Anda di halaman 1dari 23

PATOGENESIS KELAINAN FISIOLOGIS KULIT NEONATUS DAN ANAK

Vernix Caseosa
Ketika di dalam rahim, kulit terendam dalam cairan ketuban. Suatu substansi yang
berminyak, licin yang terdiri dari sel epitel yang mati dan sekresi sebaseus yang melumasi
kulit dan memfasilitasi untuk melewati jalan lahir. Substansi ini , yang disebut sebagai vernix
caseosa, menjadi semakin tebal seiring dengan usia gestasional. Biasanya sangat sedikit
dijumpai pada bayi prematur namun bayi cukup bulan biasanya tertutupi dengan lapisan tebal
ini. Menariknya, bayi yang postmatur biasanya tidak dijumpai adanya vernix. Setelah lahir,
vernix biasanya hilang dalam beberapa hari.
Komposisi lemak dari vernix telah diukur dan sangat bervariasi. Secara umum, vernix
dari bayi cukup bulan mengandung squalene yang lebih banyak dan rasio lilin ester dan
sterol ester yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi prematur. Lilin ester dihasilkan oleh
kelenjar sebaseus, sehingga perubahan ini memiliki makna bahwa terjadi peningkatan fungsi
sebaseus pada kulit fetus saat semakin mendekati usia cukup bulan.
Peran biologis vernix telah lama diperdebatkan. Penelitian histokimia dan
ultrastruktural telah menunjukan variasi yang banyak antara sel-sel. Aktivitas asam fosfatase,
yaitu suatu enzim penanda adanya kenaikan cairan amnion saat semakin mendekati cukup
bulan, tampak baik pada granul intrasitoplasma maupun sebagai bahan amorphous diantara
sel-sel vernix caseosa.Telah lama diduga bahwa vernix memiliki sifat antibakteri karena
mengandung sebum. Seperti diketahui sebum memiliki efek antifungal dan antibakteri.
Namun demikian hanya sedikit bukti langsung yang mendukung teori ini. Penelitian-
penelitian telah menunjukan bahwa vernix berperan sebagai barrier mekanik terhadap
masuknya bakteri dan penelitian ini menjadi dasar rekomendasi bahwa vernix seharusnya
dibiarkan saja sampai luruh sendiri secara spontan.
Warna dari vernix dapat mencerminkan masalah dalam rahim. Warna kuning sering
dijumpai pada bayi postmatur, dengan adanya warna dari empedu dari mekonimum dan
adanya penyakit hemolitik pada neonatus Vernix juga dapat dikolonisasi oleh bakteri selama
infeksi dalam rahim. Vernix yang terinfeksi memiliki bau yang khas yang dapat ditandai
sebagai tanda awal dari sepsis neonatus.

1
Vernix Caseosa

Rubor dan Akrosianosis


Barangkali karakteristik yang paling sering dapat diamati pada kulit bayi yang baru
lahir adalah rubor sentral yang dijumpai pada beberapa jam pertama kehidupan. Hal ini
tampak kontras dengan akrosianosis perifer yang juga terlihat pada saat yang bersamaan.
Baik rubor maupun akrosianosis merupakan temuan fisiologis yang terdapat pada periode
neonatus dan merupakan manifestasi dari instabilitas dari vasomotor.
Rubor paling tampak pada beberapa jam kehidupan dan mencerminkan vasodilatasi
kutis dan hiperemia. Hal ini akan berubah secara spontan setelah beberapa jam dan
digantikan dengan tanda instabilitas vasomotor yang lebih persisten, yaitu cutis marmorata.
Akrosianosis memiliki karakteristik yaitu diskolorisasi kebiruan,bilateral, simetris
pada tangan dan kaki yang bervariasi intensitasnya. Biasanya lebih sering dijumpai pada bayi
yang cukup bulan dibandingkan dengan yang prematur. Keadaan ini akan berangsur
berkurang dalam beberapa minggu dan tidak mempunyai nilai patologis. Epidermis normal
tanpa adanya indurasi maupun edema.Warna dari permukaan akral dapat memucat dengan
tekanan dan membaik dengan menghangatkan ekstremitas. Akrosianosis nampak lebih jelas
pada keadaan hipotermia, polisitemia, dan sindroma hipervisikositas lainnya.
Patogenesis dari keadaan ini belum sepenuhnya dipahami dengan baik. Penelitian
aliran darah kulit pada bayi cukup bulan, selama beberapa minggu kehidupan, telah
menunjukan adanya keterlambatan dan suatu perpanjangan respon vasodilatasi kutan
terhadap suhu inti yang normal atau meningkat. Peningkatan tonus simpatik diperkirakan
bertanggung jawab terhadap terlambatnya respon vasodilatasi. Hal ini sangat kontras dengan
respon vasomotor yang berlebihan terhadap hipotermi. Osilasi aliran darah yang ritmik dan
periodik diamati menggunakan laser Doppler pada kulit yang matang, tidak dijumpai pada
bayi yang baru lahir. Pola osilasi ini mencapai nilai range rendah untuk dewasa pada akhir
2
minggu pertama pada bayi cukup bulan namun pada bayi prematur akan berada di bawah
nilai range untuk waktu yang lebih lama.
Mekanisme rubor atau eritema neonatorum disangkakan adalah hasil dari refleks
vasodilatasi dari kapiler kutan yang berhubungan dengan menurunnya tonus simpatik pada
saat lahir. Kemerahan akibat hiperemi yaitu tampak warna merah cerah pada permukaan kulit
neonatus yang tipis.
Akrosianosis disangkakan merupakan hasil dari dilatasi dari subpapiler dan papiler
pleksus vena. Aliran darah pada struktur yang mengalami dilatasi akan berkurang, sehingga
memungkinkan untuk pelepasan oksigen yang lebih besar dan formasi hemoglobin
desaturasi, yang bertanggung jawab terhadap penampakan sianosis tersebut.
Sianosis yang berhubungan dengan masalah kardiovaskular maupun respirasi dapat
dijadikan sebagai diagnosis banding, namun pada penyakit-penyakit ini biasanya terdapat
sianosis sentral, seperti terlihat pada rongga mulut. Ekimosis dan lesi novoid pada permukaan
akral juga memiliki tampilan yang mirip, namun keduanya jarang bilateral, intermiten,
ataupun memucat dengan tekanan. Tidak diperlukan penatalaksanaan namun orangtua harus
dijelaskan dan ditenangkan mengenai kondisi ini.

Cutis Marmorata
Pada masa neonatus, suatu fenomena vaskular kutaneos yang bersifat jinak dan
sementara dapat terjadi. Fenomena ini dikenal dengan nama cutis marmorata. Baik bayi
cukup bulan maupun yang prematur dapat terkena, yaitu dengan tampakan klinis warna
kebiruan seperti marmer pada permukaan kulit. Kulit pada batang tubuh dan ekstremitas juga
terlibat dan pemeriksaan lainnya selain warna kulit, dalam keadaan normal. Tampilan seperti
marmer ini bersifat sementara namun dapat bertahan selama beberapa menit ataupun jam.
Cutis marmorata disangkakan sebagai respon vasomotor yang berlebihan terhadap
hipotermia. Pada penelitian reaksi vaskular neonatus dengan menggunakan teknik
‘thermocouple’ , perubahan suhu lingkungan menghasilkan respon vasomotor kutaneus yang
bermakna, dengan adanya vasokonstriksi pada saat suhu dibawah zona suhu netral(32-35⁰C).
Perubahan ritme aliran darah ke permukaan kulit dapat dihasilkan dengan perubahan suhu
lingkungan, walaupun suhu inti tetap stabil. Ketika suhu inti di bawah normal (36,5-37,5⁰C)
dan meningkat bertahap menjadi normal, maka vasodilatasi kutan akan tertunda, diperkirakan
karena adanya peningkatan tonus simpatik. Pada cutis marmorata, menghangatkan neonatus
akan menyebabkan kulit untuk mencapai tampilan normal ataupun mendekati normal.
Hasil pemeriksaan histologi normal, oleh karena itu biopsi tidak diindikasikan.
Diagnosis banding terbatas, tetapi sindroma Down, trisomy 18, hipotiroidisme dan sindroma

