikan atau memperlambat aktivitas, untuk mencegah rasa sakit
karena aktivitas berlebihan. Beberapa pasien merasakan teknik
relaksasi, pengurangan stres, dan biofeedback sangat membantu.
Beberapa pasien menggunakan tongkat atau bidai untuk melindungi
persendian dari tekanan. Bidai atau penahan (braces) memberikan
dukungan ekstra pada otot yang lemah. Mereka juga menjaga
persendian pada posisi yang benar seelama tidur maupun beraktivitas.
Bidai hanya dipakai untuk masa terbatas sebab otot membutuhkan
latihan untuk mencegah kekakuan dan kelemahan. Terapis atau dokter
dapat membantu menentukan bidai yang tepat.
3. Terapi fisik.
Mengurangi rasa sakit dengan cara non farmakologik. Terapi fisik
dengan panas atau dingin dan latihan fisik akan membantu menjaga
dan mengembalikan rentang gerakan sendi dan mengurangi rasa sakit dan
kejang otot. Mandi atau berendam air hangat akan mengurangi rasa sakit
dan kekakuan. Efek fisiologi dari suhu adalah relaksasi otot dan
mengurangi rasa sakit. Walau demikian pemakaian panas harus
dipertimbangkan secara komprehensif bagi pasien
Penderita ada yang melakukan penyembuhan tanpa obat.
 Handuk hangat, kantung panas (hot packs), atau mandi air
hangat, dapat mengurangi kekakuan dan rasa sakit.
 Kadang kantung es (cold packs) dibungkus handuk dapat
menghilangkan rasa sakit atau mengebalkan bagian yang
ngilu. Tanyakan kepada dokter atau terapi mana yang lebih
cocok bagi pasien. Untuk artritis di lutut, pasien dapat memakai
sepatu dengan sol tambahan yang empuk untuk meratakan
pembagian tekanan akibat berat, dengan demikian akan
mengurangi tekanan di lutut.
4. Menurunkan berat badan
Kelebihan berat badan meningkatkan beban biomekanik pada sendi
penyangga berat dan ini adalah prediktor tunggal paling baik dari
kebutuhan operasi sendi. Pengurangan berat badan dikaitkan dengan
pengurangan simtom dan kecacatan. Walau penurunan hanya 5 lb
(2,5Kg) dapat menurunkan tekanan biomekanik pada sendi penyangga
beban. Walau intervensi diet untuk yang berat badan berlebih masuk
akal, tetapi ini membutuhakan motivasi yang kuat dan program
penurunan badan yang terstruktur. Diet yang sehat dan olahraga akan
sangat membantu.

b. Terapi Farmakologi

1. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi
yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:
 Aspirin
Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari,
kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan
atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
 Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
NSAIDs. Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat
mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang
termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen.
Golongan ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila
dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.
2. Kortikosteroid. Golongan kortikosteroid seperti prednison dan
metilprednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan
memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid
memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam
jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek
samping yang serius.
3. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drugs): Methotrexate
(Immunosupresan), Leflunomide, Sulfasalazin, Hydroxychloroquine
4. Agen Biologi (Etanercept, Infliximab, Adalimumab, Anakinra,
Abatacept, Rituximab)
5. Obat remitif (DMARD) lain. Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka
panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk
memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan
lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk dalam golongan ini
adalah auranofin, Azathioprine, Penicillamine, Cyclosporine dan garam
emas.
6. Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian obat-obatan tidak
berhasil mencegah dan memperlambat kerusakan sendi. Pembedahan
dapat mengembalikan fungsi dari sendi anda yang telah rusak. Prosedur
yang dapat dilakukan adalah artroplasti, perbaikan tendon,
sinovektomi.

c. Pengobatan dengan obat tradisional/bahan alam

Perawatan dan pengobatan terhadap penyakit rheumatik adalah


sebagai berikut.

1) Diusahakan agar badan dalam keadaan hangat.


2) Gunakan campuran garam 1 sendok makan, tawas ½ sendok makan, dan air
rebusan sirih untuk merendam/mengompres bagian badan yang
terserang rheumatik.
3) Daun seledri sebanyak 10 batang dimakan sebagai lalap.
4) Daun kumis kucing sebanyak 1 genggam, daun meniran 7 batang,
temulawak 10 potong, daun murbei 1 genggam, dan bidara upas 1
jari. Semua bahan ini di rebus dalam air sebanyak 2 gelas, kemudian
disaring untuk diminum airnya.
5) Dengan obat gosok alami:
 Air jeruk nipis, minyak kayu putih dan kapur sirih dicampur dan
digunakan untuk menggosok bagian tubuh yang sakit.
 Daun kecubung wuluh 5 lembar dan kapur siri ditumbuk dan
digosokkan pada bagian tubuh yang sakit.
 Bengle lempu yang dan cabe ditumbuk halus, kemudian dicampur
dengan minyak kayu putih dan digosokkan pada bagian tubuh
yang sakit.
BAB III

ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Diagnosis penyakit pasien tidak berhubungan dengan hubungan keluarga.
Karena dari anamnesis yang dilakukan diketahui bahwa ada riwayat penyakit
ataupun keluhan yang sama dalam keluarga yaitu ibu pasien menderita
rematik. Dimana berdasarkan penelitian, adanya faktor genetik atau
keturunan berisiko yang tinggiuntuk kemungkinan terkena rheumatoid
arthritis.

b. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar.
Tidak ada hubungan antara diagnosis dengan perilaku kesehatan pasien.
Karena pada kasus ini diagnosis penyakit berhubungan dengan faktor
keturunan bukan disebabkan oleh perilaku kesehatan pasien ataupun keluarga
dan lingkungan sekitar.

c. Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit


Secara keseluruhan dari anamnesis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa penyakit yang diderita oleh pasien ini ada hubungannya dengan faktor
genetik.

d. Analisis untuk mengurangi paparan dengan faktor risiko atau etiologi.


Untuk faktor risiko genetik/ keturunan, tidak bisa diubah. Namun, yang bisa
kita lakukan adalah mencegah ataupun mengurangi mengurangi nyeri akibat
reumatoid artritis. Beberapa usaha yang bisa dilakukan:
 Mengistirahatkan sendi yang sakit sampai nyerinya reda.
 Senam rematik dapat membantu memperbaiki kelenturan, kekuatan,
daya tahan, dan kebugaran tubuh.
 Mengompres bagian yang nyeri dengan menggunakan handuk yang
sudah dicelupkan ke dalam air hangat atau handuk yang berisi
potongan es selama 10-20 menit.
 Terapi penyinaran dengan tujuan untuk meredakan nyeri dan
merelaksasi otot
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi ke-6.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Indonesia; 2017.
2. Mansjoer, arif dkk. Kapita selekta kedokteran, edisi ke 4 ketiga jilid 1.
Media Aesculapius : Jakarta.2014
3. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, edisi 6. Penerbit Nuku Kedokteran. EGC
4. Littlejohn EA, Monrad SU. Early Diagnosis and Treatment of Rheumatoid
Arthritis. Primary Care. 2018 Jun;45(2):237-255. DOI:
10.1016/j.pop.2018.02.010.
5. Criteria for the classification arthritis rheumatoid; 2009, Diunduh dari
URL:http//www. American College of Rheumatology.com
6. Heredity and Arthritis. 2012. American College of Rheumatology
Available at : www.rheumatology.org

Anda mungkin juga menyukai