Anda di halaman 1dari 15

BAB 59

DERMATITIS HERPETIFORMIS
Russell P. Hall III
Stephen I. Katz
Dermatitis Herpetiformis

● Erupsi papulovesikular kronis yang gatal terdistribusi secara simetris


pada permukaan ekstensor.
● Secara histologis ditandai oleh papilaris dermal yang diselubungi
neutrofil (mikro abses).
● Imunoglobulin A granular terdeposit dalam kulit yang tampak normal
merupakan diagnostik untuk dermatitis herpetiformis.
● Sebagian besar, namun tidak semua, pasien dermatitis herpetiformis
memiliki enteropati terkait sensitif gluten.
● Ruam bereaksi cepat terhadap terapi dapson dan, pada sebagian
besarpasien, kepatuhan yang ketat terhadap diet bebas-agluten.

EPIDEMIOLOGI
Dermatitis herpetiformis (DH) ditandai dengan erupsi papulovesikular
yang sangat gatal dan kronis yang biasanya terdistribusi secara simetris pada
permukaan ekstensor. Penyakit ini dapat dibedakan secara jelas dari erupsi
epidermal dan sub-epidermal lainnya melalui histologis imunologi, dan kriteria
gastrointestinal. Prevalensi DH di berbagai populasi orang Kaukasia bervariasi
antara 10 dan 39 / 100.000 orang. l-3 Onset dapat terjadi pada usia berapa pun,
termasuk masa kanak-kanak; Namun, dekade kedua ketiga, dan keempat adalah
yang paling umum. Setelah timbul, DH bertahan tanpa batas waktu yang dapat
ditentukan, meskipun dengan berbagai tingkat keparahan. Pasien dengan DH
memiliki gluten-sensitive enteropathy (GSE) yang biasanya asimtomatik.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Pada tahun 1999, Dieterich dkk. mengidentifikasi antibodi terhadap
transglutaminase jaringan (Tgase) dalam serum dari pasien DH. 18 Membedakan
antara berbagai tipe Tgase memungkinkan Sardy dkk. pada tahun 2002 untuk
menunjukkan bahwa Tgase epidermal adalah autoantigen dominan pada DH.19
Gluten, protein yang ditemukan dalam gandum, barley dan gandum hitam,
berperan penting dalam patogenesis DH. Gandum, diperkirakan banyak
mengandung gluten dan berperan dalam menginduksi lesi DH, telah terbukti tidak
mengandung toksisitas pada pasien dengan DH.20,21 Pada tahun 1966, Marks dkk.
pertama kali mencatat ketidaknormalan gastrointestinal pada pasien dengan DH.11
Tak lama kemudian, hal tersebut menunjukkan bahwa lesi tersebut
reversibel dengan menghindari diet protein gluten.13,22 Awalnya, kelainan usus
diperkirakan terjadi pada 60% hingga 75% dari Pasien DH. Namun, pandangan
ini telah dimodifikasi dalam dua cara. Pertama, kriteria diagnostik untuk DH telah
digambarkan lebih tepat, dan kedua, dapat ditunjukkan bahwa pasien tertentu
tanpa patologi gastrointestinal jelas dapat "diinduksi" untuk mengalami lesi
gastrointestinal dengan memberikan mereka asupan gluten dalam jumlah yang
besar; pasien seperti itu dikatakan memiliki latent celiac sprue.23 Dengan
demikian, sebagian besar pasien dengan DH memiliki kelainan gastrointestinal
yang serupa (jika tidak diketahui) terhadap celiac disease, namun yang terjadi
dapat minimal ketika pasien memakan beban gluten normal. Seperti pada celiac
disease, terdapat peningkatan kepadatan sel T intraepitelial di usus kecil dengan
reseptor sel T 8/8 di jejunum pasien dengan DH.24 Penemuan bahwa turunan sel T
dari pasien dengan DH menghasilkan interleukin 4 secara signifikan lebih banyak
( IL-4) daripada yang berasal dari pasien dengan GSE dan bahwa biopsi-biopsi
usus dari pasien dengan gejala GSE yang terisolasi menunjukkan peningkatan
ekspresi interferon-ɣ yang menunjukkan bahwa pola sitokin yang berbeda dapat
berperan dalam manifestasi klinis yang bervariasi dari kedua penyakit ini. 25,26
Bukti sistemik dari respon imun mukosa usus juga telah ditemukan dalam serum
dan kulit pasien DH. Pasien DH dengan diet yang mengandung gluten reguler
telah ditemukan memiliki peningkatan kadar reseptor IL-2 serum dan kadar IL-8
serum,27,28 peningkatan ekspresi E-selektin sel endotel pada kulit dan peningkatan
