Anda di halaman 1dari 31

Clinical Science Session

Anesthesia pada Bedah Anak

Oleh:

Arfan Gifari 1210313058

Preseptor:

dr. Boy Suzuky, Sp. An

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 1

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. 2

DAFTAR TABEL ................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 4

1.2 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 4

1.3 Manfaat Penulisan ........................................................................................ 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pasien Bedah Anak .................................................. 6

2.2 Anestesi Bedah Anak ................................................................................. 15

BAB 3 KESIMPULAN ......................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

1
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi jalan napas pada pasien anak .................................................. 6

Gambar 2. Proses Transisi HbF menjadi HbA pada Anak ................................... 11

Gambar 3. Kadar Volume darah pada Anak dan Dewasa ..................................... 12

Gambar 4. Kebutuhan Cairan Dasar ..................................................................... 13

Gambar 5. Nilai MAC untuk anestesi sesuai golongan umur ............................... 16

Gambar 6. Kombinasi TIVA (Total Intravenous Anesthesia) pada anak ............. 17

Gambar 7. Dosis penggunaan muscle relaxan pada anak ..................................... 19

Gambar 8 . Perbedaan anatomis tulang belakang pada pasien anak ..................... 22

Gambar 9. Penggunaan Ganjalan untuk membuka jalan napas ............................ 27

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Variasi Laju Nadi dan Tekanan Darah pada Pasien Anak ...................... 10

Tabel 2. Kadar Hb pada Anak\ .............................................................................. 11

Tabel 3. Langkah-langkah dalam mempertahankan suhu bayi ............................. 15

Tabel 4. Dosis Obat Anestesi Intravena untuk Pasien Anak ................................. 18

Tabel 5. Pertanyaan yang diberikan pada saat anamnesis preoperatif .................. 20

Tabel 6. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien preoperatif .................... 20

Tabel 7. Puasa Pre operatif pada pasien anak ....................................................... 21

Tabel 8. Dosis Obat Premedikasi pada pasien anak .............................................. 24

Tabel 9. Panduan Penggunaan LMA untuk pasien anak....................................... 26

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penatalaksanaan anestesi pada bedah anak sedikit berbeda bila

dibandingkan dengan dewasa. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan

mendasar antara anak dan dewasa, meliputi perbedaan anatomi, fisiologi,

respon farmakologi dan psikologi disamping prosedur pembedahan yang

berbeda pada anak. Walaupun terdapat perbedaan yang mendasar, tetapi

prinsip utama anestesi yaitu : kewaspadaan, keamanan, kenyamanan, dan

perhatian yang seksama baik pada anak maupun dewasa adalah sama.1

Beberapa tahapan anestesi bedah anak seperti tahapan evaluasi, persiapan

pra bedah, dan tahapan premedikasi-induksi merupakan tahapan yang paling

menentukan keberhasilan dati tindakan anestesia yang akan kita lakukan.

Berjalannya setiap tahap dengan baik akan menentukan untuk tahap

selanjutnya.1,2

Adaptasi fisiologis dalam sistem jantung dan pernapasan anak-anak untuk

memenuhi peningkatan permintaan merupakan hal fisiologis yang harus

diperhatikan. Salah satu perbedaan paling penting antara pasien anak dan

dewasa adalah konsumsi oksigen pada bayi dapat melebihi 6ml/kg/min, dua

kali lipat dari orang dewasa. Perbedan-perbedaan inilah yang mengakibatkan

tindakan anestesi pada neonatus dan anak adalah istimewa.1,2

1.2 Tujuan Penulisan

A. Tujuan Umum

4
Untuk mengetahui serta menambah pengetahuan secara umum tentang

Anestesi pada Bedah anak.

B. Tujuan Khusus

Untuk memahami serta mengetahui tentang fisiologi bedah anak,

premedikasi dan pemeliharaan, tahap pasca bedah dan perawatan ruang

pemulihan

1.3 Manfaat Penulisan

A. Menambah wawasan khususnya pada ilmu kesehatan Anestesi

B. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti

kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu anestesi di Rumah Sakit Umum

DR. M. Djamil Padang.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pasien Bedah Anak

2.1.1 Anatomi Jalan Napas

Terdapat beberapa perbedaan anatomi pada jaluran napas anak-anak bila

dibandingkan dengan orang dewasa4. Perbedaan pertama adalah ukuran lidah

anak-anak yang lebih besar dibandingkan orofaring sehingga meningkatkan

resiko terjadinya obstruksi jalan napas dan kesulitan teknis lainnya pada saat

melakukan laringoskopi4. Perbedaan kedua adalah lokasi larynx anak yang

terletak lebih tinggi pada C4 bila dibandingkan dengan orang dewasa yang

berada pada C6 dan letak Glottis pada anak-anak berada pada C2 dan lebih

tinggi dibandingkan dengan orang dewasa pada C4 dan letak kartilago krikoid

pada C4 dibandingkan dengan orang dewasa pada C6 sehingga pemasangan

dengan blade yang lurus lebih direkomendasikan dibandingkan dengan blade

yang bengkok2,4. Bentuk Epiglottis anak lebih pendek dan tebal dan terletak

lebih dekat kepada laryngeal inlet sehingga visualisasi pita suara akan lebih

sulit dan membutuhkan keterampilan penggunaan blade laringoskop yang

lebih mahir4. Bentuk pita suara lebih bersudut sehingga pada saat

memasukkan ETT (Endotracheal Tube) dapat tersangkut pada commisure

anterior pita suara4. Larynx anak kecil mengalami penyempitan pada cincin

krikoid sedangkan pada orang dewasa penempitan jalan napas berada di pita

suara sehingga penggunaan ETT tanpa cuff disarankan untuk pasien bedah

anak3,4.

