Anda di halaman 1dari 34

1

SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2018

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

ACNE VULGARIS

Disusun Oleh :

Agnes Konis, S.Ked (1308012030)


Monika L.I. Abatan, S.Ked (1308011012)
Selestinus L. Lobeqmato, S.Ked (1308012038)

Pembimbing :
dr. I Nyoman Sutama, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK


SMF/ BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES
KUPANG
2018
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

kasih dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas referat pada Kepaniteraan

Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dengan judul “Acne Vulgaris”

tepat waktu. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada sejumlah pihak

yang telah membantu penulisan referat kami, yaitu:

1. dr. I Nyoman Sutama Sp.KK selaku pembimbing yang penuh kesabaran

membimbing dan menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

mengarahkan kami dalam penulisan referat ini.

2. Rekan kelompok penulis atas bantuannya dalam penulisan dan mencari

informasi.

3. Segenap pegawai Poliklinik Spesialis Kulit dan Kelamin yang telah

memberi motivasi bagi kami sehingga penulisan referat ini boleh berjalan

dengan lancar.

4. Seluruh pihak yang telah membantu terlaksananya pembuatan referat.

Demikian referat ini disusun, semoga bermanfaat bagi penulis khususnya

dan pembaca pada umumnya.Penulisan referat ini masih jauh dari kata sempurna,

untuk itu segala kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi

kesempurnaan referat kami. Terima kasih.

Kupang, Juni 2018

Penulis

ii
3

HALAMAN PENGESAHAN

Referat ini diajukan oleh:

1. Nama : Agnes Konis, S.Ked


NIM : 1308012030
2. Nama : Monika L.I. Abatan, S.Ked
NIM : 1308011012
3. Nama : Selestinus L. Lobeqmato, S.Ked
NIM : 1308012038
Telah berhasil dibacakan dan dipertahankan di hadapan para pembimbing klinik

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian komprehensif

di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes

Kupang.
Pembimbing Klinik

1. dr. I Nyoman Sutama, Sp.KK ……………………………

Ditetapkan di : Kupang

Tanggal : Juni 2018

BAB 1
iii
PENDAHULUAN

Acne vulgaris merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul,

pustule, nodus dan kista pada tempat predileksinya. 1 Acne vulgaris bersifat self
4

limited dengan predileksi d wajah, leher, lengan atas, dada, dan punggung serta

dapat menimbulkan jaringan parut dan sikatrik. Walaupun penyakit ini tidak

menyebabkan kematian, namun cukup mengganggu secara fisik dan psikologi 2

Acne/jerawat meupakan penyakit kulit yang sering terjadi, yang dapat

sembuh sendiri. Hampir setiap orang menderita acne. Prevalensinya meningkat

cepat hingga remaja dan menurun ketika makin dewasa. Acne merupakan

penyakit kulit yang sering terjadi dan multifaktorial, hampir setiap orang pernah

menderita acne. Prevalensinya meningkat cepat hingga remaja dan menurun

ketika usia dewasa. Acne menyerang antara 80-100% populasi remaja. Acne

dianggap sebagai hal fisiologis, muncul pada usia remaja umur 15-18 tahun baik

pada pria maupun wanita. Pada wanita, acne timbul sekitar 1 tahun menjelang

menarke, meningkat pada usia remaja dan membaik pada pertengahan usia 20-an,

meskipun dapat menetap sampai decade ke-3 atau lebih.3

Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya acne vulgaris antara lain

genetik, diet, endokrin, obat, trauma, stress, mikroorganisme, kosmetik,

lingkungan, merokok dan musim. Tetapi secara garis besar ada 4 faktor yang

berperan dalam patogenesis acne yaitu hiperploriferasi epidermis folikel

pilosebasea, produksi sebum yang berlebihan, adanya aktivitas P.acne dan proses

inflamasi.3

Gambaran klinis acne vulgaris berupa lesi yang biasanya polimorf, berlokasi

terutama di wajah, dada, punggung, leher dan bahu dengan jumlah dan bentuk lesi

yang bervariasi tetapi ada bentuk lesi yang dominan yang dipakai untuk

menentukan jenis dan derajat keparahan. Lesi dapat dikelompokan menjadi dua
5

jenis yaitu lesi non inflamasi (komedo tertutup dan komedo terbuka) dan lesi

inflamasi (papul, pustul, nodul, dan kista).3

Ada beberapa pendekatan terapi untuk menangani acne vulgaris antara lain

terapi topical, sistemik, hormonal, fototerapi, diet, dan terapi bedah.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISIS
Acne vulgaris (AV) merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, berupa

peradangan kronis folikel pilosebsea dengan penyebab multifaktor dan

manifestasi klinis berupa komedo, papul, pustul, nodus serta kista.2


6

Pada umumnya AV dimulai pada usia (12-15 tahun), dengan puncak tingkat

keparahan pada 17-21 tahun. Akne vulgaris adalah penyakit terbanyak remaja usia

15-18 tahun.2
Selain akne vulgaris, akne dapat dibagi menjadi beberapa tipe klinis laian

yaitu :2
- Akne juvenilis dan infantil
- Occupational acne
- Drug-induced acne
- Akne kosmetika
- Akne ekskorial
- Gram negative folliculitis\
2.2 ETIOLOGI
AV masih belum diketahui. Beberapa etiologi yang diduga terlibat, berupa

faktor intrinsik, yaitu genetic, ras hormonal; dan faktor ekstrinsik berupa stress,

iklim/suhu/kelembaban, kosmetik, diet dan obat-obatan.2

2.3 PATOGENESIS
Terdapat empat patogenesis paling berpengaruh pada timulnya AV, yaitu:2
1. Produksi sebum yang meningkat
2. Hiperproliferasi folikel pilosebasea
3. Kolonisasi Propionibacterium acnes (PA)
4. Proses inflamasi
1. Produksi sebum yang meningkat
Pada individu akne, secara umum ukuran folikel sebasea serta jumlah lobul

tiap kelenjar bertambah. Ekskresi sebum ada di bawah kontrol hormon androgen.
Telah diketahui bahwa akibat stimulus hormone androgen kelenjar sebasea

mulai berkembang pada usia individu 7-8 tahun. Hormone androgen berperan

pada peubahan sel-sel sebosit demikian pula sel-sel keratinosit folikular sehingga

menyebabkan terjadinya mikrokomedo dan komedo yang akan berkembang

menjadi lesi inflamasi.