ekspresi CDllb pada neutrofil dalam sirkulasi.25.27,29 Manifestasi sistemik dari
respon imun mukosa usus dapat berperan dalam menciptakan lingkungan pro-
inflamasi pada kulit yang diperlukan untuk perkembangan lesi kulit.
GSE yang terlihat pada pasien DH dapat berhubungan dengan deposit
immunoglobulin A (IgA) yang ditemukan pada kulit pasien-pasien ini, meskipun
hubungan langsungnya belum pernah ditunjukkan. Diketahui bahwa pasien
dengan GSE dan DH memiliki antibodi terhadap Tgases yang dianggap sebagai
autoantigen utama pada penyakit ini.18,30
Tampaknya terdapat predileksi autoantibodi untuk mengikat Tgase
epidermal pada DH, sedangkan predileksi autoantibodi untuk mengikat Tgase
pada pasien dengan GSE masih terisolasi. Mekanisme dimana IgA anti-epidermal
Tgase terdeposit dalam kulit DH masih belum diketahui. Satu hipotesis yang
bertahan lama adalah bahwa IgA yang mengandung kompleks imun yang
bersirkulasi sehingga berperan untuk deposit IgA pada kulit pasien DH.
Penemuan antibodi anti-epidermal Tgase baru-baru ini telah menunjukkan bahwa
kompleks imun IgA-epidermal Tgase dapat menumpuk pada kulit pasien DH.
Hanya sebagian kecil pasien DH, bagaimanapun, telah ditemukan memiliki IgA
dan jaringan epidermis. Deposit Tgase terlkalisasi dalam pola perivaskular.31,32
Selain itu, deposit neutrofil perivaskular yang biasanya ditemukan dengan
deposisi kompleks imun perivaskular jarang terjadi pada pasien DH.33 Temuan ini
menunjukkan hipotesis alternatif bahwa IgA anti-epidermis Tgase dapat secara
langsung berikatan pada kulit ke jaringan epidermis Tgase. Mekanisme yang tepat
mengenai pengikatan IgA pada kulit pasien dengan DH, bagaimanapun, masih
belum diketahui.
Apakah deposit IgA pada kulit berperan dalam patofisiologi pembentukan
bula masih tidak diketahui. Temuan IgA dan komplemen di hampir semua lokasi
di kulit, tidak hanya pada kulit lesi, membuat satu postulat bahwa jika IgA (baik
sendiri atau sebagai bagian dari kompleks imun) berperan besar, faktor tambahan
masih diperlukan untuk menjelaskan terjadinya inisiasi lesi. Takeuchi dkk. telah
menunjukkan bahwa trauma minor pada kulit menghasilkan peningkatan ekspresi
IL-8 dan E-selektin, keduanya dapat menjadi predisposisi infiltrat inflamasi
neutrofilik.34 Temuan ini, ditambah dengan tampilan khas lesi DH pada
permukaan ekstensor di area trauma, menginduksi produksi sitokin atau kemokin
lokal setelah trauma yang dapat merupakan salah satu faktor yang memicu
terjadinya lesi kulit pada DH. Bisa jadi bahwa setelah awal infiltrasi neutrofilik
berikatan dengan IgA kulit, faktor-faktor seperti sitokin, kemokin, dan protease
dilepaskan dimana keduanya secara langsung menghasilkan pembentukan bula
dan menginduksi keratinosit basal untuk menghasilkan kolagenase atau
stromelysin-1 yang selanjutnya berperan pada pembentukan bula.35,36 Penelitian
lain menunjukkan bahwa sel T dapat berperan dalam patogenesis lesi kulit;
namun, tidak ada respon sel-T spesifik terhadap gluten yang telah terdeteksi. 37,38
Telah diketahui untuk beberapa waktu bahwa iodida, diberikan secara oral,
dapat memperburuk atau menimbulkan erupsi DH, dan ini, pada masa lalu, telah
digunakan untuk tujuan diagnosis. Ketersediaan teknik imunopatologi untuk
mendeteksi deposit IgA pada kulit telah membuat tes provokasi seperti itu
menjadi jarang dipakai.
Ketiadaan hewan percobaan pada DH, baik alami atau dikembangkan di
laboratorium, menimbulkan kemajuan yang masih terbatas dalam pemahaman kita
mengenai patogenesis DH. Baru-baru ini, Marietta dan rekan kerjanya melaporkan
tikus percobaan baru untuk DH. Mereka melaporkan tikus diabetes transgenik
non-obesitas HLA-DQ8 yang ketika diimunisasi dengan gluten mengalami lesi
kulit neutrofilik bersama dengan deposit IgA di kulit. Selain itu, penghindaran
diet gluten menghasilkan perbaikan lesi kulit. Penelitian lebih lanjut dari tikus
percobaan ini dapat memberikan informasi penting mengenai patogenesis DH.

