AKRODERMATITIS
DISUSUN OLEH:
Mutiara Bagus Niti, S.Ked
11310247
DOKTER PEMBIMBING
dr. Arif Effendi,Sp.KK
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit peradangan kronik, yang bersifat hilang
timbul, dan disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada bayi dan anak,
menghilang pada 50% kasus saat remaja tetapi dapat menetap atau bahkan dimulai pada masa
dewasa.
Dermatitis atopik dibagi 2 tipe yaitu :
Tipe 1 : murni
Yaitu dermatitis atopik yang tidak disertai keterlibatan saluran napas, ada 2 tipe yaitu :
a. Intrinsik : tidak terdeteksi adanya sensitasi IgE spesifik dan tidak terdapat peningkatan IgE
total serum.
b. Ekstrinsik : terbukti dengan adanya sensitasi terhadap alergen hirup dan alergen makanan pada
uji kulit dan pada serum.
Tipe 2 : bentuk campuran
Yaitu dermatitis atopik yang disertai gejala saluran napas dan terdapat sensitasi IgE.
Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5 tahun sebesar
3,1%, sedangkan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30 tahun terakhir. Sangat
mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan, seperti bahan kimia industri,
makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan bahwa peningkatan ini juga disebabkan
perbaikan prosedur diagnosis dan pengumpulan data.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Definisi
Dermatitis atopic (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor
herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula, vesikel,
kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi atau alergi, faktor
psikologik, atrau akibat bahan kimia atau iritan.
II.2.
Epidemiologi
Dermatitis atopic (DA) merupakan masalah kesehatan masyarakat utama diseluruh dunia
dengan pravalensi pada anak-anak 10-20% dan pravalensi pada orang dewasa 1-3%. Dermatitis
atopic lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan ratio 1,5:1. Dermatitis atopic
sering dimulai pada awal masa pertumbuhan (early-onset dermatitis atopic). Empat puluh lima
persen kasus dermatitis atopic pada anak pertama kali muncul dalam usia 6 bulan pertama, 60%
muncul pada usia satu tahun pertama, dan 85% kasusu muncul pertama kali sebelum usia 5
tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada saat dewasa (late onset dermatitis atopic), dan
pasien ini dalam jumlah besar tidak ada tanda-tanda sensitisasi yang dimediasi oleh IgE.
II.3.
Etiopatogenesis
Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui,
demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat ditegakan. Rasa gatal
dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan lewat
syaraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan ke thalamus
kontralateral dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan, superficial dengan intensitas
rendah menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi menyebabkan
rasa nyeri. Sebagian pathogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik dan nonimunologik.
a) Reaksi imunologis DA
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya
seperti asma bronchial, rhinitis alergi, atau dermatitis atopi. Sebagian besar
anak dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar IgE total dan
eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama yang moderat dan berat
akan berlanjut dengan asma dan /atau rhinitis alergika di kemudian hari, dan
semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit
atopi.
b) Faktor non imunologis
Faktor non imunololgis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain
adanya faktor genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit
diperberat oleh udara yang lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan
detergen yang berasal dari sabun. Kulit yang kering akan menyebabkan nilai
ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan yang ringan seperti
iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.
c) Faktor-faktor pencetus
Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge
(DBPCFC), hamper 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat
mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayio dan anak dengan
alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE
spesifik positif terhadap berbagai macam makanan. Walaupun demikian
uji kulit positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa
penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut, oleh karena itu masih
diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut
untuk menetukan kepastiannya.
Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat
dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau
lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terihat pada alergi tungau debu rumah
(TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95% penderita DA
mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR dibandingkan hanya 42%
pada penderita asma. Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa
diakibatkan oleh allergen hirup lainnya seperti bulu binatang rumah
tangga, jamur, atau ragweed di negara-negara dengan 4 musim.
Infeksi kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh
kuman umumnya Sthapylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus
dapat ditemukan pada 90% lesi penderita DA dan jumlah koloni bisa
mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat infeksi kuman
Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai
superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya
melepaskan histamine. Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi
harus diberikan kombinasi antibiotika terhdap kuman stafilokokus dan
steroid topikal.