Sel-sel sebosit dan keratinosit folikel polisebasea memiliki mekanisme seluler

yang digunakan untuk mencerna hormon androgen, yaitu enzim-enzim 5-α-

reduktase (tipe 1) serta 3β dan 7β hidroksisteroid dehidrogenase yang terdapat


7

pada sel sebosit basal yang belum diferensiasi. Setelah sel-sel sebosit

berdiferensiasi kemudian terjadi ruptur dengan melepaskan sebum ke dalam

duktus pilosebasea. Proses diferensiasi sel-sel sebosit tersebut dipicu oleh hormon

androgen yang akan berikatan dengan reseptornya pada inti sel sebosit,

selanjutnya terjadi stimulasi transkripsi gen dan diferensiasi sebosit.


Pada induvidu akne, secara umum produksi sebum dikaitkan dengan respon

yang berbeda dari unit folikel pilosebasea masing-masing organ target, atau

adanya peningkatan androgen sirkulasi, atau keduanya. Misalnya, didapatkan

produksi sebum berlebih pada lokasi wajah, dada dan punggung, meskipun

didapatkan kadar androgen sirkulasi tetap. Sebagai kesimpulan, androgen

merupakan faktor penyebab akne, meskipun pada umumnya induvidu dengan

akne vulgaris tidak mengalami gangguan fungsi endokrin secara bermakna.2


2. Hiperproliferasi folikel pilosebasea
Lesi akne dimulai dengaan mikrokomedo. Lesi mikroskopis yang tidak

terlihat dengan mata telanjang, komedo pertama kali terbentuk dimulai dengan

kesalahan deskuamasise panjang folikel. Beberapa laporan menjelaskan terjadinya

deskuamasi abnormal pada pasien akne. Epitel tidak dilepaskan satu persatu

kedalam lumen sebagaimana biasanya. Penelitian imunohistokimiawi menunjukan

adanya peningkatan proliferasi keratinosit basal dan diferensiasi abnormal dari

sel-sel keratinosit folikukar. Hal ini kemungkian disebabkan berkurangnya kadar

asam linoleat sebasea. Lapisan granulosum mejnadi menebal, tonofilamen dan

butir-butir keratohialin meningkat, kandungan lipid bertambah sehingga lama-

kelamaan menebal dan membentuk sumbatan pada orifisiumfolikel. Bahan-bahan

keratin mengisi folikel sehingga menyebabkan folikel melebar.


8

Pada akhirnya secara klinis terdapat lesi noninflamasi (open/closed comedo)

atau lesi inflamasi, yaitu bila PA berproliferasi dan menghasilkan mediator-

mediator inflamasi.2
3. Kolonisasi Propionibacterium acnes
Propionibacterium acnes (P.acnes) merupakan mikroorganisme utama yang

ditemukan didaerah infra infundibulum dan P.acnes dapat mencapai permukaan

kulit dengan mengikuti aliran sebum. P.acnes akan meningkat jumlahnya seiring

dengan meningkatnya jumlah trigliserida dalam sebum yang merupakan nutrisi

bagi P.acnes.2
4. Proses inflamasi
P.acnes diduga berperan penting menimbulkan inflamasi pada akne vulgaris

dengan menghasilkan faktor kemotaktik dan enzim lipase yang akan mengubah

trigliserida menjadi asam lemak bebas, serta dapat menstimulasi aktivasi jalur

klasik dan alternative komplemen.2


Sel sebasea
1. Sebum
2. Asam lemak
 Akumulasi
Komedosebum P.acnes
 Folikel membesar
tertutup Lesi
 Penumpukan materi Mikrokomedo reaksi
Keratin imunologi inflamasi

 Hiperproliferasi
Komedo  Granul_kerato-hyalin↑
terbuka  Deskuamasi_terganggu

Keratinosit folikular

Gambar 2.1 Progresivitas Lesi Pada Akne

2.4 PATOFISIOLOGI
9

Perubahan pengertian dalam patofisiologi akne membawah perubahan pula

pada tatalaksanan akne. Patofisiolgi akne yang terjadi menawarkan terapi

kombinasi sebagai terapi inisial, guna menekan secara simultan 2 atau 3 fakto-

faktor patogenesis tersebut. Pada akne vulgaris ringan, terutama akne komedonal

dengan beberapa lesi inflamasi, retinoid topikal merupakan terapi pilihan. Semua

retinoid topikal bekerja pada mikrokomedo dan mengurangi komedo serta lesi

inflamasi.

Studi selanjutnya menunjukka pengurangan secara signifikan lesi inflamasi

akne dan komedo pada terapi dengan retinoid topikal yang dikombinasi dengan

antimikroba. Pada akne dengan lesi inflamasi yang dominan, terpi benzoil

peroksida dan atau antibiotika topikal, bersama-sama dengan retinoid topikal

mempercepat penyembuhan lesi inflamasi. Untuk akne sedang dan berat

digunakan antibiotik oral dikombnasi dengan retinoid topikal. Pada kasus akne

berat dan refrakter, misalnya akne nodular atau akne konglobata, isotretinoin oral

adalah terapi pilihan. Untuk kasu yang tidak responsif terhadap terapi

konvensional, terapi hormonal dan isitretinoin oral menjadi pilihan.2

2.5 GEJALA KLINIS

Akne vulgaris mempunyai tempat predileksi di wajah dan leher (99%),

punggung (60%), dada (15%) serta bahu dan lengan atas. Kadang-kadang pasien

mengeluh gatal dan nyeri. Sebagian pasien merasa terganggu secara estetis. Kulit

AV cenderung lebuh berminyak atau sebore, tetapi semua orang dengan sebore

disertai AV.
10

Efloresensi akne berupa: komedo hitam (terbuka) dan putih (tertutup),

papul, pustul, nodus, kista, jaringan parut, perubahan pigmentasi. Komedo terbuka