MANIFESTASI KLINIS
Lesi utama DH adalah papula eritematosa, plak urtikaria, atau, paling
sering, vesikel (Gambar 59-1, 59-2, dan 59-3). Bula besar jarang terjadi. Vesikula,
terutama jika mereka terjadi di telapak tangan, dapat menjadi hemoragik.
Tampilan persistensi dan hilangnya lesi dapat menyebabkan hiperpigmentasi dan
hipopigmentasi. Pasien dapat mengalami hanya lesi berkrusta, dan pencarian
menyeluruh mungkin tidak mengungkapkan lesi primer. Pengelompokan lesi
herpetiform (herpetiformis) sering ditemukan di beberapa daerah (lihat Gambar
59-1 dan 59-3), tetapi pasien juga mungkin memiliki banyak lesi yang terpisah.

Gambar 59-1. Dermatitis Herpetiformis. Erupsi ekstensif disertai papula, vesikel


berkelompok, dan krusta pada punggung.

Gambar 59-2. Dermatitis Herpetiformis. Papula, vesikel, dan krusta pada lutut.

Gambar 59-3. Dermatitis Herpetiformis. Pasien ini memiliki vesikel dan bula
berbenjol pada bagian atasnya, beberapa erosi, dan hiperpigmentasi residual.
Beberapa vesikel dalam pola anular.
Gejala bervariasi dari yang biasanya luka bakar yang parah dan gatal pada
sebagian besar pasien hingga hampir tidak ada gejala pada pasien yang jarang.
Sebagian besar pasien biasanya dapat memprediksi erupsi lesi sebanyak 8 hingga
12 jam sebelum kemunculannya karena sensasi berupa tersengat di daerah lokal,
sensasi terbakar, atau gatal.
Distribusi simetris lesi pada siku, lutut, bokong, bahu, dan daerah sakum
terlihat pada sebagian besar pasien pada satu waktu atau yang lain (lihat Gambar
59-1-59-4). Meskipun daerah ini paling sering terkena, sebagian besar pasien
memiliki lesi kulit dan atau lesi di daerah leher posterior. Area lain yang sering
terkena adalah area wajah dan garis rambut wajah. Lesi membran mukosa jarang
terjadi, seperti lesi pada telapak tangan dan telapak kaki.

