Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

ACNE VULGARIS

Pembimbing :

dr. Susilowati, Sp.KK

disusun oleh :

Muhammad Fahryzal

301012066679

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

RST Dr. Soedjono Magelang

2016
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 23 tahun
Alamat : Kaliurip Rt 06/01, Krasak, Salakan
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
No. CM : 039612
Poli : Kulit dan Kelamin
Tanggal Pemeriksaan : 24 Oktober 2016

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal
24 Oktober 2016 pukul 10.00 WIB di Poli Kulit dan Kelamin RST dr.
Soedjono Magelang
A. Keluhan Utama
Bintil Kemerahan pada wajah sejak 3 minggu yang lalu.
B. Keluhan Tambahan
Rasa gatal pada bintil kemerahan, dan semakin membesar yang
didaerah hidung.
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RST dr. Soedjono -
Magelang dengan keluhan utama Nyeri sepanjang ekstremitas bawah dextra
sejak 3 minggu. Pasien mengeluh timbul bintil kemerahan pada wajah yang
disertai rasa gatal. Awalnya bintil kemerahan timbul pada bagian pipi sebelah
kiri dan berjumlah satu sebesar biji kacang hijau. Bintil tersebut terasa gatal
dan nyeri saat dipegang. Bintil tidak berisi cairan.
1 hari kemudian bintil kemerahan bertambah banyak tetapi masih di
bagian pipi kiri. Bintil tersebut terasa gatal dan pasien menggaruk-garuk
bintilnya tersebut. Semakin hari bintil kemerahan bertambah banyak dan juga
menjalar ke seluruh wajah. Bintil sebesar kacang hijau dan ada yang berwarna
putih di ujungnya. Bintil terasa semakin gatal dan nyeri. Dan sejak 3 hari yang
lalu bintil yang terdapat di dekat hidung dirasa semakin membesar yang
disertai rasa gatal dan nyeri

2
Pasien tidak sedang dalam masalah atau stress. Pasien tidak sedang
mengkonsumsi obat-obatan. Pasien rutin membersihkan muka 2 kali sehari.
Pasien juga mengaku senang mengkonsumsi gorengan.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat menderita penyakit ini sebeblumnya disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa dalam keluarga disangkal

F. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah mahasiswa dan menggunakan jaminan kesehatan
BPJS, kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 24 Oktober 2016, pukul 10.00 WIB
di Poli Kulit dan Kelamin RST dr. Soedjono - Magelang.

A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan Darah : tidak diperiksa
Laju Nadi : tidak diperiksa
Laju Napas : tidak diperiksa
Suhu : afebris

B. Status Dermatologis

1. Distribusi : Regional
Ad regio : Fasial
UKK :papuloeritematosa multipel, berbatas tegas,
permukaan wajah berminyak

3
Gambar 1.1. UKK di fasial
1.
C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

IV. RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RST dr. Soedjono -
Magelang dengan keluhan utama Nyeri sepanjang ekstremitas bawah dextra
sejak 3 minggu. Pasien mengeluh timbul bintil kemerahan pada wajah yang
disertai rasa gatal. Awalnya bintil kemerahan timbul pada bagian pipi sebelah
kiri dan berjumlah satu sebesar biji kacang hijau. Bintil tersebut terasa gatal
dan nyeri saat dipegang. Bintil tidak berisi cairan.
1 hari kemudian bintil kemerahan bertambah banyak tetapi masih di
bagian pipi kiri. Bintil tersebut terasa gatal dan pasien menggaruk-garuk
bintilnya tersebut. Semakin hari bintil kemerahan bertambah banyak dan juga
menjalar ke seluruh wajah. Bintil sebesar kacang hijau dan ada yang berwarna
putih di ujungnya. Bintil terasa semakin gatal dan nyeri. Dan sejak 3 hari yang
lalu bintil yang terdapat di dekat hidung dirasa semakin membesar yang
disertai rasa gatal dan nyeri
Pasien tidak sedang dalam masalah atau stress. Pasien tidak sedang
mengkonsumsi obat-obatan. Pasien rutin membersihkan muka 2 kali sehari.
Pasien juga mengaku senang mengkonsumsi gorengan.
Pemeriksaan Fisik:
Pada pemeriksaan fasial ditemukan papuloeritematosa multipel,
berbatas tegas, permukaan wajah berminyak, dan abses
V. DIAGNOSIS
Diagnosis banding
Acne Vulgaris
Folikulitis
Dermatitis Seboroik
Diagnosis kerja
Acne Vulgaris
VI. PENATALAKSANAAN
a. Umum
1. Hindari makan kacang-kacangan, gorengan, dan makanan berlemak.
2. Jangan memencet-mencet lesi
3. Pengobatan memerlukan waktu serta ada kemungkinan efek samping.