3
cornelia de lange dapat dipertimbangkan, karena biasanya neonatus yang terkena penyakit ini
biasanya terkena cutis marmorata yang lebih persisten dibandingkan pada bayi yang normal.
Kemungkinan suatu Cutis Marmorata Telangiectatica Congenita (CMTC) harus
dipikirkan sebagai diagnosis banding,khususnya jika ‘mottling’ tampak jelas dan persisten.
CMTC berbeda dari cutis marmorata dalam beberapa hal. ‘Mottling’ kulit pada CMTC lebih
gelap dan lebih tampak dibandingkan pada cutis marmorata. Dan CMTC tidak membaik
dengan penghangatan kulit. Neonatus dengan kelainan ini biasanya mengalami telangiektasis,
phlebektasias, dan area yang mengalami atropi dan krusta dengan ulserasi, sebagai tambahan
dari ‘mottling’. Lesi verukosa ataupun hiperkeratotik kadang-kadang dapat dijumpai. CMTC
biasanya segmental, terlokalisir, dan memiliki batas yang tegas daripada difus.Jarang simetris
.Walaupun dua per tiga neonatus yang lahir dengan CMTC dilaporkan memiliki abnormalitas,
kebanyakan dari abnormalitas ini hanya bersifat minor termasuk diantaranya malformasi
vaskular kulit lainnya. Retardasi mental, pertubuhan tulang dan jaringan lunak yang
terganggu, penyakit jantung kongenital, glaukoma, kista branchial cleft , hipotiroidisme, dan
malfolrmasi vaskular lainnya seperti nevus flammeus dikaitkan juga dengan adanya CMTC.
Penyebab-penyebab lain dari tampakan ‘mottling’ ini tidak memiliki respon terhadap
penghangatan termasuk pada penyakit kelainan hipotiroid dan livedo reticularis. Livedo
reticularis merupak penyakit kolagen vaskular seperti lupus neonatus . Biasanya ada
gambaran lain yang dapat membedakan penyakit-penyakit ini dengan cutis marmorata. Pada
cutis marmorata, tidak diperlukan penanganan spesifik, namun penghangatan mungkin
dibutuhkan jika suhu lingkungan dan suhu inti tubuh tidak sesuai

Cutis Marmorata

Perubahan warna Harlequin


Definisi

4
Perubahan warna Harlequin (HCC) adalah didefinisikan sebagai erithema transient
yang melibatkan setengah dari tubuh bayi dengan pemutihan simultan dari sisi lain dan juga
demarkasi tajam pada garis tengah. Kelainan ini diyakini berhubungan dengan kontrol syaraf
abnormal dari vaskulatur kulit.

Riwayat
Perbedaan warna kulit pada sisi kanan dan kiri pertama kali dideskripsikan oleh
Neligan dan Strange pada tahun 1952. Pertama kali dicatat pada bayi prematur dan
diperkirakan sekitar 15% dari bayi prematur namun dapat juga diamati pada bayi cukup bulan
namun frekuensinya lebih sedikit, dan biasanya terdapat pada bayi yang lahir dengan berat
rendah.

Etiologi
Biasanya kondisi ini tidak didasari kelainan patologis, atau kelainan kardiovaskular
ataupun infeksi. Namun demikian, perubahan warna Harlequin ini pernah dilaporkan pada
bayi berusia 3,5 bulan dengan atresia trikuspid tetapi bagaimana mekanisme yang
mendasarinya tidak sepenuhnya dipahami. Perubahan warna Harlequin ini juga pernah terjadi
pada bayi dengan pendarahan intrakranial, dan dari itu dihubungkan dengan imaturitas dan
disfungsi dari pusat hipothalamus yang bertanggung jawab terhadap tonus vaskular perifer.
Ada spekulasi bahwa tanda-tanda instabilitas vasomotor ini ini mencerminkan
adaptasi kulit neonatus terhadap lingkungan yang kering di luar rahim. Ketika di dalam
rahim, cairan amnion membantu meregulasi suhu tubuh. Tidak ada kehilangan cairan dan
berkeringat juga belum menjadi fungsi regulasi suhu ketika masih di dalam rahim.
Peningkatan kehilangan air pada transepidermal, area permukaan tubuh yang luas, kelenjar
keringat yang belum mature dan masih belum bekerja sepenuhnya dan belum stabilnya
vasomotor pada neonatus membuat regulasi suhu sulit. Semakinlama, kulit akan beradaptasi
untuk mengatur suhu , dan fenomena perubahan warna Harlequin ini akan menghilang.

Fitur klinis
Bayi prematur lebih umum terserang dibandingkan dengan bayi yang lahir pada
waktu normal. Umumnya HCC terjadi pada hari ketiga atau hari keempat meskipun dicatat
hingga hari ke 21. Diperkirakan 50% dari bayi yang menderita perubahan warna Harlequin
ini akan mengalamai episode berulang. Jumlah serangan pada setiap bayi yang terserang
sangat bervariasi, dan ini terjadi 12 dalam 24 jam. Dermakasi tengah dari erithema dan
perubahan warna transitori (30 detik – 20 menit) adalah diagnostik. Wajah dan genitalia
dapat saja terlihat pada kasus yang lebih ringan.Membran mukosa, lidah dan bibir tidak
5
terpengaruhi. Aksentuasi terjadi setelah perubahan gravitasional. Perputaran bayi pada sisi
lain dapat mempengaruhi pemutihan dari sisi merah dan warna memerah pada sisi yang
pucat.

Terapi
Tidak dibutuhkan penatalaksanaan jika ditemui perubahan warna harlequin.

Prognosis
Kondisi ini biasanya diyakini lebih ringan atau jinak. Kelainan perubahan dalam warna kulit
harus berkurang setelah minggu ketiga.

Perubahan warna Harlequin


Diagnosa banding
Ketika sifat transient dari perubahan ini tidak ditemukan, kelainan bentuk kapiler
besar dapat dicurigai. Perubahan warna Harlequin dapat dibedakan dari bayi dengan kelainan
jantung bawaan, dimana biasanya terjadi sianosis bilateral dan terjadi lebih dominan pada
ektremitas bawah sedangkan pada perubahan warna harlequin biasanya tampak garis tengah
vertikal, unilateral dan berubah jika terjadi rotasi aksial.

