DERMATITIS ATOPI
Oleh:
Preseptor:
2018
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Istilah atopi berasal dari kata atopos (out of place) yang berarti berbeda; dan yang
dimaksud adalah penyakit kulit yang tidak biasa, baik lokasi kulit yang terkena, maupun
perjalanan penyakitnya.1 Dermatitis adalah peradangan kulit yang bersifat akut, subakut,
atau kronis sebagai respon pengaruh faktor eksogen dan atau eksogen, menyebabkan
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit yang kronik residif, disertai rasa
gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu terutama di wajah pada bayi (fase infantil) dan
bagian fleksural ekstrimitas (pada fase anak).3 DA kadang-kadang disebut juga eksim
fungsi sawar kulit, sensitisasi alergen, dan infeksi kulit berulang.3 DA juga dikaitkan
dengan kondisi alergi lainnya, termasuk alergi makanan, asma, dan rinokonjungtivitis
1.2 Epidemiologi
Australia dan Negara industri lain, prevalensi DA pada anak mencapai 10-20%,
sedangkan pada dewasa kira-kira 1-3%. Di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur,
Asia Tengah, prevalensi DA jauh lebih rendah. Perempuan lebih banyak menderita DA
sekolah (5-9 tahun) ditemukan sebesar 10,5% dari 4.219 anak. Di negara berkembang,
10-20% anak menderita dermatitis atopik dan 60% diantaranya menetap sampai dewasa.1
Pada laporan Bagian Dermatologi Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP dr. M
Djamil Padang, didapatkan tahun 2009 sebanyak 49 kasus DA dari total kunjungan 8.971
pasien dan tahun 2010 terdapat 119 kasus DA dari total kunjungan 8.330 pasien.
Sekitar 50% kasus DA muncul pada tahun pertama kehidupan, dan mayoritas
terjadi dalam 5 tahun pertama kehidupan, dan sisa kasus DA dewasa biasanya muncul
sebelum usia 30 tahun. Atopi sekarang umum ditemukan pada populasi yang kebanyakan
individu memiliki riwayat keluarga dari atopi.4 Penelitian genetik menyatakan risiko DA
pada kembar monozigot sebesar 77% dan dizigot 25%. Apabila kedua orangtua
menderita DA, 81% anaknya berisiko menderita DA. Apabila hanya salah satu
1.3 Etiopatogenesis
1.3.1 Etiologi
DA merupakan penyakit inflamasi kulit yang sangat gatal hasil dari interaksi
kompleks antara kerentanan genetik menghasilkan defek sawar kulit, defek sistem imun
bawaan, dan peningkatan respon imunologis terhadap alergen dan antigen mikrobial.3
Dermatitis atopik erat kaitannya dengan gangguan fungsi sawar kulit akibat
menurunnya fungsi gen yang meregulasi amplop keratin (filagrin dan lorikrin),
sawat kulit. Sawar epidermis juga dapat dirusak oleh paparan protease eksogen dari
tungau dan Staphylococcus aureus.3 Peningkatan TEWL dan penurunan kapasitas kulit
menyimpan air serta perubahan komposisi lipid esensial kulit, menyebabkan kulit
pasien DA lebih kering dan sensitivitas gatal terhadap berbagai rangsangan bertambah,
Penelitian genetik terhadap pasien asma memperlihatkan gen yang sama pada
pasien dermatitis atopik, yaitu gen 11q13 sebagai gen pengkode reseptor IgE. Ekspresi
reseptor IgE tersebut pada sel penyaji antigen dapat memicu terjadinya rangkaian
diproses dan disajikan kepada sel Th2. Sel dendritik (DC) memiliki peran penting
mendeteksi alergen atau pathogen lingkungan melalui Toll-like receptor (TLR). Sel
antigen sebelum disajikan kepada sel T. IgE penyandang LC biasanya mengaktivasi sel
Th2 langsung pada kulit atopi, namun dapat bermigrasi ke nodus limfe untuk
menstimulasi sel T naif untuk meningkatkan jumlah sel Th2 sistemik. Pada fase DA
akut, produksi sitokin dari Th2, terutama IL-4 dan IL-13 memediasi sintesis IgE dan
meningkatkan ekspresi molekul adesi pada sel endotel. IgE memacu degranulasi sel
mast melepas berbagai mediator serta IL-4 dan IL-5. IL-5 mampu menarik eosinofil
dan memeliharanya di jaringan. IL-31 yang juga produk Th2 meningkat pada kulit
pasien DA dan kadar serum IL-31 berkorelasi dengan tingkat keparahan lesi kulit.1, 3
