Anda di halaman 1dari 12

URTIKARIA

PENGERTIAN
Urtikaria didefinisikan sebagai gangguan kulit yang ditandai dengan edema lokal pada
kulit maupun mukosa (wheals) yang bersifat sementara dan area kemerahan (eritema) yang
biasanya menyertai sensasi gatal dan berlangsung berkurang dalam sehari. Angioedema
merupakan edema kulit atau mukosa lokal dan bersifat sementara yang terbentuk pada jaringan
dalam, sebagian besar tanpa disertai rasa gatal, tetapi mungkin dapat disertai rasa sakit atau
sensasi terbakar.1
ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI
Urtikaria dan angioedema adalah proses inflamasi dan sebagian besar kulit. Pasien
sering menggosok karena gatal pada urtikaria yang dapat menyebabkan kemerahan pada kulit,
tetapi epidermisnya tidak terluka, dan bahkan bekas goresan pun jarang terjadi meskipun
terjadi pruritus yang berat. Sehingga lesi kulit inflamasi yang mengelupas pada saat resolusi
(deskuamasi) tetapi bukan karena urtikaria. Selain epidermis, dermoepidermal junction tidak
terlibat, terutama mid-deep dermal. Oleh karena itu lepuh atau pembentukan bula sangat jarang,
dan jika ada harus segera dipertimbangkan diagnosis lain termasuk dermatosa bulosa autoimun,
beberapa di antaranya (misalnya pemfigus bulosa) yang dapat bermanifestasi urtikaria
prodromal seperti perubahan kulit.2
Urtikaria dan angioedema adalah proses inflamasi dan menunjukkan tanda kardinal
inflamasi: kemerahan, panas, dan pembengkakan. Gatal biasanya merupakan gejala dominan
pada urtikaria. Rasa sakit dan nyeri biasanya bukan gejala urtikaria, walaupun pasien dengan
vaskulitis urtikaria yang lebih jarang mungkin mengeluh adanya nyeri atau bahkan lebih
merasakan nyeri daripada gatal. 2

PATOLOGI
Gambaran patologi pada urtikaria terdiri atas edema pada dermis dan perivaskular serta
infiltrasi sel inflamasi interstisial. Sel inflamasi biasanya terdiri atas limfosit, eosinofil, dan
neutrofil. Umumnya, limfosit dominan pada area perivaskular, namun eosinofil dan neutrol
cenderung memiliki distribusi interstisial. Beberapa laporan menunjukan peningkatan sel mast
pada area perivaskular dan lesi interstisium namun tidak pada area lain3-5. Ada tidaknya basofil
telah ditunjukan dengan antibodi spesifik6. Derajat infiltasi sel inflamasi beragam berdasarkan
subtipe urtikaria, variasi individu, dan waktu dari onset hingga munculnya wheals. Studi detail
dari limfosit terinfiltasi menunjukan mereka adalah sel Th1 dan Th2 atau Th0 karena mereka
mengekspresikan IL-4, IL-5, dan interferon (IFN)-γ7. Neutrofil dan eosinofil berada pada
kapiler dermal, dan hal ini dianggap sebagai perubahan awal dari banyak penyakit inflamasi
kulit termasuk urtikaria. Infiltrasi neutrofil prominen terutama pada urtikaria akut dan urtikaria
olahraga. Urtikaria atau erupsi menyerupai urtikaria yang bertahan lebih dari satu hari dan
melibatkan infiltrasi neutrofil predominan tanpa vaskulitis yang tampak dapat disebut utrikaria
neutrofilik, dermatosis urtikaria neutrofilik, atau dermatosis neutrofilik menyerupai urtikaria8-
9
. Perubahan yang mirip dapat dilihat dari lesi kulit dari CAPS dan sindrom Schnitzler.
Eozinofil memerankan peran yang lebih penting dari yang dipikirkan dengan pewarnaan
hematoksilin eosin karena protein umum dasar eosinofil ekstraseluler terdeposit pada bentol
spontan. Infiltrat eosinofil moderat dapat diobservasi pada DPU. Perubahan seluler ini
berkorelasi dengan regulasi moderat dari molekul adhesi endotel vaskular E-selektin, molekul
1 adhesi interseluler, dan molekul 1 adhesi vaskuler pada sel perivaskuler10.
Urtikaria dengan bukti histologis vaskulitis (venulitis) didefinisikan sebagai vaskulitis
urtikaria. Akan tetapi, pada praktik klinis, cukup sulit untuk membedakan lesi vaskulitis
urtikaria dengan urtikaria spontan lain saat semua gambaran histopatologis dari vaskulitis,
termasuk kerusakan sel endotel, deposisi fibrin, leukositoklasis, dan ekstravasasi eritrosit, tidak
ditemukan pada spesimen kulit. Selain itu, perubahan histologi yang berlanjut antara urtikaria
dengan vaskulitis urtikaria ditemukan pada beberapa pasien dengan gambaran histologis
sedang. Beberapa penulis menyarankan leukositoklasis atau deposisi fibrin dengan atau tanpa
ekstravasisasi eritrosit cukup untuk diagnosis pada kasus sulit11.
Gambar 41-6. Gambaran histopatologis Urtikaria. A, edema pada dermis. B, infiltrasi
perivaskular yang terdiri atas limfosit dan eosinofil. C, urtikaria neutrofilik. D, vaskulitis
urtikaria. (Direproduksi dari Shindo H. Histopathology of urticaria (Jinmashin No Byouri-
Soshiki-Zou), dalam: Durue M, Hide M, ed. Hifuka Asset 16. Tokyo, Jepang: Nakayama-
Shoten; 2013:62-70).