(black head) dan komedo tertutup (white head) merupakan lesi non-inflamasi,

papul, pustul, nudus dan kista merupakan lesi inflamasi.2

Manifestasi klinis akne dapat berupa lesi non inflamasi (komedo terbuka

dan komedo tertutup), lesi inflamasi (papul dan pustul), nodul dan kista: 3

1) Komedo

Komedo adalah tanda awal dari akne. Sering muncul 1-2 tahun sebelum

pubertas.9 Komedogenic adalah proses deskuamasi korneosit folikel dalam duktus

folikel sebasea mengakibatkan terbentuknya mikrokomedo (mikroskopik komedo)

yang merupakan inti dari patogenesis akne. Mikrokomedo berkembang menjadi

lesi non inflamasi yaitu komedo terbuka dan komedo tertutup atau dapat juga

berkembang menjadi lesi inflamasi.3

a. Komedo terbuka

Disebut juga blackhead secara klinis dijumpai lesi berwarna hitam

berdiameter 0,1-3mm, biasanya berkembang waktu beberapa minggu. Puncak

komedo berwarna hitam disebabkan permukaan lemaknya mengalami oksidasi

dan akibat pengaruh melamin.3


11

Gambar 2.2 Komedo Terbuka

b. Komedo tertutup

Disebut juga whitehead secara klinis dijumpai lesinya kecil dan jelas

berdiameter 0,1-3mm, komedo jenis inidisebabkan oleh sel-sel kulit mati dan

kelenjar minyak yang berlebihan pada kulit. Secara berkala pada kulit terjadi

penumpukan sel-sel kulit mati, minyak dipermukaan kulit kemudian menutup sel-

sel kulit dan terjadilah sumbatan.3

Gambar 2.3 Komedo Tertutup


12

2) Jerawat biasa

Jerawat jenis ini mudah dikenal, tonjolan kecil berwarna pink atau

kemerahan. Terjadi karena terinfeksi dengan bakteri. Bakteri ini terdapat

dipermukaan kulit, dapat juga dari waslap, kuas make up, jari tangan juga telepon.

Stres, hormon dan udara lembab dapat memperbesar kemungkinan infeksi jerawat

karena kulit memproduksi minyak yang merupakan perkembangbiakannya bakteri

berkumpul pada salah satu bagian muka.3

a. Papula

Penonjolan padat diatas permukaan kulit akibat reaksi radang, berbatas

tegas dan berukuran diameter <5mm. Papul superfisial sembuh dalam 5-10 hari

dengan sedikit jaringan parut tetapi dapat terjadi hiperpigmentasi pasca inflamasi

terutama remaja dengan kulit yang berwarna gelap. Papul yang lebih dalam

penyembuhannya memerlukan waktu yang lebih lama dan dapat meninggalkan

jaringan parut.3

b. Pustula

Pustul akne vulgaris merupakan papul dengan puncak berupa pus. Letak

pustula bisa dalam ataupun superfisial. Pustula lebih jarang dijumpai

dibandingkan papula dan pustula sering dijumpai pada akne vulgaris yang parah.3

c. Nodul

Nodul pada akne vulgaris merupakan lesi radang dengan diameter 1 cm

atau lebih, disertai dengan nyeri.3

3) Cystic Acne/jerawat Kista (jerawat batu)


13

Acne yang besar dengan tonjolan-tonjolan yang meradang hebat, berkumpul

diseluruh muka. Penonjolan diatas permukaan kulit berupa kantong yang berisi

cairan serosa atau setengah padat atau padat. Kista jarang terjadi, bila terbentuk

berdiameter bisa mencapai beberapa sentimeter. Jika diaspirasi dengan jarum

besar akan didapati material kental berupa krem berwarna kuning. Lesi dapa

menyatu menyebabkan terbentuknya sinus, terjadi nekrosis dan peradangan

granulomatous. Keadaan ini sering disebut akne konglobata. Penderita ini

biasanya juga memiliki keluarga dekat yang juga menderita akne yang serupa.3

4) Parut

Jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan dermis yang sudah hilang. Sering

disebabkan lesi nodulokistik yang mengalami peradangan yang besar. Ada

beberapa bentuk jaringan parut, antara lain: 3

a. Ice-pick scar merupakan jaringan parut depresi dengan bentuk ireguler

terutama pada wajah

b. Fibrosis peri-folikuler ditandai dengan cincin kuning disekitar folikel.

c. Jaringan parut hipertrofik atau keloid, sering terdapat didada, punggung,

garis rahang (jaw line) dan telinga, lebih sering ditemukan pada orang

berkulit gelap.

2.6 DIAGNOSIS
Akne vulgaris ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Saat ini klasifikasi yang digunakan di Indonesia (oleh FKUI/RSCM) untuk

menentukan derajat AV. Yaitu ringan, sedang, dan berat, adalah klasifikasi

menurut Lehmann dkk.(2002). Klasifikasi tersebut diadopsi dari 2nd Acne Round
14

Table Meeting (South East Asia), Regional Consensus on Acne Management, 13

Januari 2003, Ho Chi Minh City-Vietnam.


2.1.1 Anamnesis
Pada anamnesis kita dapat menanyakan mengenai letak pertama kali

munculnya lesi, karena penyakit ini merupakan penyakit yang muncul pada

daerah yang menghasilkan sebum. Lesi acne vulgaris lebih sering muncul pada

wajah, daerah punggung, dada, dan bahu.


Selain letak lesi dapat pula ditanyakan mengenai bentuk lesi pertama kali

muncul. Untuk memastikan hal ini dilakukan pemeriksaan inspeksi pada pasien.

Pada wanita siklus menstruasi juga kadang mempengaruhi timbulnya acne

vulgaris karena pengaruh hormonal. Beberapa riwayat konsumsi obat-obatan juga

perlu ditanyakan, karena beberapa oabat dapat menginduksi munculnya acne

vulgaris seperti steroid, kortikotropin, fenitoin, isoniazid, obat kemoterapi tertentu

seperti epidermal growth factor receptor inhibitor (EGFRI).


2.1.2 Pemeriksaan Fisik
Lokasi utama dari acne vulgaris adalah pada wajah, dan sedikit pada

punggung, dada dan bahu. Pada daerah badan, lesi lebih sering pada garis tengah

tubuh. Penyakit ini memiliki beberapa tipe lesi secara klinis. Walaupun salah satu

tipe mungkin lebih dominan. Inspeksi yang lebih cermat dapat memperlihatkan

bahwa adanya beberapa lesi. Lesi-lesi yang muncul bias lesi non-inflamasi

ataupun lesi inflamasi. Lesi non-inflamasi adalah komedo yang terdiri dari

komedo tertutup dan komedo terbuka (blackhead). Komedo yang terbuka Nampak

datar dengan sedikit elevasi pada sentral lesi dan adanya folikel lipid dan keratin

berwarna gelap. Komedo tertutup (whitehead) berlawanan dengan komedo

terbuka karena agak susah diamati. Komedo ini pucat, sedikit elevasi berupa papul
15

kecil. Saat melakukan pemeriksaan fisik dibutuhkan peregangan pada kulit dapat

membantu mendeteksi lesi.

