Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada masa yang modern ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sudah mencakup seluruh bidang kehidupan, terutama dalam dunia medis, termasuk
bidang anesthesiologi. Kemajuan ilmu anestesi mampu membawa perubahan yang
pesat bagi ilmu kedokteran lainnya karena bisa memberi kenyamanan dan
menghilangkan rasa sakit saat tindakan operasi dan tindakan diagnostik dilakukan.
Dengan demikian, tingkat kesejahteraan manusia juga bisa meningkat. Tentu hal ini
harus diimbangi dengan pengetahuan yang memadai dari masyarakat sehingga bisa
menghilangkan pandangan yang keliru mengenai anestesi.
Pada umumnya, orang orang menganggap anestesi yang dilakukan adalah
sama pada semua tingkatan umur. Ini merupakan paradigma yang salah yang harus
diubah sejak dini karena anak kecil bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Anak
-anak memiliki keunikan tersendiri yang berbeda dengan orang dewasa, baik dari segi
anatomi, psikologis, maupun fisiologis tubuh, sehingga applikasi ilmu anestesi juga
berbeda pada pediatrik. Oleh karena itu, dalam referat ini dibahas mengenai
perbedaan anatomi yang mendasar antara orang dewasa dan anak anak, fisiologis
dan psikologis anak saat kunjungan preoperatif , premedikasi, penggunaan obat obat
dan teknik teknik anestesi pada pediatrik, serta etika dan nilai - nilai yang harus
diterapkan pada prosedur anestesi pediatrik.
I.2 Tujuan
Referat ini disusun dengan tujuan agar bisa mempelajari dan memahami
secara lebih mendetail mengenai ilmu anestesi dalam aplikasi pada pediatrik, lebih
memahami struktur anatomi pada anak anak yang berhubungan dengan tatalaksana
anestesi, bisa mengetahui penggunaan obat obatan yang sesuai untuk kondisi
fisiologis dan psikologis anak sehingga bisa meminimalisir resiko yang terjadi, serta
bisa mengetahui cara cara pendekatan dan komunikasi yang baik terhadap anak
anak saat dilakukan anestesi sehingga kenyamanan dan keberhasilan anestesi bisa
tercapai.
I.3 Epidemiologi
Praktek anestesi pada 10.000 anak-anak telah dianalisis dan dievaluasi dengan
bantuan Epi-Info, Versi 5. Ada 545 neonatus, 1573 bayi, 3.147 anak-anak berusia 1
5 tahun, dan 4735 anak-anak berusia antara 6 - 15 tahun. Rasio perempuan : laki-laki
adalah 1:1.9. 92% anestesi dilakukan untuk kepentingan bedah dan 8% untuk
prosedur diagnostik. Regio yang tersering dari pembedahan adalah kepala dan leher
(19%), mata (12%), alat kelamin (9%) dan regio inguinalis (8%).1

Jenis operasi elektif sebanyak 6%, darurat 16% dan rawat jalan 8% pasien.
Distribusi dalam kelas ASA adalah ASA I 92% , ASA II 4% ,ASA III 2,7% dan 1,1%
ASA IV + V. Premedikasi diberikan pada 66% kasus. 98,5% dilakukan anestesi umum
dan sisanya diberi blok regional. Induksi dilakukan dengan obat - obatan intravena
sebanyak 59% dan pemeliharaan dengan obat inhalasi sebanyak 92%. Penggunaan
relaksan otot sebanyak 82%, terutama succinylcholine diikuti oleh vecuronium. 1
Intubasi endotrakeal dilakukan pada 86% kasus, dengan kesulitan serius
sebanyak 1,3%. 91% dari bayi yang baru lahir diintubasi, 2,8% dengan kesulitan
intubasi. 9,2% dilakukan transfusi darah. Terdapat komplikasi serius sebanyak 4,4%
dan 28 serangan jantung, di mana 20 berhasil diresusitasi. Epi-Info, Versi 5
memuaskan untuk analisis epidemiologi dan evaluasi pada anestesi, dan informasi
yang diperoleh dengan bantuan yang telah dibahas dalam data yang diterbitkan. 1