KLASIFIKASI URTIKARIA
Karena terdapat variasi yang besar dalam gambaran dari urtikaria, tidak hanya dalam
patogenesis tetapi juga dalam hal manajemen, urtikaria telah diklasifikasikan berdasarkan
berbagai aspek, seperti durasi, pemicu dan mode induksi, dan penyebab yang mendasarinya.
Pertemuan konsensus internasional yang diadakan pada 2013 untuk membuat pedoman
EAACI mencapai konsensus untuk klasifikasi standar. Klasifikasi ini membagi urtikaria
menjadi akut dan kronis pada 6 minggu sejak onset. Urtikaria kronis selanjutnya
diklasifikasikan menjadi urtikaria spontan dan urtikaria terinduksi. Urtikaria terinduksi dipicu
oleh rangsangan fisik dan termasuk urtikaria fisik (urtikaria dingin, DPU, urtikaria panas,
urtikaria surya, dermografisme simptomatik, angioedema getar), urtikaria kolinergik, dan
urtikaria kontak (Tabel 41-1). Klasifikasi ini telah dipertahankan dalam pedoman yang
diperbarui pada tahun 2018. Dalam praktik sehari-hari, wheals atau angioedema juga dapat
berkembang sebagai reaksi terhadap rangsangan tertentu atau sebagai gejala dari entitas
penyakit lainnya. Bab ini menjelaskan berbagai subtipe urtikaria yang membutuhkan
perawatan atau penatalaksanaan dalam praktik klinis walaupun tidak termasuk dalam pedoman
EAACI.
Tabel 41-1
Uji Diagnostik yang Direkomendasikan pada Subtipe Urtikaria yang Sering Kambuh
Tabel 41-2
Karakteristik Wheals yang Diamati pada Subtipe Urtikaria

URTIKARIA SPONTAN
Urtikaria spontan didefinisikan sebagai urtikaria yang terjadi secara spontan hampir
setiap hari tanpa sebab atau pemicu yang jelas. Nama “urtikaria idiopatik” juga telah digunakan
untuk entitas yang sama sejak lama, tetapi penggunaan urtikaria “spontan” telah
direkomendasikan oleh pedoman EAACI dan disahkan oleh banyak organisasi terkait13.
Manifestasi kulit utama berupa wheals, dan dapat juga disertai oleh angioedema pada setengah
dari pasien14. Dalam beberapa kasus, hanya angioedema yang dapat muncul. Dibandingkan
dengan wheals superfisial, angioedema terjadi lebih jarang, seperti setiap beberapa hari,
minggu, atau bulan, dan gejala angioedema bertahan lebih lama dari satu hari, biasanya selama
beberapa hari. Bentuk, ukuran, dan durasi wheals individu sangat bervariasi dan heterogen
seperti yang dijelaskan dalam Temuan Kutaneus. Wheals berbentuk bunga atau berbentuk
annular adalah ciri khas dari subtipe urtikaria ini. Meskipun gejalanya mungkin sangat parah
dan mengganggu, sebagian besar tidak mematikan. Tidak ada perbedaan kualitatif antara
urtikaria spontan akut dan CSU, tetapi bentuk akut cenderung lebih parah. Manifestasi kulit
dari vaskulitis urtikaria dan sindrom autoinflamasi mungkin menyerupai wheals jangka
panjang yang diamati pada urtikaria jenis ini.
Gambar 41-2 Gambaran klinis dari urtikaria akut (A), urtikaria spontan kronik (chronic spontaneous
urticarial/CSU) (B), CSU dengan bentuk anuler (C), dan CSU dengan bentuk bunga (D). (Gambar A, B dan D
diperoleh dari JDA. 2012;122(11):2627-2634, dengan izin.)