Pada dermis saat lesi akut didapatkan influks sel T beserta monosit dan
makrofag. Infiltrasi limfositik ini terdiri dari sel T memori teraktivasi membawa CD3,
CD4, dan CD45. Eosinofil jarang didapatkan pada DA akut. Sel mast juga ditemukan
dalam jumlah normal dan aktif berdegranulasi.3 LC dan makrofag (sebagai sel
Pada lesi kronik DA terdapat peningkatan LC dan IgE di epidermis, infiltrat di dermis
lebih banyak mengandung sel MN/makrofag, sel yang bergranulasi penuh, banyak sel
eosinofil yang diinduksi oleh IL-5.1 Rumatan DA kronik juga melibatkan produksi dari
sitokin Th1-like IL-12 dan IL-18, serta sitokin terkait remodeling seperti IL-11 dan
Pada pasien DA diketahui IgE berjumlah lebih banyak dan menunjukkan daya
afinitas yang tinggi pada reseptor di keratinosit dan LC, sehingga patogenesis DA lebih
diperankan oleh reaksi tipe I. Pada reaksi hipersensitivitas tipe I (dimediasi IgE),
rangsangan zat/bahan langsung pada sel mast dapat menyebabkan sel mast
berdegranulasi dan melepaskan berbagai mediator, antara lain histamine, kinin, bradikini,
tripsin, papin, leukotriene B4, prostaglandin E2, dan 12 HETE. Mediator tersebut
menimbulkan vasodilatasi, reaksi inflamasi (migrasi sel, ekspresi adesi molekul, dan
terhadap berbagai antigen, misalnya debu, tungau, serbuk sari, makanan, dan S. aureus.1
1.4 Faktor Risiko
autosomal dominan; 75% anak akan mengalami alergi bila kedua orang tua
mempunyai riwayat alergi, dibandingkan dengan 50% anak bila hanya 1 orang tua
b. Sosioekonomi: lebih banyak ditemukan pada status sosial yang lebih tinggi
dibandingkan dengan status sosial yang lebih rendah. Hal tersebut dapat diterangkan
c. Laktasi: makin lama mendapat air susu ibu makin kecil kemungkinan untuk mendapat
d. Pengenalan makanan padat terlalu dini (sebelum 4 bulan), akan meningkatkan angka
kejadian dermatitis atopik sebesar 1,6 kali. Sensitisasi umumnya terjadi terhadap
e. Polusi lingkungan, antara lain daerah industri dengan peningkatan polusi udara,
kelembaban udara, water hardeness, asap rokok, penggunaan pendingin ruangan yang
berpengaruh pula pada kelembaban, penggunanan shampo dan sabun yang berlebihan,
Gejala utama DA adalah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi
umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga
DA dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: DA infantil (terjadi pada usia 2 bulan
sampai 2 tahun; DA anak (2 sampai 10 tahun); dan DA pada remaja dan dewasa.1
DA lebih sering muncul pada usia bayi, umumnya terjadi pada usia 2 bulan.
Sebanyak 50% atau lebih dari kasus DA muncul pada tahun pertama kelahiran, namun
biasanya setelah usia 2 bulan. Eksim pada bayi biasanya diawali eritema dan sisik pada
ppi. Erupsi akan melebar ke kulit kepala, leher, dahi, pergelangan, ekstrimitas ekstensor
dan bokong.1, 4
Bisa terdapat eksudat signifikan, efek sekunder dari digaruk dan
digosok, infeksi termasuk krusta, infiltrat, dan pustul. Plakat eritematosa berbatas difus,
Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur,
dan sering menangis. Pada umumnya lesi DA infantil eksudatif, banyak eksudat, erosi,
krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata bahkan, walaupun
jarang, dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi menjadi kronis dan residif. Pola
infantil DA biasanya menghilang pada akhir usia kedua kehidupan. Fase infantil dapat
mereda dan menyembuh. Pada sebagian pasien dapat berkembang menjadi fase anak
Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau muncul tanpa didahului fase
infantil. Tempat predileksi lebih sering di fosa kubiti dan popliteal, fleksor pergelangan
tangan dan kaki, kelopak mata dan lipatan leher, tersebar simetris.1, 2 Lesi lebih kering,
likenifikasi, dan sedikit skuama. Rasa gatal menyebabkan penderita sering menggaruk;
dapat terjadi erosi, ekskoriasi, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder.
Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan lainnya yang menyebabkan gatal,
kendali. Rasa gatal juga terjadi saat tidur, menyebabkan kurangnya istirahat dan
DA fase remaja dan dewasa (usia > 13 tahun) dapat merupakan kelanjutan fase
infantil atau fase anak. Tempat predileksi mirip dengan fase anak, dapat meluas
mengenai kedua telapak tangan, jari-jari, pergelangan tangan, bibir, leher bagian
anterior, kulit kepala, dan puting susu, serta ekstensor tungkai bawah. Manifestasi klinis
dan skuamasi.1,2 Rasa gatal lebih hebat saat beristirahat, udara panas, dan berkeringat.
Pada orang dewasa sering mengeluhkan munculnya DA dicetuskan oleh rasa emosional
akut. Stres, cemas, dan depresi menurunkan ambang batas gatal yang dirasakan
Pendingin fisik dan emolien dapat memperbaiki kondisi ini, sehingga pasien atopi dapat
Diagnosis DA didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka (minimal 3
Kriteria mayor
a. Riwayat dermatitis fleksural d. Riwayat personal asma
b. Onset di bawah usia 2 tahun e. Riwayat kulit kering
c. Terdapat ruam yang gatal f. Riwayat atopi pada keluarga
Kriteria minor
a. Xerosis/kulit kering n. Lipatan Dennie-Morgan
b. Iktiosis o. Keratokonus
c. Hiperlinearis palmaris p. Katarak subkapsular anterior
d. keratosis pilaris q. Orbita menjadi gelap
e. Alergi tipe I/peningkatan serum IgE r. Muka pucat atau eritem
f. Dermatitis tangan/kaki s. Gatal bila berkeringat
g. Keilitis t. Intoleran terhadap wol atau pelarut
h. Dermatitis papilla mamae lemak
i. Terdapat peningkatan S.aureus dan u. Aksentuasi perifolikular
virus herpes simpleks v. Hipersensitif terhadap makanan
j. Keratosis perifolikuler w. Perjalanan penyakit dipengaruhi
k. Pitiriasis alba faktor lingkungan dan atau emosi
l. Awitan usia dini x. White dermographism dan delayed
m. Konjungtivitis berulang blanch response
Gambar 2. Gambaran Kriteria Minor pada Dermatitis Atopik
a. xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris,
b. fisura belakang telinga,
c. Sisik kulit kepala kronis,
d. aksentuasi perifolikular.
1. Laboratorium
Tidak ada hasil laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis dermatitis
atopik. Hasil yang dapat ditemukan pada dermatitis atopik, misalnya kenaikan kadar
IgE dalam serum, berkurangnya jumlah sel-T ( terutama T-supresor) dalam imunitas
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respon yakni berturut-turut:
garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna merah disekitarnya selama
beberapa detik, edema timbul setelah beberapa menit. Penggoresan pada penderita
atopi: garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2 detik-5
menit, sedangkan edema tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme putih.3
Contact dermatitis Riwayat kontak, ruam di tempat kontak, riwayat keluarga (-)
1.9 Penatalaksanaan
1.9.1 Edukasi
Kulit penderita DA cenderung rentan terhadap bahan iritan, oleh karena itu
“gatal-garuk”, misalnya sabun dan deterjen; kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar,
pajanan terhadap panas atau dingin yang ekstrim. Bila memakai sabun hendaknya yang
berdaya larut minimal terhadap lemak dan pH netral. Pakaian baru sebaiknya dicuci
terlebih dahulu sebelum. Mencuci pakaian dengan deterjen harus dibilas dengan baik.