6
Gambar 1. Anatomi jalan napas pada pasien anak2

Selain pada jalan napas terdapat beberapa perbedaan lain pada anak-anak

yakni bagian kepala oksiput yang lebih besar akan menyulitkan untuk

menempatkan pasien pada posisi sniffing untuk mengatasi hal tersebut dapat

dibetikan ganjalan bahu3.

2.1.2 Sistem Respirasi

Perbedaan utama yang paling mendasar pada sistem pernapasan anak-anak

adalah kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen yang lebih tinggi yaitu 6

ml/kg, 3 kali lipat lebih banyak dari orang dewasa, namun karena volume

tidal pada anak-anak relatif sama dengan orang dewasa (6-8 ml/kg)4. bila

dibandingkan dengan berat badan maka hal tersebut dikompensasi melalui

laju ventilasi yang lebih cepat (anak <1 tahun : 30-60x per menit, 1-3 tahun:

24-40x per menit, 3-6 tahun : 22-34x per menit, 6-12 tahun : 18-30x per menit

, 12-18 tahun : 12-16x per menit)4. Perbedaan lainnya adalah closing volume

yang didefinisikan seabagi volume udara yang terdapat pada paru-paru pada

saat bronkioles respiratorius kolaps bila ditemukan pada anak-anak nilainya

7
lebih tinggi daripada kapasitas residu fungsional sehingga rentan terjadi

penutupan jalan napas pada akhir respirasi dimana kapasitas residu fungsional

akan berkurang bila terjadi apnea dan pada anestesi , hal ini menuntut adanya

pemberian ventilasi tekanan positif pada saat anestesi pasien anak-anak3,6.

Resistensi jalan napas dapat dihitung berdasarkan hukum poiseuille dimana

resistensi = 8 Ln/r4 . Radius memiliki peran yang sangat penting dalam

menentukan resistensi, dimana pada anak-anak diameter saluran napas masih

kecil mulai dari lubang hidung sampai bronkioles respiratorius sehingga

resistensi pada anak-anak cenderung lebih tinggi daripada orang dewasa, hal

ini dapat diatasi dalam pemberian beberapa obat anestesi yang memiliki efek

untuk mendilatasi bronkus dan mengurangi resisten, namun bila terjadi edema

sebanyak 1 ml saja dapat mengurangi jalan napas sebanyak 60%, hal ini

menimbulkan pendapat bahwa sebaiknya terdapat sebuah bocoran disekitar

ETT untuk mencegah trauma yang dapat menyebabkan edema subglottis3,4,6,7.

Dinding dada anak kecil banyak mengandung jaringan tulang rawan sehingga

lebih elastis dan menyebabkan compliance paru lebih tinggi, hal tersebut

memudahkan paru kolaps ketika ada peningkatan kerja ventilasi yang

menuntut tekanan intra-thoracic yang lebih negatif2. Otot pernapasan bayi

yang dominan adalah diafragma, dimana otot diafragma bayi pada usia di

bawah 2 tahun didominasi oleh serat otot type 2 yang memiliki ketahanan

terhadap beban berulang yang rendah dibandingkan serat otot type 1, hal ini

menyebabkan diafragma bayi lebih mudah letih bila terdapat peningkatan laju

ventilasi sedangkan laju ventilasi anak-anak sendiri sudah lebih tinggi dari

dewasa sehingga kemampuan untuk meningkatkan usaha ventilasi secara

8
efektif akan terbatasi2,3. Kadar volume dead space pada anak kecil dan dewasa

cenderung sama yaitu sekitar 33% bila dibandingkan dengan volume tidal

namun penggunaan alat-alat anestesi dapat meningkatkan volume dead space

dan menggangu ventilasi secara efektif sehingga penggunaan alat-alat

anestesi harus diperhatikan dengan benar2. Semua faktor tersebut akan

memudahkan terjadinya gangguan pernapasan dan desaturasi pada anak kecil

sehingga pengawasan kadar oksigen harus dilakukan secara ketat.

2.1.3 Sistem Kardiovaskular

Ventrikel kiri pada anak-anak lebih nonkomplians dan serat-serat

kontraktil yang sedikit, namun kebutuhan metabolisme anak-anak tetap lebih

tinggi dari orang dewasa sehingga cardiac output juga harus tinggi (anak-

anak : 200 ml/kg/min, dewasa : 70 ml/kg/min), Cardiac output ditentukan dari

kadar volume kuncup dan detak jantung, karena kontraktilitas ventrikel kiri

yang rendah pada anak-anak maka kompensasi dicapai melalui peningkatan

detak jantung. Karena detak jantung yang tinggi pada anak-anak maka pada

saat induksi anestesi dapat terjadi ventrikuler ekstra systole yaitu sebuah

arritmia jantung yang dapat diatasi dengan memperdalam anestesi. Di sisi lain

anak-anak rentan terhadap peningkatan tonus parasimpatis dan dapat

dicetuskan oleh hypoxia ataupun stimulus menyakitkan seperti pemasangan

laryngoskopi ataupun intubasi, hal tersebut dapat menurunkan cardiac output

secara dramatis, hal ini dapat diatasi dengan pemberian atropine, sedangkan

bradycardia yang dicetus oleh hypoxia dapat diatasi dengan pemberian

oksigen dan ventilasi yang baik2,3,4.