DERMOGRAFISME SIMPTOMATIK
Dermografisme simptomatik, juga disebut sebagai urtikaria factitia, urtikaria dermografi,
urtikaria mekanis, atau hanya dermografisme, adalah sub-tipe yang paling umum di antara
urtikaria fisik. Dermografisme simptomatik ditandai oleh rasa gatal atau terbakar pada kulit
dan timbulnya wheals dan flare yang gatal pada daerah yang mengalami penekanan pada kulit.
Bentuk wheals dan eritema sebagian besar berbentuk garis atau terdiri dari bentukan garis,
dikarenakan bentuk rangsangan pemicu (lihat Gambar 41-1A). Namun, flare yang menyebar
dengan batas yang tidak jelas dapat terjadi ketika pasien secara ekstensif menggaruk kulit (lihat
Gambar 41-1B). Dalam kasus-kasus yang jarang dan parah dari dermografisme simptomatik,
garis-garis eritematosa dapat menyertai karakteristik tanda pungtata dari urtikaria kolinergik
(dermografi kolinergik). Gatal dan bintil dari subtipe urtikaria ini berkembang tidak lama
setelah stimuli dan menghilang kira-kira dalam waktu 30 menit dalam banyak kasus. Dalam
kasus DPU tertentu, gejala wheals dermografisme dapat kembali pada lokasi yang sama atau
baru berkembang 3 sampai 6 jam setelah stimulasi dan bertahan hingga 48 jam (dermografisme
tertunda). Dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, edematous eritematosa dan
pembengkakan yang dalam dapat secara nyata tampak ketika kulit didinginkan (cold-
dependent dermografisme)15. Terdapat laporan kasus urtikaria subtipe ini terjadi di daerah
genital selama hubungan seksual16.
Gambaran klinis dari dermografisme simptomatis (Gambar A dan B diperoleh dari JDA. 2012;122(11):2627-
2634, dengan izin.)

URTIKARIA KONTAK DINGIN


Urtikaria kontak dingin adalah urtikaria fisik yang ditandai oleh kemunculan dari
wheals dan kemerahan sebagai respons terhadap dingin. Dalam kebanyakan kasus, kontak kulit
lokal dengan zat dingin menginduksi wheals dan flare di area kontak dingin (cold contact
urticaria). Penampilan kulit dari wheals dan flare biasanya datar dan tersebar luas tetapi bisa
juga punctate. Gatal dan kulit terlihat dalam beberapa menit dan bertahan hingga 1 jam. Dalam
kasus yang parah, mulut dan faring dapat membengkak setelah minum cairan dingin. Pasien
dengan urtikaria dingin juga dapat mengalami gejala anafilaksis, termasuk palpitasi, sakit
kepala, mengi, kehilangan kesadaran, dan tenggelam dapat terjadi setelah mandi air dingin.
Dalam kasus yang jarang terjadi, pembengkakan edema dan eritematosa dalam dapat muncul
9 sampai 18 jam setelah paparan dingin (delayed cold urticaria).17
Dalam kasus urtikaria dingin sistemik, wheals dan flare berkembang sebagai respons
terhadap pendinginan suhu inti tubuh, bukan oleh paparan lokal terhadap dingin. Urtikaria
dingin sistemik dapat berupa idiopatik atau sekunder dari penyakit yang mendasarinya. Pasien
dengan sindrom urtikaria dingin berkembang menjadi makula eritematosa dan wheals jarang
ditemui yang berhubungan dengan rasa terbakar dan pruritus pada paparan dingin; sekarang
diklasifikasikan sebagai subtipe dari cryopyrin-related periodic syndrome (CAPS), penyakit
bawaan autosom dominan yang berhubungan dengan mutasi genetik NLRP3 (CIAS1).18
Urtikaria kontak dingin(Gambar diambil http://www.rs-sejahterabhakti.com/2015/12/alergi-dingin.html)

