Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Agustus 2022

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Recurrent pityriasis rosea: A case report

OLEH :
Anjani Berliana Alitu

11120212031

PEMBIMBING :

dr. Nurul Rumila Roem, M.Kes., Sp.KK.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan

bahwa :

Nama : Anjani Berliana Alitu

NIM : 111 2021 2031

Judul : “Recurrent pityriasis rosea: A case report”

Telah menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Recurrent

pityriasis rosea: A case report” dan telah disetujui dan dibacakan

dihadapan Dokter Pendidik Klinik dalam rangka kepaniteraan klinik

pada bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Agustus 2022

Dokter Pendidik Klinik Mahasiswa

dr. Nurul Rumila Roem, M.Kes., Sp.KK. Anjani Berliana Alitu


NIM: 11120212031

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT, karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya
maka telaah jurnal ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan
salawat semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat-sahabatnya dan
orang-orang yang mengikuti ajaran beliau hingga akhir zaman.

Laporan kasus yang berjudul “Recurrent pityriasis rosea: A


case report” ini disusun sebagai persyaratan untuk memenuhi
kelengkapan bagian. Penulis mengucapkan rasa terimakasih
sebesar- besarnya atas semua bantuan yang telah diberikan, baik
secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan
laporan kasus ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih
tersebut penulis sampaikan kepada dokter pembimbing klinik saya
yaitu dr. Nurul Rumila Roem, M.Kes., Sp.KK. sebagai pembimbing
dalam penulisan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna,


untuk saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam
penyempurnaan penulisan laporan kasus ini. Terakhir penulis
berharap, semoga laporan kasus ini dapat memberikan hal yang
bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya
bagi penulis juga.

Makassar, Agustus 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………ii


KATA PENGANTAR..................................................................................iii

DAFTAR ISI................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................5

BAB II LAPORAN KASUS..........................................................................6

2.1 Identitas Pasien..............................................................................6

2.2 Anamnesis......................................................................................6

2.3 Pemeriksaan Dermatologis............................................................7

2.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................................9

2.5 Diagnosis......................................................................................11

2.6 Diagnosis Banding........................................................................11

2.7 Tatalaksana..................................................................................11

2.8 Prognosis......................................................................................11

BAB III DISKUSI........................................................................................12

BAB IV PENUTUP.....................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Pityriasis rosea adalah kelainan kulit papuloskuamosa yang paling

sering terjadi antara usia 10 dan 35 tahun. Secara klasik, biasanya

dimulai dengan satu lesi “herald patch”, diikuti dengan timbulnya erupsi

kulit warna merah muda bersisik dalam 1-2 minggu. Meskipun

patogenesisnya masih belum sepenuhnya dipahami, infeksi virus

kemungkinan sesuai dengan presentasi klinis dan reaksi

imunologisnya. Pityriasis rosea dapat menimbulkan ketidaknyamanan

yang substansial dalam kasus-kasus tertentu. Beberapa penelitian telah

menunjukkan bahwa perkiraan kejadian pityriasis rosea adalah 0,5-2%

dan pitiriasis rosea kambuh pada 3,7% kasus. Sejak pityriasis rosea

berulang pertama kali dilaporkan secara rinci oleh Halkier-Srensen pada

tahun 1990, sejauh yang kami ketahui, hanya beberapa pasien dengan

pityriasis rosea berulang yang telah dijelaskan dalam jurnal bahasa

Inggris, sebagaimana ditentukan oleh pencarian Pubmed.(1)

5
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

1) Nama : Tn X

2) Usia : 32 tahun

3) Jenis kelamin : Pria

4) Alamat : Cina

2.2 Anamnesis

1) Keluhan utama

Ruam kulit kemerahan disertai gatal ringan di lengan kiri atas.

2) Riwayat perjalanan penyakit

Seorang laki-laki berusia 32 tahun mengeluh gatal-gatal

yang ringan selama 20 hari. Pasien mendapat suntikan vaksin

influenza A (H1N1) 11 hari sebelum timbulnya ruam di kulit

pasien. Pasien mengatakan bahwa lesi kulit kemerahan pada

lengan kiri atas 3 hari setelah menerima vaksin influenza A

(H1N1) pada bulan Mei 2016. Dengan gangguan kulit yang

ada, pasien merasakan gatal yang ringan (pruritus), muncul

erupsi sekunder di leher, badan, dan ekstremitas, dan jumlah

ruam kulit meningkat. Tetapi, tidak ada erupsi di perut atau

bokong. Dibandingkan dengan pasien lain yang menderita

pityriasis rosea, ruamnya lebih besar. Sebagian besar lesi

6
tersebar di leher, dada, punggung, dan ekstremitas atas

proksimal.