Gambar 2.4 (A). komedo tertutup, (B). Komedo terbuka,


(C). Papul yang mengalami inflamasi, (D). Nodul

Tabel 2.1 Gradasi Akne

Derajat Lesi
Akne ringan Komedo < 20, atau
Lesi inflamasi < 15, atau
Total lesi < 30
Akne sedang Komedo 20-100, atau
16

Lesi inflamasi 15-50, atau


Total lesi 30-125
Akne berat Kista > 5 atau komedo <100, atau
Lesi inflamasi > 50, atau
Total lesi > 125

Ringan Sedang Berat

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding untuk akne vulgaris antara lain : 1,2

1. Erupsi akneiformis

Lesi ini disebabkan oleh obat-obatan. Klinis berupa erupsi papulopustul

mendadak tanpa adanya komedo hampir diseluruh bagian tubuh, dapat disertai

demam dan dapat terjadi pada semua usia.

2. Folikulitis

Peradangan folikel rambut yang disebabkan oleh Staphylococcus sp. Gejala

klinisnya rasa gatal dan rasa gatal di daerah rambut berupa makula eritem disertai

papul atau pustul yang ditembus oleh rambut

3. Folikulitis pityrosporum

Merupakan radang pada folikel pilosebasea yang disebabkan oleh

Malassezia. Lesi biasanya terdapat di dada, punggung, leher, dan lengan, berupa
17

papul eritematosa atau pustul perifolikular berukuran 2-3 mm. Gatal lebih sering

dijumpai.

4. Dermatitis perioral

Gejala klinis berupa papul eritema atau papulo pustul dengan ukuran 1-3mm

terletak didagu, cekungan nasolabial dan sekitar mulut disertai skuama dan rasa

gatal.

5. Rosacea

Merupakan penyakit peradangan kronis pada kulit muka. Penyakit ini

ditandai dengan eritema yang persisten, disertai telangiektasis, papul dan pustul,

kadang-kadang diserta hipertrofi kelenjar sebasea tetapi tidak ditemukan komedo.

6. Dermatitis seboroik

kelainan kulit papuloskuamosa kronis yang umum dijumpai pada anak dan

dewasa. Dapat ditemukan skuama kuning berminyak, eksematosa ringan, kadang

kala disertai rasa gatal dan menyengat.

7. Akne agminata

Adalah penyakit inflamasi kronik yang ditandai dengan papul yang berwarna

kekuningan pada daerah wajah .

8. Adenoma sebaseum

Sering merupakan manifestasi kulit dari penyakit tuberous sclerosis.Nampak

sebagai papul merah muda sampai merah diwajah yang timbul sejak usai anak-

anak atau pubertas.Lesi ini merupakan angiofibroma.


18

2.8 TATALAKSANA
Tujuan pengobatan acne vulgaris terdiri dari mempercepat penyembuhan,

mencegah pembentukan acne baru, dan mencegah jaringan parut yang permanen.

Untuk memilih pengobatan topical yang tepat perlu ditentukan oleh keadaan kulit

pasien, tipe lesi akne vulgarisnya apakah non inflamasi (komedo terbuka dan

tertutup) atau inflamasi (papul dan pustula) dan derajat keparahannya. Penderita

dengan akne vulgaris yang ringan biasanya cukup dengan terapi topikal. Beberapa

sediaan topical antara lain asam salisilat, sulfur, benzoil peroksida, asam azeleat

dan beberapa antibiotik. Pembagian terapi akne vulgaris topical terdiri dari terapi

lini pertama yaitu retinoid, BPO, tretinoin, adapalen, tazarotene, eritromisin,

klindamisin dan asam azeleat sedangkan terapi lini kedua ada agen keratolitik

misalnya asam salisilat dan sulfur.

Tatalaksana AV dibagi atas :


A. Prinsip Umum
Diperlukan kerjasama antara dokter dan pasien. Harus berdasarkan

penyebab/faktor-faktor pencetus, patogenesis, keadaan klinis, gradasi akne

dan aspek psikologis


B. Penatalaksanaan umum
Mencuci wajah minimal 2 kali sehari
C. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Terapi topical untuk Akne terdiri dari :
a. Retinoid
Merupakan derivate vitamin A yang berfungsi untuk menormalkan

proses proliferasi dan bersifat komedolitik. Preparat topikal asam vitamin

A (tretinoin, all-trans retinoic acid dan sintetiknya). Retinoid yang masuk


19

kedalam kulit bergantung pada reseptor intranukleus yang bekerja sebagai

factor transkripsi yaitu retinoid acid receptors (RARs) dan retinoid X

receptor (RXRs). Topical retinoid terdiri dari tretinoin, adapalen,

tazarotene dan beberapa topical isotretinoin.


1. Tretinoin
Merupakan retinoid topical yang efektif sebagai monoterapi pada

penderita acne non inflamasi atau inflamasi ringan atau sedang. Obat

ini efektif dan merupakan agen komedolitik yang meningkatkan

pergantian sel epitel folikel dan menormalkan corneocyte sheeding

sehingga menghambat pembentukan komedo serta menurunkan

jumlah lesi dari akne. Tretinoin sangat efektif menurunkan jumlah

lapisan sel stratum korneum dari 14 menjadi 5 lapisan. Penggunaan

agen antibakteri dengan tretinoin secara bersama-sama dapat

menurunkan keratinisasi dan menghambat Propionibacterium Acnes

dan menurunkan inflamasi.