HEAT URTICARIA (Urtikaria Panas)


Heat urticaria adalah subtipe urtikaria fisik yang langka, yang ditandai oleh wheals dan
flare yang berkembang dalam beberapa menit setelah paparan panas lokal pada kulit dan
menghilang paling lama dalam beberapa jam (lihat Gambar 41-1D). Berbeda dengan urtikaria
kolinergik yang melibatkan erupsi pungtata kecil sebagai respons terhadap kondisi yang
menimbulkan keringat, pasien dengan urtikaria panas mengalami wheals dan flare yang
menyebar di area kulit yang terpapar panas, terlepas dari suhu tubuh inti atau keringat.

Urtikaria kontak lokal dipicu oleh berendam dalam air panas (Gambar C diperoleh dari Fitzpatrick’s Dermatology,
9th edition, Volume 1, Hal 686)

SOLAR URTICARIA
Solar urticaria adalah subtipe yang langka dari urtikaria fisik yang ditandai dengan
wheals dan flare yang berkembang dalam beberapa menit setelah paparan lokal pada kulit
dengan panjang gelombang cahaya tertentu. Lesi urtikaria biasanya sembuh dalam beberapa
jam tetapi dapat disertai sakit kepala, syncope, pusing, mengi, dan mual. Bentuk erupsi kulit
pada solar urticaria konsisten dengan area yang terpapar cahaya dari panjang gelombang
pencetus. Mungkin ada wheals, flare, atau kemerahan berupa pungtata tetapi bukanlah wheals
kecil yang diamati pada urtikaria kolinergik. Wajah dan tangan mungkin mengalami lesi yang
lebih sedikit daripada area kulit yang biasanya ditutupi oleh pakaian karena pengerasan akibat
paparan sinar surya kronis.12

Solar Urticaria (Gambar diambil dari https://recuperatery.com/article/solar-urticaria-6294)

DELAYED PRESSURE URTICARIA (Urtikaria Tekanan Tertunda)

Delayed pressure urticaria ditandai oleh wheals pada dermal yang dalam yang muncul
pada daerah yang terus dikompresi dengan latensi 30 menit atau beberapa jam setelah
pelepasan kompresi. Wheals dapat berlangsung selama beberapa jam atau hingga 3 hari dan
dapat disertai dengan sensasi terbakar atau nyeri daripada rasa gatal yang sering terlihat dengan
CSU. DPU dapat terjadi dengan sendirinya tetapi sering disertai dengan CSU.19

URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA VIBRATORIK


Urtikaria dan angioedema getaran adalah subtipe urtikaria fisik langka yang ditandai
dengan pembengkakan kulit yang segera terbentuk di lokasi kontak dengan rangsangan
getaran, seperti joging, penarik kuat, atau menggunakan mesin pemotong rumput. Baru-baru
ini, mutasi missense dari ADGRE2 telah dilaporkan dikaitkan dengan urtikaria getar familial
dengan pewarisan dominan autosom.20

Vibratory Urticaria (Gambar diperoleh dari Allergykb.org)


AQUAGENIC URTICARIA (Urtikaria Akuagenik)
Aquagenic urticaria adalah subtipe urtikaria yang jarang, yang diinduksi oleh paparan
kulit lokal terhadap air. Erupsi diinduksi terlepas dari suhu air. Karakteristik aquagenic
urticaria ini membantu membedakannya dari urtikaria dingin dan urtikaria panas, yang juga
dapat disebabkan oleh paparan kulit terhadap air pada suhu tertentu. Aquagenic urticaria
ditandai oleh wheals kecil, menyerupai erupsi urtikaria kolinergik, tetapi wheals dalam subtipe
urtikaria ini umumnya lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan erupsi urtikaria
kolinergik. Mereka biasanya dikelilingi oleh flare yang lebar. Pruritus tanpa reaksi wheals dan
flare berkembang setelah terpapar air diklasifikasikan sebagai pruritus akuagenik dari entitas
penyakit yang berbeda.21