14 bulan kemudian, pasien datang ke klinik kami lagi

dengan lesi oval skuamosa eritematosa multipel. Ruamnya

muncul 5 hari setelah pasien menerima suntikan vaksin

hepatitis B pada Juli 2017. Erupsinya memiliki karakteristik

serupa, seperti tepi, skuama kolaret sepanjang garis belahan,

dan tersebar di leher, dada, punggung, dan lengan atas

proksimal. Pemeriksaan fisik didapatkan patch herald oval di

punggung kirinya, ukuran 4,1 cm, plak tipis. Pasien menerima

perawatan yang sama, dan ruamnya berangsur-angsur

menghilang dalam waktu 2 minggu. Diagnosis yaitu pitriasis

rosea rekuren.

3) Riwayat penyakit dahulu: tidak ada

4) Riwayat penyakit keluarga: tidak ada

5) Riwayat alergi: tidak ada

6) Riwayat konsumsi obat: vaksin influenza A (H1N1)

2.3 Pemeriksaan Dermatologis

1) Lokasi : Regio trunkus posterior dan regio extremitas

superior sinistra

2) Distribusi : Regional

3) Bentuk : Oval, dan berbatas tegas

4) Effloresensi : Plak eritem disertai skuama kolaret

7
Gambar 1: Lesi pada daerah truncus posterior
Erupsi sekunder yaitu lesi oval eritem yang
multipel, disertai skuama/sisik collarette perifer,
dan tersebar di sepanjang garis belahan dan
memberikan pola “pohon Natal” pada batang tubuh
pasien.

Gambar 2: Lesi oval eritem yang multipel disertai


skuama kolaret.
Herald patch pada ekstremitas superior sinistra
dengan bentuk oval ukuran ± 3,5 cm, plak tipis
dengan eritema disertai sisik halus.

Pemeriksaan fisik menunjukkan herald patch pada

ekstremitas kiri atas bagian dalam, dan lesi berbentuk oval

ukuran 3,5 cm, plak eritem yang tipis disertai skuama. Erupsi

8
sekunder yaitu terdapat lesi oval multipel, eritematosa

skuamosa, dengan skala collarette perifer (skuama yang

berbentuk melingkar); terdistribusi di sepanjang garis belahan

dada, dan memberikan pola "Pohon Natal" di bagian batang

tubuh “the trunk” pasien.

2.4 Pemeriksaan Penunjang

1) Analisis Laboratorium

a. Darah lengkap normal;

b. Tingkat sedimentasi eritrosit normal 12 mm/jam (normal: 0–

15 mm/jam);

c. Pemeriksaan serologis: negatif untuk sifilis dan antibodi

terhadap human immunodeficiency virus;

d. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan bahwa pasien tidak

menunjukkan tanda-tanda infeksi jamur;

e. Tingkat protein C-reaktif (CRP) pasien adalah 16,2 mg/L

(normal 0–3 mg/L);

f. Antibodi anti-nuklir negative dan antibodi sitoplasma anti-

neutrofil negative.

2) Histopatologi

Biopsi histopatologi diambil dari perbatasan patch yang besar

menunjukkan sedikit hiperkeratosis dan lapisan sel granular yang

berkurang. Ada edema interseluler ringan di dermis superfisial.

Epidermis menunjukkan sedikit hiperkeratosis, parakeratosis,

9
dan edema interselular ringan, serta infiltrasi beberapa limfosit.

Ada infiltrasi ringan limfosit perivaskular dan eritrosit

ekstravaskular di dermis superfisial.

Gambar 3: Hiperkeratosis ringan dan edema interseluler ringan.


Sedikit hiperkeratosis dan lapisan sel granular berkurang. Edema
interselular ringan pada dermis superfisial (pewarnaan hematoxylin
dan eosin (H&E), X 100).

Gambar 4. Infiltrasi limfosit ke dalam epidermis dan eritrosit


ekstravaskular ke dalam dermis superfisial. Epidermis
menunjukkan sedikit hiperkeratosis, parakeratosis, edema
interselular ringan, dan infiltrasi beberapa limfosit. Ada infiltrasi
ringan limfosit perivaskular dan eritrosit ekstravaskular ke dalam
dermis superfisial (hematoxylin dan eosin (H&E), £400).

10
2.5 Diagnosis

Mei 2016: Pitriasis Rosea

Juli 2017: Pitriasis Rosea rekuren

2.6 Diagnosis Banding

1) Sifilis Sekunder

2) Tinea Korporis

3) Dermatitis Seboroik

4) Pityriasis rosea – like drug eruption

2.7 Tatalaksana

1) Cetirizine

2) Krim steroid topikal

3) Fototerapi narrowband-ultraviolet B (UVB)

Gejala gatal berangsur-angsur menghilang, dan lesi sembuh dalam

12 hari.