II.4.
Manifestasi klinis
Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopic, yaitu bentuk infantile, bentuk anak, dan
bentuk dewasa.
II.5.
Diagnosis
Hanfin dan Lobitz (1977) menyusun petunjuk yang sekarang diterima sebagaidasar untuk
menegakan diagnosis DA. Mereka mengajukan berbagai macam criteria yang dibagi dalam
criteria mayor dan criteria minor. Dermatitis atopic dikenal sebagai gatal yang menimbulkan
kelainan kulit, bukan kelainan kulit yang menimbulkan gatal. Tetapi belum ada kesepakatan
pendapat mengenai hal ini, karena pada pengamatan lesi di muka dan punggung bukan
diakibatkan garukan, selain itu dermatitis juga terjadi pada bayi yang belum mempunyai
mekanisme gatal-garuk.
Kriteria diagnosis dermatitis atopic dari Hanfin dan Lobitz, 1977
Kriteria mayor (>3)
Xerosis
Ptriasis alba
Keilitis
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Intolerans perifolikular
Untuk mendiagnosis dermatitis atopic harus ada kriteria mayor 3 dan kriteria minor 3
Pruritus
Xerosis/iktosis/hiperliniaris Palmaris
Aksentuasi perifolikular
Harus ada :
II
Riwayat perubahan kulit/kering di fosa kubiti, fosa poplitea, bagian anterior dorsum pedis atau
seputar leher (termasuk kedua pipi pada anak < 10 tahun)
Riwayat asma atau hay fever pada anak ( riwayat atopi pada anak < 4tahun pada generasi-1 dalam
keluarga
II.6.
Dermatitis di fleksural ( pipi, dahi, dan paha bagian lateral pada anak < 4 tahun
Awitan dibawah umur 2 tahun ( tidak dinyatakan pada anak < 4 tahun
Pemeriksaan penunjang
1. Dermatografisme putih, untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan
terhadap kulit.
2. Percobaan asetilkolin akan menimbulkan vasokontriksi kulit yang tampak sebagai
garis pucat selama satu jam.
3. Uji kulit dan IgE RAST
Pemeriksaan uji tusuk dapat memperlihatkan allergen mana yang berperan,
namun kepositifannya harus sejalan dengan derajat kepositifan IgE RAST
(spesifikterhadap allergen tersebut). Khususnya pada alergi makanan, anjuran diet
sebaiknya dipertimbangkan secara hati-hati setelah uji tusuk
Hasil penelitian adanya sel IgE pada sel langerhans membuktikan mekanisme
respon imun tipe I pada dermatitis atopic, adanya pajanan terhadap allergen luar
dan peran IgE di kulit.
5. Jumlah eosinofil
Peningkatan jumlah eosinofil di perifer maupun di jaringan kulit umumnya
seirama dengan beratnya penyakit dan lebih banyak ditemuakn pada keadaan
yang kronis.
6. Faktor imunogenik HLA
Walaupun belum secara bermakna HLA-A9 diduga berperan sebagai faktor
predisposisi intrinsic pasien atopic. Pewarisan genetiknya bersifat multifactor.
Dugaan lain adalah kromosom 11q13 juga didapat ikut berperan pada timbulnya
dermatitis atopik.
7. Kultur dan resistensi
Mengingat adanya kolonisasi Staphylococus aureus pada kulit pasien atopic
terutama yang eksudatif (walaupun tidak tampak infeksi sekunder), kultur dan
resistensi perlu dilakukan pada dermatitis atopic yang rekalsitran terutama di
rumah sakit kota besar.
II.7.
Diagnosa Banding
1. Dermatitis seboroik
Ditandai erupsi berskuama, salmon colored atau kuning berminyak yang
mengenai kulit kepala, pipi,badan,eksremitas dan diaper area.