Kalau selesai berenang harus segera mandi untuk membilas klorin yang biasanya
digunakan pada kolam renang. Stres psikis juga dapat menyebabkan eksaserbasi DA.
Acapkali serangan dermatitis pada bayi dan anak dipicu oleh iritasi dari luar,
misalnya terlalu sering dimandikan; menggosok terlalu kuat; pakaian terlalu tebal, ketat
atau kotor; kebersihan kurang terutama di daerah popok; infeksi lokal; iritasi oleh
kencing atau feses; bahkan juga medicated baby oil. Pada bayi penting diperhatikan
kebersihan daerah bokong dan genitalia; popok segera diganti, bila basah atau kotor.
Upaya pertama adalah melindungi daerah yang terkena terhadap garukan agar tidak
(misalnya wol, atau sintetik), bahan katun lebih baik. Kulit anak/bayi dijaga tetap
dan allergen, sehingga perlu diberikan pelembab, misalnya krim hidrofilik urea 10%;
mengandung asam laktat, konsentrasinya jangan lebih dari 5%, karena dapat
mengiritasi bila dermatitisnya aktif. Setelah mandi kulit dilap, kemudian memakai
emolien. Emolien dipakai beberapa kali sehari, karena lama kerja maksimum 6 jam.
yang paling sering digunakan sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Namun demikian harus
waspada karena dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan. Pada bayi digunakan
salap steroid berpotensi rendah, misalnya hidrokortison 1 %-2.5%. Pada anak dan
muka digunakan steroid berpotensi lebih rendah. Kortikosteroid berpotensi rendah juga
dipakai di daerah genitalia dan intertriginosa, jangan digunakan yang berpotensi kuat.
Bila aktivitas penyakit telah terkontrol, dipakai secara intermiten, umumnya 2 kali
seminggu, untuk menjaga agar tidak cepat kambuh; sebaiknya dengan kortikosteroid
Imunomodulator topikal
diberikan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun; untuk dewasa 0,03%
dan 0,1%. Takrolimus menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam DA yaitu: sel
Langerhans, sel T, sel mas, dan keratinosit. Tidak ditemukan efek samping kecuali rasa
seperti terbakar setempat. Tidak menyebabkan atrofi kulit seperti pada pemakaian
siklosporin dan takrolimus walaupun ketiganya berbeda dalam struktur kimianya, yaitu
bekerja sebagai pro-drug, yang baru menjadi aktif bila terikat pada reseptor sitosolik
produksi sitokin Th1 (IFN-y dan IL-2) dan Th2 (IL-4 dan IL-10) dihambat. Askomisin
dermatitis kontak alergik, tetapi respons imun primer tidak terganggu bila diberikan
Derivat askomisin yang digunakan ialah krim SDZ ASM 981 konsentrasi 1%,
superpoten), tidak menyebabkan atrofi kulit (setidaknya selama 4 minggu), aman pada
anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif misalnya pada muka dan lipatan. Cara
tahun. Penderita yang diobati dengan pimekrolimus dan takrolimus dinasehati untuk
memakai pelindung matahari karena ada dugaan bahwa kedua obat tersebut berpotensi
karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Dilaporkan bahwa aplikasi
topikal krim doksepin 5% dalam jangka pendek (satu minggu), dapat mengurangi gatal
tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila dipakai pada area yang luas akan
mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan
samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih berat akan muncul kembali.
yang hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu
antihistamin yang dipakai ialah yang mempunyai efek sedatif, misalnya hidroksisin
atau difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid
yang mempunyai efek antidepresan dan memblokade reseptor histamih H1 dan H2,
dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam hari pada orang dewasa.
belum resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau, klaritromisin, sedang untuk
sefalosporin.
Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks kortikosteroid dihentikan
sementara dan diberikan per oral asiklovir 400 mg 3 kali per hari selama 10 hari, atau
Interferon. IFN-y diketahui menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan
diberikan pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis jangka pendek
yang dianjurkan per oral: 5 mg/kg berat badan. Siklosporin adalah obat imunosupresif
kuat yang terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan cyclophilin menjadi satu
segera kambuh lagi. Efek samping yang mungkin timbal yaitu peningkatan kreatinin
dalam serum, atau bahkan terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi1.