Tretinoin tersedia dalam bentuk gel, krim atau cairan dengan

konsentrasi 0,025%, 0,05% dan 0,1%. Bentuk krim mempunyai

potensi terkecil dan cairan mempunyai potensi terbesar. Sediaan

retinoid topical mempunyai efek samping yakni kulit terlihat kering,

bias mengelupas, kemerahan, rasa terbakar, gatal, menimbulkan iritasi

kulit dan fotosensitifitas. Tretinoin digunakan dalam jumlah sedikit

pada kulit yang bersih dan kering, karena dapat mengiritasi terutama

bila diikuti oleh paparan sinar matahari, sehingga untuk

meminimalkan iritasi obat ini sebaiknya dioleskan sekali pada malam

hari sebelum tidur sama halnya dengan BPO (benzoil peroksida),


20

diberikan mulai dengan konsentrasi kecil. Iritasi kulit akan berkurang

pada penggunaan ulang. Obat ini biasanya digunakan mulai 2-3 kali

seminggu dan pelan-pelan dinaikkan sampai sekali setiap malam

dalam 2 bulan. Pasien harus diberitahukan bahwa mungkin dalam

penggunaan terapi satu minggu pertama dapat timbul pustule pada

terapi dan terapi dapat diberhentikan atau diturunkan. Pada ibu hamil

tidak dianjurkan karena ada efek samping teratogenik.


2. Adapalen
Adapalen adalah generasi ketiga dari retinoid, diindikasikan untuk

akne yang ringan sampai sedang. Mekanisme kerja sama dengan

tretinoin. Sediaannya gel, krim dan solusio 0,1% yang diberikan satu

kali sehari pada sore hari. Studi menunjukkan bahwa gel adapalen 0,1%

lebih efektif dan kurang mengiritasi dibandingkan dengan gel tretinoin

0,025%. Campuran adapalen 0,1% dengan BPO 2,5% dalam bentuk gel

dilaporkan merupakan kombinasi yang ideal untuk mengobati akne

inflamasi ringan sampai sedang karrena memberikan efektivitas dan

tolerabilitas yang baik selama 12 minggu pengobatan. Efek samping

yang dapat terjadi adalah iritasi kulit, ekseserbasi lesi akne pada awal

pengobatan dan fotosensitivitas.


3. Tazaroten
Tazaroten merupakan produk dan hasil sintetik dari retinoid

asetilen, yang dikonversi ke bentuk yang katif yaitu asam tazarotenat

setelah terapi topical digunakan. Ini merupakan generasi baru dari

retinoid dan juga selektif mengikat RARs dan dapat mengubah

proliferasi sel, diferensiasi sel dan inflamasi. Tazaroten digunakan


21

untuk pengobatan akne vulgaris yang ringan sampai sedang dan bersifat

keratolitik dan anti inflamasi. Tazaroten 0,1% dan 0,05% gel dan krim

sangat efektif daripada vehikulum untuk terapi acne vulgaris. 0,1% gel

lebih efektif dibandingkan 0,05% gel dalam menurunkan jumlah lesi.

Efek samping dari penggunaan tazaroten adalah eritem, gatal, nyeri, dan

rasa terbakar. Untuk mengurangi efek samping ini dapat dilakukan

short-contact tazaroten therapy yaitu penggunaan gel tazaroten 0,1% 1-

2 kali sehari hanya selama 2-5 menit. Pada ibu hamil tidak dianjurkan

karena memiliki efek teratogenik.


b. Benzoil Peroksida (BPO)
BPO merupakan terapi topical yang banyak diresepkan oleh

dermatologi dan agen mikrobakterial yang merupakan bakteriostatik kerja

cepat dan bactericidal terhadap P.acne. BPO tersedia dalam bentuk sabun,

lotion, krim, gel serta berkisar dari konsentrasi 1-5%. Konsentrasi 10%

tidak tepat diberikan karena memberikan iritasi. Sediaan gel lebih baik

digunakan daripada sediaan lotion, krim dan sabun. Kulit yang basah lebih

sensitive terkena iritasi dari BPO. Pasien sebaiknya diberitau untuk

pemakaian terapi topical BPO diberikan pada kulit yang kering (30menit

setelah mandi) untuk menurunkan iritasi. bPO sangat sensitive jika terkena

matahari dan kulit bagian periorbital, perinasal, dan perioral skin sehingga

dianjurkan pemberian BPO pada saat malam hari.


c. Asam Azeleat

Asam azeleat mempunyai struktur asam dikarboksilat yang mempunyai

sifat antibakteri, antiinflamasi dan komedolitik. Efek asam azeleat adalh

menormalisasikan proses keratinisasi/komedolitik yang berakibat


22

menurunkan ketebalan stratum korneum dan menurunkan jumlah dan

ukuran keratohialin dan filagrin, antimikroba dengan menghambat sintesis

protein dan enzim oksidoreduktase sehingga terjadi gangguan pada proses

glikolisis bakteri. Asam azeleat digunakan untuk terapi akne yang ringan

sampai sedang yang tidak toleran terhadap BPO. Asam azeleat tersedia

dalam bentuk krim atau gel 20% (azelex) yang digunakan 2 kali sehari

pada area bersih dan kering. Efek samping yang dpat terjadi adalah kulit

kering, rasa gatal/panas dan hipopigmentasi.

d. Eritromisin
Eritromisin termasuk antibiotic golongan makrolid, efektif untuk

kuman gram positif dan negative. Antibiotik ini dihasilkan oleh

Streptomyces erythreus dan digunakan untuk pengobatan akne karena

mempunyai efek mengikat ribosom 50S bakteri dan menghalangi

translokasi molekul peptidil-Trna dari akseptor ke pihak donor, bersamaan

dengan pembentukan rantai polipeptida dan menghambat sintesis protein

serta sebagai antiinflamasi.


Eritromisin dengan atau tanpa penambahan zinc sangat membantu

dalam pengobatan terhadap acne. Namun kombinasi dengan zinc

memungkinkan peningkatan penetrasi dari eritromisin kedalam jaringan

pilosebaseus.
Kombinasi dari eritromisin dengan BPO lebih baik daripada kombinasi

eritromisin dengan tretinoin. Eritromisin topical menekan jumlah asam

lemak bebas dalam sebum dan tersedia dalam sediaan solusio, gel dan

salap 1,5-2% sebagai bahan tunggal digunakan 2 kali sehari.


23

e. Klindamisin
Klindamisin adalah antibiotic semisintetik golongan linkosamid yang

diturunkan dari linkomisin. Mekanisme kerjanya mirip dengan eritromisin

yaitu mengikat ribosom 50S dan menekan sisntesis protein bakteri.