BAB II

PEMBAHASAN
II. 1. Definisi
Anestesi pediatri merupakan pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa atau
dengan menghilangkan kesadaran pada anak anak.
Pembagian pediatri berdasarkan perkembangan biologis:
1. Neonatus
2. Bayi
3. Anak

usia dibawah 28 hari


usia 1 bulan - 1 tahun
usia 1 tahun - 12 tahun

Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal hal yang menyangkut
masalah psikologi, anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi.2
II.2. Anatomi
Bayi matur dengan berat 3 kg normalnya mempunyai 1/3 panjang badan orang
dewasa, 1/9 permukaan badan dan 1/20 berat badan orang dewasa normal. Kepala
neonatus lebih besar dibandingkan dengan badannya, maka otot leher neonatus tidak
mempunyai kekuatan yang cukup untuk mempertahankan posisinya tanpa bantuan
penyokong dari luar.
Sejak lahir, bayi bernafas melalui hidung. Faktor faktor yang meningkatkan
resiko terjadinya obstruksi jalan nafas pada anak anak adalah :

Lubang hidung yang kecil

Ukuran lidah yang relatif besar

Mandibula yang kecil

Leher yang pendek

Jaringan limfoid yang banyak

Penggunaan masker yang ditekan secara kuat pada wajah anak

Pada anak anak, bagian paling sempit pada jalan nafas atas terletak pada
kartilago krikoid, bukan pada pita suara seperti orang dewasa. Hal ini dikarenakan
pita suara pada anak terletak lebih tinggi (pada C4 sedangkan pada dewasa C6), serta

adanya epiglottis yang memanjang pada sudut 45 terhadap pita suara. Oleh karena
diameter yang kecil pada lokasi ini, sehingga bila terjadi iritasi mekanikal atau infeksi
maka akan menyebabkan trakea menyempit secara signifikan. Perbedaan kualitatif
antara anak dan orang dewasa ini akan hilang saat anak berusia 8 tahun.3
Bagian thoraks neonatus dan bayi mempunyai keunikan yaitu:

Tulang iga yang fleksibel

Sternum yang terletak horizontal

Kombinasi keduanya akan membentuk thoraks silindrikal. Oleh karena susunan


iga dan otot interkostalis yang belum berkembang sempurna, pernafasan neonatus
adalah pernafasan diafragma. Jadi, neonatus sangat rentan terhadap kejadian-kejadian
yang dapat mengganggu pergerakan diafragma, contohnya distensi abdomen atau
obstruksi usus.3
II.3. Fisiologi
II.3.1 Pernafasan

Saat bayi lahir, kapasitas residual fungsional ( functional residual capacity,


FRC) sudah mulai terbentuk pada beberapa pernafasan pertama. Volume tidal,
dead space dan volume paru yang lain pada neonatus sama dengan dewasa.
Namun, alveoli masih belum terbentuk secara sempurna baik pada struktur
maupun jumlahnya sehingga neonatus memiliki luas permukaan alveolar yang
kecil (sepertiga dewasa), shunting intrapulmoner dan intrakardial yang tinggi
serta kecepatan metabolik dua kali lipat dari dewasa. Walaupun total respirasi
compliance lebih rendah dan total hambatan aliran pada neonatus lebih tinggi
dibandingkan dengan dewasa atau anak yang usia lebih tua, akan tetapi nilai
compliance dan resistensi spesifik adalah sama.3
Sindroma respiratorik distress idiopatik (IRDS) atau penyakit membrane hialin
umumnya ditemukan pada bayi prematur. Jumlah surfaktan yang kurang akan
menyebabkan alveoli kolaps pada akhir respirasi dan gagal untuk
mempertahankan kadar FRC. Hal ini akan menyebabkan gagal pernafasan
seandainya terdapat atelektasis, shunting intrapulmoner dan hipoksemia.
Diabetes maternal, hipertensi, toksemia, dan asfiksia prenatal akan