Gambar 59-4. Dermatitis Herpetiformis. Pola distribusi.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
In Vivo-Ikatan Immunoglobulin A dan Komplemen
Setelah Cormane menunjukkan bahwa baik perilesional maupun bukan,
kulit pasien DH mengandung deposit imunoglobulin granular (atau fibrilar) yang
terletak pada ujung papiler dermal, van der Meer menemukan bahwa kelas
imunoglobulin yang paling rutin terdeteksi dalam kulit DH adalah IgA (Gambar
59-5).9,10 Deposito IgA, bagaimanapun, tidak terlihat pada kulit pasien dengan
GSE yang terisolasi (celiac disease).40
Menemukan deposit IgA granular pada kulit yang tampak normal adalah
yang paling dapat diandalkan untuk kriteria diagnosis DH.33,41 Deposit IgA ini
tidak terpengaruh oleh pengobatan dengan obat tetapi intensitas dapat diturunkan
atau menghilang setelah kepatuhan jangka panjang terhadap diet bebas gluten.42,43
Deposit IgA tidak merata secara intens di seluruh kulit dan dapat dideteksi lebih
mudah pada kulit yang tampak normal dekat lesi aktif.44 Pada DH, imunoglobulin
lain kadang-kadang terikat pada kulit di area yang sama dengan IgA.41 Deposit
IgA juga dapat dilihat pada kulit pasien dengan pemfigoid bulosa, pemfigoid
sikatrikal, purpura Henoch-Schonlein, dan penyakit hati alkoholik, meskipun
dalam pola distribusi yang berbeda dari yang terlihat pada DH.

Gambar 59-5. Dermatitis Herpetiformis. Imunofluoresensi langsung


menunjukkan granular papiler dermis terdapat deposut Imunoglobulin A.

Karena deposit IgA pada kulit dan hubungan antara DH dan GSE (celiac
disease), beberapa kelompok telah mempelajari sub kelas IgA dalam DH. Igal
merupakan subkelas yang dominan (atau eksklusif) yang telah diidentifikasi pada
kulit pasien DH.45,46 Sebagian besar IgAl diproduksi di sumsum tulang, sedangkan
sebagian besar IgA2 diproduksi di daerah mukosa. Hal ini tidak meniadakan
kemungkinan bahwa IgA1 pada kulit mungkin masih berasal dari mukosa karena
IgA1 merupakan subkelas IgA yang dominan dari antibodi IgA yang diarahkan
terhadap diet protein yang diproduksi dalam sekresi usus pada pasien dengan
DH.47,48
Komponen komplemen ketiga (C3 ) sering ditemukan di lokasi yang sama
dengan IgA. Kehadiran C3 di perilesional dan kulit normal tidak dipengaruhi oleh
pengobatan dengan dapson (diaminodiphenyl sulfone), tetapi C3 mungkin tidak
terdeteksi setelah pengobatan dengan diet bebas gluten.43,49,50 C5 dan komponen
dari komplemen jalur alternatif juga dapat dilihat di area yang sesuai dengan
deposit IgA. Kompleks imun membran mukosa C5-C9, yang dibentuk sebagai
peristiwa terminal dalam aktivasi komplemen, juga terlihat pada kulit pasien yang
tampak normal dan perilesional.51
Lokasi pasti dari deposit IgA pada kulit DH telah dipelajari melalui
mikroskop immunoelektron. Penelitian awal menunjukkan bahwa IgA secara
istimewa terkait dengan bundel mikrofibril dan dengan fibril penahan dari dermis
papiler secara langsung di bawah lamina basal.52,53
Studi yang lebih baru, bagaimanapun, telah menunjukkan bahwa beberapa
atau hampir semua deposit IgA terkait dengan komponen nonfibrilar kulit dan
jaringan ikat lainnya.52-56 Juga tidak ada kesepakatan apakah deposit IgA dalam
DH melokalisasi untuk fibrillin, komponen utama dari mikrofibrilar elastin.56,57