9
Usia Laju Nadi Tekanan Systolik Tekanan Diastolik

Preterm (1000g) 130-150 45 25

Newborn 110-150 60-75 27

6 bulan 80-150 95 45

2 tahun 85-125 95 50

4 tahun 75-115 98 57

8 tahun 60-110 112 60

Tabel 1. Variasi Laju Nadi dan Tekanan Darah pada Pasien Anak3

2.1.4 Sistem Hematologi

Neonatus memiliki kadar HbF 70-90% dimana HbF memiliki efek

protektif terhadap anemia sel sabit, selain itu HbF memiliki afinitas yang

tinggi sehingga mudah mengikat oksigen namun karena kadar 2,3 DPG

rendah maka pelepasan oksigen ke jaringan lebih sulit dibandingkan dengan

HbA, hal ini diatasi dengan kadar Hb bayi yang lebih tinggi yaitu sekitar 18-

20 g/dL dengan hematocrit 0.6 . Seiring waktu akan terdapat penurunan kadar

Hb yang tajam dan akan ditemukan anemia fisiologis pada usia 3 bulan , hal

tersebut menandakan transisi produksi hemoglobin Fetal menjadi menjadi

hemoglobin Adult, setelah fase ini maka hemoglobin akan meningkat secara

perlahan3,6,7.

10
Gambar 2. Proses Transisi HbF menjadi HbA pada Anak7

Usia Kadar Hb (g/dL)

1 – 7 hari 16-20

1 – 4 minggu 11-16

2 – 3 bulan 10-12

1 tahun 10-12

5 tahun 11-13

Tabel 2. Kadar Hb pada Anak7

Volume darah pada bayi lebih tinggi daripada orang dewasa, hal tersebut

akan mempengaruhi jumlah cairan atau darah yang harus ditransfusikan bila

terjadi hypovolemia. Rumus ABL (Allowable Blood Loss) digunakan untuk

mencari jumlah cairan yang dibutuhkan dan dihitung dengan rumus ( 𝐴𝐵𝐿 ∶

𝐻𝑡1−𝐻𝑡2
𝐸𝐵𝑉 𝑋 ) dengan EBV : Estimated Blood Volume , HT1 : Hematocrit
𝐻𝑡1

11
(atau bisa hemoglobin) awal (normal pria: 42-52%, wanita : 37-47%), HT2 :

Hematocrit (atau bisa hemoglobin) akhir 2

Gambar 3. Kadar Volume darah pada Anak dan Dewasa8

Sebelum Operasi disarankan dibuat perhitungan estimasi kehilangan darah

pada saat intraop sebelum dilakukan operasi, dan bila mungkin dapat

diberikan terapi preoperatif seperti supplemen besi. Bila pasien dengan

anemia kronis tidak dapat menerima transfusi darah karena alasan tertentu

atau memiliki penyakit ginjal dapat dibantu dengan pemberian EPO

(Erythropoietin)2.

2.1.5 Cairan dan Elektrolit

Anak kecil memiliki kadar air dalam tubuh yang lebih tinggi dibandingkan

dengan orang dewasa, dengan kadar TBW (Total Body Water) pada bayi

prematur 90% berat badan, bayi aterm 80% dan bayi berusia 6-12 bulan 60%3.

Hal tersebut memiliki 2 dampak, dampak pertama adalah peningkatan volume

distribusi obat sehingga penggunaan beberapa obat anestesi seperti thiopental

pada anak-anak harus dengan dosis 20-30% lebih besar dibandingkan dengan

dewasa3. Dampak kedua adalah semakin banyak TBW maka akan semakin

rentan terhadap terjadinya dehidrasi, anak-anak membutuhkan kadar TBW

yang lebih banyak karena kadar metabolisme tubuh yang tinggi serta

12
kemampuan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang lebih rendah sehingga

pengeluaran urin lebih banyak dari dewasa, waktu paruh obat yang

dimetabolisme di ginjal akan meningkat serta toleransi yang rendah terhadap

pemberian air dan garam (GFR saat lahir : 40 ml/min , usia 1 tahun : 100

ml/min, Dewasa : 130 ml/min)3,6,7,9 .