meningkatkan kejadian IRDS walaupun penggunaan kortikosteroid sebelum


persalinan dapat menurunkan insiden ini. Takipneu, retraksi dada dapat terjadi
sesaat setelah bayi lahir dan diatasi dengan pemberian oksigen, restriksi
cairan, continuos positive airway pressure (CPAP) dan jika perlu dengan
mesin ventilator. Pasien yang sembuh dari penyakit ini berkemungkinan besar
mengalami apneu dan disfungsi paru, sehingga membutuhkan udara atmosfir
yang kaya oksigen untuk beberapa bulan.3

Kontrol ventilasi pada bayi dan dewasa berbeda. Walaupun keduanya


mempunyai respons yang sama terhadap perubahan tekanan karbon dioksida,
namun bayi berespons terhadap hipoksemia dengan hiperventilasi jangka
pendek diikuti dengan hipoventilasi. Apabila bayi berada dalam keadaan
hipotermia atau asidosis, respon ini akan menjadi berlebihan. Bayi prematur
rentan terhadap apneu bila berada dalam keadaan stress. Kadar gas darah pada
bayi menunjukkan bahwa adanya asfiksia sesaat setelah kelahiran, namun
akan stabil kembali setelah beberapa jam. Hipokapnea sedang (PaCO2 32-35)
dan defisit basa (-4 hingga -8) akan menetap selama satu hingga dua tahun
pertama usia anak.3

Frekuensi pernafasan pada bayi dan neonatus lebih cepat dibanding orang
dewasa. Pada neonatus dan bayi antara 30 40 x semenit. Tipe pernafasan
neonatus dan bayi ialah abdominal, lewat hidung, sehingga gangguan pada
kedua bagian ini memudahkan timbulnya kegawatan pernafasan. Epiglottis
neonatus menempel pada langit langit lunak, sehingga neonatus bernafas
lewat hidung.2

-Perbedaan anatomi saluran nafas atas dewasa dan anak.4

Terdapat tiga jenis respirasi pada neonatus yaitu :

Regular : inspirasi dan ekspirasi menggunakan waktu yang sama panjang dalam satu

siklus pernafasan
Cogwheel
Periodik
Respirasi periodik dapat dilihat pada bayi prematur, bayi dengan trauma lahir atau
hipoksia dari pusat respirasi. Oleh karena adanya variasi pada jenis respirasi neonatus
maka sangat sulit untuk menentukan respiratory rate neonatus yang normal
walaupun ada nilai rata-rata 30-40 kali/menit. Volume tidal rata-rata pada neonatus
adalah 7 ml/kg atau 20 ml. Trakea bercabang menjadi dua setinggi T2. Jalan nafasnya
sempit dan hal ini menyebabkan resistensi jalan nafas yang tinggi dengan compliance
yang rendah.5
II.3.2 Kardio sirkulasi
Frekuensi jantung/ nadi bayi dan anak berkisar antara 100 120 x/menit.
Hipoksia menimbulkan bradikardia, karena parasimpatis yang lebih dominan.2
Pada fetus, ventrikel kiri akan memompa darah ke aorta dan ke jaringan
badan serta ke plasenta dengan proporsi 1/3 2/3 dari total volume darah. Darah
yang teroksigenisasi dari plasenta bercampur dengan darah vena dalam perjalanan
balik ke jantung. Kurang lebih separuh dari darah yang tercampur ini melewati

foramen ovale ke jantung kiri. Separuhnya lagi mengalir ke jantung kanan


(sirkulasi pulmoner), walaupun terdapat beberapa bagian darinya melewati duktus
arteriosus ke aorta.5
Pada waktu lahir, saat tali pusat diikat, resistensi arteri sistemik meningkat
karena darah yang dulunya mengalir melewati plasenta sekarang harus melewati
sistem arteri ke jaringan badan. Pada saat yang sama, karena respirasi regular telah
terbentuk, terdapat refleks yang lebih dalam pada hambatan vaskular pulmoner
dan peningkatan aliran darah ke paru. Tekanan pada arteri pulmoner menurun dan
terjadi aliran balik dalam duktus arteriosus. ukuran lumen pembuluh darah ini
mengecil setelah 7-10 hari dan akhirnya menghilang. Foramen ovale juga akan
menutup. Pada waktu lahir tekanan darah rata-rata adalah 80/50mmHg. Volume
darah pada neonatus sekitar 70-90ml/kg, nilai hemoglobin adalah 17 - 21g/dl dan
akan menjadi dua kali lipat pada umur 1 tahun. Nilai pulsasi normal adalah 120140 kali/menit.5
Kadar haemoglobin neonatus tinggi ( 16 20 gr%), tetapi kemudian menurun
sampai usia 6 bulan ( 10 12 gr%), karena pergantian dari HbF (fetal) menjadi
HbA ( adult).2
Jumlah darah bayi secara absolut sedikit, walaupun untuk perhitungan
mengandung 90 ml/ 1 gram berat badan. Karena itu perdarahan dapat
menimbulkan gangguan sistem kardiosirkulasi.2
II.3.3 Suhu tubuh
Bayi bersifat poikilotermik, karena luas permukaan tubuhnya relatif lebih
luas dibanding orang dewasa. Hal ini dapat menimbulkan bahaya hipotermia
pada lingkungan yang dingin dan hipertemia pada lingkungan yang panas.
Disamping itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus belum berkembang betul.2
II.3.4 Cairan tubuh
Bayi lahir cukup bulan mengandung relatif banyak air yaitu dari berat
badan 75%, setelah berusia 1 tahun turun menjadi 65% dan setelah dewasa
menjadi 55 60%. Cairan ekstrasel neonatus ialah 40% dari berat badan,
sedangkan pada dewasa ialah 20%.2

Kebutuhan cairan berdasarkan derajat metabolisme menurut Liu:


Berat badan sampai 10 kg

: 100 ml/kg/24 jam

Berat badan sampai 10kg 20 kg

: 1000 ml + 50 ml/kg/24 jam untuk tiap 1 kg di


atas 10 kg.

Lebih dari 20 kg

: 1500ml + 20ml /kg/24 jam untuk tiap 1kg di


atas 20 kg

Pemasangan infus pada bayi dapat dikerjakan pada beberapa lokasi, yaitu pada
vena di kepala (dengan jarum sayap), vena di punggung tangan, punggung kaki dan
kalau terpaksa di vena cubiti.2
II.3.5 Metabolisme
Lemak merupakan sumber energi yang penting pada bayi dan kadar
metaboliknya hampir 2 kali dibanding dewasa. Lemak ini memiliki reseptor adrenergik. Asfiksia pada waktu kelahiran dapat menyebabkan berkurangnya
penyimpanan karbohidrat di otot, hati dan miokard hingga dapat menyebabkan
hipoglikemia dan asidosis. Neonatus normal biasanya mengalami asidosis
metabolik dan alkalosis respiratorik sedang. Pemberian glukosa diindikasikan
bila bayi dipuasakan sebelum menjalani pembedahan. Hipoglikemia terdapat
pada pasien yang dipuasakan waktu pre operatif, terutama bagi yang berusia <
4 tahun dan dengan berat badan di bawah 15.5 kg. Metabolik asidosis dapat
dikompensasi dengan hiperventilasi saat anestesi, namun kadar bikarbonat yang
sudah dihitung harus diberikan pada akhir operasi apabila respirasi spontan
sudah ada. Pada keadaan ini kadar gula darahnya harus diketahui. Bila nilai <
1.5 mmol/L, maka harus diberikan infus larutan glukosa, dengan konsentrasi
20% atau 25% melalui vena sentral. Untuk menghindari terjadinya
hipoglikemia anak seharusnya dioperasi secepat mungkin.5