Jaundice Fisiologis
Sebagai tambahan eritema, mottling, dan akrosianosis karena instabilitas dari
vasomotor, kulit neonatus juga sering mengalami dispigmentasi kekuningan , biasanya pada
hari ke -2 kehidupan. Jaundice fisiologis atau ikterus neonatorum diamati pada 60% bayi
cukup bulan dan 80% pada bayi prematur. Hipoksemia intrauterine menghasilkan polisitemia
pada neonatus. Setelah lahir, kenaikan tekanan oksigen merangsang peningkatan pemecahan
sel darah merah. Bilirubin, yaitu suatu pigmen pada hemoglobin, dilepaskan ke sirkulasi,
dimana akan berkonjugasi menjadi bentuk direct di liver dan dieliminasi melalui feses.
Belum matangnya hepar menyebabkan bilirubin yang belum berkonjugasi yang akhirnya
terakumulasi di kulit, menghasilakan jaundice fisiologis.
6
Tanpa adanya kondisi yang mengeksaserbasi, seperti dehidrasi, hemolisis, sepsis,
ataupun hematoma ekstensif dan ekimosis, maka jaundice akan memuncak pada hari keempat
dan secara perlahan akan menghilang. Bayi prematur memiliki angka kadar bilirubin yang
lebih tinggi dan hiperbilirubinemia yang persisten dapat sampai minggu kedua kehidupan.
Jaundice yang muncul lebih awal atau jaundice yang persisen mengindikasikan adanya suatu
infeksi, inkompatibilitas kelompok darah, Sindroma Crigler-Najjar, dan adanya penyakit hati
lainnya. Beberapa bayi yang meminum ASI memiliki hiperbilirubinemia tingkat rendah yang
lebih lama, yang dimulai pada minggu pertama kehidupan sampai dengan minggu ke 10.
Penyebabnya masih belum diketahui.

Lanugo
Pola rambut pada neonatus juga sangat khas. Biasanya neonatus ditutupi dengan
rambut velus yang tidak bermedula, yang dinamakan lanugo. Lanugo lebih jelas tampak pada
bayi prematur, karena biasanya lapisan pertama lanugo akan copot pada trimester akhir
kehamilan dan digantikan lanugo lapisan kedua yang lebih pendek.Pertumbuhan rambut
paling jelas tampak pada bahu dan batang tubuh posterior. Kondisi ini menghilang searah alat
gerak distal namun dapat tampak jelas pada pipi lateral. Rambut lanugo biasanya tidak
berpigmen. Rambut ini akan gugur dan digantikan dengan rambut velus selama beberapa
bulan pertama kehidupan.
Suatu kelainan kongenital yang bersifat menurun yang jarang, yaitu hipertrikosis
lanuginosa dapat disalah interpretasikan sebagai rambut lanugo normal. Pada kondisi ini
seluruh permukan globrous kulit tertutupi dengan rambut lanugo yang berwarna pucat dengan
panjang beberapa inci, walaupun ada beberapa variasi lebatnya rambut secara regional untuk
beberapa tempat. Menurut sejarah, anak-anak yang terkena disebut sebagai ‘manusia monyet’
atau ‘Human Skye Terriers’ . Pola yang diturunkan ini bersifat autosomal dominan, namun
kasus baru dijumpai walaupun tanpa adanya riwayat keluarga.
Rambut lanugo yang panjang dijumpai pada seluruh bagian tubuh, kecuali telapak
tangan, telapak kaki, prepusium, glans pens, labia minora, dan dorsal terminal
phalanges.Pemeriksaan membran mukosa, gigi, kuku dan kulit lainnya dalam batas normal.
Peningkatan anomali kongenital lainnya dapat dijumpai pada kelinan ini, namun jarang. Hal
ini termasuk defek pada gigi, retardasi mental dan fisik, hiperdontia dan glaukoma.
Walaupun banyak kasus kongenital hipertrikosis lanuginosa dijumpai pada saat lahir,
hipertrikosis generalisata tidak akan berkembang sampai tahun ketujuh kehidupan. Pada
beberapa kasus, rambut yang berlebihan akan berkurang pada akhir masa anak-anak. Daerah

7
pubik, aksila, dan janggut tetap mempertahankan rambut lanugo tersebut pada saat pubertas,
dan rambut terminal tidak muncul.
Mekanisme pertumbuhan rambut pada kongenital hipertrikosis lanuginosa tidak
dipahami. Jumlah folikel rambut dilaporkan lebih banyak dari normal, namun secara histologi
dan biokimia abnormalitas ini belum dipelajari secara baik. Tidak adak kelainan endokrin
maupun metabolik yang ditemukan sampai sekarang.
Penanganan kongenital hipertrikosis lanuginosa belum memuaskan. Mencukur atau
terapi depilasi lebih disarankan dibandingkan dengan terapi oral atau topikal antiandrogen.
Pada suatu kasus baru-baru ini ,kehilangan rambut secara spontan setelah pencukuran saat
masih bayi telah dicatat. Walaupun hasil penatalaksanaan belum memuasakan namun orang
tua harus tetap didorong untuk menggunakan modalitas ini karena penting bagi bayi dan
keluarganya agar bayi tersebut kelihatan normal.

Sebagai tambahan kongenital hipertrikosis lanuginosa, diagnosis banding lainnya


adalah kongenital lipodistofi, leprachaunism, cornelia de lange syndrome, dan
mukopolisakaridosis. Karakteristik klinis lainnya akan membantu membedakn sindroma ini
dengan hipertrikosis lanuginosa.
Pada lipodistrofi kongenital, jaringan lemak berkurang, neonatus tampak kurang
tumbuh, pigmentasi meningkat, hati dan limpa membesar dan terjadi abnormalitas
metabolisme glukosa dan gangguan gungsi hati. Neonatus dengan leprachaunism akan
dikenali dengan adanya retardasi pertumbuhan dan karakteristik wajah, dan abnormalitas
biokimia. Pada mukopolisakarida, hipertrikosis mungkin tidak tampak jelas sampai melewati
masa neonatus. Penebalan kulit ataupun papul akan memiliki karakteristik hasil biposi
deposisi musin.

Pola rambut, Perubahan Siklus Rambut dan Alopesia Postnatal


Walaupun rambut terminal dijumpai pada kulit kepala kebanyakan neonatus saat lahir,
namun pola pertumbuhan rambutnya masih tidak biasa. Garis rambut pada neonatus lebih
rendah dan kurang tegas dibandingkan anak-anak yang lebih dewasa. Rambut terminal ini
akan berganti menjadi rambut velus yang hipopigmentasi selama tahun pertama kehidupan.
Sebagai tambahan, alis mata juga tidak tampak batasan tegas, dan bulu mata juga dapat tidak
dijumpai pada saat lahir. Pola pertumbuhan rambut terminal yang matang biasanya dimulai
pada paruh kedua tahun pertama kehidupan.
Rambut pada kulit kepala dapat berlebihan atau justru jarang pada saat kelahiran.
Rambut yang berlebihan biasanya lebih sering pada ras yang berpigmen, walaupun biasanya
bersifat familial. Sedangkan rambut yang jarang biasanya lebih umum pada kaukasian tipe I

8
atau II. Fetus normal mengalami pengguguran rambut kulit kepala pada bulan kelima dari
usia janin. Pertumbuhan kembali rambut memasuki fase telogen dengan gelombang dari
depan ke belakang, dimulai dari 12 minggu sebelum cukup bulan. Kebanyakan akar rambut
memasuki fase anagen lagi sebelum lahir.
Alopesia ocipital sering diamati pada bayi pada beberapa bulan pertama kehidupan.
Hal ini sering terjadi dan sering salah dianggap akibat trauma menggosok bagian posterior
dari kulit kepala dengan seprei. Faktanya daerah occipital merupakan daerah terakhir yang
memasuki gelombang telogen dan baru memasuki fase tersebut saat mau lahir. Walaupun
trauma juga memiliki peranan terhadap kehilangan rambut lebih awal pada kulit kepala
posterior, gugurnya rambut telogen ini memang sesuatu yang tidak dapat dihindari.
Setelah lahir, siklus normal rambut termasuk gelombang hilangnya rambut dan
pertumbuhan kembali dari depan ke belakang sampai pola pertumbuhan rambut masa anak-
anak menetap, biasanya pada akhir tahun pertama. Kadang-kadang terjadi gugurnya rambut
hampir seluruhnya pada periode neonatus, yang mengakibatkan alopesia difusa atau telogen
effluvium pada neonatus. Hal ini jarang terjadi. Lebih sering, siklus gugur dan tumbuhnya
rambut ini sangat tidak kentara sehingga orangtua tidak menyadarinya sama sekali.