Gambar 4. Kebutuhan Cairan Dasar7

2.1.6 Sistem Hepatobilier

Pada Anak-anak maturitas fungsional hati belum sepenuhnya terbentuk,

sebagian besar enzim untuk metabolisme obat sudah diproduksi namun belum

terstimulasi oleh obat tersebut. Seiring pertumbuhan anak-anak kemampuan

untuk metabolisme obat akan meningkat secara drastis dan menjadi siap

dalam usia beberapa bulan , hal tersebut disebabkan 2 hal, pertama adalah

peningkatan aliran darah ke hati sehingga lebih banyak obat masuk ke dalam

hati, dan sistem enzim yang diproduksi sudah dapat distimulasi oleh obat

tersebut9,10. Kadar albumin dan beberapa protein yang dibutuhkan untuk

berikatan dengan obat pada plasma lebih rendah di anak-anak dibandingkan

dewasa, kondisi tersebut akan mengakibatkan lebih banyak obat bebas

13
beredar di sirkulasi karena tidak berikatan dengan albumin, selain itu

hyperbilirubinemia dapat terjadi karena perpindahan bilirubin dari albumin

yang disebabkan oleh obat sehingga pasien menjadi ikterus3,11,12.

2.1.7 Sistem Endokrin

Neonatus memiliki cadangan glikogen yang sedikit sehingga mereka

rentan terhadap terjadinya hypoglikemia, faktor resiko lain adalah bayi dari

ibu yang menderita diabetes, prematur, stress perinatal dan sepsis. Untuk

mengatasi hal tersebut maka bayi dengan faktor resiko dapat diberi dextrose

5-15mg/kg/menit3.

2.1.8 Sistem Gastrointestinal

Fungsi koordinasi gerakan menelan dan bernapas pada bayi serta fungsi

LES (Lower esophageal sphincter) belum sempurna sampai berusia 4-5 bulan

sehingga menyebabkan insidense refluks gastroesophageal. Hal tersebut

menimbulkan beberapa pendapat untuk mempuasakan bayi sebelum operasi

namun kadar glukosa harus tetap diperhatikan ketat karena bayi rentan

terhadap terjadinya hipoglikemia2,4.

2.1.9 Sistem Thermoregulasi

Bayi dan anak-anak memiliki luas permukaan yang lebih banyak

dibandingkan dengan berat badan serta lemak subkutis yang sedikit. Hal

tersebut mengakibatkan bayi lebih mudah mengeluarkan panas baik secara

radiasi (pengaruh terbesar), konduksi, konveksi, dan evaporasi sehingga

rentan mengalami hipotermia. Bayi memiliki jaringan lemak coklat yang

dapat digunakan sebagai kompensasi untuk menghasilkan panas karena bayi

berusia dibawah 3 bulan tidak dapat menggigil. Suhu ruangan yang

14
disarankan pada saat operasi adalah 34°C untuk bayi prematur, 32°C untuk

neonatus, dan 28°C untuk remaja dan dewasa. Hipotermia pada anak-anak

dapat menyebabkan depresi napas, acidosis, penurunan cardiac output,

meningkatkan durasi efek obat, menurunkan kadar trombosit, dan

meningkatkan resiko terjadinya infeksi. Terdapat beberapa langkah yang

dapat diterapkan untuk mempertahankan suhu bayi3,6,7.

Memindahkan Neonatus pada inkubator

Menggunakan pad pemanas

Menghangatkan ruangan operasi dengan suhu 26 – 30°C

Membatasi durasi waktu anak tanpa selimut

Menggunakan warmer pada fase pre-operasi

Menggunakan baby bonnet

Menutup ekstremitas bayi dengan selimut

Mengawasi suhu tubuh secara ketat

Menghangatkan dan melembabkan gas pernapasan

Tabel 3. Langkah-langkah dalam mempertahankan suhu bayi7

2.2 Anestesi Bedah Anak

2.2.1 Obat Anestesi Inhalasi

Bayi dan anak-anak memiliki tingkat ventilasi alveolar yang lebih tinggi

serta koefisien distribusi gas-darah yang lebih rendah dari orang dewasa

sehingga menyebabkan penyerapan obat inhalasi lebih cepat. Nilai MAC

15
(Mean Alveolar Concentration) untuk pasien anak sedikit lebih tinggi dari

dewasa namun neonatus membutuhkan MAC yang lebih rendah dari pasien

dewasa, hal ini disebabkan karena immaturitas otak, level progesterone

residual dari ibu, dan kadar endorphin yang tinggi sehingga ambang nyeri

meningkat. Ketika NO (Nitrous Oxide) ditambahkan kepada gas anestesi lain,

maka kadar MAC yang dibutuhkan akan berkurang karena efek second gas

exchange dengan nilai sebagai berikut ; MAC sevoflurane berkurang 20-25%,

halothane berkurang 60%, isoflurane 40% , dan desflurane 25%3,7. Selain

pengambilan, eliminasi obat anestesi pada pasien bedah anak juga lebih cepat

dibandingkan dengan orang dewasa , hal ini disebabkan karena tingginya laju

napas dan cardiac output serta distribusi yang besar kepada organ dengan

vaskularisasi banyak, di sisi lain hal ini menyebabkan mudahnya terjadi

overdosis obat anestesi pada pasien bedah anak13,14. Fungsi hati pasien bayi

belum sepenuhnya terbentuk sehingga hanya sedikit obat yang dimetabolisme

di sana sehingga hepatitis yang disebabkan oleh halotan jarang pada anak

(1:200.000 anestesi).