PEMERIKSAAN SERUM
Antibodi antiretikulin dari kelas IgA dan IgG telah terdeteksi dalam serum
17% hingga 93% pasien dengan DH dan dalam persentase yang lebih tinggi dari
pasien dengan penyakit lain, terutama celiac disease.8 Antibodi mikrosomal tiroid
dan antibodi anti-nuklear juga telah terdeteksi mengalami peningkatan dalam
serum pasien dengan DH.59,60 Kompleks imun putatif telah terdeteksi pada 25%
hingga 40% serum pasien.61,62 Chorzelski dkk. telah menggambarkan antibodi IgA
yang berikatan dengan substansi intermyofibril (endomysium) dari otot polos. 63
Sifat antigen ini telah diidentifikasi baru-baru ini melalui studi Sardy dkk, yang
menunjukkan bahwa autoantibodi IgA memiliki spesifitas untuk Tgase, terutama
Tgases spesifik epidermal.19

TEMUAN IMUNOGENETIK
Terdapat peningkatan yang ditandai dalam kejadian antigen major
histocompatibility complex tertentu pada pasien dengan DH. Penelitian di seluruh
dunia telah menemukan bahwa 77% hingga 87% pasien DH memiliki HLA-B8
(dibandingkan dengan 20% hingga 30% individu yang tidak terpengaruh).15,64-66
Selain itu, antigen major histocompatibility complex kelas II HLA-DR dan- DQ
berhubungan dengan DH bahkan lebih sering daripada HLA-B8. 67,68 Park dkk.
melaporkan bahwa lebih dari 90% pasien menyatakan Te24, yang kemudian
terbukti serupa dengan HLA-DQW2, dan temuan ini telah dikonfirmasi oleh studi
lain.69 Studi molekuler menunjukkan bahwa kerentanan terhadap DH tidak
terkandung dengan molekul HLA-DOw2 yang unik.70 Hampir semua pasien
dengan DH memiliki gen yang mengkode HLA-DO (al'0501, β1'02) atau HLA-
DQ (al'03, Pl'0302) heterodimer, pola yang identik dengan yang terlihat pada
celiac disease.70,71 Hubungan yang kuat antara kerentanan gen-gen dan DH dan
GSE ini penting secara klinis dan patofisiologis di mana terdapat konkordansi
yang kuat dari kedua penyakit ini pada kembar monozigot. 77 Selanjutnya, keluarga
tingkat pertama dari pasien DH dan GSE sering (4% hingga 5%) terkena salah
satu atau yang lain dari penyakit ini.73

Histopatologi

Gambar 59-6. Dermatitis Herpetiformis. Biopsi pada lesi awal menunjukkan


papiler dermal yang diselubungi neutrofil dan eosinofil dan vesikulasi sub
epidermal bagian bawah (A) dan atas (B) magnifikasi.

Gambaran histologi lesi kulit dini (klinis nonvesikular) ditandai oleh


papiler dermal yang diselubungi neutrofil (mikroabses), fragmen neutrofilik,
dalam jumlah yang bervariasi. Eosinofil, fibrin, dan, kadang-kadang, pemisahan
ujung papiler dari epidermis diatasnya (Gambar. 59-6). Selain itu, pada lesi awal,
pembuluh darah dermal atas dan tengah dikelilingi oleh infiltrasi limfohistiositik
serta beberapa neutrofil dan sesekali eosinofil. 7,8 Kadang-kadang, lesi awal
mungkin sulit atau tidak mungkin untuk dibedakan dari linear IgA disease (lihat
Bab 56), erupsi bulosa lupus eritematosus (lihat Bab. 156), pemfigoid bulosa
(lihat Bab. 54), atau epidermolisis bulosa akuisita yang banyak mengandung
neutrofil (lihat Bab 58). Gambaran histologi lesi yang lebih tua menunjukkan
vesikula subepidermal yang mungkin tidak dapat dibedakan dari erupsi bulosa
subepidermal lainnya, seperti pemfigoid bulosa, eritema multiforme, erupsi obat
bulosa, dan pemfigoid gestasi. Imunofluoresen dan studi ultrastrkctural
melokalisasi area dari pembentukan bula pada DH telah menunjukkan bahwa
bentuk-bentuk lepuhan di atas lamina densa-dalam lamina lusida. Hal ini diduga
terjadi karena lamina lusida merupakan komponen yang paling rentan dari
pertemuan dermal-epidermal.74,75