Fragilitas Kulit
Kulit neonatus memiliki kerapuhan yang tidak ada pada kulit yang matang.
Tampaknya ada perlekatan yang lemah antara epidermis dan dermis yang gampang untuk
dipisahkan dengan trauma fisik atau kimia. Hal ini menyebabkan terjadinya abrasi iatrogenik
dari perekat adhesive ataupun trauma ringan lainnya. Fragilitas paling tampak jelas pada bayi
prematur dan perawatan khusus harus dilakukan dengan penanganan intensif untuk neonatus
untuk mencegah cedera pada kulit. Perubahan posisi secara sering, penggunaan emolien, dan
mengihindari sabun yang keras dan bahan adhesive dapat mengurangi trauma.

Deskuamasi neonatus
Deskuamasi kulit neonatus merupakan temuan pada kulit yang umum dijumpai pada
periode neonatus. Dilaporkan hampir mencapai 65% pada bayi yang normal.Walaupun begitu
hal ini jarang pada bayi yang lahir sebelum 39 minggu dan semakin meningkat insidensinya
seiring semakin lamanya usia gestasi. Kondisi ini paling jelas pada bayi yang lahir setelah
masa gestasi 40-42 minggu. Umumnya terlokalisasi pada tangan, pergelangan kaki, dan kaki
pada bayi cukup bulan.
Neonatus yang lahir postmatur ( >42 minggu) memiliki fitur klinis yaitu : deskuamasi
yang lebih luas (generalisata) , dan ditandai dengan tanda kutaneus lainnya seperti tidak

9
dijumpainya vernix, adanya kuku dan rambut yang panjang, serta berkurangnya lemak
subkutis. Sisik paling jelas pada tangan,kaki, dan badan bagian bawah
Postmaturitas pada neonatus, dan kadangkala dismaturitas, mengarah pada
peningkatan deskuamasi pada saat lahir. Pada neonatus yang sehat dan lahir normal,
peningkatan deskuamasi epidermal juga ada selama 3 bulan pertama. Ketika sel kulit
dihilangkan setiap hari, fenomena ini umumya tidak terlihat. Patofisiologi tidak diketahui.
Terdapat beberapa diagnosis banding untuk deskuamasi neonatus . Membedakan
antara deksuamasi fisiologis berat ,iktiosis vulgaris, dan sindroma pengelupasan kulit terus-
menerus sangat sulit untuk dibedakan dalam beberapa hari kehidupan.Persistensi dari sisik
setelah beberapa minggu pertama, dan adanya riwayat keluarga , dan distribusi serta tampak
adanya sisik biasanya akan mengarahkan kepada diagnosis yang tepat. Pada sindroma
pengelupasan kulit terus-menerus , sisik yang luas seperi lembaran biasanya dapat dikupas
dengan gampang dan tetap intak. Biopsi juga dapat digunakan untuk membedakan penyakit-
penyakit ini. Pada sindroma pengelupasan kulit terus menerus tampak terpisahnya korneosit
di atas lapisan granular yang normal dan utuh. Pada iktiosis vulgaris biasanya lapisan
granulosum tidak dijumpai. Dengan mikroskop elektron dapat dijumpai granul keratohyalin
yang abnormal pada iktiosis vulgaris dan belahan korneosit intraselular yang unik pada
sindroma pengelupasan kulit terus menerus. Pada sindroma tersebut, membran plasma pada
sel yang mengelupas tetap melekat pada sel yang dibawahnya, sementara bagian di atas dari
sel mengelupas.
Penyakit lain yang diturunkan , termasuk kelainan metabolisme lemak, seperti
penyakit Refsum, penyakit Rud, dan penyakit penyimpanan lemak netral, defisiensi asam
lemak essensial,defesiensi asam amino atau sindroma Sjogren-Larsonn juga memiliki
tampilan klinis deskuamasi saat lahir, begitu pula dengan penyakit infeksi kongenital seperti
sifilis kongenital. Untungnya biasanya ada tampilan klinis lain yang bisa membantu diagnosis
ini.
Dalam kasus ekstrim, karena kesamaan dengan sindrom bayi colodion, ichthyosis
bawaan dapat dipertimbangkan. Namun tidak ada ektropion, tidak ada eklabion dan
penampakan sarung tangan pada deskuamasi neonatus fisiologis ini. Dalam beberapa kasus,
bebeapa deskuamasi masif harus mengingatkan dokter pada displasia hipohidrotik yang
berhubungan dengan kromosom X resesif, sebuah kondisi yang membutuhkan penanganan
yang cermat pada masa neonatus untuk menghindari panas berlebihan.

Erupsi papulopustural neonatus transient steril

10
Erithema toxicum neonatorum (ETN) dan melanosis pustular transient (TPM)
kemungkinan berhubungan erat dengan proses adaptif pada bayi baru lahir. Uraiannya telah
dipisahkan untuk lebih jelasnya

Erythema toxicum neonatorum


Definisi
Erythema toxicum neonaorum (sinonim : erithema neonatorum allergicum, toxic
erythema, urticaria neonatorum, erythema neonatorum) adalah merupakan ruam transient
yang umum pada neonatus yang sehat. Ini ditandai oleh makula erythematous kecil dengan
atau tanpa papula sentral atau pustule. Lesi dengan diameter 1 – 2 mm mengandung eosinofil
dan umumnya terjadi pada usia hari ke 2.

Riwayat
Sebutan pertama ETN telah diatribusikan bagi Metlinger, dokter di Augsburg,
Vabaria, yang menerbitkan perjanjian Ein Regimen der jungen Kinder” di tahun 1472. Ini
melaporkan bahwa didasarkan atas keyakinan populer, exanthema pada bayi baru lahir
merupakan suatu proses membersihkan darah kotor yang ditransmisikan dari ibu. Namun
demikian,tidak ada uraian klinis dari ruam hingga Steiner menyatakan ruam tersebut yang
diberi nama ‘erythema papulatum dari bayi baru lahir’. Moro menganggap erupsi ini sebagai
gambaran lain dari erithema dispeptik dari bayi baru lahir. Leiner menyatakan istilah
Erythema toxicum neonatorum di tahun 1912. Mayerhofer dan Lypolt Krajnovic menemukan
eosinofilia darah termasuk eosinofil pada pustule dan mengajukan alergi sebagai penyebab.
Beberapa penelitian telah dilakukan di tahun 1950-an dengan tujuan untuk menjelaskan
patogenesis dari kelainan ini, dengan pertimbangan khusus dari peran eosinofil pada kulit
neonatus dan juga peran yang mungkin dari alergi. Hal yang menarik terlihat hingga 1976
dalam artikel oleh Ramamurthy et.al yang menjelaskan TPM sebagai kesatuan yang terpisah.
Dalam dua dekade terakhir, ada beberapa kontribusi baru kecuali untuk teori graft versus host
(GVH) yang diajukan oleh Bassuka di tahun 1992 dan juga kontroversi tentang pemisahan
TPM dari EPN.

