Laporan Kasus
Pembimbing:
Dr. dr. Ramona Dumasari Lubis, Sp. KK(K), MKed(KK), FINSDV, FAADV
Penyaji:
dr. Riefka Ananda Zulfa
DIVISI KUSTA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
KUSTA TIPE BORDERLINE BORDERLINE
PENDAHULUAN
Kusta merupakan penyakit infeksi kronis yang telah diketahui sejak tahun 600 SM.1
Umumnya, kusta ditemukan di negara berkembang dengan keterbatasan pelayanan di
bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi.2 Secara global,
prevalensi kusta di awal tahun 2013 adalah 189.018, di mana jumlah kasus baru adalah
232.857. Terdapat 16 negara yang melaporkan lebih dari 1000 kasus baru, antara lain
India, Brazil, Indonesia, Nigeria, Ethiopia, Bangladesh, Republik Demokratik Kongo,
Nepal, Myanmar, Republik Tanzania, Srilanka, Filipina, Sudan Selatan, Madagaskar,
Cina, dan Pantai Gading.2,3
Kusta disebabkan oleh Mycobacterium leprae.1,4,5 M. leprae adalah bakteri
Gram (-) genus Mycobacterium bersifat tahan-asam karena memiliki asam mikolik di
dinding sel M. leprae juga bersifat intraseluler obligat. M. leprae juga dapat
menginfeksi armadilo, monyet mangabey, dan simpanse.4 Pada manusia, M. leprae
bereplikasi selama 12-13 hari di sel schwann, histiosit, sel otot, dan endotel pembuluh
darah pada suhu 30-33ºC.1,6 Penyakit kusta dapat terjadi terkait oleh beberapa faktor,
diantaranya faktor host seperti usia, jenis kelamin, migrasi, imunitas, genetik, faktor
lingkungan dan sosial. Penularan utama adalah rute respiratorius, namun kemungkinan
infeksi melalui mukosa dan kulit yang tidak intak7,8 Namun, penularan kusta hanya
ditemukan di antara manusia dengan manusia.1,6
Patogenesis kusta dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor imunologi host.4
Diagnosis kusta didasarkan pada manifestasi klinis, pemeriksaan bakteriologi, dan
gambaran histopatologi.5 Diagnosis dini berperan penting dalam mencegah kecacatan
dan sekuele pada kusta.14 Manifestasi klinis kusta bervariasi, di mana kusta melibatkan
saraf perifer, kulit, saluran pernafasan atas, mata, otot, tulang, dan testis.1,4 Oleh sebab
itu, tanda-tanda kardinal kusta berperan penting dalam diagnosis kusta. Tanda-tanda
kardinal kusta meliputi makula eritema atau hipopigmentasi yang anastesi, penebalan
saraf perifer dengan gangguan fungsi saraf, serta penemuan basil tahan asam (BTA)
pada pemeriksaan kerokan kulit dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen (slit skin smear). Jika
salah satu tanda kardinal tersebut ditemukan, maka seseorang dapat didiagnosis dengan
kusta.2
Pada kusta BB atau mid-borderline yang kadang disebut kusta dimorfosa atau
intermediet, memiliki ciri-ciri bentuk LL dan TT dan mewakili spektrum penyakit yang
berkesinambungan mulai dari hampir tuberkuloid hingga hampir lepromatosa. Ini
adalah bentuk kusta yang tidak stabil dan dapat berkembang secara bertahap menuju
kusta LL dengan mengalami reaksi pembalikan atau diturunkan menjadi kusta TT.
pasien datang dengan manifestasi plak annular asimetris. Lesi klasik penyakit BB
adalah lesi dimorfik, yang memiliki gambaran lesi tuberkuloid dan lepromatosa. Lesi
dimorfik biasanya berbentuk annular dengan batas luar yang tidak berbatas tegas dan
pusat "punched-out" yang berbatas tegas. Pasien dapat juga mengalami hipertrofi saraf
simetris atau asimetris dan neuritis. Indeks bakteri biasanya berkisar antara 3 sampai
dengan 4.10,11
Penatalaksanaan kusta adalah multi-drug therapy (MDT). MDT diberikan
sesuai dengan rekomendasi World Health Organization (WHO). Pada kusta PB,
pemberian MDT berupa rifampisin 600 mg dan dapson 100 mg pada hari 1, dilanjutkan
dengan dapson 100 mg pada hari 2-28 selama 6-9 bulan. Pada kusta MB, pemberian
MDT berupa rifampisin 600 mg, dapson 100 mg, dan klofazimin 300 mg pada hari 1,
dilanjutkan dengan dapson 100 mg dan klofazimin 50 mg pada hari 2-28 selama 12-18
bulan.2,5
Laporan Kasus
Seorang laki-laki, usia 19 tahun, datang ke Poliklinik Dermatologi dan
Venereologi pada tanggal 16 April 2021 di Poliklinik RSUD Pandan, dengan keluhan
utama berupa bercak merah disertai rasa nyeri pada wajah, leher, badan, punggung,
kedua lengan, dan tungkai kaki sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya, 4 tahun yang lalu
bercak merah awalnya muncul pada dada dan semakin tahun bercak tersebut semakin
2
meluas ke punggung dan seluruh tubuh. Dikarenakan pada ruam terdapat rasa kebas-
kebas sehingga pasien datang berobat ke puskesmas terdekat namun setelah diberikan
obat-obatan tidak ada perbaikan sama sekali. Sejak 2 bulan ini pasien semakin sering
merasakan nyeri pada badannya disertai timbulnya ruam kemerahan pada telapak kaki
dan tangan sehingga pasien dirujuk ke RSUD Pandan. Tidak terdapat riwayat anggota
keluarga maupun orang di lingkungan pasien yang memiliki keluhan yang sama.