MASALAH TERKAIT
Manifestasi Gastrointestinal
Sekarang diterima dengan baik bahwa sebagian besar, namun tidak semua,
pasien DH memiliki kelainan gastrointestinal terkait yang disebabkan oleh
sensitivitas gluten.12,13 Patologi GSE yang terkait dengan DH dan bahwa pada
GSE terisolasi (GSE tidak terkait dengan DH) pada dasarnya sama, meskipun lesi
pada yang terakhir biasanya jauh lebih parah; hal ini berlaku untuk gangguan sel
epitel serta karakter infiltrasi limfoplasmiksi. Selain itu, distribusi lesi
gastrointestinal di usus kecil, seperti hal umum lainnya, lebih luas pada celiac
disease. Perubahan fungsional pada usus dan gejala klinis yang ditemukan dalam
GSE terkait dengan DH dan yang ditemui pada celiac disease adalah serupa tetapi
sekali lagi berbeda dalam derajat, yang pada akhirnya menjadi lebih parah.
Dengan demikian, pada DH satu diantaranya teramati mengalami steatorrhea
(20% hingga 30% pasien), penyerapan D-xilosa abnormal (10% hingga 33%
pasien), dan kadang-kadang anemia sekunder akibat kekurangan zat besi atau
folat.
Pada pasien yang tidak memakai dapson atau obat-obatan terkait, yang
terakhir biasanya karena malabsorpsi. Studi menggunakan diet unsur (lihat
elemental dan terapi diet lainnya) dalam pengobatan. Pada DH masih
dipertanyakan peran penting keterkaitan dengan gluten dalam patogenesis
penyakit ini. Selain lesi usus kecil, pasien dengan DH memiliki peningkatan
insidensi achlorhydria dan gastritis atrofi.76,77 Laporan anernia hemolitik dan
antibodi terhadap sel parietal lambung dengan demikian cenderung disebabkan
oleh lebih dari yang diperkirakan.
MALIGNANSI
Leonard dkk. telah melaporkan peningkatan frekuensi keganasan, terutama
limfoma gastrointestinal, dan Collin dkk. telah melaporkan peningkatan yang
signifikan dalam limfoma non-Hodgkin pada pasien dengan DH7, 79 Sebuah studi
retrospektif gabungan dari kedua kelompok ini menunjukkan peran protektif
untuk diet bebas gluten terhadap limfoma gastrointestinal.80 Hervonen dan rekan
kerja melaporkan bahwa 1% dari 1104 pasien dengan DH mengalami limfoma
dari 2 hingga 31 tahun setelah diagnosis DH. Yang menarik, hanya dua limfoma
dari tipe yang terkait enteropati, sedangkan 8 merupakan limfoma tipe sel-B dan
satu tidak dapat diklasifikasikan. Para pasien DH yang mengalami limfoma telah
mengikuti diet bebas gluten yangkurang ketat dibandingkan pasien tanpa
limfoma.81 Baru-baru ini, Viljamaa dan rekan kerjanya melaporkan tingkat
keganasan dan kematian pada pasien dengan DH dengan studi berbasis populasi
30 tahun.82
Mereka melaporkan tidak ada perbedaan dalam tingkat keganasan secara
keseluruhan pada pasien dengan DH dari populasi umum; Namun, terdapat
peningkatan limfoma non-Hodgkin. Menariknya tingkat mortalitas untuk pasien
dengan DH lebih rendah daripada populasi umum. Secara keseluruhan, penelitian
ini menunjukkan bahwa pasien dengan DH berada pada peningkatan, meskipun
rendah, risiko limfoma dan bahwa risiko ini tidak terbatas pada limfoma terkait
enteropati.