URTIKARIA KOLINERGIK
Urtikaria kolinergik adalah subtipe berbeda dari urtikaria yang diinduksi oleh rangsangan
yang menyebabkan keringat dan khas dengan erupsi urtikaria yang kecil. Urtikaria kolinergik
lebih sering terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda. Stimuli dapat berupa latihan
fisik, lingkungan yang bersuhu panas, atau eksitasi emosional atau gustatorik. Erupsi tersebut
berupa bintik-bintik pungtata berdiameter 1- hingga 4-mm atau bintik-bintik merah dengan
atau tanpa flare di sekitarnya (lihat Gambar 41-1C). Pada kasus yang parah, erupsi dapat
menjadi konfluen, urtikaria menyeluruh dan bahkan berkembang menjadi anafilaksis. Dalam
kasus yang jarang terjadi, lesi tersebut dapat menyertai angioedema (cholinergic angioedema).
Kasus angioedema yang berkembang sebagai respons terhadap olahraga tanpa wheals atau
eritema pungtata juga dilaporkan. Berdasarkan catatan, sebagian besar pasien yang mengalami
angioedema adalah wanita dan memiliki diatesis atopik terkait atau alergi keringat. Urtikaria
kolinergik biasanya pruritus tetapi mungkin menyakitkan atau menyengat, terutama pada saat
berkembangnya erupsi. Reaksi wheal and flare biasanya berkembang dalam 30 menit dan
benar-benar menghilang dalam beberapa jam.
Urtikaria kolinergik harus dibedakan dari urtikaria yang dipicu oleh olahraga dan
anafilaksis, yang disebabkan oleh olahraga tetapi tidak dengan pemanasan pasif. Kasus
urtikaria kolinergik tertentu dapat ditimbulkan oleh rangsangan dingin sistemik (urtikaria
kolinergik dingin). Kasus-kasus seperti itu harus dibedakan dari familial urtikaria dingin.
Pruritus tanpa wheals yang disebabkan oleh kondisi yang menimbulkan keringat juga telah
dijelaskan (cholinergic pruritus).
Sebagian besar pasien dengan urtikaria kolinergik mungkin juga menderita dermatitis
atopik dan menunjukkan hipersensitivitas tipe I terhadap keringat manusia. Antigen utama
dalam keringat telah diidentifikasi sebagai MGL 1304, protein yang diproduksi dan dirilis oleh
Malassezia globosa pada kulit manusia. Bagian lain dari pasien dengan urtikaria kolinergik
mengalami penurunan produksi keringat parsial. Sebagian besar pasien dengan jenis urtikaria
kolinergik mengeluhkan nyeri daripada gatal, terutama di musim dingin.

Urtikaria kolinergik yang dipicu oleh olahraga (Gambar C diperoleh dari Fitzpatrick’s Dermatology, 9th edition,
Volume 1, Hal 686)

URTIKARIA KONTAK
Urtikaria kontak diklasifikasikan sebagai subtipe urtikaria yang dapat diinduksi, yang
ditandai dengan terjadinya segera reaksi wheals dan flare di lokasi kontak dengan zat tertentu.
Kejadian tersebut bisa berupa imunologis (dimediasi IgE) atau nonimunologis. Wheals dan
flare biasanya muncul dalam 30 menit dan benar-benar menghilang dalam beberapa jam dan
juga dapat berkembang menjadi urtikaria generalisata dan bahkan anafilaksis. Urtikaria dingin,
urtikaria panas, dan urtikaria akuagenik juga disebabkan oleh kontak dengan zat dengan
karakteristik fisik yang sesuai tetapi biasanya tidak termasuk dalam kategori ini. Kasus-kasus
dimana edema oral dan ketidaknyamanan merupakan gejala utama, yang disebabkan oleh
kontak mukosa mulut dengan makanan tertentu, disebut sebagai sindrom alergi oral oral
allergy syndrome (OAS).

