BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis herpetiformis (DH)
pemeriksaan fisik,
histopatologi rutin,
tes
serologi
dan
di Eropa maupun di Amerika. Studi pada populasi ini dilakukan pada akhir tahun
1070 ke awal 1980-an yang melaporkan prevalensi sebanyak 1,2-39.2 per 100.000
orang dan sekitar 0.4-2.6 kejadian per 100.000 orang per tahun. Penyakit ini bisa
menyerang semua usia termasuk anak-anak(sangat jarang), namum dekade ketiga
dan keempat adalah yang paling sering
Jepang
kasus
ini
sangat
jarang.Perbedaan
ini
terjadi
ETIOPATOGENESIS
Pada tahun 1999, Dietrich et al mengidentifikasi adanya antibody
transglutaminasi dalam serum pasien DH. Unruk membedakan antara berbagai
jenis Tgases, pada tahun 2002 Sardy et al menujukkan bahwa epidermis Tgases
adalah autoantigen dominan pada DH. Patofisiologi DH kemungkinan melibatkan
interaksi yang kompleks antara faktor-faktor autoimmun, seperti humuan leukosit
antigen (HLA), genetik, dan lingkungan. Sensitivitas gluten dan DH memiliki
hubungan yang kuat seperti yang diungkapkan di sejumlah studi kasus pada
kembar monozigot.DH juga telah dilaporkan berhubungan denga lokus HLA.
Kaitan yang erat antara HLA-DQ2 atau HLA-DQ 8 telah dicatat dalam sejumlah
studi. 4
Gluten adalah sejenis protein yang terdapat pada gandum, barli dan
gandung
hitam
yang
berperan
pada
pathogenesis
penyakit
dermatitis
sel
dan
antigen
gliadin
yang
kemudian
dipresentasikan kepada sel T-helper dalam konteks spesifitas HLA-DQ2. Sel Thelper ini dapat merangsang sel B bersama sel-sel plasma yang terdiffrensiasi
terdapat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Histopatologi
Perubahan awal, dijelaskan oleh MacVicar dkk, yang terjadi pada ujung
papilla dermis dimana edema dan eksudat netrofil serta eusinofil muncul untuk
pemisahan subepidermis. Inilah yang menyebabkan timbulnya bulla. Kemudian
terjadi degenerasi dari ujung papilla, lapisan epidermis membelah, serta ujung
lapisan dermis memanjang dan menghasilkan vesikel vesikel. Infiltrasi sel sel
ini mengandung banyak netrofil dan sedikit eosinofil. 7
Perubahan histopatologi yang khas tidak tampak pada 20 - 40% spesimen
biopsi dan ekskoriasi yang sudah ada sebelumnya, mungkin saja menyulitkan
untuk menemukan lesi yang tepat untuk di biopsi, sehingga biopsi yang dilakukan
sebaiknya mengambil sedikit bagian yang masih normal di sekeliling lesi
eritematous yang tidak tampak adanya vesikel dan mungkin saja vesikel terbentuk
dari area ini.1
Gambar
3.Dermatitis
Mikroabses
neutrofil
herpertiformis.
dalam
papilla
dermal.1
b. Serologi
Pemeriksaan serologik spesifik yaitu tampak antibodi Ig-A antiendomisium
(EMA), yang mengikat substansi otot polos (endomisium). Sardy et al
menunjukkan bahwa IgA autoantibodi memiliki spesifilitas terhadap TGase. Tes
serologi
dapat
digunakan
untuk
mengkonfirmasi
diagnosis
dermatitis
Pada pemfigus vulgaris, keadaan umumnya buruk, tidak gatal, kelainan utama
ialah bula yang berdinding kendur, generalisata, dan eritema bisa terdapat atau
tidak. 10
2. Pemfigoid Bullosa
Pemfigoid Bullosa ditandai dengan adanya bulla subepidermal yang besar dan
berdinding tegang dan pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat IgG dan C3
tersusun seperti pita di B.M.Z (Basement Membran Zone).10
CBDC atau dermatosis linear IgA, terdapat pada anak, kelainan utama ialah bulla,
berdinding tegang di atas kulit yang normal atau eritematosa, cenderung
bergerombol dan generalisata, terdapat IgA yang linear.10
Gambar
Childhood
6.Chronic
Bullous
Disease
of
BAB. III
PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada DH meliputi penghindaran dari gluten dengan cara tidak
mengkonsumsi
makanan
yang
mengandung
gluten
dan
farmakoterapi.8
gluten. Dengan diet ini penggunaan obat dapat ditiadakan atau dosisnya dapat
dikurangi. Kelainan intestinal juga dapat mengalami perbaikan dengan diet ini.
Contoh makanan bebas gluten ialah sayur-sayuran seperti wortel, brokoli,
bayam, kangkung, dandelion, dan kubis, buah-buahan seperti apel, kiwi, ceri,
jambu, pisang, blueberry, blackberry, delima, jeruk, dan mangga, berbagai
produk susu yakni keju, mentega, susu, dan yoghurt, serta tepung bebas gluten
yaitu tepung amaranth , tepung garut, tepung beras merah, tepung soba, tepung
kacang ayam, tepung jagung, tepung jagung, tepung millet, tepung kentang,
tepung quinoa, tepung sorgum , tepung kedelai, tepung tapioka, tepung teff,
tepung beras putih.4,8
PROGNOSIS
Sebagian besar penderita akan mengalami DH yang kronis dan residif, dan
sekitar 10% dari penderita akan mengalami remisi.10,11,12,13
DAFTAR PUSTAKA
1. Andrew GC. Chronic Bullous Dermatoses. in: Andrew GC,eds Diseases of
The Skin Clinical Dermatology 7th edition. Florida : American Association;
1990. p.552-5
2. Rose C, Zillikens D. Autoimmune diseases of the skin pathogenesis,
diagnosis,management.
In:
Hertl
M,
editor.
New
York:
K,
Edisi 5.
14. Habif TP. Clinical dermatology a color guide to diagnosis and therapy. 4th
ed. Philadelphia: Mosby; 2004 p:554-558.
15. Caproni M et al. Guidelines for the diagnosis and treatment of dermatitis
herpetiformis.Journal of the European Academy of Dermatology and
VenereologyVolume 23.2009
16. Nakajima, Kimiko . Recent Advances in Dermatitis Hepertiformis.
Pubmed. 2012
17. Bonciolini V, Bonciani D, Verdelli A, et al. Newly Described Clinical and
Immunopathological Feature of Dermatitis Herpetiformis. PubMed. 2012