PENYAKIT LAINNYA
Selain celiac disease, gastritis atrofi, dan anemia pernisiosa (lihat
Manifestasi saluran cerna), pasien DH memiliki insiden penyakit autoimun lain
yang lebih tinggi seperti penyakit tiroid, diabetes dependen insulin, lupus
eritematosus, sindrom Sjogren dan vitiligo. Dalam hal ini predileksi untuk
penyakit autoimun terkait mungkin karena frekuensi tinggi dari haplotipe leluhur
8,1 pada pasien DH ini. Seperti penyakit neurologis telah dilaporkan pada pasien
dengan celiac disease yang terisolasi, termasuk epilepsi, ataksia, dan demensia;
Namun, konfirmasi temuan ini menunggu konfirmasi dengan studi epidemiologi
skala besar.86 Beberapa penulis telah mengusulkan bahwa pasien dengan DH
mungkin berisiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi neurologis ini karena
mengkonsumsi gluten dalam jangka lama; Namun, Wills dan rekan kerja tidak
menemukan bukti penyakit neurologis dimediasi imun dalam evaluasi pasien
dengan DH mereka.87
Pasien dengan celiac disease yang tidak diobati juga telah ditemukan
memiliki peningkatan frekuensi kerapuhan tulang.88 Pasien dengan DH sering
melanjutkan diet yang mengandung gluten dalam jangka lama, meskipun tingkat
rendah, malabsorpsi. Di Stefano menunjukkan kepadatan mineral tulang yang
berkurang secara signifikan pada pasien DH dengan diet yang mengandung
gluten.89 Temuan ini menunjukkan bahwa pasien

DIAGNOSIS BANDING
Kotak 59-1. Diagnosis Banding dari Dermatitis Herpetiformis
Pertimbangkan
 Eksim
 Dermatitis Atopik
 Urtikaria Papular
 Ekskoriasi neurotik
 Pemfigoid Bulosa
 Pemfigoid Gestasional
 Linear Immunoglobulin A dermatosis
 Dermatitis Atopik
Singkirkan
 Skabies
DH dapat membingungkan dengan berbagai kondisi lain karena
manifestasi pleomorfik dan kurangnya lesi diagnostik tertentu (Kotak 59-1).
Ekskoriasi neurotik, eksim, urtikaria papular, dermatitis akantolitik transien,
pemfigoid, pemfigoid gestasi, eritema multiforme, dan berbagai penyakit kulit
lainnya dapat dibedakan dengan mudah berdasarkan kriteria histologis dan
imunologi. Linear IgA disease mungkin lebih sulit untuk membedakan secara
klinis dan histologis, tetapi ini khas secara imunologis. Indeks kecurigaan yang
tinggi sangat membantu dalam hal itu bahkan tanpa adanya lesi primer. DH dapat
didiagnosis berdasarkan deposit IgA granular yang terikat secara in vivo pada
kulit yang tampak normal.

PENGOBATAN
Sulfonamid
Diaminodiphenyl sulfone (dapson), sulfoxone (diasone-tidak tersedia di
Amerika Serikat), dan sulfapiridin memberikan perbaikan yang cepat dalam
meringankan gejala dan tanda-tanda. Gejala dapat mereda hanya dalam 3 jam atau
selama beberapa hari setelah pil pertama digunakan, dan lesi baru tidak lagi
mengalami erupsi setelah 1 hingga 2 hari pengobatan. Eksaserbasi terjadi dari
beberapa jam hingga beberapa hari setelah penghentian pengobatan. Respon
terhadap terapi ini, untuk waktu yang lama, merupakan elemen terpenting dalam
membuat diagnosis. Perawatan yang disukai untuk orang dewasa adalah dapson
dengan dosis awal 100 hingga 150 mg / hari (ini biasanya dapat diminum sekali
sehari). Kadang-kadang pasien dapat memerlukan 300 hingga 400 mg dapson
untuk perbaikan awal. Pasien harus diinstruksikan untuk menggunakan dosis
minimal yang diperlukan untuk menekan tanda dan gejala. Tidak semua pasien
membutuhkan perawatan sehari-hari; dalam kasus yang jarang, 25 mg setiap
minggu sudah cukup.
Sulfapyridine, dalam dosis 1,0 hingga 1,5 g setiap hari, sangat berguna
pada pasien yang tidak toleran terhadap dapson, pada pasien usia lanjut, dan pada
pasien dengan masalah kardiopulmoner. Farmakologi, mekanisme aksi, efek
samping, dan pemantauan dapson dibahas dalam Bab. 226. Penting untuk
mengetahui bahwa obat anti-inflamasi nonsteroid biasanya dapat memperburuk
DH, bahkan pada pasien yang menggunakan dapson.90