URTICARIAL VASCULITIS (Vaskulitis Urtikarial)


Urticarial vasculitis ditandai oleh lesi urtikaria berulang yang menetap lebih dari 24
jam, meninggalkan pigmentasi dan menunjukkan bukti histopatologis vaskulitis
leukositoklastik. Bentuk wheals dan flare yang diamati pada vaskulitis urtikaria mirip dengan
yang diamati pada urtikaria spontan dan mungkin tidak dapat dibedakan dengan CSU dengan
wheals yang menetap lama. Pasien dengan vaskulitis urtikaria juga dapat mengalami livedo
reticularis, fenomena Raynaud, dan angioedema.22

Kepustakaan :

1. Zuberbier T, Aberer W, Asero R, et al. The EAACI/ GA(2) LEN/EDF/WAO Guideline


for the definition, classification, diagnosis, and management of urti- caria: the 2017
revision and update. Allergy. 2018; 73(7):1393-1414.
2. Malcolm W, Allen P. Urticaria and Angioedema. USA : 1 – 18
3. Natbony SF, Phillips ME, Elias JM, et al. Histologic studies of chronic idiopathic
urticaria. J Allergy Clin Immunol. 1983;71(2):177-183.
4. 186. Elias J, Boss E, Kaplan AP. Studies of the cellular infil- trate of chronic idiopathic
urticaria: prominence of T-lymphocytes, monocytes, and mast cells. J Allergy Clin
Immunol. 1986;78(5 Pt 1):914-918.
5. 187. Nettis E, Dambra P, Loria MP, et al. Mast-cell pheno- type in urticaria. Allergy.
2001;56(9):915.
6. Ito Y, Satoh T, Takayama K, et al. Basophil recruitment and activation in inflammatory skin
diseases. Allergy. 2011;66(8):1107-1113.
7. 190. Ying S, Kikuchi Y, Meng Q, et al. TH1/TH2 cytokines and inflammatory cells in skin
biopsy specimens from patients with chronic idiopathic urticaria: compari- son with the
allergen-induced late-phase cutaneous reaction. J Allergy Clin Immunol. 2002;109(4):694-
700.
8. 191. Peters MS, Winkelmann RK. Neutrophilic urticaria. Br J Dermatol. 1985;113(1):25-30.
9. 192. Winkelmann RK, Wilson-Jones E, Smith NP, et al. Neu- trophilic urticaria. Acta Derm
Venereol. 1988;68(2): 129-133.
10. Barlow RJ, Ross EL, MacDonald D, et al. Adhesion molecule expression and the
inflammatory cell infil- trate in delayed pressure urticaria. Br J Dermatol. 1994;131(3):341-
347.
11. Monroe EW. Urticarial vasculitis: an updated review. J Am Acad Dermatol. 1981;5(1):88-95.
12. Michihiro Hide, Shunsuke Takahagi. Urticaria and Angioedema. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Edisi ke-9. 2019
13. Zuberbier T, Aberer W, Asero R, et al. The EAACI/ GA(2) LEN/EDF/WAO Guideline for
the definition, classification, diagnosis, and management of urti- caria: the 2017 revision and
update. Allergy. 2018; 73(7):1393-1414.
14. Maurer M, Weller K, Bindslev-Jensen C, et al. Unmet clinical needs in chronic spontaneous
urticaria. A GA(2) LEN task force report. Allergy. 2011;66(3):317-330.
15. Kaplan AP. Unusual cold-induced disorders: cold- dependent dermatographism and systemic
cold urti- caria. J Allergy Clin Immunol. 1984;73(4):453-456.
16. Lambiris A, Greaves MW. Dyspareunia and vulvo- dynia are probably common
manifestations of facti- tious urticaria. Br J Dermatol. 1997;136(1):140-141.
17. Back O, Larsen A. Delayed cold urticaria. Acta Derm Venereol. 1978;58(4):369-371.
18. Ombrello MJ, Remmers EF, Sun G, et al. Cold urticaria, immunodeficiency, and
autoimmunity related to PLCG2 deletions. N Engl J Med. 2012;366(4):330-338.
19. Morioke S, Takahagi S, Iwamoto K, et al. Pressure challenge test and histopathological
inspections for 17 Japanese cases with clinically diagnosed delayed pressure urticaria. Arch
Dermatol Res. 2010;302(8): 613-617.
20. Boyden SE, Desai A, Cruse G, et al. Vibratory urticaria associated with a missense variant in
ADGRE2. N Engl J Med. 2016;374(7):656-663.
21. Heitkemper T, Hofmann T, Phan NQ, et al. Aqua- genic pruritus: associated diseases and
clinical pru- ritus characteristics. J Dtsch Dermatol Ges. 2010; 8(10):797-804.
22. Wisnieski JJ. Urticarial vasculitis. Curr Opin Rheumatol. 2000;12(1):24-31

Anda mungkin juga menyukai