Anda di halaman 1dari 12

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2022


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PTYRIASIS ROSEA

OLEH :
Muhammad Almutaali Basri
111 2021 2115

PEMBIMBING :
Dr. dr. Hj. Andi Sastri, Sp.KK, FINSDV

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat


dan Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah
Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini dengan judul “Ptyriasis
Rosea” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Selama persiapan dan penyusunan Laporan Kasus ini rampung,
penulis mengalami kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat
bantuan, saran, dan kritik dari berbagai pihak akhirnya Laporan Kasus
ini dapat terselesaikan serta tak lupa penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan
pahala dan rahmat yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan Laporan Kasus ini terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
Laporan Kasus ini. Saya berharap sekiranya Laporan Kasus ini dapat
bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.
Makassar, Juni 2022
Hormat Saya,

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Muhammad Almutaali Basri

NIM : 111 2021 2115

Laporan Kasus : Ptyriasis Rosea

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus yang berjudul ”Ptyriasis Rosea”

dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan dokter pembimbing klinik

dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Menyetujui, Makassar, Juni 2022

Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

Dr. dr. Hj. Andi Sastri, Sp.KK, FINSDV Muhammad Almutaali Basri

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................2
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................iv
BAB I..................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
BAB II.................................................................................................................................4
LAPORAN KASUS...........................................................................................................4
2.1 Identitas Pasien............................................................................................4
2.2 Anamnesis.....................................................................................................4
2.4 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................7
2.5 Penatalaksanaan..................................................................................................7
2.6 Edukasi.................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dermatosis eritroskuamosa ialah penyakit kulit yang terutama


ditandai dengan adanya eritema dan skuama, yaitu: psoriasis, para-
psoriasis, pitiriasis rosea, eritroderma, dermatitis seboroik, lupus
eritematosus dan dermatofitosis. Penyakit-penyakit tersebut akan
dibicarakan satu persatu, kecuali lupus eritematosus yang akan
diuraikan dalam bab Penyakit Jaringan Konektif, dan dermatofitosis
dalam bab Dermatomikosis. 1

Pitiriasis rosea (PR) merupakan kelainan kulit papuloskuamosa yang


ditandai dengan munculnya bercak-bercak ruam pada kulit dengan lesi
multipel disertai dengan pola khas pada lipatan tubuh dan tungkai.
Pitiriasis rosea yang pertama kali dijelaskan oleh Robert Willan dengan
terminology lain, yakni seperti pitiriasis circinata, roseola annulata dan
herpes tonsurans maculosus.2

Sebagian besar penyakit ini muncul dalam bentuk klasiknya. Namun,


dermatologi klinis adalah tentang variasi dan PR tidak terkecuali. Varian
penyakit dalam beberapa kasus mungkin sulit untuk didiagnosis dan
membingungkan dokter. Diagnosis dan pengobatan yang cepat dari
kondisi tersebut menjadi penting untuk menghindari pemeriksaan yang
tidak perlu. Dengan ini kami meninjau dan menggambarkan presentasi
penyakit yang tidak khas, termasuk beragam bentuk lokasi dan
morfologi lesi, perjalanan erupsi, dan diagnosis bandingnya. 3

1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny.N

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 30 tahun

Pekerjaan : Perawat

Alamat : BTN Puri Tama Rahmala

Agama : Islam

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama:

Muncul bintik – bintik merah, yang terasa gatal

Keluhan Sekarang:

Pasien perempuan usia 30 tahun datang ke poli kulit RSUD Kota Makassar

dengan keluhan muncul bintik merah, dan gatal sejak 1 minggu yang lalu,

awalnya pasien kena air hujan kemudian muncul bintik merah kecil yang agak

gatal, 3 hari kemudian bintik tersebut bertambah banyak, dan tambah gatal,

awalnya muncul didaerah dada, kemudian menyebar ke perut dan pungung,

bintiknya kemudian bertambah besar dan terasa agak panas, sebelum kontrol

ke poli kulit pasien mengaku meminum cetrizine, acyclovir, dan memakai

4
acyclovir salep. Tetapi belum merasa ada perubahan. Tidak ada demam,

sakit kepala atau pusing, mual dan muntah juga tidak ada. Baru pertama kali

seperti ini, riwayat penyakit yang sama tidak ada di keluarga.

Riwayat penyakit sebelumnya:

Tidak ada

Riwayat Pengunaan Obat:

Mengkonsumsi cetrizine dan acyclovir, serta memakai salep acyclovir.