4
b. Khusus
1. Antibiotik oral : Doksisiklin 2 x 100 mg (setelah makan) selama 10
hari.
2. tretinoin cream (dioleskan pada malam hari)
3. Klimdamisin 1% cream (dioleskan pada malam hari)
3.9. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad kosmetik : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang
ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul dan kista. Predileksi akne
vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada dan punggung.1

2.2 Etiopatogenesis
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang
pasti belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic
factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis,
musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia
lainnya.3
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne
terjadi peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada
akne, tetapi dapat juga pada penyakit parkinson dan akromegali.3
2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium
aknes, Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba
ini yang terpenting yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan
bakteri komensal pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk

5
koloni pada duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas
asam lemak bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi,
dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.3
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas
kelenjar palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut
bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.3

4. Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal.
Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum
meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.1
Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi sebum oleh
kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea berespon sangat cepat
pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin disebabkan
oleh peningkatan aktivitas 5-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar sebasea
dibanding kelenjar lain dalam tubuh.3
5. Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis
makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.1
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah
hebat pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya
matahari langsung.1
7. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan
keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin
dapat menginduksi akne pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula
menginduksi terjadinya akne.1
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor
dan kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang
berhubungan dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya
keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).2
6
1. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah
peningkatan produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan
memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun
kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama. Salah satu
komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan dalam patogenesis
akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh P.aknes, flora normal
yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini kemudian
menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong terjadinya inflamasi dan dapat
menjadi komedogenik.1,2
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan
aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan
dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar
serum androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak
terkena akne. 5-reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk
mengubah testosteron menjadi DHT poten memiliki aktifitas yang
meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi timbulnya
akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.1,2
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti.
Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih
besar jika dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat
ovulasi. Mekanisme dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara
langsung melawan efek androgen dalam glandula sebacea, menghambat
produksi androgen dalam jaringan gonad melalui umpan balik negatif pelepasan
hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang menekan pertumbuhan
glandula sebacea atau produksi lipid.2

7
P
a b c d
Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul
(pustul) d) Nodul
(Diambil dari kepustakaan 2 )

2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi
primer akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu
infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari
keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan kohesinya menyebabkan pembentukan
plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian menyebabkan konsentrasi
keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal tersebut
kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian
membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan
peningkatan daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa
faktor yang diduga menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi
androgen, penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-
1.2
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk
menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen
yang poten yang memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17-
hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase merupakan enzim yang
berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT. Jika
dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular menunjukkan
peningkatan aktifitas 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase yang
pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi
proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen
dalam patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen
komplet tidak terkena akne.1,2
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic.
Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun

8
pada orang-orang yang terkena akne. Kuantitas asam linolic akan kembali
normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak
normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular dan
memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam linoleic
diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring
dengan meningkatnya produksi sebum.2
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit.
Keratinosit follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan
pembentukan mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor IL-1
dapat menghambat pembentukan mikrokome.2
3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga memiliki
peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri
gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea.
Remaja dengan akne memiliki konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding
orang yang normal. Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes
yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya penyakit yang diderita.2
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang
menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat
memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium
meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan komplemen, yang pada
akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi
inflamasi dengan merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengna
memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping
itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-
like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel
sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi
seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF- dilepaskan.2
4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses
pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal
sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada
kulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi akne menunjukkan

9
peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit
dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh
lebih hebat.1,2
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang
lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang
mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan
bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel
yang dominan pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4 +
limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada
daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil
menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo.2
Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit
follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang
saling berkaitan dalam pembentukan akne.1,2
2.3 Gejala Klinis
Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel
pilosebacea yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul.
Komedo merupakan lesi primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai
papul yang datar atau sedikit meninggi dengan pembukaan sentral yang melebar
berisi keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup biasanya berupa papul
kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk
dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4
mm. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh
inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut
dapat membesar dan membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang
terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau
pus kekuningan.7,8,9
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien
dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan
sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan
warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan
sampai beberapa bulan. Skar dari akne memiliki penampakan yang heterogen.
Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang dalam, narrow ice-pick yang

10
terlihat kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah,
skar papular putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe anetoderma pada
badan, serta skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada badan dan leher.7
Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan
atas. Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil
pada hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar
pada concha, kista pada lobus, dan kadang-kadang komedo dan kista pre dan
retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae, lesi kistik yang besar
dapat mendominasi.7
Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan
tanda awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul
pada usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya
muncul pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam
ekspresinya dengan papul inflamasi yang kadang-kadang terjadi. Bagaiman pun,
sebagaimana kadar hormon meningkat pada usia-usia pertengahan remaja,
pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat menyebar
pada tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih
berminyak dan penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia
muda. Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi
papulopustular seminggu sebelum mensturasi. Akne juga dapat muncul pada
perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan akne pada saat remaja.
Akne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papul, pustul, dan nodul dalam
persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.7