Etiologi
Penyebab ETN adalah belum ditetapkan. Di tahun 1752 Smellie menekankan bahwa
tubuh anak kadangkala ditutupi dengan bintik merah kecil yang disebut gum merah dan

11
diproses dari kostivenes anak ketika meconium belum pernah cukup dibersihkan pada
awalnya. Menurut Leiner, beberapa bayi yang baru lahir dengan kondisi yang mengalami
kelainan dyspeptik sehingga dia mengajukan isitilah erityhema toxicum karena dia
menekankan bahwa absorpsi sistemik dari enterotoksin diperhitungkan untuk ruam.
Eosinofillia pada biopsi kulit dan darah adalah temuan utama dalam dukungan teori alergi
oleh Mayerhofer dan Lypolt Krajnovic. Usaha untuk mengidentifikasikan zat alergenik yang
ditransmisikan secara transplasenta, pada sekresi susu atau vagina yang tidak dapat
membuahkan hasil, dan riwayat atopi atau penyakit alergi pada orang tua bayi yang
terpengaruh yang telah ditemukan tidak lebih sering pada bayi yang terpengaruh ETN dari
pada bayi kontrol. Pemberian antihistamine, pyribenzamine pada seri 75 bayi dengan ETN
ditemukan mengurangi hingga separuh ruam dan beberapa dokter anak mengamati bahwa
dengan hanya mencengkram kulit bayi baru lahir dapat menginduksi erithema yang diikuti
oleh erupsi papula seperti ETN. Telah dispekulasikan bahwa ini adalah reaksi terhadap
stimulasi mekanika atau tekanan sederhana dan juga ETN yang telah dianggap merupakan
penyesuaian transient dari kulit bayi baru lahir terhadap rangsangan mekanika/thermal.
Kondisi ini tentu dapat diaksentuasi dengan pemisahan vernix caseosa, yang diyakini
melindungi terhadap iritan.
Korelasi antara tingkat keparahan ETN dan eosinofilia darah ditemukan oleh
Mayerhofer dan Luypolt Krajnbovik tetapi tidak dikonfirmasi oleh yang lain. Spesifisitas dari
infiltrat eosinofilik pada jaringan bayi baru lahir adalah sangat penting dalam hal ini.
Fenomena ini diteliti 40 tahun yang lalu oleh metode abrasi steril, pendahulu dari teknik
sedot blister yang kemudian digunakan untuk mendapatkan penilaian kualitatif dari sel yang
ikut serta dalam peradangan kutan. Aplikasi teknik ini memperlihatkan bahwa eosinofilia
peradangan mencapai rata-rata 19% dari sel eksudat yang terlihat pada bayi pada usia 2 – 21
hari, 2 jam setelah inisiasi peradangan. Sebaliknya, bayi yang berusia kurang dari 24 jam,
anak-anak , orang dewasa dan orang tua memperlihatkan respon neutrofilik awal. Temuan ini
tentu dapat membantu menjelaskan perbedaan yang dicatat diantara ETN dan TPM. Hal yang
sama, Matheson et.al menemukan eosinofilia nasal dan rektal okasional pada neonatus
normal dengan puncak yang mencapai usia 3 minggu , dan dengan korelasi statistik dengan
eosinofilia darah. Walupun demikan,eosinofilia darah tidak selalu berkorelasi dengan
eosinofil jaringan, khususnya pada bayi prematur. Carr et.al memperlihatkan bahwa insidensi
dari ETN meningkat seiring dengan kematangan yang ditentukan oleh berat badan lahir, usia
kehamilan atau hipertrofi payudara pada ibu. Ini menyatakan bahwa kematangan
mempengaruhi respon peradangan kulit dan juga mengarah pada perkembangan ETN.
12
Kajian yang lebih komprehensif dari eosinofilia darah telah dilaksanakan pada bayi
prematur. Ini menunjukkan bahwa fenomena ini terjadi dalam 50 – 75% neonatus prematur
dan berhubungan dengan respon biphasik granulopoietik normal (sekunder terhadap
eosinofil) yang mencapai puncak dalam 3 minggu. Tanggal ini dapat berhubungan dengan
restitusi dari status anabolik pada neonatus. Waktu paruh eosinofil pada darah kurang dari 6
jam. Migrasi dari darah ke jaringan akan terpapar zat eksternal (kulit, usus, bronchi) secara
fisiologi. Kemudian dihipotesakan bahwa setelah stress neonatus, penurunan level
kortikosteroid dalam darah akan meningkatkan respon eosinofil. Namun demikian,teori ini
tidak disubstansialkan karena tingginya fluktuasi level kortisol dalam darah yang ditemukan
dalam usia 3 minggu.
Beberapa molekul yang berbeda dapat menarik eosinofil ke dalam dermis. Ini
termasuk histamine, produk lipooksigenase (leukotriene B4), faktor kemotaktik eosinofilk
(ECF) dan ECF-A yang dihasilkan oleh sel mast, interleukin 5 (IL-5) yang diturunkan dari
limfosit, dan faktor pelengkap C5, C5a dan C567. Tak satupun molekul ini yang dipelajari
dalam ETN.
Basukas telah menyatakan bahwa ETN dapat berhubungan dengan reaksi GVH minor,
yang disebabkan oleh pemindahan limfosit maternofetal sebelum atau saat melahirkan.
Argumennya adalah bahwa prasyarat bagi GHV yang terpenuhi pada bayi baru lahir (a)
jaringan fetal dapat mendorong respon kekebalan selular ibu yang dapat terukur, (b) ibu dan
anak memiliki antigen histocompatibilitas yang berbeda; (c) leukosit ibu yang berpindah pada
saat kelahiran, (d) bayi baru lahir adalah penerima immunosuppres relatif. Argumen lain
adalah ETN umum terjadi terutama pada anak kedua dan bahwa waktu pelaksanaan ETN
adalah sesuai dengan reaksi GVH. Kesamaan antara reaksi GHV akut dan ETN dapat diamati
secara klinis, kecuali pada reksi GVH melibatkan telapak tangan dan kaki yang pada ETN
tidak terlibat. Secara histologi, reaksi interfase dengan vakuolisasi sel basal tidak dicatat
dalam ETN atau TPM. Konsep dari penyakit fisiologi ringan dari bayi baru lahir masih harus
dievaluasi. Reaksi GVH minor akan melibatkan ETN/TPM sebagai gambaran kulit yang
lebih dominan dan juga dikaitkan dengan pembengkakan getah bening transient dan
spelonomegaly selama minggu pertama kehidupan dan kadangkala oedema, demam transitori
dan diare.
Akhir-akhir ini, Marchini et.al meneliti keberadaan dan juga ekspresi peptida
antibakteri pada manusia LL-37 dan b defensin-1 pada biopsi kulit dari bayi dengan dan
tanpa ruam erithema toxicum. Pada bayi ETN, mereka menemukan ekspresi yang konstitutif
dari defensif 1 b sementara ekspresi LL-37 ini terlihat telah diinduksi. Penulis menyimpulkan

13
bahwa bayi baru lahir telah dilengkapi dengan sistem pertahanan kulit antimikrobial yang
aktif sebelum lahir, dan bahwa sistem antimikrobial ini diperkuat selama beberapa hari
pertama setelah lahir dengan respon peradangan selular akut, yang menyebabkan ruam ETN.

Patologi
Meskipun dilakukan dalam sejumlah kasus yang terbatas, biopsi telah
memperlihatkan gambaran yang lebih konsisten. Pada lesi erithematous macular, oedema dari
dermis bagian atas dikaitkan dengan infiltrasi selular ringan dari eosinofil dan neutrofil pada
distribusi difusi atau perivaskular. Tidak ada hubungan dengan folikel rambut atau pembuluh
keringat pada tahapan ini. Pada papul, lebih banyak infiltrasi selular dan oedema yang
ditemukan, dengan predominansi leukosit eosinofilik. Infiltrat eosinofilik ditemukan sekitar
separuh bagian atas struktur pilosebaceous, tanpa ada keterlibatan kelenjar sebaceous tetapi
dengan perluasan ke dalam lapisan epithelial dari follikel rambut dan juga epidermis yang
berdekatan. Pada pustule, infiltrat itu berada pada bagian subcorneal atau intraepidermal dan
sebagian besar berhubungan dengan pembukaan follikular. Pustule ini didermakasi dan tidak
ada spongiosis. Pada beberapa hal, pustule ini terlihat terletak pada pori-pori ekrin. Dari
pengisian sel pada pustule, 70-95% adalah eosinofil.
Ferrandiz et.al melakukan biopsi pada pustule pada 11 bayi dalam usia 1 hari dan
menemukan fitur dari TPM dan ETN; dalam dua orang pasien, dua pola, neutrofilik
intracorneal pustula dan pustule eosinofilik intrapeidermal yang terlihat dalam dua biopsi
yang berbeda.

