Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

KULIT DAN KELAMIN

Oleh:
Andi Nurfadilah Syam
(70700120030)

Supervisor:
dr. Nurul Rumila Roem, Sp.KK

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua
bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan laporan kasus dalam rangka tugas kepaniteraan klinik
Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Program Pendidikan Profesi Dokter,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar.
Keberhasilan penyusunan laporan kasus ini adalah berkat bimbingan, kerja
sama, serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima penulis
sehingga segala rintangan yang dihadapi selama penulisan dan penyusunan laporan
kasus ini dapat terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan memberikan
penghargaan yang setinggi-tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang terhormat:
1. dr. Nurul Rumila Roem, Sp.KK selaku supervisor pembimbing.
2. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.

Tidak ada manusia yang sempurna, maka penulis menyadari sepenuhnya bahwa
laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala kerendahan hati,
penulis siap menerima kritik dan saran serta koreksi yang membangun dari semua
pihak.
Makassar, 23 Januari 2022

Andi Nurfadilah
Syam
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus
“Pitiriasis Versicolor”
Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui
Pada tanggal ……………………………

Oleh :

Supervisor Pembimbing :

Mengetahui,
dr. Nurul Rumila Roem, Sp.KK
NIP : ………………………….

Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter


UIN Alauddin Makassar

dr. Azizah Nurdin, Sp.OG., M.Kes


NIP : 198409052009012011
BAB 1
SKENARIO KASUS

I. Skenario Kasus
Seorang laki-laki usia 11 tahun datang ke poli kulit dan kelamin dengan
keluan muncul bercak berwarna putih pada wajah dan punggung sejak 2 minggu
yang lalu. Pasien mengeluhkan jika bercak tersebut terasa gatal dan tidak terasa
nyeri. Gatal bertambah pada saat cuaca panas dan berkeringat. Pasien belum
pernah berobat. Riwayat alergi disangkal oleh pasien.

Identitas Pasien
Nama : An.K
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 11 Tahun
II. Anamnesis
- Keluhan Utama: Bercak putih di wajah dan punggung sejak 2 minggu yang
lalu.
- Keluhan Penyerta: Pasien mengeluhkan jika bercak tersebut terasa gatal.
Gatal dirasakan bertambah pada saat cuaca panas dan berkeringat.
- Riwayat penyakit dahulu: -
- Riwayat alergi: -
- Riwayat operasi: -
- Riwayat trauma: -

III. Status Generalis


Dalam batas normal

IV. Pemeriksaan fisik umum dan khusus


Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Status Dermatologi :
Lokasi : Regio facialis dan punggung
Efloresensi : Makula hipopigmentasi
Jumlah : Multiple
Bentuk : Tidak beraturan
Distribusi : Sirkumskripta

V. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
VI. Resume
Telah diperiksakan An. K usia 11 tahun datang dengan keluhan muncul
bercak berwarna putih pada wajah dan punggung sejak 2 minggu yang lalu.
Pasien mengeluhkan jika bercak tersebut terasa gatal. Gatal bertambah pada saat
cuaca panas dan berkeringat. Pasien belum pernah berobat. Riwayat alergi
disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal dan pasien
direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Status Dermatologikus pasien :
Lokasi : Regio facialis dan punggung
Efloresensi : Makula hipopigmentasi
Jumlah : Multiple
Bentuk : Tidak beraturan
Distribusi : Sirkumskripta

VII.Diagnosis
Pitiriasis versicolor

VIII. Differential Diagnosis


- Pitiriasis alba
- Vitiligo

IX. Tatalaksana
- Ketokonazole cream 10 gr 2 kali sehari (pagi dan malam)
- Ketokonazole shampo 2%

X. Komunikasi, Informasi dan Edukasi


- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya disebabkan oleh infeksi jamur
- Edukasi pencegahan jamur seperti mandi dua kali sehari, mengganti pakaian
tiap pagi dan sore hari, mengganti pakaian bila lembab, dan tidak memakai
handuk yang sama dengan orang lain
- Memberitahu pasien bahwa repigmentasi memerlukan waktu yang lama
bahkan sampai setelah sembuh
- Memberitahu pasien agar kulit tetap kering
- Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat
- Edukasi tentang obat yang diberikan dan cara pemakaiannya
BAB II
DISKUSI

A. Definisi
Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial ditandai dengan
perubahan pigmen kulit akibat kolonisasi stratum korneum oleh ragi lipofilik dari
genus Malassezia, Malassezia furfur (dikenal juga sebagai Pityrosporum
orbiculare, Pityrosporum ovale, Malassezia ovalis).1 Ditandai dengan adanya
daerah depigmentasi atau diskolorasi berskuama halus tersebar di sekret atau
konfluen, dan terutama terdapat pada badan bagian atas. Sinonim pitiriasis
versikolor adalah tinea versikolor, dermatomycosis furfuracea, tinea flavea, liver
spots, chromophytosis, tinea alba, achromia parasitica, malasseziasis, panu.2