Gambar 5. Nilai MAC untuk anestesi sesuai golongan umur7

16
2.2.2 Obat Anestesi Intravena

Pasien neonatus memiliki proporsi cardiac output yang mencapai otak

yang lebih besar dibandingkan pasien anak sehingga dosis untuk induksi lebih

kecil. Salah satu obat yang paling sering digunakan untuk anestesi intravena

adalah propofol walau penggunaan dibawah umur 3 tahun belum

direkomendasikan. Dalam pemberian obat anestesi intravena perlu diketahui

karena fungsi ginjal dan hati belum sempurna maka interval dosis pemberian

obat perlu diperpanjang agar tidak terjadi toksisitas3. Dosis untuk anestesi

intravena pada anak-anak harus disesuaikan karena massa otot dan lemaknya

berbeda dari orang dewasa. Efek samping dari propofol yang dapat muncul

adalah bradikardi dan hipotensi dimana insidensi bradikardia pada anak-anak

10-20% lebih tinggi daripada orang dewasa, hal ini penting dipertimbangkan

karena pada pasien anak fungsi baroreceptor belum sempurna sehingga

pengaturan cardiac output didominasi oleh peningkatan laju nadi. Selain

propofol terdapat beberapa kombinasi obat yang dapat digunakan untuk

anestesi intravena7.

Obat Dosis Inisial Laju Infus


Intravena

Propofol 1-2 mg/kg 100-200


mcg/kg/menit

Ketamine 1-2 mg/kg 25-100 mcg/kg/menit

Midazolam 0.5-1 mg/kg (PO atau


PR)

17
0.1-0.2 mg/kg (IV atau
IM)

0.2 mg/kg (Intranasal)

Diazepam 0.2 mg/kg (PO atau PR)

Thiopental 3-5 mg/kg

Tabel 4. Dosis Obat Anestesi Intravena untuk Pasien Anak3

Gambar 6. Kombinasi TIVA (Total Intravenous Anesthesia) pada anak7

2.2.3 Obat Pelumpuh Otot

Anak-anak memiliki distribusi volume yang besar sehingga dosis yang

diperlukan lebih tinggi untuk menimbulkan efek, namun di sisi lain karena

fungsi hati dan ginjal belum sempurna maka eliminasi dan durasi efek obat

akan lebih panjang. Suksinilkolin digunakan untuk intubati endotrakeal, dosis

yang diperlukan untuk balita lebih tinggi daripada anak dewasa yakni infusi

2 mg/kg diberikan untuk anak-anak sedangkan pasien anak dewasa diberikan

infusi 1.5 mg/kg. Efek samping suksinilkolin bila tidak diperhatikan dapat

berakibat fatal, seperti bradycardia, asystole, otot kaku, myoglobinemia dan

hipertermia malignant. Relaxan non depolarizing seperti pankuronium

18
digunakan pada pasien bedah anak sebagai relaxan untuk intra operasi, dan

pada beberapa kasus dipakai juga pada saat akan mengintubasi pasien namun

anak-anak sangat sensitif terhadap obat-obat golongan ini sehingga mudah

overdosis7.

Gambar 7. Dosis penggunaan muscle relaxan pada anak7

2.2.4 Evaluasi Preoperatif

Anamnesis3

1) Usia Gestasi dan Berat Lahir


2) Masalah selama kehamilan dan persalinan serta skor APGAR
3) Riwayat Penyakit Sekarang
4) Riwayat Penyakit Dahulu
5) Kelainan kongenital atau metabolik
6) Riwayat pembedahan
7) Riwayat kesulitan anestesi pada keluarga dan pasien
8) Riwayat Allergi

19
9) Batuk , Episode Asma, ISPA yang sedang dialami
10) Waktu terakhir makan dan minum
Tabel 5. Pertanyaan yang diberikan pada saat anamnesis preoperatif3

Pemeriksaan Fisik3

1) Keadaan umum
2) Tanda-Tanda Vital : Tekanan darah, Laju nadi dan napas, Suhu
3) Data antropometrik : Tinggi dan berat badan
4) Adanya gigi yang lepas atau goyang
5) Sistem respirasi
6) Sistem Kardiovaskuler
7) Sistem Neurologi
Tabel 6. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien preoperatif3

Pemeriksaan Laboratorium7

Beberapa pemeriksaan penunjang disarankan bagi beberapa pasien anak

dengan kondisi khusus. Pemeriksaan kadar Hb dilakukan apabila

diperkirakan akan ada banyak pendarahan pada saat operasi, bayi prematur,

penyakit sistemik dan penyakit jantung kongenital. Pemeriksaan kadar

elektrolit dapat dilakukan bila terdapat penyakit ginjal ataupun metabolik

lainnya dan pada kondisi dehidrasi. Pemeriksaan x-ray dapat dilakukan bila

terdapat penyakit paru-paru, skoliosis ataupun penyakit jantung. Pemeriksaan

penunjang lainnya dapat dilakukan sesuai penyakit pasien yang ditemukan.