Gambaran klinis
Insidensi ini bersifat kontroversial dan berksiar dari 30% hingga 70% pada berbagai
survey dari bayi baru lahir. Karena ruam itu dapat bersifast transient atau ringan, beberapa
kasus dapat tidak tampak. Tidak ada predileksi menurut jenis kelamin. Carr et.al di Los
Angeles menemukan insidensi rendah pada anak kulit hitam tetapi menekankan bahwa ini
berkaitan dengan kesulitan dalam mengenali lesi erithematous pada kulit hitam. Ketika kasus
dengan lesi papular dan pustular , tidak ada perbedaan etnis. Sebagaimana telah
dikemukakan di atas, insidensi ini adalah berhubungan secara positif dengan beberapa
parameter dari kematangan, termasuk berat lahir dan juga dengan jumlah kehamilan. Untuk
sebagian besar pasien waktu serangan adalah antara hari pertama dan hari keempat setelah
lahir. Hari insidensi maksimum bervariasi menurut seri ini diantra hari 1 dan 3. EPN pada
saat lahir telah dijelaskan. Serangan yang terlambat setidaknya pada usia 10 hari pada bayi

14
cukup bulan,juga telah diamati. Biasanya terjadi singkat, biasanya 2 – 3 hari. Erupsi pustular
terjadai untuk waktu yang lebih lama. Angka kekambuhannya sangat jarang tetapi penulis
mencatat erupsio seperti ETN setelah akhir bulan pertama, dan fenomena yang sama dicatat
oleh Hidano et.al.
Dua tipe erupsi akan dipertimbangkan
1. Tipe klinis yang sering terjadi terdiri dari erythematous dan lesi papuler (70% dari
kasus). Bercak erithematous berukuran 1 – 3 cm dengan batasan yang tidak teratur,
terbentuk ketika lesi menjadi konfluent. Sebagian karakteristik adalah fitur dengan
gigitan flea dengan papula kuning putih pada dasar erythematous.
2. Dalam 30% kasus erupsi adalah pustular yang lebih dominan. Pustule adalah putih,
berdiameter 1 – 2 mm dan kadangkala dikelilingi oleh pinggiran erythematous kecil.
Lesi berada pada batang tubuh dengan predileksi pada bagian punggung teapi
gampang ditemukan pada lengan bagian atas, paha dan wajah. Telapak tangan dan
telapak kaki relatif tidak terkena. Kasus atipikal ETN dengan pustula terlokalisasi
pada bagian genital telah dilaporkan.

Diagnosis Banding
ETN tipikal pada bayi sehat yang baru lahir dengan karaktersitik lesi papuler
erithematous mudah untuk dikenali dan pemeriksaan laboratorium tidak dibutuhkan.Namun
ketika papula tipikal sedikit dijumpai, maka perbedaan dari warna kemerahan fisiologi akan
sangat sulit. TPM umumnya lebih mudah dikenali ketika makula berpigmen adalah terdapat
pada saat lahir dengan adanya pustule.
Yang lebih sulit adalah erupsi pustular dari ETN/TPM khususnya ketika lesi tipikal
tidak dijumpai. Kondisi menyeluruh dari neonatus harus diperhitungkan; sepsis umum adalah
seringkali berkaitan dengan hyper/hypothermia, makanan yang kurang baik dan tanda-tanda
penyakit serius. Dalam kebanyakan kasus, bayi dalam kondisi baik dan neonatologist dapat
salah menginterpretasikan tanda-tanda kulit sebagai tanda infeksi. Tzanck smear adalah
sangat membantu untuk menyingkirkan penyakit virus dan infeksi candida. Ketika sebagian
besar eosinofil ditemukan, maka diagnosanya adalah ETN.
Pigmenti incontinensia harus dipertimbangkan, khususnya pada anak perempuan dan
ketika pola Blashko liner ditemukan. Pada bayi dengan potongan multi lesi, pola ini tentu
sangat sulit dikenali. Biopsi kulit sangat membantu dalam kasus ini. Pustulosis eosinofilik
dari kulit kepala, seringkali tidak diberi istilah yang tidak tepat sebagai penyakit infantile
ofuci, yang jarang dimulai pada saat lahir. Kondisi penyakit dan biopsi akan

15
mengkonfirmasi diagnosa. Sangat jarang, sindroma Job Buckley dapat ada pada saat lahir
dengan erupsi eosinofilik seperti pada kombinasi immunodefisiensi Omenn yang berat
Akropustulosis bayi juga dapat saja terjadi, walau jarang, pada saat lahir atau setelah
usia 3 minggu dan pustule ini mengandung eosinofil. Sebagian besar kasus ditandai oleh
infiltrat neutrofilik dan awal serangan setelah masa neonatus. Lokasi lesi dan kekambuhannya
membantu untuk mendiagnosa ini.
Bentuk atipikal dari histositosis juga telah dijelaskan baru-baru ini dan dapat dijumpai
dengan vesikel atau pustul pada saat lahir. Biopsi kulit wajib dilakukan untuk mendapatkan
diagnosis.

Transient pustular melanosis


Definisi
Entitas yang digambarkan akhir-akhir ini selain ETN, TPM yaitu ditandai oleh pustule
yang terdapat pada saat lahir dan berevolusi menjadi daerah pigmentasi makular. Isi dari
pustule ini umumnya neutrofilik dan lamanya ruam, khususnya pigmentasi lebih lama. TPM
lebih umum pada neonatus kulit hitam dan kemungkinan merupakan penyebab ‘freckling’
atau ‘lentignines neonatorum’ dalam 15% dari bayi lahir kulit hitam.

16
Penyebab kedua tipe erupsi (ETN dan TPM) yang dapat terjadi bersamaan dan tidak
berhubungan dengan zat infeksius masih belum jelas, sterile transient neonatus pustulosis,
istilah yang mengarahkan ruam pustular dari ETN dan TPM juga telah diajukan.

Etiologi
Perin et.al menemukan adanya insidensi metaplasia skuamous yang tinggi dari
plasenta pada ibu dari anak yang terserang dibandingkan ibu dari bayi kontrol. Temuan ini
tidak dikonfirmasi dan juga tidak ada argumen untuk menghubungkan TPM pada proses
infeksi. Insidensi yang lebih tinggi pada neonatus kulit hitam dapat berhubungan dengan
akselerasi stimulasi melanosit negroid karena sitokin dan untuk melepaskan faktor
pertumbuhan oleh sel pada infiltrat epidermal.

Patologi
Pada lesi makular, hiperkeratosis dengan penampilan seperti keranjang dapat
dijumpai. Pewarnaan Fontana Masson menunjukkan peningkatan jumlah melanin pada
lapisan basal dan lapisan suprabasal. Pada pustule, fitur seperti ETN dapat terlihat. Sebagian
besar secara karaktersitik, pustule subcorneal ini mengandung leukosit polimorfonuklir dan
eosinofil yang menyebar. Kotoran keratin, cairans serous dan rambut fragmen juga ada.
Acanthosis yang sedang, kadangkala juga dapat dijumpai. Pada dermis, eosinofil dan atau
neutrofil terlihat disekitar kapiler dan juga sekitar bagian atas dari folikel rambut. Merlob
et.al telah menjelaskan adanya fiur hiperkeratosis, juga melaporkan suatu plug keratotik dan
juga dengan krusta dan skuama yang mengandung leukosit.