2.4 Klasifikasi
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk
beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan
tipe ( komedoal/papular, pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit
( ringan/sedang/sedang-berat/ berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai
inflamasi dan non-inflamasi.4
1. Klasifikasi sederhana

11
Akne ringan ( Mild akne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan
pusutl mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit
( umumnya < 10 ).4
Akne sedang (Moderate akne ): Jumlah papul dan pustul yang cukup
banyak (10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-
kadang disertai penyakit yang ringan pada badan.4
Akne sedang berat (Moderately severe akne ): Jumlah papul dan pustul
yang sangat banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan
kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi
( mencapai 5 ). Area yang luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan
punggung.4
Akne sangat berat (Very severe akne ) : Akne nodulokistik dan akne
konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar dan
nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih
kecil.4

2. FDA global grade


Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi
dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada
lesi nodular )
Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi
dan mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu
lesi nodular
Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
inflamasi, dengna sedikit lesi nodular.4

12
Gambar.2 Akne vulgaris grade 1 Gambar.3 Akne vulgaris grade 2

Gambar.4 Akne vulgaris grade 3 Gambar.5 Akne konglobata

2.5 Diagnnosis
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. 1,2,4
Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat
pubertas, tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan
mungkin memperhatikan bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus
mensturasinya. Akne fulminan merupakan subtipe akne yang jarang dan terjadi
pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk demam, arthralgia, myalgia,
hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.4

13
Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo
terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi
dapat berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi
ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.4
Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien
dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme,
evaluasi hormonal untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat
(DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi
rutin tidak perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi
terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan
akne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi
follikulitis gram-negatif dapat dilakukan.4
2.6 Diagnosis Banding
Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris
didiagnosis dengan adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul,
papul, dan nodul) yang erdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis
banding akne vulgaris antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis
perioral.2,8
1. Erupsi akneiformis
Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi obat,
seperti kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin,
dan ACTH. Klinis erupsi berupa papul, pustul monomorf di berbagai tempat
tanpa komedo, timbul mendadak tanpa disertai demam.8
2. Rosasea
Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara
pasti, dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher.
Penyakit ini terdiri atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang
terdiri atas eritema intermiten dan persisten serta erupsi akneiform yang terdiri
atas papul, pustul, kista, dan hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak terdapat
hubungan antara eksresi sebum dengan beratnya gejala rosasea.2,8,10
3. Dermatitis perioral
Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul dan
pustul kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di

14
sekitar mulut. Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering ditemukan
di sekitar mulut, namun dapat pula di sekitar hidung dan mata. Etiologinya
belum diketahui secara pasti, namun diduga penyebabnya oleh karena: candida,
iritasi pasta gigi berflouride, dan kontrasepsi oral.2,8,10
Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mult,
dan dagu, yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa
dengan diameter kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui, namun
terdapat beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor
hormonal, emosional, sensitif terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen
infektif, dan kortikosteroid topikal.12
2.7 Penatalaksanaan
Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan
diet.2,5,6
1. Terapi Sistemik
a. Antibiotik oral

Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang mansih


meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin,
doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik
ini mengurangi peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari
P.Aknes.2,5,13
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin
klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk akne.Obat ini digunakan
sebagai terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun
angka kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan
menurunkan reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1
gram/hari (500mg diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat
diturunkan 500 mg/hari. Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat
ini diberika 1 jam sebelum makan dengan air untuk absorbs yang optimal. 2,5,13
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-
200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya
diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan
diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan. 2,5,13

15
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini
sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi
terhadap P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. 2,5,13
Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi tidak
baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan
perimembranous colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim,
160/800mg, dua kali sehari) direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate
respon dengan antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan gram negative
folikulitis. 2,5,13
b. Isotretionoin oral

Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan


diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin
mngurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90%
dengan menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum
invivo dan menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek
langsung terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan
menurunkan jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi. 2,13
Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari atau
50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk
pengobatan jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan
memerlukan pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang
diberikan untuk akn yang berat. 2,6
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan
diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9
bulan tambahan untuk mengoptimalkan hasil terapi. 2,13
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat
untuk lesi inflamasi dibandingkan dengan komedo. Pustule menghilang lebih
cepat daripada papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas,
dan kaki daripada di punggung dan badan.2,5
c. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai
respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini
secara sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang
16
pada akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya
komedo. Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan
prednisolon, estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan
spironolakton. Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita
harus melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-
obat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan
perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam
pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata. Perubahan
yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan tetrasiklin 1
g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 g ethinylestradiol dan 2 mg
cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun) dengan kontraindikasi
relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen, salah satu terapi
pilihan adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan
antara 100-200 mg. 2,5
Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan
target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%. Jika
keputusan untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan
disekitar androgen reseptor blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada
ovarium dan glandula adrenal.2
2. Topikal

Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang


banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi
ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah
terbentuknya spot yang baru dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat).
Terapi topikal diberikan untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari
tingkat keparahan akne. Obat-obatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah
yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya. 8,13
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:
a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:
- Mengeluarkan komedo yang telah matur.
- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
- Menghambat reaksi inflamasi.
- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting
untuk maintenance terapi.13
17
b. Tretinoin
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen
dan Beer. Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan akne.
Hal ini ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81%
untuk non-inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin
tersedian dalam galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%)
dan dalam solution (0.05%). Formula topical gel ini mengandung
polyoprepolymer-2, tretinoin prenetration.11,13
c. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama
dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar
24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.13
d. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream,
atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000
pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama
dengan tretinoin 0.025%. 13
e. Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi
untuk akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream. 13
f. Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah
rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten
terhadap P.aknes dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan
eritromisin ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru
dengan zinc atau kombinasi produk denganBPOs atau retinoid. 2,5,13
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme
kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah
terbukti pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik
dipermukaan atau dalam saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada
pustul dan lesi papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi
benzoil peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan
penelitian dengan membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1%

18
mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, duapertiga pasien mendapatkan
respon yang sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin
secara tunggal tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi.
Penggunaan eritromisin kombinasi dengan benzoil peroksida lebih
direkomendasikan. 2,5,13
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja
dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri
dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada
keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori
kulit juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk
dan berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila
kelenjar sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak
mudah masuk ke dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi
masalah utama dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak
mengatasi masalah dalam jumlah produksi sebum. 2,5,13
g. Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan
konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik
dan bakteriosidal. 2,5,13
h. Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang
berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan
industri farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu
terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan
adalah tentang penggunaan topikal dari 17-propylmesterolone, akan tetapi
preparat ini belum tersedia secara komersial. 2,5,13
3. Terapi Fisik

Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan
dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori,
pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi.
19
Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik.13
b. Kortikosteroid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi.
Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik
Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa
digunakan adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe
1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai
0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau
terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi.5,13
Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi
nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan suspense
(2.5-10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat
bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus
diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi
nodular tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.5,13
c. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan
nitrogen cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya.
Terapi ini bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts
sehingga akan terjadi kerusakan pada dinding tersebut. 13
d. Radiasi Ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan
menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan secara
bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat
diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari
paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne,
tetapi sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi. 2,5,13
4. Diet

Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne


vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan
berlemak dan hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum
ada evidence base yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak
20
pada akne, akan tetapi beberapa pasien akan mengalami kemunculan akne
setelah mengkonsumsi makanan tersebut. 5

2.8 Prognosis

Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun
dan kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih.Kejadian akne ini
biasanya diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata
pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang
masih menderita akne hingga decade ketiga sampai decade keempat.2
Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan
biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan akne ini tidak
seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana
tidak terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus
menstruasi.2
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan
sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk
menghindari sekuele yang bersifat permanen. Pada kebanyakan kasus, akne
biasanya sembh secara spontan ketika melewati usia remaja dan memasuki usia
20an. Alasan untuk hal ini masih belum diketahui secara jelas, tidak ada
penurunan secara bersama-sama pada produksi sebm ataupun perubahan
komposisi lemak.14

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.


2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and
Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A,
Leffell D, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7 th ed. New York:
McGraw-Hill; 2007. p: 690-703.
3. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3 rd ed.
Massachusetts: Blackwell Science,Inc.;2002. p:148-156.
4. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classificat
ion.html
5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the
World Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003
6. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings
AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:1-5
7. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM,
eds. Andrews disease of the skin Clinical Dermatology 10 th ed. Canada : El
Sevier; 2000. p: 231-44.
8. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology
Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007.
P:4-18
9. Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent
Books;2005. p:10-20.
10. Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of
Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and
Wilkins; 2007. P:175-180
11. Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF,
Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007.
p:253-256
12. Gupta AK, Swan JE. Perioral dermatitis. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T,
Herxheimer H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ
Books;2003. p:125-131.
13. Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment.
Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of Drematology Paris July
2002. p:37-42. 2003

22

Anda mungkin juga menyukai