B. Epidemiologi
Prevalensi pitiriasis versikolor di daerah tropis mencapai 60%, sedangkan di
daerah sub tropis atau daerah empat musim, prevalensi cenderung lebih rendah.
Penyakit ini dapat menyerang semua usia, namun paling banyak pada usia 15-24
tahun, saat aktivitas kelenjar lemak lebih tinggi. Lingkungan yang hangat dan
lembab diperkirakan menjadi salah satu faktor pencetus. Di indonesia, kelainan
ini merupakan penyakit ternyatak yang ditemukan di antara berbagai penyakit
kulit akibat jamur.2

C. Etiologi
PV disebabkan oleh organisme normal pada kulit berupa jamur lipofilik
yang dahulu disebut sebagai Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum ovale,
tetapi saat ini telah diklasifikasikan dalam satu genus Malassezia. Awalnya
dianggap hanya satu spesies, yakni M. furfur, namun analisis genetik
menunjukkan berbagai spesies yang berbeda dan dengan teknik molekular saat
ini telah diketahui 14 spesies yaitu M. furfur, M. sympoidalis, M. globosa, M.
obtusa, M. restricta, M. slooffiae, M. dermatis, M. japonica, M. yamotoensis,
M. caprae, M. nana, M. equine, M cuniculi, dan M. pachydermatis.2
Pitiriasis versikolor dapat terjadi jika keadaan antara host dan flora jamur tak
seimbang. Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi dalam mengganggu
keseimbangan tersebut, yaitu faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen
antara lain produksi kelenjar sebasea dan keringat, genetik, malnutrisi, faktor
immunologi dan pemakaian obat-obatan, sedangkan faktor eksogen adalah suhu
dan kelembaban kulit. Peningkatan sekresi sebum oleh kelenjar sebasea akan
mempengaruhi pertumbuhan berlebih dan organisme yang bersifat lipofilik ini.
Insidensi terjadi pada saat kelenjar sebasea paling aktif yaitu masa pubertas dan
dewasa awal. Pada orang dengan produksi keringat yang berlebih juga memiliki
kecenderungan untuk terjadi pertumbuhan jamur ini, stratum korneum akan
melunak pada keadaan basah dan lembab sehingga mudah dimasuki jamur. Pada
keadaan malnutrisi dan pada penderita dengan penekanan sistem imun akan
memudahkan pertumbuhan jamur oportunis. Faktor terakhir, yaitu suhu dan
kelembaban yang tinggi akan meningkatkan produksi kelenjar sebum dan
keringat sehingga pertumbuhan M. furfur meningkat.1,4

D. Patogenesis
Pitiriasis versicolor timbul bila Malassezia furfur berubah bentuk menjadi
bentuk miselia karena adanya faktor predisposisi, baik eksogen maupun
endogen13.
 Faktor eksogen meliputi suhu, kelembaban udara dan keringat, Hal ini
merupakan penyebab sehingga PVC banyak dijumpai didaerah tropis dan
pada musim panas di daerah sub tropis. Faktor eksogen lain adalah
penutupan kulit oleh pakaian atau kosmetik dimana akan mengakibatkan
peningkatan konsentrasi CO2, mikroflora dan pH7.
 Faktor endogen meliputi malnutrisi, dermatitis seboroik, sindrom cushing,
terapi imunosupresan, hiperhidrosis, dan riwayat keluarga yang positif.
Disamping itu bisa juga karena Diabetes Melitus, pemakaian steroid jangka
panjang, kehamilan, dan penyakit -penyakit berat lainnya yang dapat
mempermudah timbulnya PVC 13.

Patogenesis dari makula hipopigmentasi oleh terhambatnya sinar matahari


yang masuk ke dalam lapisan kulit akan mengganggu proses pembentukan
melanin, adanya toksin yang langsung menghambat pembentukan melanin, dan
adanya asam azeleat yang dihasilkan oleh Pityrosporum dari asam lemak dalam
serum yang merupakan inhibitor kompetitf dari tirosinase 7.
Jamur dapat menyaring sinar matahari dan mengganggu proses pewarnaan
kulit yang normal. Senyawa tertentu yang disintesis oleh Malassezia yang
disebut pityriacitrin bisa menyerap sinar ultraviolet. Metabolit lain Malassezia
seperti asam azaleik dan asam dikarboksilat dapat menyebabkan hipopigmentasi
dengan menghambat enzim tirosinase dan merusak melanosit. Kerusakan yang
lama dari melanosit karena metabolit tersebut dapat menjelaskan mengapa
lesi hipopigmentasi bisa bertahan selama berbulan-bulan dan beberapa bisa
bertahan selama bertahun-tahun 12.