II.4 Proses Informed Consent untuk Pasien Anak6

Inti dari etika kedokteran adalah mementingkan hak otonomi pasien ( menentukan
nasib sendiri ). Dokter memfasilitasi proses ini dengan melakukan informed consent,
dengan menjelaskan kepada pasien resiko, manfaat, prosedur, rencana tindakan alternatif,
dan membina hubungan yang aktif antara pasien dan dokter sehingga terdapat otorisasi
bagi pasien untuk memilih rencana medis tertentu.
Dalam pediatri, meskipun orang tua bertindak sebagai pengganti pengambil keputusan
untuk anak-anak mereka, persetujuan pengganti ini tidak memenuhi syarat informed
consent, yang mengharuskan pasien untuk mengotorisasi sendiri tindakan medis. Untuk
ini, American Academy of Pediatrics telah menyarankan bahwa peran yang tepat bagi
pengganti pengambil keputusan adalah memberikan ijin untuk melakukan perawatan,
yang memiliki unsur-unsur yang sama dengan informed consent, tetapi mengakui bahwa
orang tua mempunyai kuasa untuk pengobatan untuk anaknya.
Untuk pasien anak, digunakan "rule of seven" sebagai salah satu pendekatan dalam
pengambilan keputusan untuk perawatan anak. "Rule of seven" menyatakan bahwa
anak-anak berusia < 7 tahun tidak mampu untuk membuat keputusan, anak-anak antara
usia 8 tahun dan 14 tahun tidak memiliki kapasitas pengambilan keputusan, dan mereka
yang lebih tua dari 14 dianggap memiliki kapasitas untuk membuat keputusan .
Bayi, Balita, dan Anak Kecil
Dalam pengambilan keputusan perawatan kesehatan bagi anak usia < 7 tahun,
orang tua dan dokter harus mengambil keputusan yang terbaik bagi anak anaknya
secara objektif.
Ahli anestesi dapat menentukan pengobatan terbaik dengan mempertimbangkan
rasio resiko dan manfaat pengobatan untuk anak, serta rasio kegagalan dan
keberhasilan yang mungkin terjadi. Ahli anestesi dapat bekerja sama dengan dokter
lain untuk meninjau rencana pengobatannya dan melibatkan orang tua dalam
membahas keputusan yang diambil.
Anak Anak Sekolah dan Remaja Muda
Pasien antara usia 7 - 14 tahun harus berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan sesuai dengan kemampuan mereka. Partisipasi harus ditingkatkan sesuai
dengan tingkat kematangan anak.

Anak usia sekolah sedang mengalami perkembangan dalam cara berpikir


dengan menggunakan logika, akan tetapi mereka cenderung lebih kaku dalam
memutuskan keputusan, sehingga ahli anestesi harus melibatkan anak anak dan
orang tua dalam membuat keputusan sambil memberi penjelasan yang mudah
dipahami dengan sejelas - jelasnya. Seiring dengan pertambahan usia dan pengalaman
yang dilalui, maka fleksibilitas pemikiran akan semakin baik, dan keterlibatan anak
anak dalam memilih keputusan akan menjadi semakin bermakna, contohnya dalam
memilih apakah anak 6 tahun perlu diberi obat sedasi sebelum induksi inhalasi,
menggunakan induksi inhalasi atau induksi intravena pada anak 8 tahun, dan
melakukan anestesi epidural untuk analgesia pascaoperasi pada anak 12 tahun .
Remaja
Remaja memiliki kemampuan untuk menggunakan pikiran abstrak, menerapkan sebab
- akibat yang kompleks, memikirkan hasil suatu tindakan, memahami probabilitas,
dan mengevaluasi beberapa pilihan. Kemampuan ini tidak menjadikan mereka sebagai
pengambil keputusan yang baik karena perkembangan emosional anak remaja masih
belum stabil sehingga bisa mempengaruhi keputusan yang diambil. Sejauh mana
remaja dapat membuat keputusan tergantung kepada kematangan pasien, kemampuan
untuk mengartikulasikan alasan mereka, dan resiko keputusan yang buruk. Keputusan
beresiko rendah, misalnya menunda operasi elektif mungkin bisa dipertimbangkan
oleh keluarga dan ahli anestesi sebagai cara untuk menghormati remaja dalam
membuat keputusan. Namun, keputusan yang menentukan masa depan dan beresiko
fatal, seperti menyelamatkan nyawa, harus lebih diutamakan daripada mengikuti
keputusan remaja untuk menolak tindakan.
Ahli anestesi menghadapi masalah ketika remaja menolak prosedur anestesi.
Ahli anestesi harus mencoba untuk membahas masalah dengan pasien. Diskusi
sebaiknya dilakukan di luar area operasi dan menciptakan suasana yang tenang.
Intervensi ini sederhana namun sangat sukses, dapat juga digunakan dalam kasuskasus yang mendesak, dimana penundaan yang sebentar, efektif dapat mengubah
sikap pasien. Bila pasien masih menolak, maka ahli anestesi harus memerlukan
diskusi lebih lanjut dengan pasien dan orang tua. Dalam kasus di mana orang tua dan
anak tidak setuju, dokter harus mencari bantuan orang lain yang berpengalaman
dalam membantu menyelesaikan pengambilan keputusan secara bijaksana.