1.9.4 Fototerapi
Untuk DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA seperti yang dipakai pada
psoriasis. Terapi UVB, atau Goeckerman dengan UVB dan ter juga efektif. Kombinasi
UVB dan UVA lebih baik daripada hanya UVB. UVA bekerja pada sel Langerhans dan
yang berhubungan dengan dermatitis atopik biasanya ditemukan lesi eritema dengan
eksudasi dan krusta, skuama berminyak dan jerawat kecil pada ujungnya.5
infeksi jamur. Faktor individu dan lingkungan sehari-hari juga berperanan penting
pada timbulnya komplikasi ini, seperti kaus kaki serta olahragawan. Pytiriosporum
3. Infeksi Virus
Kutil karena virus dan moluscum kontagiosum ditemukan lebih sering pada
dermatitis atopik, sedangkan infeksi herpes simpleks dapat menimbulkan lesi yang
menyebar luas. Kelainan dikenal sebagai Eksim herpetikum atau eksim vaksinatum.
Perkembangan erupsi vesicular yang meningkat pada orang yang atopik dapat
4. Eritroderma
Terjadi pada 4-14% kasus dermatitis atopik. Keadaan tersebut dapat terjadi akibat
atopik berat. Komplikasi ini cenderung dapat mengancam hidup pasien bila terdapat
Sulit meramalkan prognosis DA. pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila kedua
orang tuanya menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan
sering ada yang kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas 30
tahun. Penyembuhan spontan DA. yang diderita sejak bayi pernah dilaporkan terjadi
setelah umur 5 tahun sebesar 40-60%, terutama kalau penyakitnya ringan. Sebelumnya
juga ada yang melaporkan bahwa 84% DA. anak berlangsung sampai masa remaja. Ada
pula laporan, DA. pada anak yang diikuti sejak bayi hingga remaja, 20% menghilang,
dan 65 % berkurang gejalanya. Lebih dari separo DA. remaja yang telah diobati kambuh
bronkial atau hay fever. Penderita atopi mempunyai risiko menderita dermatitis kontak
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. F
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku : Minang
Agama : Islam
2. ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan usia 24 tahun dibawa ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP
a) Keluhan Utama
Bercak kemerahan dengan sisik putih halus di kedua pipi, kedua kelopak mata,
Awalnya muncul berak kemerahan secara bersamaan di kedua pipi, kedua kelopak
mata, hidung, dan bibir, kemudian kulit terasa kering dan muncul sisik putih dan
Bercak merah pada tangan, kaki, lipat siku, lipat paha dan puting susu tidak ada.
Pasien bertambah gatal jika berkeringat, namun tidak mengganggu tidur.
c) Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya pernah memakai krim yang dibeli di apotik, tetapi pasien tidak
ingat nama obat, frekuensi pemakaian, dan berapa lama pemakaiannya. Keluhan sisik
Sebelumnya pasien mengalami keluhan yang sama saat berumur 5 tahun yang lalu.
Bersin pagi hari (+), asma (+), mata merah, gatal dan berair (+), alergi makanan
3. PEMERIKSAAN FISIK
a) Status Generalis
b) Status Dermatologikus
Distribusi : Terlokalisir
Susunan : Diskret
Batas : Tegas
Ukuran : Plakat
Mayor: 3 kriteria
- Morfologi sesuai umur dan distribusi - Riwayat atopi pasien / keluarga (+)
Minor: 8 kriteria
- Dermatitis lipatan leher anterior (-) - Reaktivitas kulit tipe cepat (-)
SCORAD
A=5
4. RESUME
- Bercak kemerahan dengan sisik putih halus di kedua pipi, kedua kelopak mata, hidung,
- Awalnya muncul berak kemerahan secara bersamaan di kedua pipi, kedua kelopak mata,
hidung, dan bibir, kemudian kulit terasa kering dan muncul sisik putih dan rasa gatal
- Bercak merah pada tangan, kaki, lipat siku, lipat paha dan puting susu tidak ada.
- Pasien sebelumnya pernah memakai krim yang dibeli di apotik, tetapi pasien tidak ingat
nama obat, frekuensi pemakaian, dan berapa lama pemakaiannya. Keluhan sisik dan
- Sebelumnya pasien mengalami keluhan yang sama saat berumur 5 tahun yang lalu.