Cara Penularan :
Sebagian besar kasus PVC terjadi karena aktivasi Malassezia furfur pada
tubuh penderita sendiri (autothocus flora), walaupun dilaporkan pula adanya
penularan dari individu lain. Kondisi patogen terjadi bila terdapat perubahan
keseimbangan hubungan antara hospes dengan ragi sebagai flora normal kulit.
Dalam kondisi tertentu Malassezia furfur akan berkembang ke bentuk miselial,
dan bersifat lebih patogenik. Keadaan yang mempengaruhi keseimbangan
antara hospes dengan ragi tersebut diduga adalah faktor lingkungan atau faktor
individual. Faktor lingkungan diantaranya adalah lingkungan mikro pada kulit,
misalnya kelembaban kulit. Sedangkan faktor individual antara lain adanya
kecenderungan genetik, atau adanya penyakit yang mendasari misalnya
Sindrom Cushing atau malnutrisi 6,12.

E. Gejala Klinis
Kelainan kulit PVC sangat superfisial dan ditemukan terutama di badan.
Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur
sampai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi
bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk papulo- vesikular dapat terlihat
walaupun jarang. Kelainan biasanya asymptomatic sehingga adakalanya
penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut10,13.
Lesi PVC terutama dijumpai dibagian atas badan (punggung dan dada) dan
meluas ke lengan atas, leher dan perut atau tungkai atas atau bawah. Dilaporkan
adanya kasus-kasus yang khusus dimana lesi hanya dijumpai pada bagian tubuh
yang tertutup atau mendapatkan tekanan pakaian, misalnya pada bagian yang
tertutup pakaian dalam. Dapat pula dijumpai lesi pada lipatan aksila, inguinal
atau pada kulit muka dan kepala 13.
Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan
alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau
kemungkinan pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering
dikeluhkan penderita. Penderita pada umumnya hanya mengeluhkan adanya
bercak/makula berwarna putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan
(hiperpigmentasi) dengan rasa gatal ringan yang umumnya muncul saat
berkeringat 10.
Pada kulit yang terang, lesi berupa makula cokelat muda dengan skuama
halus di permukaan, terutama terdapat di badan dan lengan atas. Kelainan ini
biasanya bersifat asimtomatik, hanya berupa gangguan kosmetik. Pada kulit
gelap, penampakan yang khas berupa bercak-bercak hipopigmentasi. Hilangnya
pigmen diduga ada hubungannya dengan produksi asam azelaik oleh ragi, yang
menghambat tironase dan dengan demikian mengganggu produksi melanin.
Inilah sebabnya mengapa lesi berwarna cokelat pada kulit yang pucat tidak
diketahui. Variasi warna yang tergantung pada warna kulit aslinya merupakan
sebab mengapa penyakit tersebut dinamakan ‘Versicolor’ 10.

F. Diagnosis
Pemeriksaan dengan lampu wood Pemeriksaan ini dilakukan dikamar atau
ruangan yang gelap sehigga metode ini klinisi harus mempersiapkan ruangan
yang sesuai beserta lampu wood yang akan digunakan untuk mendiagnosis
pasien. Hasil dari pemeriksaan ini kulit yang terkena pitiriasis versikolor akan
berfluoresensi menjadi kuning keemasan. Fluoresensi ini dapat menunjukkan
batas lesi yang terlihat jelas, sehingga kita bisa mengetahui luas lesi, selain itu
dapat juga dipakai untuk evaluasi pegobatan yang sebelumnya13.
Pemeriksaan langsung dengan larutan KOH terhadap sediaan skuama yang
berasal dari kerokan atau menggunakan selotip akan menunjukkan hifa/miselia
jamur yang kasar seperti puntung rokok pendek berbentuk huruf i, j dan v serta
spora bulat dalam jumlah banyak yang cenderung bergerombol sehingga
gambaran khas sebagai spaghetti and meat ball atau banana and grapes. Kadang-
kadang ditemukan spora oval. Temuan miselium memastikan diagnosis, yang
kadangkala lebih dominan daripada spora. Pengecatan dengan larutan KOH 10-
20% dan tinta Parker biru-hitam memberi warna biru pada jamur dan
mempermudah pemeriksaan. Hasil biakan Malassezia dalam media agar
Sabourraud dengan tambahan minyak zaitun tidak bernilai diagnostik oleh karena
Malassezia merupakan flora normal kulit 13.