Kerahasiaan medik diperlukan untuk mengembangkan hubungan dokter


pasien yang terbuka. Ahli anestesi mungkin menghadapi dilema apakah perlu untuk
membocorkan kerahasiaan medik anak remaja. Jika menjaga kerahasiaan dengan
kerugian minimal, dokter harus menyarankan remaja untuk berterus terang dengan
orang tua tetapi tetap menghormati keputusan mereka. Di sisi lain, jika menjaga
kerahasiaan medik dapat menyebabkan bahaya serius bagi remaja, dokter mungkin
secara etis dibenarkan untuk memberitahukan kepada orang tua mengenai masalah
yang menimpa anaknya. Sesuai Undang-undang pelaporan, pemberitahu diwajibkan
memberitahu orang tua, bila seorang remaja membuat ancaman yang kredibel untuk
merugikan orang lain.
Ahli anestesi mungkin menghadapi masalah dalam menjaga rahasia medik
ketika seorang remaja memiliki tes kehamilan positif preanestesi. Dokter seharusnya
menginformasikan kepada remaja mengenai hasil tes positif tersebut dan
menghormati keputusannya. Mengingat implikasi psikososial kehamilan remaja, ahli
anestesi mungkin ingin melibatkan dokter anak, ginekolog, dan pekerja sosial dengan
keahlian dalam menangani masalah-masalah remaja. Dokter juga harus berhati hati
untuk tidak sengaja memberitahukan mengenai hasil tes kepada orang tua dalam
pembahasan mengenai perubahan tindakan yang dilakukan.
Dewasa muda ( )
Beberapa remaja memiliki hak hukum untuk menyetujui perawatan. Dewasa muda
yang dianggap memiliki kapasitas untuk memilih keputusan adalah remaja yang
sudah menikah, orang tua, militer, mandiri secara ekonomi, dan mungkin termasuk
remaja yang hamil. Dewasa muda secara hukum dan etis mampu memberikan
informed consent dalam situasi tertentu seperti yang ditentukan oleh pengadilan.
Dewasa muda cenderung untuk memilih keputusan yang aman dan tidak
menyakitkan, sedangkan semakin dewasa seseorang, maka mereka akan semakin
berani mengambil keputusan yang lebih beresiko.