2.8 Prognosis

Quo ad vitam: ad bonam

Quo ad functionam: ad bonam

Quo ad sanationam: dubia ad bonam

11
BAB III

DISKUSI

Pitiriasis rosea adalah suatu kelainan kulit akut yang diawali

dengan timbulnya makula/plak soliter berwarna merah muda

dengan skuama halus (“herald patch”), kemudian dalam beberapa

hari sampai beberapa minggu timbul lesi serupa dengan ukuran

lebih kecil di badan dan ekstremitas proksimal yang tersusun

sesuai lipatan kulit (christmas tree pattern).(2)

Etiologi belum diketahui, tetapi berdasarkan gambaran

klinis dan epidemiologis diduga infeksi sebagai penyebab.

Berdasarkan bukti ilmiah, diduga pitiriasis rosea merupakan

eksantema virus yang berhubungan dengan reaktivasi Human

Herpes Virus (HHV)-7 dan HHV-6. Erupsi menyerupai pitiriasis

rosea dapat terjadi setelah pemberian obat, misalnya bismut,

arsenik, barbiturat, metoksipromazin, kaptopril, klonidin, interferon,

ketotifen, ergotamin, metronidazol, inhibitor tirosin kinase; dan

telah dilaporkan timbul setelah pemberian agen biologik, misalnya

adalimumab. Terdapat pula laporan erupsi menyerupai pitiriasis

rosea yang timbul setelah vaksinasi difteri, cacar, pneumokokus,

virus Hepatitis B, BCG, dan virus influenza H1 N1.(3)

Hanya terdapat beberapa laporan tentang pityriasis rosea

yang rekuren. Satu laporan menunjukkan bahwa pityriasis rosea

berulang dikaitkan dengan penyakit coryzal dan demam, dan yang

12
lain menunjukkan pityriasis rosea rekuren terkait dengan ulkus

mulut, sementara yang lain tidak menemukan penjelasan untuk

kekambuhan pityriasis rosea. Vaksin dapat memberikan kekebalan

yang didapat secara aktif terhadap penyakit tertentu, dan WHO

menyarankan vaksinasi untuk semua individu selama 9 bulan yang

tinggal di negara atau area berisiko. Vaksin influenza dan hepatitis

B dapat ditoleransi dengan sangat baik dan dikaitkan dengan

tingkat reaksi merugikan yang sangat rendah. Reaksi obat

lichenoid terhadap vaksinasi sangat jarang, namun satu kasus

mengembangkan erupsi obat lichenoid setelah vaksinasi terhadap

virus influenza. Sehubungan dengan kekambuhan pitiriasis rosea

pada pasien kami, satu dikarenakan vaksin influenza A (H1N1)

dan yang lainnya dikaitkan dengan vaksin hepatitis B. Pasien tidak

memiliki riwayat alergi makanan dan menyangkal minum obat, dan

dia negatif untuk sifilis dan antibodi terhadap human

immunodeficiency virus, dan pemeriksaan mikroskopis

mengungkapkan bahwa dia negatif untuk infeksi jamur. Jadi,

stimulasi sistem imun yang diinduksi oleh vaksin atau beberapa

komponen vaksin yang langka mungkin berkontribusi pada etiologi

pitiriasis. Pasien ini berbeda dari pasien dengan pityriasis rosea

rekuren yang dijelaskan sebelumnya. Pertama, ruamnya terkait

dengan suntikan vaksin, bahwa stimulasi sistem kekebalan yang

diinduksi oleh vaksin atau beberapa komponen vaksin yang langka

13
mungkin telah menyebabkan gangguan kulit. Kedua, ruamnya

lebih besar daripada yang biasa ditemukan pada pasien dengan

pityriasis rosea. Ini mungkin terkait dengan reaksi kekebalan yang

lebih kuat, dibandingkan dengan beberapa pasien; Ketiga,

erupsinya tersebar di leher, dada, punggung, dan ekstremitas,

tetapi tidak ada erupsi di perut dan bokong. (1)

Pitiriasis rosea bisa sedikit gatal atau tidak memiliki gejala

sama sekali. Beberapa pasien mungkin memiliki gejala seperti

pilek sebelum ruam muncul. Sebagian besar waktu, lesi yang lebih

besar yang disebut "patch herald" pertama kali muncul di the

trunk. Biasanya berbentuk lingkaran atau oval yang sedikit

bersisik, berukuran setengah dolar atau sedikit lebih besar, dan

mungkin bening di tengahnya. Satu atau 2 minggu kemudian,

banyak versi yang lebih kecil dari patch herald akan muncul di

perut, dada, dan punggung, dan seringkali di paha dan lengan

atas. Ruam sering digambarkan sebagai pola "pohon Natal" di

punggung karena lesi berbaris dalam barisan menyerupai cabang-

cabang pohon. Lesi berwarna merah muda atau salmon pada kulit

putih atau lebih ungu atau merah-coklat pada jenis kulit yang lebih

gelap. Terkadang, anak-anak mungkin mengalami ruam ini lebih

banyak di selangkangan dan ketiak, atau di tangan, kaki, kulit

kepala, dan wajah. Ruam dapat meninggalkan beberapa

perubahan warna, terutama pada orang dengan kulit lebih gelap,

14
dan warna yang pada akhirnya akan hilang.(4)