Klindamisin tersedia dalam bentuk gel, solusio dan suspense (losio) 1%

untuk pengobatan akne. Tersedia kombinasi dengan benzoil peroksida

yang dapat mengurangi resistensi P.acnes terhadap klindamisin. Efek

samping berupa diare dan colitis pseudomembran. Topical klindamisin

menghambat P.acne dan dapat menjadi agen komedolitik dan

antiinflamasi. 3,5
f. Asam salisilat
Asam salisilat merupakan agen keratolitik yang digunakan sebagai obat

penyakit-penyakit dengan hiperkeratolitik. Asam salisilat merupakan

betahydroxy acids yang larut dalam lemak dan mengurangi adhesi dari

korneosit. 4
Asam salisilat adalah zat keratolitik yang tertua yang dikenal dalam

pengobatan topical, terdapat dalam tumbuhan atau buah; larut dalam lemak

(lipofilik), air, etanol dan eter; tersedia dalam konsentrasu 2-3% dalam

bentuk krim dan losio; dan bekerja di lapisan atas epidermis. Bahan ini

digunakan untuk mengobati akne karena bersifat anti-bakteri, antiinflamasi

dan keratolitik sehingga menghambat komedogenesis dengan

mengingkatkan deskuamasi epitel folikel rambut. Pemakaiannya adalah 1-

2 kali sehari. Efeknya mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasikan

keratinisasi yang terganggu. Pada konsentrasi rendah (1-2%) mempunyai

efek keratoplastik, yaitu menunjang pembentukan keratin yang baru. Pada


24

konsentrasi 1-2% dipakai sebagai kompres yang bersifat antiseptic, pada

konsentrasi 3-20% bersifat keratolitik, pada konsentrasi yang sangat tinggi

(40%) dipakai untuk kelainan-kelainan yang lebih dalam.


Konsentrasi asam salisilat yang dipakai untuk pengobatan topical akne

adalah 2-5%. Kombinasinya dengan asam glikolat dilaporkan lebih efektif

daripada BPO maupun asam salisilat sendiri. Sebagai bahan peeling, asam

salisilat dilarutkan dalam etanol dengan konsentrasi 20-30% atau

dikombinasikan dengan resorsinol dan asam trikloroasetat sebagai larutan

Jessner masing-masing dengan konsentrasi 14% dalam etanol. 3


Efek samping yang dapat terjadi adalah iritasi kulit dan mukosa serta

merusak sel epitel selain itu terdapat juga, eritema, deskuamasi, dan kulit

kering.3,4
g. Sulfur
Sulfur merupakan unsur yang telah digunakan berabad-abad dalam

dermatologi dan merupakan agen keratolitik. Bersifat anti-seboroik, anti

akne, anti scabies, anti bakteri gram positif dan anti jamur. Sulfur

digunakan adalah sulfur dengan tingkat terhalus yaitu sulfur presipitatum

(belerang endapan) berupa bubuk kuning kehijauan. Biasanya dipakai

konsentrasi 4-8%.1,4
25

Gambar 2.5 Algoritma Terapi untuk Akne


Sumber : Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 7th Ed

Terapi sistemik untuk Akne


A. Kelompok Antibiotik
a) Tetrasiklin
Antibiotic yang paling dikenal untuk mengobati akne adalah tetrasiklin.

Walaupun penggunaan tetrasiklin oral tidak mempengaruhi produksi sebum,

tetapi penggunaan tetrasiklin dapat menurunkan konsentrasi asam lemak

bebas. Tetrasiklin memiliki afinitas sel radang dan bakteri, dan antiinflamasi.
Tetrasiklin memegang peranan dalam menejemen akne dan

dipertimbangkan sebagai pilihan pertama dalam penggunaan antibiotic oral

pada akne. Yang paling sering dipakai adalah golongan pertama (tetrasiklin

HCL dan oksitetrasiklin) dan generasi kedua siklin (doksisiklin, minosiklin

dan limesiklin). Generasi kedua siklin mempunyai profil farmakokinetik lebih

baik yang dipercaya berhubungan dengan peningkatan efektivitas antiakne

tetapi harganya lebih mahal. 2


Obat-obatan yang bersifat lipofilik lebih mudah berpenetrasi ke dalam

mikrokomedo dan mempunyai keuntungan secara bakteriologik dan klinis


26

pada pasien akne. Antibiotik yang bersifat lipofilik seperti minosiklin,

doksisiklin, tetrasiklin lebih efektif mengurangi P.acnes bila digunakan

dengan peroral.
Keuntungan efek tetrasiklin berhubungan dengan inhibisi P.acnes yang

berkaitan dengan reduksi asam lemak bebas sebum dan lipase ekstrasel. Efek

tetrasiklin pada akne bukan hanya pada efek antimikrobanya tetapi pada

kemampuan mengurangi kemotaksis neutrophil serta efek inhibisi sitokin dan

metalloproteinase matriks 9 (MMP9). Tetrasiklin menghambat lipase bakteri

lebih efektif daripada eritromisin.


Rata-rata dosis tetrasiklin yang dipakai bervariasi antara 375-1000mg/hari,

sedangkan untuk minosiklin 50-100mg/hari dan 150-300mg/hari untuk

limeksiklin. Penelitian menunjukkan bahwa dosis doksisiklin sub antimikroba

(40mg/hari) menurunkan sebagian besar lesi inflamasi dan lesi non inflamasi

pada pasien akne moderate.


Dosis inisial tetrasiklin adalah 500 mg yang diberikan dua kali sehari

selama paling sedikit 6 minggu atau 1-2 bulan. Dengan adanya perbaikan

akne, dosis dapat dikurangi sampai 250-500 mg/hari. Dapat diberikan dosis

tinggi sampai 1500 mg/hari bahkan lebih besar pada akne konglobata.