DIET BEBAS GLUTEN


Pengaruh Pada Usus Kecil
Tidak ada keraguan bahwa lesi usus pada DH merespon penghindaran diet
gluten. Perjalanan waktu respon pada orang dewasa dengan DH sama dengan
pada orang dewasa dengan celiac disease.

Pengaruh Pada Penyakit Kulit


Kepatuhan yang ketat untuk diet bebas gluten, setelah bervariasi dapat
periode waktu (dari 5 bulan sampai 1 tahun), mengurangi atau sepenuhnya
menghilangkan. Persyaratan untuk pengobatan di sebagian besar tetapi tidak
semua pasien. Studi awal paling luas oleh Fry dkk. telah dikonfirmasi oleh
beberapa kelompok.14 Namun, hanya pasien yang sangat termotivasi yang dapat
mengikuti diet, yang memerlukan konseling oleh individu yang sangat akrab
dengan penggunaannya.

Terapi Diet Elemental dan Lainnya


Studi pada sejumlah kecil pasien DH telah menunjukkan bahwa diet unsur
(terdiri dari asam amino bebas, polisakarida rantai pendek, dan sejumlah kecil
trigliserida) dapat sangat bermanfaat dalam mengurangi penyakit kulit dalam
beberapa minggu.91,92 Efek menguntungkan pada penyakit kulit dapat dicapai
bahkan jika pasien mengkonsumsi gluten dalam jumlah besar.91 Sayangnya diet
unsur sulit untuk ditolerir untuk waktu yang lama. Tidak dapat disangkal,
perbaikan total dari lesi kulit pada DH juga telah dilaporkan dalam kepatuhan
terhadap protein tinggi, lemak tak terbatas, diet rendah karbohidrat yang
dipopulerkan sebagai '' Diet Atkins ''.93 Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengkonfirmasi laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA

4. Duhring LA: Dermatitis herpetiformis.JAMA 3:225, 1893.


9. Van der Meer JB: Granular deposits of immunoglobulins in the skin of patients
with dermatitis herpetiformis: An immunofluorescent study. Br J Dermatol
81:493,1969.
11. Marks J. Shuster S, Watson AJ: Small bowel changes in dermatitis
herpetiformis. Lancet.2:1280, 1966.
14. Fry L et al: Clearance of skin lesions in dermatitis herpetiformis after gluten
withdrawal. umcen 1:288, 1973.
15. Katz SI et al: Hi-A8: A genetic link between dermatitis herpetiformis and
gluten-sensitive enteropathy. J Clin Invest 51:2977, 1972.
19. Sardy M et al: Epidermal transglutaminase (TGase 3) is the autoantigen of
dermatitis herpetiformis. J Ext Med 195:747,2002.
39. Marietta E et al: A new model for dermatitis herpetiformis that uses HLA-
DQ8 transgenic NOD mice.J Clin Invest 114:1090,2004.
42. Leonard J et al: Gluten challenge in dermatitis herpetiformis. N Eng J Med
308:816,1983.
81. Hervonen KF et a1: Lymphoma in patients with dermatitis herpetiformis and
their first-degree relatives. Br J Dermal of 152:82,2005.

Anda mungkin juga menyukai