Gambaran klinis
Ketika hiperpigmentasi residual dimasukan dalam definisi, TPM dikatakn lebih
sering pada neonatus kulit hitam (4.4% pada neonatus hitam vs. 0.6% pada neonatus putih di
Chicago). Di Israel, 0.24% yang terpengruh secara irrespektif dari Oriental atau Ashkenazi.
Di Spanyol, insidensi menyeluruh 0.48% telah dicatat.
Erupsi adalah selalu terjadi pada saat lahir. Lesi ini terdapat pada dagu, leher, nape,
dada bagian atas, punggung bagian bawah dan bokong tetapi juga dapat terdapat pada
abdomen bagian bawah dan sisi medial dari paha. Sangat jarang kulit kepala, telapak tangan
dan telapak kaki dilibatkan. Kluster dari pustule ini terjadi sekitar puting susu dan pada area
yang tertekan. Dalam kasus khusus, pada saat serangan, makula berpigmen dapat bersamaan

17
dengan vesiculopustul flaccid. Lesi ini berdiameter 1.5 – 3 mm dan tidak memiliki erithema;
mudah ruptur yang akan meninggalkan collarete dengan sisik putih. Pustul individual
mengering dan akan meninggalkan krusta cokelat datar yang dapat dicabut hanya dengan
garukan lembut. Krusta yang tidak diganggu bertahan selama beberapa minggu dan pada
pasien berkulit hitam ini bertahan sampai beberapa bulan. Lesi EPN tipikal terjadi pada
banyak pasien dengan TPM, pada kondisi waktu khusus.

Diagnosis banding dan penanganan


Sebagaimana dicatat di atas, perbedaan dari ETN adalah masalah nosologi.

Penanganan
Tidak ada penanganan yang dibutuhkan

Miliaria
Istilah miliaria digunakan untuk menjelaskan sebuah kelompok kelainan ekrin yang
bersifat transien. Dermatosis umum ini berkaitan dengan oklusi kelenjar keringat pada
berbagai tingkatan yang menghasilkan kebocoran keringat pada epidermis atau papiler
dermis. Patofisiologi milliari masih spekulatif. Suatu penelitian eksperimen di tahun 1950-an
dan 1960-an menyatakan hubungan yang kuat antara penggunaan zat oklusif seperti ethyl
chlorida spray, iontophoresis dari berbagai zat kimia, penyinaran ultraviolet dan lapisan
plastik oklusif dan induksi miliaria crystalline atau rubra pada suka relawan dewasa yang
dipaparkan pada lingkungan yang hangat. Peran kausatif dari bakteri pada kutis telah
dicurigai. Dalam beberapa penelitian terakhir, miliaria terinduksi oleh zat polisakharida
ekstraselular yang dihasilkan oleh Stapohylococcus epidermidis. Penulis meyakini bahwa zat
positif asam Schiff ini menghambat penyaluran keringat ke permukaan kulit. Masih belum
18
jelas apakah teori ini menjelaskan etiologi oklusi kelenjar keringat. Pada kajian histologi
terdahulu, keberadaan plug keratotik pada kelenjar keringat bukan merupakan suatu temuan
yang selalu dijumpai. Pengamatan ini mengarah pada hipotesis bahwa kerusakan fungsi awal
dan obstruksi ultrastruktural merusak acrosyryngium yang mengakibatkan pembentukan
formasi repararis plug parakeratotik, yang mengakibatkan terjadinya proses penyakit.

Miliaria kristalina (Sudamina)


Miliaria kristalina adalah umumnya terjadi pada musim kemarau dan dicatat pada
bayi yang dirawat dalam inkubator. Secara klinis, milairia crystallina ditandai oleh vesikel
non radang, superfisial,berukuran 1 – 2 mm seperti tetesan air, yang bersifast
asimptomatik.Akan ruptur dan mengalami deskuamasi dalam beberapa hari. Prevalensi
terlihat berkaitan dengan iklim panas, lembab dan musim. Lesi terjadi lebih sering dikening
dan pada usia enam hingga tujuh hari. Mereka menyebar pada kulit kepala dalam beberapa
jam. Serangan sebelum hari keempat dicatat sebagai pengecualian. Namun demikian, kasus
kongenital pernah dilaporkan, terkait dengan penyakit febrile pada ibu sebelum melahirkan
dan juga termasuk lingkungan lembab yang oklusif dari cairan amniotik dan juga vernix
caseosa. Namun faktor-faktor ini merupakan keadaan umum terdapat sedangkan kondisi ini
jarang terjadi. Pada kasus kongenital, lesi bersifat generalisata namun tidak melibatkan
telapak tangan, kaki dan mukosa.
Biopsi seksional serial juga dapat memperlihatkan topi parakeratotik menutupi
acrosyryngium ,dengan vesikel subcorneal yang mengandung sedikit neutrofil, limofist dan
sel darah merah.

Miliaria rubra dan miliaria profunda


Onset miliaria rubra terjadi lebih lama daripada miliaria kristalina. Awal serangan
antara hari ke 11 dan ke 15 dan dapat didahului oleh episode miliaria kristalina. Miliaria
rubra sebagian besar terjadi pada kondisi panas, lembab seperti seringnya pada miliaria
kristalina (4% di Jepoang). Biasanya mengenai tempat yang sering mengalami friksi atau
oklusi seperti pada leher dan wajah, tetapi juga dapat dijumpai pada batang tubuh. Lesinya
berupa papul atau papulovesikel erythematous non folikular berukuran 1 – 3 mm yang
kemudian berevolusi menjadi pustul. Miliaria profunda ( papul keras, pucat pada batang
tubuh dan ekstremitas) juga dapat mengikuti miliari rubra tetapi biasanya jarang pada bayi
yang baru lahir. Pada iklim yang hangat dan lembab, asthenia anhidrotik biasanya terjadi
sebagai akibat penyebaran miliaria rubra dan miliaria rubra yang lama.

19
Pada miliaria rubra, tingkat obstruksi duktus adalah pada intraepidermal, dengan
kebocoran keringat dan pembentukan vesikel di sekitar kelenjar. Pada miliaria profunda,
kelenjar ekrin tersumbat pada junction dermoepidermal. Pada pseudohypoaldosteronsime tipe
I, miliaria rubra pustular dianggap sebagai temuan pada kulit yang spesifik. Pada kasus yang
jarang, krisis akibat kehilangan garam dapat mengarah pada paparan garam yang berlebihan
pada kelenjar ekrin dan menyebabkan peradangan di dalam dan di sekitar kelenjar ekrin.

Diagnosa banding
Sifat vesikular translusent non infmalasi dari lesi pada miliaria kristalina merupakan
suatu tanda diagnostik. Hasil dari kerokan dari vesikel biasanya tampak sel yang tidak
meradang dan biopsi tidak dibutuhkan. Impetigo stapohylococcal bulosa dapat
dipertimbangkan dalam kasus dengan lesi terbatas. Pada miliaria rubra atau pustulosa,
erithema toxicum neonatorum dan beberapa diagnosa banding lainnya dapat
dipertimbangkan.