Kondisi pasien harus di amati setiap 3 bulan, dilihat apakah ada respon yang

memuaskan atau tidak. Oabat sebaiknya diminum saat perut kosong atau

paling tidak 1 jam sebelum makan dan jangan minum bersamaan dengan

susu.
Efek samping termasuk traktus gastrointestinal mungkin terjadi pada

penggunaan tetrasiklin. Kelemahaan penggunaan tetrasiklin termasuk

hepatotoksik dan predisposisi untuk superinfeksi (kandidiasis vaginalis) dan


27

jarang terjadi hipertensi intracranial jika di kombinasikan dengan retinoid

sistemik yang ringan. Tetrasiklin sebaiknya tidak digunakan pada anak

dibawah 10 tahun atau pada wanita yang hamil karena resiko pelunturan

warna gigi jika digunakan pada anak-anak dan menghambat perkembangan

tulang pada fetus. 5


Tetrasiklin digunakan pada pengobatan untuk akne yang sedang sampai

berat. Terapi oral dapat diberikan 6-8 bulan, yang dikombinasikan dengan

terapi topical. Jika setelah 3 bulan tidak ada perbaikan makan terapu topical

perlu dipertimbangkan.8
b) Doksisiklin
Doksisiklin adalah tetrasiklin yang sering digunakan untuk akne

sedang sampai berat. Ini lebih efektif dan cenderung kurang menyebabkan

resistensi dibandingkan tetrasiklin. Doksisiklin dapat menimbulkan

fotosensitivitas dan fototoksik. Fototoksik terjadi pada 3% penderita yang

menggunakan doksisiklin. Dosis inisial adalah 100 mg dua kali sehari.

Doksisiklin dapat diberikan dalam dosis terbagi 100/200 mg/hari dan dapat

lebih rendah sampai 50 mg/hari sampai ada perbaikan.2


c) Eritromisin
Eritromisin dapat digunakan pada pasien yang mengalami kesulitan untuk

mengkonsumsi tetrasiklin dalam keadaan perut kosong. Eritromisin tidak

bersifat fototoksik. Dosis dimulai dari dua kali 200 mg sehari hingga tiga kali

500 mg per hari. Efek samping pemberian beberapa pasien adalah diare,

muntah, dan kembung.


Eritromisin merupakan antibiotic yang paling sering menjadi resisten dan

yang jarang resisten adalah doksisiklin dan minosiklin. Untuk menghindari


28

resisten sebaiknya menghindari antibiotic monoterapi, batasi penggunaan

antibiotic jangka panjang, kombinasikan penggunaan benzoyl peroxide.6


d) Roksitromisin
Seperti eritromisin, roksiromisin adalah antibiotic golongan makrolid dan

dilaporkan efektif terhadap akne dengan antiinflamasi. Obat ini juga

mengurangi efek androgen pada pembentukan akne.


e) Azitromisin dan Klindamisin
Azitromisin adalah derivate eritromisin yang aman dan efektif sebagai

terapi alternative untuk akne inflamasi yang sedang dan berat. Dengan waktu

paruh 68 jam, sehinggga pemberiannya cukup 3 kali seminggu. Diberikan

500 mg perhari 3 sampai 4 hari seminggu selama 4 minggu.


Klindamisin sangat efektif untuk terapi akne tetapi efek sampingnya pada

penggunaan jangka panjang adalah memungkinkan terjadinya

pseudomembranous colitis. 5
f) Dapson
Dapson bermanfaat pada inflamasi akne yang berat dan dipilih dengan

kasus sudah resisten dengan pengobatan. Dosisnya 50-100 mg per hari selama

3 bulan. Walaupun tidak selektif seperti isotretinoid, dapson relative murah

dan sebaiknya dipikirkan untuk penanganan akne berat.


g) Isotretinoid
Retinoid oral, isotretinoid merupakan agen sebosupresif yang paling

selektif yang berefek pada seluruh etiologi dan factor yang mempengaruhi

akne antara lain memacu pengecilan kelenjar sebasea, penurunan sukresi

sebum dan mengubah komposisi sebum, menghambat pertumbuhan P.acne di

folikel, emghambat inflamasi dan mengubah pola keratinisasi di folikel

(memperkecil ukuran dan meningkatkan diferensiasi).


Obat ini bias digunakan pada pasien yang gagal melakukan terapi

konvensional, pasien yang mempunyai akne yang berpotensi menyebabkan


29

scar, akne yang relapsnya kronik dan mereka yang mengalami akne yang

berat dan menyebabkan distress psikologi. 5


Efek yang ditimbulkan sekitar 90% pasien yang mendapat terapi

isotretinoid berefek kurang baik pada mukokutaneus seperti kekeringan

mukosa mulut, hidung, mata. Jarang mempengaruhi mukosa genito anal. Pada

80% kasus didapatkan ceilitis dan deskuamasi kulit.


Gangguan metabolism lipid juga terjadi, ditunjukkan oleh meningkatnya

kolesterol darah dan trigliserid, fungsi hati dan lipid serum harus di

monitoring biasanya pada awal terapi, minggu ke 4 dan ke 8. Efek yang serius

ditimbulkan adalah peningkatan kreatinin phosphokinase dan glukosa darah,

fotosensitivitas, pseudotumor cerebri, peningkatan jaringan granulasi,

hepatomegali dengan fungsi hati yang abnormal, arthralgia, kekakuan otot

dan sakit kepala.


Kontraindikasinya adalah pasien dengan hyperlipidemia, diabetes mellitus

dan osteoporosis yang berat. Kadang-kadang obat ini juga dapat

menyebabkan perubahan mood, depresi dan efek psikologis lainnya.


Dosis isotretinoid berkisar antara 1 sampai 1,5 mg/kg/bb perhari. Efek

optimal didapat pada dosis kumulatif 120-150 mg/kg. rata-rata pengobatan

selama 6 bulan sudah cukup untuk pasien, tetapi perlu diamati yang dosis

awalnya 1 mg/kg/hari selama 3 bulan, lalu dikurangi sampai 0,5 mg/kg/bb

dan jika memungkinkan 0,2 mg/kg/hari untuk 3 sampai 9 bulan tambahan

agar terapi optimal. Dari beberapa penelitian mengatakan setelah 2 sampai 4

minggu pengobatan terjadi 50% pengurangan pustule. Pustule lebih cepat

sembuh daripada papul atau nodul. Walaupun obat ini mahal, tetapi

isotretinoid lebih hemat daripada penggunaan antibiotic jangka panjang.