2. Dermatitis kontak
Biasanya lesi sesuai dengan tempat kontaktan, lesi berupa popular miliar dan
erosif.
3. Dermatitis numularis
Penyakit yang ditandai lesi yang berbentuk koin. Ukuran diameter 1 cm atau
lebih, timbul pada kulit yang kering.
4. Psoriasis
Lesi psoriasis berwarna merah dan skuama seperti perak micaceous (seperti
mika). Predileksi psoriasis di permukaan ekstensor, terutama pada siku dan lutut,
kulit kepala dan daerah genital.
5. Skabies
Diagnosis ditegakan dengan adanya riwayat rasa gatal di malam hari, distribusi
lesi yang khas, dengan lesi primer yang patognomonik berupa adanya burrow dan
adanya kutu pada pemeriksaan mikroskopik.
6. Dermatitis herptiformis
Penyakit yang menahun dan residif, ruam bersifat polimorfik terutama berupa
vesikel, terusun berkelompok dan simetrik serta disertai rasa sangat gatal.
II.8.
A. Umum
Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap individu, karena
itu perlu indentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor tersebut.
B. Khusus
1. Pengobatan Topikal
a. Hidrasi kulit
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik
dan penderita tidak menggaruk dan lebih impermeable terhadap
mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat digunakan
anatar lain cream hidrofilik 10%, pelembab yang mengandung asam laktat
dengan konsentrasi kurang dari 5%.Pemakaian pelembab beberapa kali
sehari setelah mandi
b. Kortikosteroid
Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA, tetapi harus
berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup banyak. Kortikosteroid
potensi rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan daerah genitalia.
Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila
aktifitas penyakit telah terkontrol, kortikosteroid diaplikasikan intermitten
umumnya dua kali seminggu.
c. Imunomodular topikal.
1) Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk
salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun dan dewasa 0,03% dan
0,1%.
2) Pimekrolimus
Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomudolator
golongan makrolatum.Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1%
2 kali sehari.
3) Preparat ter
Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit.
Sediaan dalam bentuk salaphdrofilik.
d. Antihistamin
Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat
menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian cream doxepin 5% dalam
jangka pendek dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi.
2. Pengobatan Sistemik
a. Kortikosteroid
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA ekserbasi akut. Digunakan dalam
waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-seling.
b. Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamine harus
diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas
penderita dll.Pada kasus sulit dapat diberikan doxepin hidroklorid 1075mg/oral/2x sehari.
c. H1 dan H2
1) Anti infeksi
Pemberian antibiotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan
koloni S.aureus pada penderita DA. Dapat diberi ertitromisin atau
kaltromisin. Bila ada infeksi virus dapat diberi asiklovir 3x
400mg/hari selama 10 hari atau 4x 200mg/hari untuk 10 hari.
2) Interferon
INF y bekerja menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dari
proliferasi sel TH1.
3) Siklosporin
Adalah suatu imonosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan
terikat dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang akan
menghambat
Calcineurin
sehingga
transkripsi
sitokin
II.9.
Prognosis
Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial.Faktor yang berhubungan
Anak tunggal
BAB III
KESIMPULAN
Dermatitis atopik adalah salah satu dari sepuluh besar penyakit yang sering terjadi,
karenanya perlu pemahaman yang lebih mendalam. Selain karena dermatitis atopic dapat
menyembuh dengan bertambahnya usia, tetapi dapat pula menetap bahkan meluas dan memberat
sampai usia dewasa.
Dalam penegakan diagnosisnya, dermatitis atopi tidaklah terlalu sulit namun tidak juga
mudah. Karena kadang gejala dan wujud kelainan kulitnya tidak khas. Namun kita selaku dokter
perlu mengetahui dan memahaminya, sehingga diharapkan mampu mendiagnosis dan
memberikan terapi yang tepat terhadap pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kariosentono, harijono. Dermatitis atopik ( Eksema ) Dari gejala klinis, Reaksi atopik,
Peran
eosinofil,
Tungau
debu
rumah,
Sitokin
sampai
kortikosteroid
pada