BAB III
PENERAPAN ANESTESI

III.1 Konsultasi dan evaluasi pre-operatif pada pasien pediatrik


Keadaan psikologis anak dan keluarga serta keadaan klinis masing-masing
anak harus dipahami secara menyeluruh sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan
atau intervensi lainnya. Bahkan jika masalah medis sudah dievaluasi sepenuhnya,
tetapi anak tidak diperlakukan dengan cara yang sesuai usianya, hasil dari penilaian
perioperatif kemungkinan besar akan suboptimal. Jika kondisi emosi dan psikologis
anak dapat distabilkan oleh ahli anestesi, hasil yang didapatkan akan lebih optimal.
Oleh karena itu, penting bagi ahli anestesi dan seluruh tim medis untuk mencapai
keseimbangan antara masalah medis dan psikologis pasien.7
III.2 Persiapan Psikologis
Kecemasan pra operasi akan memperpanjang waktu induksi.
Temperamen, usia, resiko tindakan dari penjelasan pertemuan medis
sebelumnya akan mempengaruhi kecemasan anak. Anak-anak yang tidur
tanpa gangguan lebih mudah dirawat dalam unit perawatan postanesi (PACU).
Oleh karena itu, perlu mempersiapkan psikologis anak untuk di anestesi
sesuai dengan usia.7
Tingkat kematangan anak akan mempengaruhi pemahamannya
terhadap penyakit. Bayi takut berpisah dari pengasuh utama mereka dan takut
dengan orang asing. Oleh karena itu, peran serta orang tua dalam setiap
tindakan perioperatif sangat penting. 7
Anak usia sekolah biasanya memiliki rasa takut bahwa mereka tidak
bisa memenuhi harapan orang tua. Sehingga dalam setiap keputusan yang
diambil, hanya mengangguk setuju tanpa mengetahui tujuan dari keputusan
yang diambil. Mereka juga enggan untuk mengajukan pertanyaan karena takut
bahwa mereka sudah harus tahu jawabannya, oleh karena itu, sudah menjadi
kewajiban seorang anestesi untuk memberi penjelasan yang lengkap pada
anak. 7
Pada umumnya, pasien remaja lebih takut mati dan biasanya tidak
memiliki banyak pemahaman tentang fungsi tubuh. Mereka sering panik
sebelum operasi, tetapi tidak ingin menunjukkan tanda kelemahan mereka,
Akibatnya, mereka mungkin tetap sangat tenang. Ini adalah peran ahli anestesi

untuk mengantisipasi kecemasan ini dan meyakinkan mereka agar


kecemasannya bisa berkurang. Komentar seperti " Meskipun mungkin sulit
bagi anda untuk mengerti, anda akan tidur sepanjang seluruh operasi dan anda
tidak akan bangun di tengah operasi. Kami akan membangunkan anda pada
akhir operasi dan membawa anda ke PACU ". Dan remaja mungkin akan
tersenyum setelah percakapan ini.7
Sebagian besar orang tua akan mengalami kecemasan yang berlebihan
terhadap semua tindakan anestesi pada anaknya. Hal ini sebenarnya bukanlah
menjadi masalah utama yang serius karena orang tua hanya perlu diberi
penjelasan yang detail bahwa setiap tindakan anestesi memiliki resiko akan
tetapi resiko ini bisa ditanggulangi dengan pemeriksaan praoperasi yang
lengkap. Dan resiko terjadinya adverse event kira-kira 1 dalam 200,000.
Resiko kematian anestesi adalah komplikasi yang paling ditakuti. Risiko ini
adalah 1 dalam 10.000 untuk semua pasien dari setiap usia menjalani setiap
prosedur pembedahan.7
III.3 Anamnesa (Riwayat dan Sistem)
Riwayat kehidupan yang ditanya harus dimulai dari sejak kehamilan, proses
persalinan, neonatus hingga usia sekarang karena bisa mempengaruhi kesehatan anak.
Evaluasi yang menyeluruh ini akan mempengaruhi teknik dan hasil anestesi. Adanya
batuk, asma, atau infeksi saluran pernafasan atas bisa membuat anak bronkospasme,
atelektasis, atau pneumonia. Awal dari murmur jantung, sianosis, hipertensi, atau
riwayat demam rematik mungkin bisa diperburuk selama anestesi atau prosedur
pembedahan. Orang tua harus ditanya apakah ada muntah, diare, malabsorpsi, kotoran
yang hitam, refluks gastroesofagus, atau penyakit kuning, ketidakseimbangan elektrolit
seperti dehidrasi, hipoglikemia, anemia. Adanya kejang atau trauma kepala dapat
meningkatkan tekanan intrakranial, atau kepekaan terhadap relaksan otot. Adanya
kelainan saluran kemih harus dicari dalam upaya untuk menilai status hidrasi dan
integritas fungsi ginjal. Perkembangan yang abnormal, perubahan pada kadar glukosa
serum, atau riwayat penggunaan steroid kronis dapat mengindikasikan adanya
endocrinopathy, diabetes mellitus, hypothyroidism, atau insufisiensi adrenal. Begitu
juga dengan penyakit anemia, memar, atau pendarahan berlebihan mungkin
membutuhkan transfusi atau koagulopati, yang harus diketahui sebelum waktu operasi.7