Riwayat kontak dengan penderita kusta tidak ditemukan.
3
Gambar 1. Pada status dermatologi, dijumpai plak eritema, multipel, numular sampai
dengan plakat, berbatas tegas di regio fasialis, regio brachii anterior dekstra et
sinistra, manus dekstra et sinistra, regio nucha, regio vertebralis, regio tibialis dekstra
et sinistra dan plantar pedis dekstra
4
Hasil pemeriksaan biopsi dari sediaan jaringan kulit dengan pelapis epitel
skuamous yang mengalami hiperkeratosis tipe basket wave atrophy dan pemendekan
rete redges, sel epitel skuamous dengan morfologi dalam batas normal. Subepidermis
terdiri dari jaringan fibrous dan kolagen yang menebal, tampak jaringan saraf perifer
yang diinfiltrasi sel radang limfosit, makrophag dan epiteloid, pembuluh darah dilatasi
dan kongesti. Kesimpulan : leprosy borderline borderline.
5
diedukasi untuk selalu memeriksa dan melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma
dengan cara selalu menggunakan alas kaki.
Pada pasien ini kembali kontrol ke puskesmas terdekat pada tanggal 20 Mei
2022 sehingga pasien mengirimkan fotonya melalui whatsapp. Pasien menyatakan
nyeri sudah menghilang. Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai bercak merah yang
menebal sudah mulai berkurang dan menghilang pada seluruh tubuh, tidak dijumpai
ruam baru. Terapi MDT-MB pada pasien ini dilanjutkan. Pasien dianjurkan untuk
datang kontrol tiap bulannya. Prognosis pada pasien ini quo ad vitam bonam, quo ad
functionam, quo ad sanactionam dubia ad bonam.
6
Gambar 3. Pada status dermatologi, dijumpai plak, multipel, numular sampai dengan
plakat, berbatas tegas di regio vertebralis dan regio thorakalis.
7
DISKUSI
Seorang laki-laki, usia 19 tahun, datang ke Divisi Kusta - Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Pandan dan didiagnosis dengan kusta tipe
borderline borderline. Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae.1,4,5 Kusta dapat ditemukan pada laki-laki dan perempuan.
Beberapa negara melaporkan kusta ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada
perempuan.2 Kusta dapat terjadi pada kedua jenis kelamin, tetapi umumnya lebih
sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.2,13 Kusta dapat terjadi pada
semua usia yaitu bayi sampai usia lanjut dan paling sering terjadi sekitar umur 20
hingga 30 tahun yaitu pada usia muda dan produktif oleh karena risiko terpapar dengan
sumber penularan kusta lebih besar.2,14 Manifestasi klinis kusta dapat bervariasi.
Pasien kusta dapat mengeluhkan lesi kulit (bercak putih atau merah), rasa kebas di
tangan dan / atau kaki, kelemahan di tangan dan / atau kaki, nyeri sendi, kongesti
hidung, epistaksis, fotofobia, serta anastesi di telinga dan wajah. Pada kusta juga dapat
ditemukan penebalan saraf tepi, seperti saraf ulnaris, medianus, peroneus communis,
tibialis posterior.10 Kusta Borderline borderline yang juga disebut kusta dimorfosa
atau intermediet, memiliki ciri-ciri bentuk LL dan TT dan mewakili spektrum penyakit
yang berkesinambungan mulai dari hampir seperti tuberkuloid hingga hampir
lepromatosa.11
8
dengan penebalan saraf dengan gangguan sensoris; (3) positif BTA pada slit skin
smear.10
Lesi TT BT BB BL LL
Jumlah Satu (1-3) Beberapa (1-10) Beberapa Banyak, asimetris Jumlahnya tidak
(10-30) (10-30) terhitung, simetris
Ukuran Bervariasi, Bervariasi, beberapa Bervariasi Kecil, beberapa Kecil
biasanya besar besar dapat besar
Permukaan Sangat kering, Kering bersisik, Sedikit bersinar Bersinar Bersinar
bersisik tampak terang dan
infiltratif
Sensasi Tidak dijumpai Berkurang secara Cukup berkurang Sedikit berkurang Berkurang secara
nyata minimal, tidak
berpengaruh
Pertumbuhan Tidak dijumpai Berkurang secara Cukup berkurang Sedikit berkurang Tidak
rambut nyata berpengaruh
secara langsung
BTA Tidak dijumpai Tidak dijumpai atau Jumlahnya sedang Jumlahnya Sangat banyak,
hanya sedikit banyak dijumpai globus
Tes Lepromin Positif kuat (+++) Positif lemah Negatif/ Negatif Negatif
(+/++) positif lemah
9
Tabel 2. Perbedaan Kusta PB dan MB1,2
Karakteristik PB MB
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Scollard DM, Adams LB, Gillis TP, Krahenbuhl JL, Truman RW, Williams DL.