Penanganan
Pasien harus dipindahkan dari lingkunganyang hangat dan lembab. Mandi air dingin
dan AC adalah tindakan terapi terbaik. Bila penggunaan inkubator masih diperlukan, suhu
dan kelembaban harus diatur. Pada kasus dengan kecurigaan adanya superinfeksi, antibiotik
dapat saja mulai diberikan sampai hasil dari pemeriksaan mikrobiologi tersedia.
Superinfeksi yang sebenarnya, terjadi pada miliaria rubra dan penggunaan larutan pembersih
chlorhexidine untuk sementara dapat disarankan. Satu kasus miliaria profunda yang ekstensif
merespon pengobatan dengan isotretinoin.

Milia: Bohn dan Epstein pearl


Milia adalah termasuk diantara kelainan kulit yang transient pada survei neonatus.
Milia dicatat dalam 30 – 50% neonatus. Terdiri dari papul putih atau kuning,diameter 1-2
mm, pada hidung, dagu, pipi dan kening. Lesi yang lebih jarang dapat terjadi pada batang
tubuh dan tungkai. Milia adalah kista epidermal yang diturunkan dari folikel pilosebaseus.
Milia disebabkan oleh retensi keratin didalam superfisial dermis. Beberapa faktor
yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya milia pada periode neonatus masih belum
jelas.Lever et al percaya bahwa milia primer merupakan tumor jinak tipe keratin. Sedangkan
yang lain ercaya bahwa trauma pada saat lahir memiliki kontribusi. Secara histologi milia
terdiri dari kista epidermal kecil yang disusun oleh epitel yang mengandung lapisan keratin.
Kista ini ditemukan di bagian atas dermis di bawah epidermis. Milia terletak pada orifisium

20
pilosebaseus atau lebih dalam lagi pada folikel. Ini adalah menghilang secara spontan dalam
beberapa minggu sehingga terapi topikal spesifik tidak dibutuhkan
Persistensi dari milia atau milia yang ekstensif dapat terlihat pada Marie Unna
hipotrichosis, orofacial digital sindrome tipe I dan X-linked Bazed – Dupre – Christol yang
juga ditandai dengan adanya hipotrichosis. Epstein pearl, kista epidermis pada langit-langit
ada pada sebagian besar bayi yang baru lahir. Ketika terjadi pada margin alveolar, maka
disebut kista Bohn. Perjalanan penyakitnya sama dengan milia pada kutis.

Dermatitis perianal
Dermatitis perianal adalah suatu area erithema yang terpusat pada anus dan
kadangkala disertai dengan erosi dan pendarahan. Lesi awal adalah makula eritematous kecil
berukuran 2 – 3 mm. Kondisi ini biasanya akibat pemberian susu formula pada bayi baru
lahir dan juga pH feses yang tidak normal. Hal ini diamati muncul antara hari keempat dan
ketujuh. Perianal dermatitis terjadi 6.5 kali lebih sering pada bayi prematur.Prevalensi
keseluruhan belum diketahui namun dari beberapa penelitian, diperkirakan bervariasi dari 4%
hingga 18.9%.

Adnexal polip dari kulit neonatus


Dijelaskan oleh Hidano dan Kobayashi, tumor jinak ini mengandung miniatur
apendiks kulit, dan telah dicatat ditemui pada 4.1% neonatus di Jepang. Lesi kecil, soliter,
tag kulit sekitar puting susu yang dapat lepas secara spontan. Dua kasus lesi yang persisten
dijumpai yaitu pada bayi berusia 53 hari dan 370 hari telah dilaporkan.

Sucking Blister dan Erosi


Satu atau dua erosi atau suatu gelembung oval yang intak diatas kulit yang non
inflamasi terkadang dijumpai pada bayi baru lahir. Lesi ini tampak pada saat lahir dan
biasanya terletak pada jari, pergelangan tangan dan dipercaya disebabkan oleh karena pada
saat di dalam rahim jari tersebut dihisap maka keadaan ini dikenal sebagai ‘sucking blister’ .
Keadaan ini akan menghilang sendiri tanpa sekuele, biasanya pada minggu kedua kehidupan.

Signifikansi dari erosi dan gelembung ini terletak karena kebingungan untuk
membedakannya dengan penyakit lain yang lebih serius pada neonatus. Infeksi virus herpes,
impetigo bulosa dan bullous mastocytoss merupakan pertimabangan yang umum. Namun
demikian sucking blister terjadi di atas dasar yang noninflamasi, tidak seperti gelembung
pada kondisi lainnya. Penyakit dimana timbul gelembung yang lebih luas seperti
inkontinensia pigmenti atau epidermolosis bulosa juga dapat dipertimbangkan. Pada
21
inkontinensia pigmenti biasanya gelembungnya berupa garis multipel dan bergelung .Selain
itu, biasanya jika tidak mucul gelembung baru pada saat hari-hari pertama kehidupa maka
merupakan bukti bahwa itu bukan epidermolisis bulosa.

Hiperplasia Kelenjar Sebaseus


Hiperplasia kelenjar sebaseus terjadi pada lebih dari 50% bayi cukup bulan, Lebih
jarang ditemukan pada bayi prematur. Papul kekuningan,multipel, pinpoint terlihat pada
pembukaan masing-masing folikel pilosebaseus di daerah dimana kelenjar sebaseus banyak
terdapat, yaitu : hidung, pipi, bibir bagian atas dan dahi. Fenomena ini terjadi bersamaan
dengan milia pada 50% pasien.
Hiperplasia kelenjar sebaseus merupakan hasil dari pengaruh androgen maternal pada
folikel pilosebaseus. Rangsangan ini terjadi selama bulan terakhir gestasi mengakibatkan
peningkatan jumlah dan volume sel sebaseus. Biopsi dari lesi ini menggambarkan adanya
kelenjar sebaseus yang besar dengan sel sekretori yang mencolok di sekitar folikel
pilosebaseus.
Tidak dibutuhkan penatalaksanaan karena lesi akan menghilang setelah beberapa bulan.

Caput Succedaneum dan Cephalematoma


Caput succedaneum adalah kelainan berupa edema subkutan di atas kepala dan umum
pada neonatus. Cephalohematoma, yaitu : merupakan kumpulan darah pada subperioesteum
dan lebih jarang ditemukan.
Pada perabaan, caput succadaneum terasa lembut dengan batas yang tidak jelas. Untuk
cephalohematoma berikatan pada garis sutura tengkorak kepala dan kadang berfluktuasi. Jika
purpura ekstensif dijumpai maka dapat mengarahkan ke hiperbilirubinemia. Malformasi
limfatik atau limfadema kongenital dapat tampak serupa dengan caput succedaneum.Baik
caput succadaneum dan cephalohematoma akan hilang spontan. Untuk caput succadaneum
akan mengalami resolusi setelah 7-10 hari sedangkan cephalohematoma hilang perlahan
selama beberapa minggu.

Akne neonatus
Lesi pada wajah bayi yang menderita akne neonatus biasanya timbul pada 30 hari
pertama kehidupan. Akne neonatus ini muncul pada 50% neonatus. Erupsi jinak diperantarai
oleh hormon. Akne neonatus sulit dibedakan dengan pustolosis cephalic neonatus jinak, yang
diakibatkan oleh pertumbuhan berlebih leh Malassezia sp. Kebanyakan kasus hilang secara
spontan , namun pada beberapa kasus dapat diterapi dengan ketoconazole, benzoyl peroksida
atau eritromisin.

Mottling
22
Pada mottling terdapat pola eritema seperti renda yang muncul ketika terpapar udara
dingin. Semua bayi akan memiliki penampakan mottling pada suatu waktu saat neonatus
karena imaturitas kontrol syaraf otonom pada pleksus pembuluh darah kulit. Mottling
fisiologi menghilang setelah penghangatan kembali. Mottling normal menghilang setelah 6
bulan.

23

Anda mungkin juga menyukai