G. Diagnosis Banding
Oleh karena variasi warna pada lesi pityriasis versicolor maka beberapa
penyakit antara lain vitiligo, kloasma, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, sifilis
stadium-2, pinta, tinea korporis, dan eritrasma perlu dibedakan dengan pitiriasis
versikolor oleh karena tidak dijumpai skuama pada lesi. Dermatitis seboroik,
pitiriasis rosea, sifilis stadium-2, pinta dan tinea korporis menunjukkan tanda
peradangan yang lebih jelas dibandingkan dengan dengan pitiriasis versikolor,
serta tidak menunjukkan skuama halus seperti halnya pitiriasis versikolor.
Eritrasma kadangkala sulit dibedakan dengan pitiriasis versikolor
hiperpigmentasi, tetapi dapat dibedakan dengan fluoresensi merah jambu pada
pemeriksaan dengan lampu Wood 7,11.

H. Penatalaksanaan
Pengobatan PVC dapat dilakukan dengan topikal maupun sistemik.
Pengobatan topikal, terutama ditunjukkan untuk penderita dengan lesi yang
minimal. Obat topikal yang paling sering digunakan adalah selenium sulfida
2,5% dan obat topikal golongan senyawa azol (antara lain ketokonazol 2%,
bifonazol, tiokinazol) dalam bentuk shampoo yang dipakai diseluruh badan
setelah mandi selama 5-15 menit dan kemudian dibilas, dipakai 2-3 kali
seminggu selama 2 minggu. Obat terbinafin 1% juga efektif untuk pengobatan
PVC , dipakai 2 kali sehari selama seminggu dengan angka kesembuhan 80%.
Bisa juga menggunakan solusio sodium tiosulfas 20% yang dioleskan 2 kali
sehari setelah mandi selama 2 minggu. Sampo selenium sulfide dan sodium
tosulfas 20% menyebabkan bau yang kurang sedap serta kadang bersifat iritatif,
sehingga sering menyebabkan pasien kurang taat menjalani pengobatan8,9.
Pengobatan sistemik menggunkan ketokenazol atau itrakonazol juga sangat
efektif untuk PVC yang luas. Dosis untuk ketokenazol bervariasi antara 200mg
perhari selama 7 sampai 10 hari atau 400mg perhari selama 3 sampai 7 hari.
Fluconazole juga efektif bila diberikan 400mg dosis tunggal11.
I. Prognosis
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan secara tekun, dan konsisten, serta
faktor predisposisi dapat dihindari. Lesi hipopigmentasi dapat bertahan sampai
beberapa bulan setelah jamur negatif, hal ini perlu dijelaskan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kimdu RV and Garg A. Yeast Infection: Candidiasis, tinea (pityriasis)


versicolor, and Malassezia (pityrosporum) folliculitis. In: Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ and Wolff K, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p.
2298-311.
2. Bramono K, Budimulja U. Nondermatofitosis : Pitiriasis Versikolor. Dalam:
Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S, Ervianti E, editor.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2018. h. 103-104.
3. Radiono S, Suyoso S, Bramono K. Pitiriasis Versikolor. Dalam: Bramono K,
Suyoso S, Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S, Ervianti E, editor.
Dermatomikosis Superfisialis. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013.
h. 24-34.
4. Hay RJ and Ashbee HR. Mycology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths
C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Oxford: Wiley-Blackwell;
2010. p. 36.10 – 36.12.
5. Partogi D. Pityriasis versikolor dan diagnosis bandingnya [tesis]. Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2008.
6. Rai MK, Wankhade s. Tinea versicolor - an epidemiology. J Microbial
Biochem Technol. 2009;1(1):51-6.
7. Siregar RS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Jakarta: EGC; 2005.

8. Faergemann J, Ausma J, Vandeplassche L, Borgers M. The efficacy of oral


treatment with pramiconazole in pityriasis versicolor: a phase II a trial. Br J
Dermatol. 2007; 156(6): 1385-8.
9. Fergemann J, Todd G, Pather S, Vawda ZFA, Gillies JD, Walford T, et al.
Double- blind, randomized, placebo-controlled, dose-finding study of oral
pramiconazole in the treatment of pityriasis versicolor. J. Am. Acad. Dermatol.
2009; 61(6): 971-6.
10. Nathalia S, Niode NJ, Pandaleke HEJ. Profil pitiriasis versikolor di poliklinik
kulit dan kelamin RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado periode Januari-
Desember 2012. J eCL. 2015; 3(1):186-92.
11. Yosella T. Diagnosis and treatment of tinea cruris. J Majority. 2015; 4(2):1228.
12. Adhi, Djuanda,2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
13. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.

Anda mungkin juga menyukai