Ruam ini biasanya didiagnosis berdasarkan penampilan

tanpa perlu pengujian tambahan. Kadang-kadang, dokter dapat

melakukan pengikisan kulit atau melakukan biopsi kulit jika kurang

pasti, dan kadang-kadang akan memerintahkan tes darah untuk

menyingkirkan penyebab ruam lainnya.(4)

Gambar 3: Lesi dalam penyakit pitiriasis rosea(4)

Diagnosis Banding dari pityriasis rosea yaitu:(3)

15
a) Tinea korporis: penyakit ini sering disangka jamur oleh

pasien, demikian pula dokter sering menegakkan

diagnosis sebagai tinea korporis. Gambaran klinis

memang mirip dengan tinea korporis karena terdapat

eritema dan skuama di tepi lesi dan berbentuk anular.

Perbedaannya pada pitiriasis rosea, gatal tidak begitu

berat seperti pada tinea korporis, dengan skuama halus,

sedangkan pada tinea korporis kasar. Pada tinea sediaan

KOH akan positif. Hendaknya dicari pula lesi inisial yang

adakalanya masih ada. Jika telah tidak ada, dapat

ditanyakan kepada penderita tentang lesi inisial. Sering

lesi inisial tersebut tidak seluruhnya eritematosa lagi,

tetapi bentuknya masih tampak oval dan di tengahnya

terlihat

hipopigmentasi.(3)

b) Sifilis sekunder: pada sifilis sekunder terdapat riwayat

chancre dan tidak terdapat riwayat herald patch. Pada

sifilis sekunder terdapat keterlibatan telapak tangan dan

kaki, pembesaran kelenjar getah bening, kondilomata lata,

dan tes serologik sifilis positif. (3)

c) Dermatitis seboroik: pada dermatitis seboroik tidak

ditemukan herad patch, lesi berkembang perlahan, paling

banyak di badan bagian atas, leher, dan skalp, wama

16
lebih gelap, skuama lebih tebal dan berminyak. Kelainan

akan menetap bila tidak diobati. (3)

d) Erupsi obat menyerupai pitiriasis rosea: gambaran klinis

dapat menyerupai pitiriasis rosea klasik, tetapi sering

memberi gambaran atipikal. Lesi biasanya lebih besar,

selanjutnya terjadi hiperpigmentasi dan berubah menjadi

dermatitis likenoid. Perlu dilakukan pemeriksaan riwayat

pemakaian obat.(3)

Medikamentosa: Prinsip: penyakit dapat sembuh spontan,

penglihatan bersifat simtomatis. Terdapat beberapa obat yang

dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut: (2)

1) Topikal

Bila gatal sangat mengganggu: Larutan anti pruritus seperti

calamine lotion dan Kortikosteroid topikal.

2) Sistemik

a. Apabila gatal sangat mengganggu dapat diberikan

antihistamin seperti setirizin 1x10 mg per hari.

Kortikosteroid sistemik.

b. Eritromisin oral 4x250 mg/hari selama 14 hari.

c. Asiklovir 3x400 mg/hari per oral selama 7 hari 6

diindikasikan sebagai terapi pada awal perjalanan

penyakit yang disertai flu like symptoms atau

keterlibatan kulit yang luas.

17
d. Dapat pula dilakukan fototerapi: narrowband ultraviolet

B (NB UVB) dengan dosis tetap sebesar 250 mJ/cm2 3

kali seminggu selama 4 minggu.

18
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan: Kasus ini merupakan laporan langka dari pityriasis rosea

yang rekuren, etiologi mungkin terkait dengan stimulasi sistem kekebalan

yang diinduksi vaksin, atau beberapa komponen vaksin yang langka.

Pasien berhasil diobati dengan kombinasi cetirizine oral, krim steroid

topikal, dan fototerapi narrowband-ultraviolet B.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Li A, Li P, Li Y, Li W. Recurrent pityriasis rosea: A case report.

Hum Vaccin Immunother. 2018 Apr 3;14(4):1024–6.

2. Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. PANDUAN PRAKTIK KLINIS.

2017.

3. Menaldi SL BKIW, Badan Penerbit FKUI. ILMU PENYAKIT KULIT

DAN KELAMIN [Internet]. 2016. Available from: www.bpfkui.com

4. Schadt C. Pityriasis Rosea. Vol. 154, JAMA Dermatology.

American Medical Association; 2018. p. 1496.

20

Anda mungkin juga menyukai