2.2.5 Puasa Pre-operatif

Usia Air bening ASI Susu Formula Makanan


Padat

20
Neonatus – 6 2 jam 4 jam 4 jam -
bulan

6 – 36 bulan 2 jam 4 jam 6 jam 6 jam

>36 bulan 2 jam - 6 jam 8 jam

Tabel 7. Puasa Pre operatif pada pasien anak7

2.2.6 Anestesi Regional pada Bedah Anak

Obat-obatan anestesi regional biasa berikatan dengan AAG (Alpha-1 Acid

Glycoprotein) yang ditemukan pada plasma. Kadar AAG pada neonatus lebih

rendah sekitar 30-40% dari orang dewasa, sehingga hal ini dapat

menyebabkan peningkatan kadar obat bebas dalam plasma dan meningkatkan

resiko terjadinya toksisitas.

Proses Myelinasi pada manusia akan selesai pada usia 1 tahun. Myelinasi

yang tidak sempurna akan memudahkan penetrasi pada anestesi regional dan

meningkatkan onset obat anestesi. Jaringan sekitar saraf yang masih longgar

juga menyebabkan penyebaran obat lebih ekstensif dari yang diharapkan,

selain itu dapat menyebabkan durasi obat lebih cepat habis karena penyebaran

yang lebih cepat ke tubuh. Selain itu jumlah volume likuor serebrospinalis

pada pasien anak lebih banyak daripada orang dewasa sehingga dosis obat

anestesi yang dibutuhkan cenderung lebih tinggi.

21
Gambar 8. Perbedaan anatomis tulang belakang pada pasien anak17

Anestesi epidural pada anak biasa diindikasikan pada operasi abdomen dan

ekstremitas bawah. Jarum yang digunakan adalah jarum berukuran 18G dan

catheter yang digunakan berukuran 20G. Larutan Saline dapat digunakan

untuk mengurangi tahanan pada saat injeksi. Kedalaman ruang epidural dapat

diestimasi sebagai berikut : Neonatus 1 cm. Anak dengan berat badan 10-

25kg : 1mm/kg. Dan anak dengan berat badan >25kg :[0.8 + (0.05 X BB)] .

Obat yang paling sering digunakan pada teknik anestesi ini adalah

Bupivacaine 0.25% dengan dosis injeksi tunggal 1 ml/Kg max 20ml dan dosis

injeksi berulang 0.2-0.4 mg/Kg/jam.

Anestesi spinal/Sub-arachnoid block pada anak diindikasikan sama seperti

pada anestesi epidural namun durasi operasi harus <90 menit.Jarum yang

digunakan pada teknik ini lebih kecil daripada anestesi epidural dengan

ukuran 22 atau 25 G dan dimasukkan pada L4-L5 ruang interspinalis. Obat

yang biasa digunakan sama seperti pada teknik anestesi epidural yakni

bupivacaine dengan dosis 1 mg/kg untuk anak berusia <1 tahun, 0.5 mg/kg

untuk anak berusia 2-7 tahun dan 0.3 mg/kg untuk anak berusia >7 tahun.

Perlu diketahui bahwa PPDH (Post Dural Puncture Headache jarang terjadi

pada anak-anak namun perlu diperhatikan bahwa tidak disarankan untuk

menyuruh anak mengangkat kaki sebagai cara uji keberhasilan anestesi

karena dapat menyebabkan total spinal block17.

Terdapat beberapa kontraindikasi untuk dilakukan anestesi regional

namun tidak ditemukan perbedaan pada pasien anak maupun dewasa.

22
Kontraindikasi absolut yang ada adalah keadaan hipovolemia dan syok,

koagulopati atau trombositopenia, dan peningkatan tekanan intrakranial.

Kontraindikasi relatif yang terdapat adalah sepsis, infeksi di daerah

pungsi,riwayat gangguan neurologi, riwayat pembedahan spinal, kelainan

tulang belakang, dan kondisi jantung yang dipengaruhi oleh preload seperti

stenosis aorta atau hipertrofik obstruktif kardiomiopati3.

2.2.7 Premedikasi

Tujuan pemberian premedikasi pada pasien anak sama dengan orang

dewasa yakni untuk menurangi ansietas pasien, mengurangi rasa nyeri yang

dialami, menurunkan dosis obat untuk induksi, serta mengurangi sekresi jalan

napas, namun pemberian pre-medikasi pada anak dapat memfasilitasi

perpisahan dengan orang tuaa dan memudahkan proses intubasi bila

dibutuhkan3. Beberapa obat pre-medikasi yang paling sering diberikan adalah

midazolam dan ketamine7. Pemberian obat sedasi harus diberikan hati-hati

bila pasien memiliki gangguan saluran napas dan pemberian harus dihindari

bila pasien memiliki gangguan neurologis atau peningkatan tekanan

intrakranial serta bila ada resiko besar terjadinya aspirasi atau regurgitasi di

lambung3,7

Obat Dosis Keterangan

Midazolam 0.5 mg/kg (max 15 mg) Dapat menghasilkan


15-30 menit sebelum reaksi eksitasi berlebihan
operasi dimulai

Chloral Hydrate 50 mg/kg oral (max 1 Dapat menghasilkan


gram) reaksi eksitasi berlebihan

23
Ketamine 3-8 mg/kg oral 30-60 Dapat meningkatkan
menit sebelum operasi tekanan darah
dimulai

Temazepam 0.1-1 mg/kg oral

Clonidine 2-4 mcg/kg oral Dapat menurunkan


tekanan darah

Tabel 8. Dosis Obat Premedikasi pada pasien anak7

2.2.8 Persiapan Anastesia

 STATIC :
 Scope : Laringoskop apakah lampunya cukup terang atau tidak, serta
Stethoscope.
 Tubes : ETT dipersiapkan dengan ukuran sesuai dan satu ukuran
dibawah dan diatasnya. Airway : alat untuk menahan lidah agar tidak
jatuh yakni pipa orofaringeal Guedel atau pipa nasofaringeal.
 Tapes : Plester untuk fiksasi ETT
 Introducer : kawat untuk dimasukan ke dalam ETT]
 Connector : penghubung antara ETT dengan sirkuit nafas
 Suction : mesin pengisap untk membersihkan jalan napas.
 Peralatan Elektronik :
 Lampu ruangan
 Mesin anestesia
 Mesin penghangat tempat tidur
 Infusion pump
 Syringe pump
 Defibrilator

Sumber Gas : O2, N2O, Halothane, Isoflurane dan gas sejenis serta

dipantau dengan penggunaan flowmeter.

2.2.9 Induksi

24
Induksi dapat dilakukan baik dengan metode inhalasi maupun metode

intravena. Metode inhalasi dapat digunakan apabila pasien takut terhadap

jarum, tidak kooperatif atau sulit mencari akses vena, namun metode inhalasi

merupakan teknik yang memerlukan 2 orang, orang pertama harus

mempertahankan jalan napas dan orang kedua mencari akses vena dan

memasukan obat-obatan intravena sesuai indikasi. Obat-obatan inhalasi

anestesi yang paling sering diberikan adalah halothane dan sevoflurane.

Halothane memiliki bau yang manis sehingga mudah dihirup dan bila

ditambah dengan N2O dapat mempercepat induksi serta durasi obat yang

lebih lama namun dapat menimbulkan arritmia sehingga penggunaanya sudah

mulai ditinggalkan. Sevoflurane tidak bersifat irritatif dan memiliki onset

yang lebih cepat dan durasi yang lebih pendek namun dapat menyebabkan

delirium pada saat pasien sadar. Pilihan obat untuk induksi intravena adalah

propofol, thiopental dan ketamine.

2.2.10 Intubasi

Sesuai anatomi jalan napas pasien anak, pada intubasi disarankan

menggunakan blade lurus, namun blade bengkok dapat digunakan bila pasien

memiliki berat 6-10 kg. Penggunaan ETT lebih disarankan jenis tanpa cuff

pada pasien berusia dibawah 8 tahun, serta usahakan terdapat sedikit bocoran

pada ETT. Ukuran ETT pada anak-anak dapat menggunakan rumus Modified

Cole formula dan Khine Formula: [(Usia/4) + (4, bila tanpa cuff jadinya

ditambah 3)]. Kedalaman ETT dapat diperkirakan dengan menggunakan

rumus : [(Usia/2) + (12) bila pada anak berusia >2 tahun, bila usia anak <2

menggunakan rumus: (Ukuran ETT X 3)16. Kedalaman ETT dapat

25
diperhitungkan dengan rumus namun tetap harus disesuaikan secara klinis

dengan mendengarkan suara napas kedua paru pasien. Penggunaan LMA

disesuaikan dengan berat badan pasien.

Ukuran LMA Berat Badan

1 <5 kg

1.5 5-10 kg

2 10-20 kg

2.5 20-30 kg

3 >30 kg

Tabel 9. Panduan Penggunaan LMA untuk pasien anak7

2.2.11 Tatalaksana Jalan Napas Bedah Anak

Pada saat induksi pasien sebaiknya ditempatkan dalam posisi bernafas

yang pasien paling nyaman, namun pada saat sudah dipasang intubasi

sebaiknya pasien ditempatkan dalam posisi sniffing untuk membuka jalan

udara. Selain itu pasien diberikan ganjalan agar dapat membuka LA

(Laryngeal Angle), OA (Oral Angle), dan PA (Pharyngeal Angle) agar

memudahkan proses ventilasi. Pasien juga dilakukan jaw thrust agar

mandibula dapat terangkat dan membuka glotis sehingga mulut laring dan

faring akan lebih besar dan lebih mempermudah proses ventilasi3.

26
Gambar 9. Penggunaan Ganjalan untuk membuka jalan napas15

2.2.12 Terapi Cairan Perioperatif

Pemberian terapi cairan sangat penting mengingat tubuh pasien anak yang

lebih banyak TBW nya serta mudah terjadi dehidrasi. Terdapat tiga tahapan

pemberian cairan pada pasien perioperatif, dengan yang pertama untuk

memberikan kebutuhan cairan pengganti yang masih kurang sebelum operasi,

pasien diperiksa apakah ada tanda dehidrasi dari 4 gejala klinis yaitu :

Pengisian kapiler >2 detik, tidak ada air mata, mukosa membran kering dan

keadaan umum sakit berat, bila 2 dari 4 gejala tersebut terpenuhi maka pasien

dehidrasi dan dapat diberikan cairan inisial sebanyak 10-20 ml/kg. Tahapan

kedua adalah pemberian cairan rumatan menggunakan rumus holliday segar

yaitu 4cc/kg/jam untuk 10 kg pertama dengan tambahan 2 cc/kg/jam untuk

10 kg berikutnya dan tambahan lagi 1 cc/kg/jam untuk setiap penambahan

berat badan. Tahapan ketiga adalah pengganti kehilangan cairan intraoperatif

dengan patokan 1cc/kg/jam untuk operasi superfisial, 4-7cc/kg/jam untuk

operasi thorakotomi, dan 5-10cc/kg/jam untuk operasi abdomen.

27
BAB 3

KESIMPULAN

Anestesi pada pasien bedah anak berbeda dengan anestesi pada pasien dewasa

karena sistem anatomi dan fisiologi yang berbeda. Secara anatomis lokasi larynx,

glotis dan kartilago krikoid pada pasien anak terletak lebih tinggi sehingga akan

lebih mudah untuk melakukan intubasi dengan blade lurus, serta karena jalan napas

yang sempit maka keterampilan dan kehati-hatian dokter anestesi sangat

diutamakan. Secara fisiologis ambang batas tanda-tanda vital pasien anak berbeda

dari orang dewasa sehingga pemantauan harus dilakukan dengan ambang batas

yang sesuai. Pada Pasien anak terdapat volume distribusi obat yang besar serta

sistem metabolisme obat yang masih belum sepenuhnya terbentuk sehingga

pemberian obat harus disesuaikan dengan dosis yang berbeda dari pasien dewasa.

Anak-anak memiliki proporsi TBW yang lebih tinggi serta mudah dehidrasi

sehingga terapi cairan perioperatif harus diperhatikan dengan baik. Kebutuhan

metabolisme anak lebih tinggi dari orang dewasa sehingga tingkat ventilasi pun

tinggi karena itu pasien anak sangat mudah terkena hipoksia bila ada gangguan pada

jalan napas sehingga selama proses operasi maupun saat pengawasan paska operasi

harus dipantau secara ketat jalan napas dan kondisi saturasi oksigen pasien, salah

satu cara untuk memastikan jalan napas pasien tetap terbuka adalah dengan

menggunakan bantalan serta melakukan jawthrust.

28
DAFTAR PUSTAKA

1) American Academy of Pediatrics, Council on Child Health. Age limits of


pediatrics. Pediatrics 1972 ; 49:463
2) Abdelmalak B, Abel M, Ali HH, Aronson S, Avery G, et al. Anesthesiology .
2nd Edition. McGrawHill 2012 : USA
3) Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar anestesiologi . Departemen Anestesiologi
dan Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Cipto
Mangankusumo 2012 : Jakarta
4) Bansal T, Hooda S. Anesthetic Considerations In Pediatric Patients . JIMSA
2013 ; 26:2
5) Hines RL, Marschall KE. Stoelting’s Anaesthesia and co-existing disease. 4th Ed.
2004; 688
6) Macfarlane F. Pediatric Anatomy and Physiology and the Basis of Pediatric
Anesthesia . Mater Children’s Hospital. https://www.aagbi.org/sites/default/files/7-
Paediatric-anatomy-physiology-and-the-basics-of-paediatric-anaesthesia.pdf . Access
: 4 June 2018
7) Rupp K, Holzki J, Fischer T, Keller C. Pediatric Anesthesia . 1st Edition.
Drager 1999 : Germany
8) Longnecker DE, Tinker JH, Morgan GE, et al, eds. Principles and Practice of
Anesthesiology. Vol I, 2nd Edition. St. Louis, MO: Mosby; 1998.
9) Alcorn J, Mc Namara PJ. Ontogeny of hepatic and renal systemic clearance
pathways in infants: part 1. Clin pharmacokinet 2002; 41: 959-98.
10) Besunder JB, Reed MD, Blumer JL. Principles of drug biodisposition in the
neonate. A critical evaluation of the pharmacokinetic-pharmacodynamic
interface (part II). Clin pharmacokinet 1988;14: 261-86.
11) Ehrnebo M, Agurell S, Jalling B, et al. Age differences in drug binding by
plasma proteins: Studies in human foetuses, neonates and adults. Eur J Clin
pharmacol 1971; 3: 189-93
12) Wood M. Plasma drug binding: Implications for anesthesiologists. Anesth
Analg 1986; 65: 786-804

29
13) Lerman J, Schmitt Bantel BI, Gregory GA, et al. Effect of age on the solubility
of volatile anesthetics in human tissues. Anesthesiology 1986; 65; 307-11
14) Lerman J, Gregory GA, Willis MM, et al. Age and solubility of volatile
anesthetics in blood. Anesthesiology 1984; 61: 139-43.
15) Matsumoto T, Carvalho WB. Tracheal Intubation. J Pediatr 2007 ; 83: S83-90.
16) Esther Weathers. Neonatal And Pediatric Cuffed Endotracheal Tubes: Safety
And Proper Use. KC Educational Counseling Services.
http://www.rcecs.com/MyCE/PDFDocs/course/V7099.pdf . Access : 5 June
2018
17) Chiles J, Buckenmainer A. Basic Pediatric Regional Anesthesia . Military
Advanced Regional Anesthesia And Analgesia.
http://www.dvcipm.org/files/maraa-book/chapt30.pdf . Access : 5 June 2018

30

Anda mungkin juga menyukai