2. Non-medikamentosa
30

KIE kepada pasien sebagai berikut :


a. Diet
Belakangan ini banyak ketertarikan untuk menghindari makanan-

makanan seperti ikan, coklat, makanan yang manis, susu, dan makanan

yang berlemak untuk diet pasien yang menderita akne. Belum ada bukti

yang mendukung eliminasi makanan-makanan tersebut walaupun beberapa

pasien mengatakan penyakitnya bertambah parah setelah mengkonsumsi

makanan tersebut terutama coklat. 14


Adanya spekulasi bahwa mengkonsumsi glikemik tinggi karbohidrat

pada remaja dapat menyebabkan hiperinsulinemia akut dimana

mempunyai peranan dalam patofisiologi akne dalam hal ini berkaitan

dengan peningkatan bioaviabilitas dan konsentrasi bebas IGF-1.


Menghindari makanan yang mengandung susu dan diet rendah

glikemik harus dengan pola makan makanan rendah glikemik akan sangat

membantu dalam menjadi bagian dari kehidupan setiap hari. Pasien harus

mengetahui bahwa dalam perbaikan lesi akne, menghindari resiko obesitas

dan menjaga badan tetap sehat.16


b. Jangan membersihkan wajah secara berlebihan. Tindakan

membersihkan wajah secara berlebihan menyebabkan kulit kering dan

iritasi sehingga merangsang produksi sebum secara berlebihan yang

menyebabkan akne semakin parah. Disarankan membersihkan wajah 2

kali sehari.
c. Jangan membersihkan wajah dengan bahan eksfoliatifa yang kasar

karena akan mengiritasi akne atau menyebabkan kulit terkelupas

sehingga memperburuk akne


31

d. Jangan menggunakan toner dengan konsentrasi alcohol yang tinggi

karena akan menyebabkan kelenjar sebasea memproduksi lebih

banyak sebum.
e. Jangan memijat-mijat akne dengan jari atau alat apapun karena dapat

menyebabkan bakteri masuk lebih dalam sehingga terjadi inflamasi

yang lebih parah dan juga dapat terjadi kerusakan pada kulit

sekitarnya sehingga akan menyebabkan skar permanen.


f. P.acnes merupakan flora normal kulit yang tidak akan menyebabkan

akne jika tidak terperangkap pada folikel rambut sehingga memegang

kulit wajah terlalu sering akan menyebabkan bakteri masuk ke dalam

pori-pori kulit.
g. Banyak penelitian membuktikan bahwa makanan tidak berhubungan

dengan akne, tetapi bukan berarti kita tidak boleh melakukan

kebiasaan diet yang mengandung banyak gula atau lemak.


h. Make up bias menyebabkan akne antara lain foundation, tabir surya,

dan cover mark. Saat ini banyak make-up yang nonkomedogenik

sehingga tidak menyumbat pori-pori kulit. Selain itu juga pilihlah

make up yang oil-free dan hipoalergenik. Saat berolahraga hindarilah

memakai make up karena bahan make up bias masuk ke dalam pori-

pori sehingga hindari kosmetik saat berolahraga.


i. Hindari stress karena akan merangsang kelenjar sebasea memproduksi

sebum lebih banyak sehingga memicu terjadinya akne


j. Anggapan bahwa akne dapat disembuhkan dengan sekali pengobatan

adalah salah. Penting bagi kita untuk tetap melakukan program

perawatn dan pengobatan, bahkan setelah akne pada kulit hilang.

2.9 PROGNOSIS
32

Umumnya prognosis penyakit acne vulgaris baik. Akne vulgaris umumnya

sembuh sebelum mencapai 30-40an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap

sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu dirawat inap

dirumah sakit.

BAB 3
33

KESIMPULAN

Acne vulgaris (AV) adalah penyakit peradangan menahun unit pilosebasea,

ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut. Tempat

predileksi dari AV antara lain di muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas

dan lengan bagian atas.

Prevalensi dari penderita AV 80-85% pada remaja dengan puncak insidensi

usia 15-18 tahun, 12% pada wanita usia >25 tahun dan 3% pada usia 35-44 tahun.

Penegakan diagnosis penderita AV berdasarkan klinis dan pemeriksaan fisik.

Keparahan derajat AV di tentukan berdasarkan jumlah dan bentuk lesinya, yang

dibagi menjadi derajat ringan, sedang dan berat.

Tujuan pengobatan dari Acne Vulgaris adalah menurunkan atau

mengeliminasi lesi primer secara klinik yaitu mikrokomedo yang merupakan

prekursor untuk semua lesi AV. Secara umum pencegahan AV yaitu dengan

menghindari pemencetan lesi dengan non higienis, memilih kosmetik yang non

komedogenik dan lakukan perawatan kulit wajah. Tatalaksana untuk AVdiberikan

sesuai dengan derajat keparahannya. Edukasi pasien dan pemahaman mengenai

dasar terapi diperlukan untuk mencegah kompikasi dan menjamin keberhasilan

terapi acne vulgaris.

DAFTAR PUSTAKA
34

1. Ernawati Dhiana. National Symposium & Workshop in Chosmetic

Dermatology Acne New Concepts and Challenges Sub Terapi Sistemik Untuk

Akne. Jakarta; KSDKI PERDOSKI ;2010

2. Sitohang I.B.S, Wasitatmadja S.M. Menaldi SL. Akne Vulgaris dalam buku

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W.7 th.

2015.

3. Freedberg, Irwin M.;Eisen,Arthur Z.; Wolff, Klaus; Austen, K. Frank;

Goldsmith, Lowell A,; Katz, Stephen I,. Fitzpatrick’s Dermatology in

General Medicine. 7th Ed. New York : Mc Graw- Hill. 2013

4. Movita T. Acne Vulgaris. Contunuing Medical Education 202. 2013; 40(3)

5. Sukanto Heri,;Poedjiarti National Symposium & Worshop in Chosmetic

Dermatology Acne New Concepts and Challenges sub Terapi topical untuk

Akne Vulgaris. Jakarta: KSDKI PERDOSKI;2010

6. Sullivan Jhon,;Preda Veronica. Medical Progress December 2010; A

Clinically Partical Approach to Acne Treatment.

7. Sachdeva S. Lactic acid peeling in superficial acne scarring in Indian

skin.Journal of Cosmetic Dermatology. 2010; 9(1)

8. Yenny S W, Lestari W.Terapi Akne Vulgaris Berat dengan Azitromisin Dosis

Denyut. J Indon Med Assoc. 2011; 61(4)

9. Kabau S. Hubungan Antara Pemakaian Jenis Kosmetik Dengan Kejadian

Akne Vulgaris. Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

2012

Anda mungkin juga menyukai