- Riwayat bersin pagi hari (+), asma (+), mata merah, gatal dan berair (+), alergi makanan
berukuran plakat di kedua pipi, kedua kelopak mata, hidung, dan bibir.
- Kriteria Hanifin dan Rajka yang ditemukan yaitu; mayor: 3 kriteria; minor: 8 kriteria.
5. DIAGNOSA KERJA
6. DIAGNOSA BANDING
Dermatitis Seboroik
7. PEMERIKSAAN RUTIN
Hasil : negatif
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
9. DIAGNOSA DEFINITIF
10. TERAPI
Umum
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan pengobatan pasien, penyakit ini
mungkin berpengaruh seperti cuaca terlalu panas atau terlalu dingin, berkeringat,
c. Menjaga kelembaban kulit pasien dengan durasi mandi 10-15 menit (jangan terlalu
lama) dengan air hangat hangat kuku, kemudian diberi pelembab setelah mandi.
Khusus
Sistemik :
CTM 2 x 1 mg per oral
Topikal :
Emolien, Krim urea 10%, dosis 2 kali sehari segera setelah mandi
11. PROGNOSIS
DISKUSI
Dari anamnesis diperoleh keluhan bercak kemerahan dengan sisik putih halus di kedua
pipi, kedua kelopak mata, hidung, dan bibir yang gatal sejak 5 hari yang lalu. Pasien bertambah
gatal jika berkeringat, namun tidak mengganggu tidur menggambarkan derajat pruritus pada
pasien sebagai kriteria mayor. Kriteria minor lainnya yaitu kulit yang tampak kering dan
bersisik halus. Riwayat pasien mengalami keluhan yang sama saat berumur 5 tahun yang lalu,
dengan keluhan yang dirasakan hilang timbul sampai saat ini, menandakan keluhan residif
Dari pemeriksaan fisik makula eritem, makula hiperpigmentasi, skuama putih halus
berukuran plakat di kedua pipi, kedua kelopak mata, hidung, dan bibir. Untuk Kriteria Hanifin
dan Rajka yang ditemukan pada pasien ini adalah 3 mayor dan 8 minor sehingga diagnosis
dermatitis atopik dapat ditegakkan. Kriteria mayor berupa pruritus, kronik residif, dan riwayat
atopi keluarga Sementara kriteria minor hiperpigmentasi pada orbita, konjungtivitis rekuren,
cheilitis pada bibir, kulit kering, gatal bila berkeringat, intoleransi makanan seafood, intoleransi
beberapa jenis bulu, dipengaruhi faktor lingkungan. Untuk penghitungan SCORAD didapatkan
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% dengan hasil
negatif. Pemeriksaan penunjang berupa kadar IgE dalam serum bisa dilakukan untuk
memastikan bahwa terjadi peningkatan kadar IgE dalam serum yang lebih menguatkan
diagnosis berupa dermatitis atopik, begitu juga dengan uji tempel. Uji tusuk untuk menilai
Tatalaksana pada pasien ini ada dua, yaitu tatalaksana umum dan khusus. Untuk
tatalaksana umum berupa edukasi pasien mengenai penyakit yang dapat kronis dan berulang.
Hindari faktor pencetus atopi seperti cuaca, makanan, keringat. Jaga kelembaban kulit pasien,
karena kulit pasien DA cenderung kering dan fungsi sawar kulit terganggu.
Untuk tatalaksana khusus bisa diberikan emolien berupa krim urea 10% untuk menjaga
kelembaban kulit pasien dengan dosis 2 kali sehari setelah mandi. Lalu CTM 2 x 1 mg per oral,
selama 5 hari untuk mengurangi rasa gatal. Pasien juga mendapatkan Hydrocortisone 2,5%
dosis 2 kali sehari untuk mengatasi reaksi radang akut dan mengurangi gejala.
DAFTAR PUSTAKA
1. Menaldi SL, dkk. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit
2. Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM. 2005. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia: Sebuah
3. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. 2012. Atopic Dermatitis (Atopic Eczema).
In: Goldsmith LA, et. al. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Edition. New
4. James WD, Berger TG, Elston DM, Neuhaus IM. 2016. Andrews Diseases of the Skin: