Anda di halaman 1dari 36

Referat

Gambaran Radiologi Pada Non Tuberkulosis Mycobacterium

Oleh :
Tiya Taslisia 1840312248
Arfan Gifari 1740312609
Shakti Priyanika Ravindran 1840312639

Preseptor : dr. Tuti Handayani, Sp.Rad

BAGIAN RADIOLOGI
RSUP DR M DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul “Gambaran
Radiologi pada Non Tuberkulosis Mycobacterium”. Referat ini bertujuan untuk
mengetahui tentang gambaran radiologi non tuberkulosis mikobakterium pada foto
thoraks maupun CT-Scan. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas
kepaniteraan klinik Ilmu Radiologi di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Tuti
Handayani, Sp. Rad, khususnya sebagai pembimbing dan semua staf pengajar di SMF
Ilmu Radiologi di RSUP Dr. M. Djamil Padang serta teman-teman di kepaniteraan
klinik atas bantuan dan dukungannya sehingga kami dapat menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat kekurangan
yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik
yangmembangun guna menambah ilmu dan pengetahuan penulis dalam ruang lingkup
ilmu radiologi khususnya yang berhubungan dengan referat ini.

Padang, 8 Agustus 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 1
1.3. Tujuan 2
1.4. Manfaat Penelitian 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Anatomi Paru 3
2.1.1. Morfologi Paru 3
2.1.2. Pembagian Segmen Pulmo 6
2.2. Radioanatomi 7
2.2.1. Gambaran Foto Polos (x-ray) 7
2.2.2. Gambaran Computed Tomography (CT) Scan Toraks 11
2.3. Non Tuberkulosis Mycobacterium (NTM) 15
2.3.1. Definisi Non Tuberkulosis Mycobacterium 15
2.3.2. Epidemiologi Non Tuberkulosis Mycobacterium 15
2.3.3. Etiologi dan Patofisiologi 16
2.3.4. Klasifikasi 17
2.3.5. Manifestasi Klinis 17
2.3.6. Diagnosis 25
2.3.7. Diagnosis Banding 28
2.3.8. Terapi 28
DAFTAR PUSTAKA 30

iii
DAFTAR GAMBAR

2.1. Anatomi Paru 6


2.2. Trakea dan bronkus utama terlihat lusen 8
2.3. Hillus paru pada foto toraks PA dan lateral 8
2.4. Diafragma pada foto toraks PA 8
2.5. Radioanatomi foto toraks PA 9
2.6. Radioanatomi foto toraks lateral kiri 10
2.7. Radioanatomi lobus paru kanan radiografi toraks PA dan lateral 11
2.8. Radioanatomi lobus paru kiri radiografi toraks PA dan lateral 11
2.9. Anatomi normal CT-scan 12
2.10. Anatomi normal CT-scan 13
2.11. Infeksi M. avium-intraselulare paru pada wanita 42 tahun dengan batuk kronis 18
2.12. Infeksi M. avium-intraselulare paru pada wanita 50 tahun dengan batuk kronis 19
2.13. Infeksi M. avium-intraselulare paru pada wanita 72 tahun dengan batuk kronis 20
2.14. Infeksi M. avium-intraselulare paru pada pria berusia 43 tahun dengan penyakit
paru obstruktif kronis, clubbing digital, dan batuk produktif kronis 21
2.15. Infeksi M. avium-intraselulare paru pada wanita 58 tahun dengan riwayat batuk
kronis dan timbulnya sesak napas dan kelelahan baru-baru ini 22
2.16. Infeksi M. avium-intraselulare paru pada pria berusia 50 tahun dengan riwayat
kanker paru-paru non-sel kecil yang direseksi dan awal penurunan berat badan
dan hemoptysis 22
2.17. Foto CT menunjukkan bronkiektasis silinder, penebalan dinding bronkial, dan
area peningkatan opacity tree-in-bud 23
2.18. Radiografi dada posteroanterior dari lobus kanan bawah 24
2.19. Infeksi M. kansasii paru pada pria berusia 29 tahun dengan AIDS yang disertai
dengan dispnea dan batuk tidak produktif 25
2.20. Infeksi M. avium-intraselulare diseminata pada pria berusia 35 tahun penderita
AIDS yang mengalami batuk dan demam 25
2.21 Algoritma Kecurigaan Klinis NTMB 27

iv
DAFTAR TABEL

2.1. Mycobacterium non tuberculosis 17


2.2. Kriteria Diagnostik Infeksi Paru NTMB 27

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mycobacteria non-tuberculous (NTM) mengacu pada spesies mycobacterium
selain Mycobacterium tuberculosis complex (M. bovis, M. africanum, M. microti, M.
canetti, M. caprae, M. pinnipedii, M suricattae dan M. mungi), beberapa bakteri yang
menyebabkan kusta (M. leprae dan M. lepromatosis) dan bakteri lainnya yang
menyebabkan Penyakit NTM paru (Mycobacterium avium-intracellulare atau M.
kansasii). M. avium complex adalah NTM yang paling sering ditemukan dalam praktik
klinis.1,2,3
NTM adalah mikobakteri yang ditemukan di seluruh alam dalam air dan tanah.
NTM mewakili lebih dari 180 spesies dan subspesies yang berbeda, yang sebagian besar
tampaknya tidak menyebabkan penyakit manusia kecuali pada individu yang rentan. 4
Insiden dan prevalensi penyakit paru-paru NTM meningkat di seluruh dunia dan
dengan cepat menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama. Untuk diagnosis
penyakit paru-paru NTM, pasien yang diduga menderita penyakit paru-paru NTM harus
memenuhi semua kriteria klinis dan mikrobiologis. Pengembangan metode molekuler
memungkinkan karakterisasi spesies baru dan identifikasi NTM pada tingkat subspesies. 5
NTM paru meningkat seiring bertambahnya usia, tetapi sangat bervariasi antara
negara. Sebagian besar penelitian juga melaporkan peningkatan prevalensi empat dekade
terakhir. Perkiraan dari AS menyarankan bahwa prevalensi kultur NTM-positif saat ini
antara 1.4 dan 6.6 / 100 000. sementara data terbaru dari Inggris menunjukkan itu
kejadian kultur NTM-positif paru meningkat dari 4.0 / 100.000 di tahun 2007 menjadi 6.1
/ 100.000 di tahun 2012. sebuah laporan dari Kanada menunjukkan peningkatan 5 tahun
dalam prevalensi penyakit paru-NTM 29,3 kasus / 100.000 di tahun 1998–2002 hingga
41,3 / 100.000 di tahun 2006– 2010.1

1.2. Rumusan Masalah


Tulisan ini membahas anatomi paru, radioanatomi paru, definisi, epidemiologi,
etiopatogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, gambaran
radiologi, diagnosis banding, tatalaksana dan prognosis dari Non Tuberkulosis
Mycobacterium.

1
1.3. Tujuan
Penulisan Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman
tentang Non Tuberkulosis Mycobacterium dan gambaran radiologis dari Non
Tuberkulosis Mycobacterium.

1.4. Manfaat Penelitian


Tulisan ini merupakan penulisan dengan metode tinjauan kepustakaan dan yang
merujuk kepada berbagai literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru


2.1.1. Morfologi Paru
a. Apex Pulmonis
Berbentuk bundar, menonjol ke cranial, ditutupi oleh cupula pleurae.Bagian
ini berbatasan dengan arteria subclavia sinistra dan arteria subclavia dextra yang
menyebabkan terbentuknya sulcus subclavius pada permukaan pulmo, mengarah
ke lateral tepat di sebelah caudal dari apexpulmonis. 6,7
b. Basis Pulmonis
Bagian ini disebut juga facies diaphragmatica, bentuknya besar, konkaf,
terletak pada diaphragma thoracis memisahkan pulmo dextra dari pada lobus
hepatis dextra, dan memisahkan pulmo sinistra dari pada lobus hepatis sinistra,
gaster dan lien. Oleh karena diaphragma di sebelah kanan letaknya lebih tinggi
maka pulmo dextra bentuknya lebih kecil dan facies diaphragmatic lebih cekung.
7
Basis pulmonis tampak jelas bergerak mengikuti gerakan inspirasi dan expirasi.
c. Facies Costalis
Permukaan ini licin, konveks, mengikuti bentuk cavitas thoracis, ditutupi
oleh pleura costalis dan berbatasan dengan costa. 7
d. Facies Mediastinalis
Dibagi menjadi pars mediastinalis dan pars vertebralis. Pars mediastinalis
ditutupi oleh pleura mediastinalis, berbatasan dengan pericardium dan
membentuk impressio cardiaca (lebih cekung pada pulmo sinistra). Di sebelah
dorsocranial impressio tersebut terdapat hilus pulmonis, yaitu tempat keluar
masuknya struktur-struktur ke dan dari pulmo. Pada pulmo dextra di sebelah
cranial dari hilus pulmonis terbentuk sulcus venae azygos, di sebelah cranio-
ventral hilus pulmonis terbentuk suatu cekungan yang agak lebar, disebut sulcus
venae cavae superioris, di sebelah dorsal dari hilus pulmonis dan ligamentum
pulmonale terdapat sulcus oesophagei, yang terletak vertical. 7
Pada pulmo sinistra di sebelah cranial hilus pulmonis terbentuk sulcus arcus
aortae yang ke arah cranial berhubungan dengan sulcus subclavius dan di
sebelah ventral sulcus ini dekat pada margo anterior terdapat cekungan untuk

3
vena anonyma sinistra. Di sebelah dorsal hilus pulmonis dan ligamentum
pulmonale terdapat sulcus aortae thoracalis yang arahnya vertical dan di sebelah
caudal sulcus ini, berdekatan dengan margo inferior terdapat cekungan untuk
ujung caudal oesophagus. 7
e. Margo Inferior
Runcing dan memisahkan facies costalis daripada facies diaphragmatica.
Berhadapan dengan sinus phrenicocostalis (sinus costodiaphragmaticus). Ke arah
medialis margo inferior menjadi tumpul dan membulat serta memisahkan facies
diaphragmatica dari pada facies mediastinalis.7
f. Margo Anterior
Tipis dan meruncing, menutupi facies anterior pericardium margo anterior
dari pulmo dextra terletak hampir tegak lurus (vertikal) dan berhadapan dengan
sinus costomediastinalis, sedangkan yang sebelah kiri membentuk incisura
cardiaca sehingga pericadium letaknya merapat pada sternum.7
g. Pulmo Dextra
Terdiri atas tiga buah lobus, yaitu lobus superior, lobus medius dan lobus
inferior, yang dibagi oleh dua buah incisurae interlobares. Fissura horizontalis
memisahkan lobus superior daripada lobus medius, terletak horizontal, ujung
dorsal bertemu dengan fissura oblique, ujung ventral terletak setinggi pars
cartilaginis costa IV, dan pada facies mediastinalis fissura tersebut melampaui
bagian dorsal hilus polmanis. Lobus medius adalah yang terkecil daripada lobus
lainnya, dan berada di bagian ventro caudal. Morfologi pulmo dextra lebih kecil
daripada sinistra, tetapi lebih berat dan total capicitynya pun lebih besar. 7
h. Pulmo Sinistra
Terdiri atas dua buah lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior, yang
dipisahkan oleh fissura obliqua (incisura interlobis); fissura tersebut meluas dari
facies costalis sampai pada facies mediastinalis, baik di sebelah cranial maupun
di sebelah caudal hilus polmanis. Fissura obliqua dapat diikuti mulai dari hilus,
berjalan ke dorso-cranial, menyilang margo posterior kira-kira 5 cm dari apex
pulmonis, lalu berjalan ke arah caudo-ventral pada facies costalis menyilang
margo inferior, dan kembali menuju ke hilus pulmonis. Maka pada lobus
superior apex pulmonis, margo anterior, sebagian dari facies costalis dan
sebagian besar dari facies mediastinalis. Lobus inferior lebih besar daripada

4
lobus superior, dan meliputi sebagian besar dari facies costalis, hampir seluruh
facies diaphragmatica dan sebagian dari facies mediastinalis (bagian dorsalnya).7
i. Radix Pulmonis
Dibentuk oleh branchus, arteria pulmonalis, vena pulmonalis, arteria dan
vena bronchialis, plexus nervosus pukmonalis, pembuluh-pembuluh lymphe dan
lymphonodus bronchialis. Seluruh struktur tersebut tadi dilingkari oleh reflexi
pleurae. Struktur-struktur tersebut masuk keluar melalui hilus pulmonis, yang
berada dekat pusat (pertengahan facies mediasstinalis) dan berada di sebelah
dorsal impressio cardiaca agak ke dorsal.
Radix pulmonis dextra terletak di sebelah dorsal vena cava superior dan
atrium dextrum, dan vena zygos melengkung di cranialisnya. Radix pulmonis
dextra terletak di sebelah ventral aorta descendens, di sebelah inferior dari arcus
aortae. Nervus phrenicus, vasa pericardiacopherenica dan plexus nervosus
pulmonalis berada di sebelah ventral radix pulmonis sinistra et dextra, sedangkan
N.vagus dan plexus nervosus pulmonalis posterior terletak di sebelah dorsal
radix pulmanis sinistra et dextra. Di sebuah caudal dari radix pulmonis reflexi
pleurae makin mendekat dan membentuk ligamentum pulmonale. Pada radix
pulmonis dextra bronchus lobus superior berada di sebelah cranial, ramus dextra
arteria pulmonalis berada di sebelah caudo-ventralnya, bronchus lobus medius
dan lobus inferior berada di sebelah caudo-dorsal, dan yang terletak paling
inferior adalah vena pulmonalis dextra (ramus dextraarteria pulmonalis terletak
diapit oleh bronchus dan vena pulmonalis). Pada radix pulmonis sinistra
bronchus sinistra, a.pulmonalis berada disebelah cranial, vena pulmonalis sinistra
berada di sebelah caudal dan diantaranya terdapat bronchus.7

5
Gambar 2.1 Anatomi Paru13

2.1.2 Pembagian Segmen Pulmo


Segmen bronchopulmonalis terbentuk sesuai dengan percabangan bronchus
yang terletak pada lobus pulmonis.7
Lobus superior dextra terbagi menjadi :
 Segmen apical
 Segmen posterior
 Segmen anterior
Lobus medius dextra terbagi menjadi :
 Segmen lateral
 Segmen medial
Lobus inferior dextra terbagi menjadi :

6
 Segmen apical
 Segmen mediobasalis
 Segmen anterobasalis
 Segmen laterobasalis
 Segmen posterobasalis
Lobus superior sinistra dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian superior dan
bagian inferior.7
Bagian superior dibentuk oleh :
 Segmen apicoposterior
 Segmen anterior
Bagian inferior dibentuk oleh :
 Segmen lingualis superior
 Segmen lingualis inferior
Lobus inferior sinistra terbagi menjadi :
 Segmen apical
 Segmen antero-mediobasalis
 Segmen laterobasalis
 Segmen posterobasalis

2.2 Radioanatomi
2.2.1 Gambaran Foto Polos (x-ray)
a. Radioanatomi toraks proyeksi PA/AP
 Trakea dan bronkus kanan kiri terlihat sebagai lesi lusen (hitam) yang
superposisi dengan vertebra.8
 Hillus terdiri dari arteri, vena, bronkus dan limfe
 Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan iga disebut degan sinus
kostofrenikus. Sinus kostofrenikus normal berbentuk lancip.
 Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan bayangan jantung disebut
sinus kardiofrenikus
 Diafragma terlihat sebagai kubah di bawah jantung dan paru. Perbedaan
tinggi kedua diafragma yang normal adalah 1-1,5 cm.Tinggi kubah
diafragma tidak boleh kurang dari 1,5 cm. Jika kurang dari 1,5 cm maka

7
diafragma dikatakan mendatar.

Gambar 2.2 Trakea dan bronkus utama terlihat lusen.8

Gambar 2.3 Hillus paru pada foto toraks PA dan lateral.8

Gambar 2.4 Diafragma pada foto toraks PA.8

8
Cara menilai tinggi kubah diafragma
 Batas jantung di kanan bawah dibentuk oleh atrium kanan. Atrium kanan
bersambung dengan mediastinum superior yang dibentuk oleh v. cava
superior.
 Batas jantung disisi kiri atas dibentuk oleh arkus aorta yang menonjol di
sebelah kiri kolumna vertebralis. Di bawah arkus aorta ini batas jantung
melengkung ke dalam (konkaf) yang disebut pinggang jantung.
 Pada pinggang jantung ini, terdapat penonjolan dari arteri pulmonalis
 Di bawah penonjolan a. pulmonalis terdapat aurikel atrium kiri (left atrial
appendage).
 Batas kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri yang merupakan
lengkungan konveks ke bawah sampai ke sinus kardiofrenikus kiri. Puncak
lengkungan dari ventrikel kiri itu disebut sebagai apex jantung.
 Aorta desendens tampak samar-samar sebagai garis lurus yang letaknya
para-vertebral kiri dari arkus sampai diafragma.

Gambar 2.5 Radioanatomi foto toraks PA.8

 Apeks paru terletak di atas bayangan os clavikula.


 Lapangan atas paru berada di atas iga 2 anterior, lapangan tengah berada
antara iga 2-4 anterior dan lapangan bawah berada di bawah iga 4 anterior.

9
b. Radioanatomi toraks proyeksi lateral.8
 Di belakang sternum, batas depan jantung dibentuk oleh ventrikel kanan
yang merupakan lengkungan dari sudut diafragma depan ke arah kranial.
Ke belakang, lengkungan ini menjadi lengkungan aorta.
 Bagian belakang batas jantung dibentuk oleh atrium kiri. Atrium kiri ini
menempati sepertiga tengah dari seluruh batas jantung sisi belakang. Di
bawah atrium kiri terdapat ventrikel kiri yang merupakan batas belakang
bawah jantung.
 Batas belakang jantung mulai dari atrium kiri sampai ventrikel kiri
berada di depan kolumna vertebralis. Ruangan di belakang ventrikel kiri
disebut ruang belakang jantung (retrocardiac space) yang radiolusen
karena adanya paru- paru.
 Aorta desendens letaknya berhimpit dengan kolumna vertebralis.

Gambar 2.6 Radioanatomi foto toraks lateral kiri. 8


 Paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu:
- Lobus superior kanan (right upper lobe/RUL)
- Lobus media kanan (right middle lobe/RML)
- Lobus inferior kanan (right lower lobe/RLL)
 Paru kiri terdiri dari 2 lobus:
- Lobus superior kiri (Left upper lobe/ LUL) dan lingula
- Lobus inferior kiri (Left lower lobe/ LLL)

10
Gambar 2.7 Radioanatomi lobus paru kanan radiografi toraks PA dan lateral. 8

Gambar 2.8 Radioanatomi lobus paru kiri radiografi toraks PA dan lateral. 8

2.2.2 Gambaran Computed Tomography (CT) Scan Toraks


Indikasi mayor dari penggunaan CT-scan untuk toraks adalah sebagai
klarifikasi dari temuan abnormal radiografi toraks, staging kanker paru atau
esofagus, mendeteksi metastasis dari keganasan ekstratorak, evaluasi dari nodul
pulmonal soliter, curiga massa mediastinum atau hilus, curiga tumor pleura atau
empiema, menentukan sumber hemoptisis, aspirasi dari massa mediastinum dan
11
paru yang membutuhkan petunjuk CT-scan, dan drainase pleura yang

membutuhkan pentunjuk CT-scan.9

Gambar 2.9 Anatomi normal CT-scan. Potongan aksial dari toraks. Bb=
segment basilar bronkus dari lobus bawah, bi= bronkus intermedius, ca=
karina, e=esofagus, li= segmen lingula dari lobus atas kiri, LLL= left
lower lobe, LUL= left upper lobe, MF= major fissure, RLL= Right
lower lobe, RML= right middle lobe, rml= right middle lobe bronchus,
RUL= right upper lobe, rul= right upper lobe bronchus, t= trakea.9

12
13
Gambar 2.10 Anatomi normal CT-scan. Potongan aksial dari toraks. Aa= aorta
asenden, arch= arkus aorta, azv= vena azygos, cc= arteri karotis komunis, cl=
klavikula, cs= sinus koronarius, da= aorta desenden, hazv= vena hemiazygos , h=
humerus, im= arteri dan vena mamaria interna, ip= arteri pulmonal interlobaris,
ipv= arteri pulmonal inferor, ivc= vena cava inferior, ivs= intraventricular septum,
L= lover, la= atrium kiri, LAD= arteri koroner anterior desenden kiri, lbv= arteri
brakiosephalica kiri, lsa= arteri subklavia kiri, lv= ventrikel kiri, lvot= left ventricle
outflow tract, m= manubrium, mpa= arteri pulmonal utama, pc= perikardium, r=
iga, ra= atrium kanan, rba= arteri brachiosephalica kanan, rij= vena jugular interna
kanan, rpa= arteri pulmonal kaan, rsa= arteri subklavia kanan, rsv= vena subklavia
kanan, s= skapula, sp= limpa, st= sternum, svc= vena kava superior, th= tiroid, v=
korpus vertebre.9

CT-scan berguna untuk mengevaluasi parenkim paru karena potongan tipisnya


(dengan ketebalan 1-2 mm) memberikan gambaran anatomis yang detil. Namun,
karena biaya yang diperlukan 10-20 kali lipat lebih mahal dari radiografi thoraks PA
dan lateral konvensional, CT-scan tidak praktis digunakan untuk monitoring penyakit
sehari-hari.9

14
2.3 Non Tuberkulosis Mycobacterium (NTM)

2.3.1 Definisi Non Tuberkulosis Mycobacterium

Mycobacteria non-tuberculous (NTM) mengacu pada spesies bakteri myco


selain Mycobacterium tuberculosis kompleks (M. bovis, M. africanum, M.
microti, M. canetti, M.caprae, M. pinnipedii, M suricattae dan M. mungi) dan
organisme yang menyebabkan kusta (M. leprae dan M. lepromatosis). NTM
adalah organisme lingkungan yang banyak ditemukan di Indonesia di tanah dan
air yang menyebabkan infeksi paru-paru, sinus, kelenjar getah bening, sendi, SSP,
dan infeksi yang berhubungan dengan kateter dan diseminata pada individu yang
rentan.1
NTM dapat menyebabkan kerusakan paru-paru inflamasi progresif, suatu
kondisi yang disebut 'penyakit paru NTM'. NTM dibagi menjadi tumbuh lambat
dan tumbuh cepat. Jenis spesies yang paling umum menyebabkan infeksi paru
adalah M. avium complex (MAC; terdiri dari M. avium,M. intracellulare dan M.
chimaera), M. kansasii, M. malmoense dan M. xenopi, dan M. abscessus yang
tumbuh cepat (terdiri dari M. a. abscessus, M. a. massiliense, M. a. bolletii
subspesies), M. chelonae dan M. fortuitum. 1
Diagnosis infeksi paru-paru NTM sering sulit karena isolasi organisme dari
dahak atau cairan lavage bronchoalveolar yang kolonisasi seperti kolonasisasi
organisme jalan napas.

2.3.2 Epidemiologi Non Tuberkulosis Mycobacterium


Angka infeksi paru NTM (yang biasanya tidak membedakan antara individu
dengan budaya NTM-positif dan orang-orang dengan didefinisikan NTM paru
meningkat seiring bertambahnya usia, tetapi sangat bervariasi antara negara.
Sebagian besar penelitian juga melaporkan peningkatan prevalensi empat dekade
terakhir. Perkiraan dari AS menyarankan bahwa prevalensi kultur NTM-positif
saat ini antara 1.4 dan 6.6 / 100 000. sementara data terbaru dari Inggris
menunjukkan itu kejadian kultur NTM-positif paru meningkat dari 4.0 / 100.000
di tahun 2007 menjadi 6.1 / 100.000 di tahun 2012. sebuah laporan dari Kanada
menunjukkan peningkatan 5 tahun dalam prevalensi penyakit paru-NTM 29,3
kasus / 100.000 di tahun 1998–2002 hingga 41,3 / 100.000 di tahun 2006– 2010 .
Penelitian lain ada lebih dari 80.000 orang dengan penyakit paru NTM di

15
Amerika Serikat, dengan frekuensi yang jauh lebih tinggi pada orang dewasa yang
lebih tua. Namun, NTM dapat mempengaruhi semua kelompok umur. Pada
beberapa orang infeksi NTM dapat menjadi kronis dan membutuhkan perawatan
berkelanjutan. Penyakit paru-paru NTM yang parah dapat berdampak signifikan
pada kualitas hidup. Kematian yang berhubungan langsung dengan penyakit paru-
paru NTM jarang terjadi. (America Lung Assosiation)

2.3.3 Etiologi dan Patofisiologi


Sumber infeksi NTM tampaknya adalah paparan lingkungan, tanpa penularan
dari orang ke orang. Mikobakteri ini tersebar secara luas di alam dan telah
diisolasi dari air alami dan air olahan juga seperti tanah. Meskipun pajanan sering
terjadi, penyakitnya tidak biasa. Pentingnya kekebalan inang dalam melawan
infeksi telah ditunjukkan pada orang dengan HIV, orang yang menggunakan obat
imunosupresif, dan mereka yang memiliki mutasi gen yang menghasilkan protein
dari sistem kekebalan tubuh.10
Pasien-pasien ini biasanya berkembang menjadi infeksi mikobakteri yang
parah, termasuk diseminasi penyakit. Namun, tidak ada kecenderungan genetik
untuk penyakit paru-paru ditemukan. Presentasi klinis yang unik adalah
pneumonitis hipersensitif atau "paru-paru tuba." Dalam kondisi ini, paparan
mikobakteri lingkungan dalam air yang terkontaminasi dapat mengakibatkan
respons peradangan di paru-paru yang bisa sangat serius. Pasien-pasien ini
mengalami sesak napas dan memiliki kelainan difus yang menyebar pada foto
rontgen dada.10
NTM secara tradisional dibagi menjadi organisme yang tumbuh lambat dan
cepat, meskipun semua tumbuh jauh lebih lambat daripada kebanyakan bakteri
lain. Mereka menampilkan lebar berbagai kemampuan untuk menyebabkan
penyakit (patogenisitas): beberapa spesies tidak menyebabkan penyakit pada
manusia, beberapa menghasilkan penyakit sesekali, dan yang lain hampir selalu
menyebabkan penyakit jika mereka ditemukan dalam dahak. Alasan variasi ini
dalam keaslian patho tidak diketahui. 10

16
Tabel 2.1 Mycobacterium non tuberculosis.10

2.3.4 Klasifikasi
Ruyyon membagi NTMB menjadi 4 group berdasarkan dari pertumbuhan,
produksi pigmen dan morfologi.2
1. Fotokromogen, Pada kultur, Kolonisasi membutuhan 2-4 minggu dan
berubah dari tidak berwarna menjadi kuning ketika diberikan cahaya.
2. Scotocromogen, Pada kultur, Kolonisasi membutuhan 2-4 minggu dan
berubah dari kuning menjadi orange ketika diberikan cahaya.
3. Non Fotocromogen, Pada kultur, Kolonisasi membutuhan 2-4 minggu,
berwarna krem atau putih dan tidak berubah ketika diberikan cahaya.
4. Pertumbuhan cepat, kolonisasi terlihat setelah 3-5 hari dan tidak berubah
ketika diberikan cahaya.

2.3.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dan radiologis dari infeksi NTMB paru dapat dibagi
menjadi lima kelompok: (a) infeksi klasik, (b) infeksi non-klasik, (c) nodul pada
pasien asimptomatik, (d) infeksi pada pasien dengan akalasia, dan (E) infeksi
pada pasien immunocompromised .2
A. Infeksi Klasik
Infeksi klasik adalah bentuk paling umum dari infeksi NTMB paru. Pasien
yang terkena biasanya pria kulit putih lansia dengan penyakit paru-paru yang
mendasarinya seperti penyakit paru obstruktif kronis atau fibrosis paru.
Infeksi NTMB klasik mungkin tidak dapat dibedakan dari tuberkulosis aktif;
Namun, infeksi NTMB biasanya berkembang lebih lambat daripada TB aktif.

17
Infeksi NTMB klasik biasanya bermanifestasi pada radiografi dada dengan
fitur yang mirip dengan TB postprimary. Gambaran yang menyerupai
tuberkulosis primer yang disembuhkan, seperti nodul paru yang terkalsifikasi
dan nodus hilar (kompleks Ranke), umumnya. Temuan paling umum adalah
daerah linear, nodular heterogen dan peningkatan opacity di segmen apikal
dan posterior lobus atas dengan atau tanpa kalsifikasi (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Infeksi M. avium-intraselulare paru pada wanita 42 tahun dengan batuk
kronis. Kultur sputum negatif; diagnosis dibuat dengan bronkoskopi dan biopsi
transbronkial. (a) Radiografi dada posteroanterior menunjukkan area linear dan nodular
yang tersebar dan tidak jelas dengan peningkatan opacity dengan kavitasi (panah) di
lobus kanan atas. (b) Pemindaian CT scan close-up dari lobus kanan atas menunjukkan
nodul centrilobular perifer (panah), rongga berdinding tipis, dan penebalan dinding
bronkus (panah).

Penyakit lobus bawah jarang terjadi. Area peningkatan opacity bervariasi


dari kelainan halus yang melibatkan satu segmen ke penyakit multisegmen
bilateral (Gambar 2. 12, gambar 2.13).

18
Gambar 2.12 Infeksi M. avium-intraselulare paru pada wanita 50 tahun dengan batuk
kronis. (a) Rontgen dada posteroanterior menunjukkan daerah heterogen peningkatan
opacity di lobus kanan atas dengan kehilangan volume. Pasien merespon buruk terhadap
terapi antimikobakteri dan menjalani reseksi lobus kanan atas. (b) Rontgen dada
posteroanterior yang diperoleh 3 tahun setelah reseksi menunjukkan konsolidasi di bagian
atas paru-paru kanan dan area baru dengan peningkatan opacity di paru-paru kiri.
Diagnosis infeksi M. avium-intraselulare rekuren dikonfirmasi dengan biopsi paru
transbronkial. Infeksi tersebut berakibat buruk terhadap terapi antimikobakteri, dan
pneumonektomi kanan dilakukan. Infeksi persisten mengakibatkan empiema kronis pada
ruang pleura kanan. (c) Rontgen dada postero- rior yang diperoleh 1 tahun kemudian
menunjukkan udara di rongga pleura kanan, sebuah temuan yang konsisten dengan fistula
bronkopleural dari infeksi kronis M. avium-intraselulare. Perhatikan area heterogen yang
tersebar dari peningkatan opacity di paru-paru kiri.

19
Gambar 2.13 Infeksi M. avium-intraselulare paru pada wanita 72 tahun dengan batuk
kronis. M. avium-intrasellulare dibiakkan dari dahak. (a) Radiografi dada posteroanterior
menunjukkan area paru yang menyebar, bilateral, dan opacity meningkat dengan
konsolidasi fokus pada lingula. Ada adenopati paratrakeal kanan (panah). (B) Radiografi
dada posteroanterior diperoleh 5 tahun kemudian setelah terapi obat antituberkulosis
jangka panjang menunjukkan penurunan volume progresif di lobus atas, peningkatan
adenopati paratrakeal (panah), dan peningkatan di bidang peningkatan opacity di lobus
kanan atas dan lingula. Area baru peningkatan opacity telah berkembang di lobus tengah
(arrowhead).

Meskipun bidang peningkatan opacity dapat tetap tidak berubah selama


bertahun-tahun, lebih umum mereka berkembang perlahan (Gambar 2.14).

20
Gambar 2.14 Infeksi M. avium-intraselulare paru pada pria berusia 43 tahun dengan
penyakit paru obstruktif kronis, clubbing digital, dan batuk produktif kronis. Pencucian
bronkial positif untuk M. Avium-Intrasellulare. (a) Radiografi dada posteroanterior
menunjukkan daerah linear dan nodular heterogen dengan peningkatan opacity di paru-
paru kiri. Ada kerusakan yang nyata pada paru-paru kanan dengan distorsi arsitektur dan
tingkat cairan-udara di segmen superior lobus kanan bawah. Pasien kurang patuh dengan
terapi antituberkulosis dan diberikan 20 bulan kemudian dengan penurunan berat badan
progresif dan hemoptisis. (B) Radiografi dada Posteroanterior menunjukkan kerusakan
progresif dari lobus atas dengan bula besar di lobus kanan atas. Daerah heterogen dari
peningkatan opacity hadir di lobus kiri atas (panah), dan ada yang terkait distorsi
arsitektur dan bronkektasis traksi (panah). (c) Arteriogram bronkial kiri menunjukkan
fistula arteri pulmonalis (panah). Arteri bronkial diembolisasi dengan bubuk busa alkohol
polivinil

Area fokus opasifikasi parenkim homogen atau area mirip massa dengan
peningkatan opasitas menyerupai karsinoma paru primer kadang-kadang
terlihat dalam hubungan dengan area linear dan nodular dengan peningkatan
opacity atau sebagai temuan yang terisolasi (Gambar 2.15, gambar 2.16)
21
Gambar 2.15 Infeksi M. avium-intraselulare paru pada wanita 58 tahun dengan riwayat
batuk kronis dan timbulnya sesak napas dan kelelahan baru-baru ini. Radiografi dada
posteroanterior menunjukkan rongga berdinding tipis di lobus kanan atas dan nodul yang
jelas di lobus kiri atas (panah). Ada area nodular heterogen yang tersebar dan kecil
dengan peningkatan opacity secara bilateral

Gambar 2.16 Infeksi M. avium-intraselulare paru pada pria berusia 50 tahun dengan
riwayat kanker paru-paru non-sel kecil yang direseksi dan awal penurunan berat badan
dan hemoptisis. (a) Radiografi dada posteroanterior yang diperoleh 4 tahun sebelum
masuk menunjukkan jahitan (garis) dan jaringan parut di lobus kanan atas dari reseksi
paru parsial. (b) Rontgen dada posterior yang diperoleh saat masuk menunjukkan
kehilangan volume progresif, lebih banyak area opacity meningkat di sekitar jahitan, dan
penebalan pleura yang berdekatan. M. avium-intrasellulare dikultur dari pencucian
bronkial. Tidak ada sel ganas yang ditemukan, dan kondisi pasien membaik dengan terapi
antimikobakterial yang sesuai.

22
Kavitasi sering terjadi dan biasanya terjadi di lobus atas (Gambar 7).
Rongga biasanya kecil (diameter rata-rata, 2,5 cm) dan berdinding tipis
(Gambar 8) Kavitasi memfasilitasi penyebaran penyakit endokardial, yang
bermanifestasi sebagai area nodular yang tersebar secara unilateral atau
bilateral dengan peningkatan opacity (Gambar 9). Area nodular ini dengan
kisaran opacity yang meningkat dari 5 hingga 15 mm dengan diameter dan
memiliki distribusi centrilobular pada CT.
B) Infeksi Non-klasik
Infeksi non-klasik adalah bentuk infeksi NTMB paru kedua yang paling
umum. Pasien yang terkena biasanya wanita kulit putih lansia tanpa penyakit
paru yang mendasari. Pasien-pasien ini biasanya mengalami batuk kronis;
gejala sistemik jarang terjadi. Temuan radiologis dari infeksi non-klasik
adalah karakteristik: bronkiektasis silinder ringan sampai sedang dan beberapa
nodul centrilobular berdiameter 1-3 mm. Penyakit biasanya diisolasi atau
paling parah di lingula dan lobus tengah.

Gambar 2.17 Foto CT menunjukkan bronkiektasis silinder, penebalan dinding bronkial,


dan area peningkatan opacity tree-in-bud.2
C) Nodul pada Pasien Asimptomatik
Infeksi NTMB menghasilkan nodul soliter atau multipel, yang biasanya
terdeteksi secara kebetulan pada pasien tanpa gejala (Gambar 2.18). Nodul
adalah granuloma makroskopik dan dapat mewakili manifestasi awal infeksi
paru. Tidak seperti pada keganasan, beberapa nodul biasanya memiliki ukuran
yang sama dan berkerumun bersama.2

23
Gambar 2.18 Radiografi dada posteroanterior dari lobus kanan bawah menunjukkan
nodul berdiameter 1 cm, tidak terukur dengan baik (panah). Infeksi M chelonae
didiagnosis pada reseksi.2
D) Infeksi pada Pasien dengan Achalasia
Pasien dengan akalasia cenderung mengalami infeksi NTMB, biasanya
dengan M fortuitum-chelonae. Biasanya, hasil infeksi di daerah yang besar,
bilateral, konfluen peningkatan opacity yang menyerupai pneumonia aspirasi
di radiograf.2
E) Infeksi pada Pasien yang Tidak Immunocompromised
Infeksi NTMB umumnya dikaitkan dengan penekanan imun yang jelas
dan biasanya terjadi terlambat dalam perjalanan klinis pada pasien dengan
AIDS (jumlah CD4 kurang dari 70 / mm3. Infeksi human immunodeficiency
virus (HIV) dan infeksi NTMB biasanya hasil dari paparan primer, bukan
reaktivasi organisme laten.
Radiografi dada sering normal pada pasien dengan kultur darah dan dahak
positif-virus avium-intraselulare. Adenopati mediastinum atau hilus adalah
temuan yang paling umum (Gambar 2.19). Alveolar kecil dan daerah nodular
dengan peningkatan opasitas, nodul milier, dan lesi yang menyerupai massa
kadang-kadang terjadi.2

24
Gambar 2.19 Infeksi M. kansasii paru pada pria berusia 29 tahun dengan AIDS yang
disertai dengan dispnea dan batuk tidak produktif. Radiografi dada posteroanterior
menunjukkan adenopati paratrakeal dan area dengan opacity yang meningkat dan tidak
jelas dengan area opacity nodular yang lebih fokus pada lobus kiri atas (panah). 2

Gambar 2.20 Infeksi M. avium-intraselulare diseminata pada pria berusia 35 tahun


penderita AIDS yang mengalami batuk dan demam. Jumlah CD4 + sel adalah 10 / mm3
(10 × 106 / L). Kultur sputum negatif. Infeksi M avium-intraseluler didiagnosis dengan
bronkoskopi dan biopsi transbronkial. Radiografi dada posteroanterior menunjukkan area
seperti massa dengan opasitas yang meningkat dan area nodular yang lebih kecil,
tersebar, dan opasitas yang meningkat di lobus atas. Tidak ada adenopati hilar atau
mediastinal.2

2.3.6 Diagnosis
Diagnosis penyakit paru-paru mikobakteri nontuberkulosis didasarkan pada
identifikasi gejala khas, riwayat pasien yang terperinci, evaluasi klinis
menyeluruh dan berbagai tes khusus. Namun, diagnosis dapat menjadi tantangan
karena tanda-tanda dan gejala tidak khas sangat bervariasi dan tidak spesifik.

25
Diagnosis NTM harus dieliminasi penyakit lain seperti TBC atau kanker paru-
paru.
American Thoracic Society (ATS) dan Infectious Disease Society of America
(IDSA) telah menerbitkan pedoman bersama (Griffith et al. 2007) yang
menguraikan kriteria diagnostik untuk infeksi NTM paru. Kriteria yang digunakan
adalah yang paling cocok untuk infeksi Mycobacterium avium complex,
Mycobacterium kansasii, dan Mycobacterium abscessus. Pedoman ini
mensyaratkan bahwa individu yang terkena memenuhi kriteria klinis, radiografi,
dan mikrobiologis untuk menegakkan diagnosis penyakit paru-paru NTM: 11
1. Gejala klinis sesuai dengan infeksi NTM
 Batuk
 Kelelahan
 Penurunan berat badan
 Nafas pendek (dispnea)
 Batuk darah (hemoptisis)
 Demam
 Berkeringat di malam hari
2. Temuan radiografi (x-ray) konsisten dengan infeksi NTM.
 Infiltrat retikulonodular
 Banyak nodul
 Bronkiektasis multifokal
 Nodul dan bronkiektasis terjadi pada lobus yang sama, seringkali lobus
tengah kanan dan lingula
 Infiltrat alveolar
Pemeriksaan rontgen (mis. Rontgen dada) dan pemindaian computed
tomography resolusi tinggi (HRCT) dapat digunakan untuk memeriksa paru-paru.
Selama pemindaian CT, komputer dan rontgen digunakan untuk membuat film
yang memperlihatkan gambar penampang struktur jaringan tertentu seperti
jaringan paru-paru. HRCT memberikan gambar paru-paru yang lebih tajam dan
lebih terperinci dibandingkan dengan rontgen tradisional atau pemindaian CT
konvensional.11
3. Evaluasi mikrobiologis mengkonfirmasikan infeksi NTM
 Dua biakan dahak yang terpisah atau satu biakan bronkoskopi positif
untuk infeksi NTM
26
 Biopsi paru menunjukkan peradangan granulomatosa atau pewarnaan
BTA positif dan kultur positif untuk NTM
Biakan dahak adalah tes yang dapat mendeteksi dan mengidentifikasi bakteri
yang menginfeksi paru-paru dan berbagai saluran pernapasan (saluran udara).
Sputum adalah cairan kental yang diproduksi di paru-paru dan saluran pernapasan
saluran pernapasan, biasanya sebagai respons terhadap infeksi atau peradangan.
Dahak terutama terdiri dari lendir dan air liur. Biakan dahak dapat diperoleh
langsung dari individu yang terkena dampak dengan meminta mereka batuk
sampel. Sampel dahak juga dapat diperoleh melalui bronkoskopi. Selama
bronkoskopi, tabung tipis dan fleksibel (bronkoskop) dimasukkan melalui hidung
atau mulut, memungkinkan dokter untuk memeriksa tenggorokan, laring, trakea,
dan saluran udara bagian bawah. Selama prosedur ini, seorang dokter juga dapat
memperoleh lavage bronchoalveolar (BAL), yang merupakan sampel cairan yang
lebih dalam dari alveoli (kantung paru-paru) untuk diperiksa. Bronkoskopi
mungkin diperlukan untuk diagnosis pada individu yang tidak dapat
menghasilkan sampel dahak yang memadai. 11

27
Gambar 2.21 Algoritma Kecurigaan Klinis NTMB1

TABEL 2.2 Kriteria Diagnostik Infeksi Paru NTMB2

Diagnosis Kriteria

Definite infection Isolasi NTMB dari spesimen yang diperoleh dengan otopsi, biopsi paru,
atau biopsi transbronkial

Spesimen biopsi transbronkial dengan granuloma atau basil tahan asam


(atau keduanya) terkait dengan kultur NTMB dari sekresi saluran nafas

Empat atau lebih biakan dahak dengan pertumbuhan NTMB yang tinggi

Kultur M kansasii dari pencucian bronkoskopik (organisme ini, tidak


seperti M avium-intracellulare, bukan kontaminan umum)

Organisme NTMB dalam pencucian bronkoskopik yang berhubungan


dengan darah positif atau kultur bone marrow (hanya pasien AIDS)

Probable infection Bronkoskopi brushing dengan basil tahan asam pada pewarnaan
histokimia sehubungan dengan kultur NTMB dari cairan lavage
bronkoskopi ditambah temuan radiografi yang menunjukkan infeksi paru
NTMB

Dua atau tiga biakan dahak dari NTMB ditambah temuan radiografi yang
menunjukkan infeksi NTMB paru

Possible infection Satu atau lebih kultur sekresi saluran nafas dengan pertumbuhan NTMB
dalam hubungannya dengan penyakit paru lainnya

Colonization or Satu atau lebih kultur sekresi saluran napas dengan pertumbuhan NTMB
contamination tanpa temuan penyakit paru di radiografi dada

2.3.7 Diagnosis Banding


Pencitraan radiologis adalah salah satu petunjuk penting untuk diagnosis
infeksi mikobakteri paru. Berikut adalah diagnosis banding TB paru dan infeksi
mikobakteri nontuberkulosis; pneumonia bakteri, bronkopneumonia, pneumonia
mikoplasma, infeksi jamur paru, panbronchiolitis difus, sindrom sinobronkial,
28
sarkoidosis, granulomatosis Wegener, karsinoma bronkiolealveolar, limfoma
ganas paru, dan pneumokoniosis. Temuan karakteristik tuberkulosis bronkial
adalah batuk produktif kronis tanpa temuan radiologis, atelektasis lobar, atau
impaksi bronkus mukoid. Temuan radiologis infeksi mikobakteri paru adalah
infiltrasi multipel, nodul centri-lobular yang kadang melekat, rongga, dan nodul
soliter, namun, temuan ini meniru pneumonia bakteri dan bronkopneumonia
terutama dalam kasus pasien imunosupresif. TBC paru terutama muncul di lobus
atas dan atas lobus bawah S6. Infeksi paru mycobacterium nontuberous sebagian
besar mempengaruhi lobus tengah dan lobus lingual, disertai dengan ketebalan
dinding bronkus dan bronkiektasis. Sulit untuk mendiagnosis infeksi mikobakteri
paru menggunakan pencitraan paru saja, oleh karena itu pemeriksaan bakteri dari
dahak atau cairan lavage bronchoalveolar harus dilakukan.12

2.3.8 Terapi
Infeksi NTMB paru mempunyai riwayat alami perkembangan yang lambat.
Klinis dan organisme penular spesifik menentukan pengobatan. Infeksi M
Kansasii, yang biasanya berespons baik terhadap terapi antimikobakteri, biasanya
diobati dengan terapi kombinasi isoniazid, rifampin, dan etambutol. Namun,
pengobatan infeksi M avium-intrasellulare seringkali sulit, dan ada pendapat yang
berbeda mengenai pengobatan pasien yang terinfeksi. Karena beberapa pasien
mungkin memiliki perjalanan klinis yang stabil, beberapa penulis menyarankan
agar pasien diamati untuk tanda-tanda perkembangan klinis dan radiologis
sebelum pengobatan dimulai. Namun, karena infeksi paru yang tidak diobati dapat
memiliki morbiditas dan mortalitas yang signifikan, penulis lain menganjurkan
pengobatan segera setelah diagnosis infeksi invasif ditegakkan. Hasil terapeutik
terbaik memerlukan pengobatan dengan kombinasi lima atau enam obat
antimikobakteri selama 12-36 bulan.2
Terapi dengan klaritromisin yang dikombinasikan dengan isoniazid, rifampin,
etambutol, etionamid, pirazinamid, atau streptomisin adalah regimen pengobatan
jangka panjang yang sering digunakan tetapi bersifat kuratif hanya pada 60-80%
pasien. Terapi bedah kadang-kadang direkomendasikan untuk penyakit lokal yang
persisten. Lobektomi dapat efektif untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
M. avium-intracellulare atau M. xenopi. Terapi antimikobakteri diperlukan
selama 6-12 bulan setelah reseksi.2
29
30
DAFTAR PUSTAKA

1. Haworth SC, Banks J, Fisher JA, Gorsuch T, Laurenson FI, Leitch A, dkk. British
Thoracic Society Guideline for Management of non tuberkulosis mycobacterial
pulmonary disease. 2017.
2. Erasmus JJ, Adams Mc, A michel, Bch MB farrel, Jr PE, MD. Pulmonary
Nontuber- culous Mycobacterial Infection: Radiologic Manifestations. 1999
3. Neil W. Schluger, M.D . Tuberculosis and Non-tuberculous Mycobacterial Infections
in Older Adults. 2007.
4. America lung assosiation. Non tuberkulosis Mycobacteria. Espanol. 2018.
5. Ryu JY, Koh JW, Dalay LC. Diagnosis dan Treatment non tuberkulosis lung disease
clinical perspective. Tuberkulosis and Respiratory disease. 2016.
6. ER services. Anatomy and Physiology II. Modul 6 The respiratory system. Available
at https://courses.lumenlearning.com/suny-ap2/chapter/the- lungs/)
7. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray’s Anatomy for students 2 ed.
Philladelphia: Elsevier. 2009.
8. Radiographic Position and Radiologic Procedures Volume One 10 th ed, London :
Elsevier. 2003.
9. Chiles C, Gulla M. Radiology of chest. In: Chen MYM, Pope TL, Ott DJ. Lange
basic radiology 2nd ed. New York: McGrawHill. 2011.
10. Nontuberkulosis Enviromental mycobacterial disease. Chapter 12 hal 121-128
11. Lande L. The Physician’s Guide to Nontuberculous Mycobacterial Lung Disease.
The National Organization for Rare Disorders. 2015.
https://rarediseases.org/physician-guide/nontuberculous-mycobacterial-lung-disease-
ntm/ Accessed August 11, 2019.
12. Tanaka H1, Yamada Y, Ito E. Differential diagnosis of pulmonary mycobacterial
infection; radiological findings mimicking tuberculous or nontuberculous
mycobacterial pneumonia. 2009 Aug;84(8):585-90.
13. Netter FH. Atlas of human anatomy 4th edition. 2006.

31

Anda mungkin juga menyukai