The continuing challenges of leprosy. Clin Microbiol Rev. 2006 Apr. 19(2):338-
81. [QxMD MEDLINE Link]. [Full Text].
2. Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Pedoman Program Pengendalian Penyakit Kusta.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
2014.
3. World Health Organization. Global leprosy: update on the 2012 situation. Weekly
Epidemiological Record (WER). 2013; 88 (35): 365-380.
4. Thorat DM, Sharma P. Epidemiology. Dalam: Kar HK, Kumar B, editor. IAL
Textbook of Leprosy. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.;
2010: 24-31.
5. Lastoria J.C. Leprosy: review of the epidemiological, clinical, and ethiopathogenic
aspects-Part 1. Anais Brasileinos de Dermatologia. 2014; 89(2):205-18
6. Pinheiro R.O., Salles J.de.S., Sarno E.N., Sampaio E. Mycobacterium leprae- host
cell interactions and genetic determinants in leprosy: an overview. Future
Microbiol. 2011 Februari; 6(2): 217-230
7. Rodrigues LC, Lockwood NJ. Leprosy now: epidemiology, progress, challenge,
and research gap. Lancet Infect Dis.2011;(11):464-70.
8. James WD, Berger TG, Elston DM, dan Neuhaus IM. Andrew’s Disease of the
skin. Ed 12. Philadelpia : Elsevier; 2016. p. 331-342.
9. Lasto ́ ria JC, Abreu MA. Leprosy: Review of the epidemiological, clinical, and
etiopathogenic aspects – part 1. An Bras Dermatol 2014; 89: 205–218.
10. Eichelmann K, Gonza ́ lez SE, Salas-Alanis JC, Ocampo-Candiani J. Leprosy. An
update: Definition, pathogenesis, classification, diagnosis and treatment. Actas
Dermosifiliogr 2013; 104: 554–563.
11. Lasto ́ ria JC, Abreu MA. Leprosy: Review of the epidemiological, clinical, and
etiopathogenic aspects – part 2. An Bras Dermatol 2014; 89: 389–401.
12. Walker SL, Lockwood DN. Leprosy. Clin Dermatol. 2007 Mar-Apr. 25(2):165-
72. [QxMD MEDLINE Link].
13. WHO. Guidelines for the Diagnosis, Treatment and Prevention of Leprosy.
WHO.Availableat https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/274127/9789
12
290226383eng.pdf?ua=1#:~:text=For%20rifampicin%2Dresistant%20leprosy%2
C%20the,for%20an%20additional%2018%20months..2018; Accessed: June 4,
2020.
14. Thorat DM, Sharma P. Epidemiology. In:Kar KH, Kumar B, editor. IAL Textbook
of Leprosy. 2nd ed. London: Churchil Livingstone.2017:57-76
15. Bhat RM, Prakash C. Leprosy: An Overview of Pathophysiology. Hindawi
Publishing Corporation. 2012:1-6.
16. Mastrangelo G, Marcer G, Cegolon L. How to prevent immunological reactions in
leprosy patients and interrupt transmission of Mycobacterium leprae to healthy
subjects: Two hypotheses. Medical Hypotheses.2008:551-63
17. Ustianowski AP, Lockwood DN. Leprosy: current diagnostic and treatment
approaches. Curr Opin Infect Dis. 2003 Oct. 16(5):421-7. [QxMD MEDLINE
Link].
18. Cuevas J, Rodríguez-Peralto JL, Carrillo R, Contreras F. Erythema nodosum
leprosum: Reactional leprosy. Semin Cutan Med Surg. 2007;26:126–
30.[PubMed] [Google Scholar]
19. Siswati AS dan Ervianti E. Tinea Korporis dan Tinea Kruris. Dalam: Bramono K,
Suyoso S, Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S dan Ervianti E. (eds.)
Dermatomikosis Superfisialis. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013. p. 58-
69.
20. de Lima Fonseca A B, do Vale S. The influence of innate and adaptative immune
responses on the differential clinical outcomes of leprosy. Infectious Disease of
Poverty. 2017;6(5):1-8
13