Riwayat keluarga:

Tidak ada

2.3 Pemeriksaan Fisik dan Status Dermatologi

a. Effloresensi : Makula eritem dengan ukuran lentikular hingga

numular, disertai skuama halus

b. Distribusi : Regional

c. Ukuran : Lentikular hingga numular

d. Bentuk : Bulat dan oval

e. Lokasi : Truncus (Truncus dorsum, Thorax, Abdomen

5
Gambar 1. Makula eritem dengan ukuran lenticular hingga numular, disertai skuama

halus

6
2.4 Pemeriksaan Penunjang

Untuk penegakan diagnosis ptyriasis rosea tidak perlu pemeriksaan


khusus.

2.5 Penatalaksanaan

Pemberian antihistamin cetirizine 1x1, kortikosteroid oral

Metilprednisolon 3x4 mg, dan salep kortikosteroid Desoxymetason dioles 2

x 1.

2.6 Edukasi

- Kelainan kulit dapat sembuh sendiri

- Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala.

7
BAB III
KESIMPULAN

Pitiriasis rosea (PR) merupakan kelainan kulit papuloskuamosa yang


ditandai dengan munculnya bercak-bercak ruam pada kulit dengan lesi
multipel disertai dengan pola khas pada lipatan tubuh dan tungkai.
Pitiriasis rosea yang pertama kali dijelaskan oleh Robert Willan dengan
terminology lain, yakni seperti pitiriasis circinata, roseola annulata dan
herpes tonsurans maculosus.2

Sebagian besar penyakit ini muncul dalam bentuk klasiknya. Namun,


dermatologi klinis adalah tentang variasi dan PR tidak terkecuali. Varian
penyakit dalam beberapa kasus mungkin sulit untuk didiagnosis dan
membingungkan dokter. Diagnosis dan pengobatan yang cepat dari
kondisi tersebut menjadi penting untuk menghindari pemeriksaan yang
tidak perlu. Dengan ini kami meninjau dan menggambarkan presentasi
penyakit yang tidak khas, termasuk beragam bentuk lokasi dan
morfologi lesi, perjalanan erupsi, dan diagnosis bandingnya. 3

Karena PR bersifat self-limited, pengobatan aktif tidak diperlukan


pada kasus yang tidak rumit. Pendidikan pasien dan jaminan diperlukan
dalam semua kasus. Kortikosteroid topikal potensi menengah dapat
digunakan untuk menghilangkan gejala pruritus. Menariknya, Drago dan
rekan telah melaporkan bahwa pasien yang diberi asiklovir dosis tinggi
(yaitu, 800 mg lima kali sehari selama 1 minggu) mengalami resolusi
PR yang lebih cepat daripada pasien yang diobati dengan plasebo
untuk 1 minggu. Secara khusus, 79 % dari 42 pasien memiliki resolusi
PR lengkap dalam waktu 2 minggu setelah memulai terapi asiklovir,
sedangkan 4 % dari 45 pasien yang diobati dengan plasebo mengalami

8
resolusi penyakit mereka dalam 2 minggu. Meskipun pasien tidak
mengetahui jenis pengobatan yang mereka terima, percobaan terbatas
karena peneliti tidak buta dan pasien tidak secara acak ditugaskan ke
salah satu dari dua kelompok pengobatan. Mengingat bahwa asiklovir
dan turunannya adalah obat yang relatif murah dan dapat ditoleransi
dengan baik, bentuk terapi ini harus dipertimbangkan pada pasien PR
yang datang pada awal perjalanan penyakit mereka yang menunjukkan
gejala mirip flu dan/atau penyakit kulit yang luas. Beberapa tahun yang
lalu, eritromisin dilaporkan bermanfaat bagi pasien PR, tetapi
pengalaman klinis dan laporan yang lebih baru menunjukkan tidak ada
kemanjuran azitromisin pada PR belum mengkonfirmasi hasil awal ini.
Beberapa pasien dengan PR mungkin mendapat manfaat dari
fototerapi, meskipun ini harus digunakan dengan hati-hati mengingat
dapat meningkatkan risiko pasca hiperpigmentasi inflamasi setelah
resolusi penyakit. 4

Prognosis baik karena penyakit sembuh spontan, biasanya dalam


waktu 3-8 minggu. Beberapa kasus menetap sampai 3 bulan. 1

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SW SL, Bramono K, Indriatmi W, FK UI. Ilmu Penyakit Kulit


Dan Kelamin. 2021.
2. Hanardi MA, Rifa Institute. PITIRIASIS ROSEA: MANIFESTASI KLINIS
DAN TATALAKSANA. 2022;2(8.5.2017):2003–5.
3. Drago F, Ciccarese G, Rebora A, Broccolo F, Parodi A. Pityriasis
Rosea: A Comprehensive Classification. Dermatology.
2016;232(4):431–7.
4. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ.
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 2008.

10

Anda mungkin juga menyukai