Pengalaman anestesi anak sebelumnya harus dapat dieksplorasi selama


kunjungan pra operasi, sehingga bisa mengetahui reaksi individual terhadap anestesi
sebelumnya dan dapat memandu pilihan teknik yang akan digunakan atau untuk
menghindari teknik yang akan menimbulkan komplikasi kepada pasien.7
Riwayat keluarga yang berhubungan dengan anestesi harus diketahui. Riwayat
penyakit jantung pada anggota keluarga setelah anestesi, kelumpuhan otot pernafasan
yang berkepanjangan setelah anestesi umum pada anggota keluarga, riwayat
kemungkinan kekurangan pseudocholinesterase harus secara aktif dicari karena
Succinylcholine harus dihindari pada pasien dengan defisiensi enzim tertentu. Maligna
hiperthermia (MH) adalah kejadian yang menjadi perhatian utama pada anak dengan
demam tinggi atau perubahan yang tidak biasa di ruang operasi. Keluarga juga harus
ditanya apakah ada riwayat kematian tak terduga, sindrom kematian bayi mendadak
(SIDS), cacat genetik atau kondisi keluarga seperti distrofi otot, fibrosis kistik, penyakit
sel sabit, kecenderungan perdarahan, atau human immunodeficiency virus (HIV).7
Riwayat Pengobatan, Alergi, Terapi Adjuvan, dan Lainnya
Riwayat pengobatan merupakan salah satu aspek penting yang harus diketahui
selama anamnesis untuk mengetahui apakah anak yang akan menjalani anestesi dan
operasi ini memiliki sensitifitas dan alergi terhadap obat tertentu. sehingga penting
untuk mengetahui riwayat pengobatan baik yang diresepkan maupun yang tidak
diresepkan pada sakit ringan, misalnya obat flu banyak mengandung aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid atau senyawa lain yang dapat mengganggu fungsi koagulasi dan
platelet. Penggunaan terapi alternatif dan obat herbal harus didokumentasikan karena
dapat mempersulit pengelolaan anestesi. Obat penurun berat badan dapat meningkatkan
fungsi simpatik, dan obat untuk memacu pertumbuhan otot dapat mempengaruhi fungsi
hati dan ginjal.
Benda logam di kulit selama operasi dan anestesi meningkatkan risiko cedera bakar
jika ada kerusakan elektrokauter intraoperative. Selain itu, benda logam dapat
tersangkut pada peralatan di kamar operasi yang menyebabkan kulit dan jaringan
subkutan robek. Benda logam yang besar menembus garis tengah lidah dapat
mengganggu laringoskopi. Pasien (khususnya remaja) harus dinasihati untuk
melepaskan semua benda logam selama pra anestesi.7

Pertanyaan mengenai alergi obat yang dikenal ( antibiotika ) harus dilakukan


dengan serius pada anak-anak karena mereka bukan pasien dewasa. Beberapa kelompok
pasien pediatrik berisiko untuk alergi lateks termasuk anak-anak dengan kelainan spina
bifida.7
III.4 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada anak sebaiknya didahului dengan pengamatan dari jauh
karena biasanya anak menjadi takut bila diperiksa secara langsung. Mengamati warna
kulit termasuk pucat, sianosis, ruam, sakit kuning, tanda-tanda yang tidak biasa, atau
sebelum luka bedah dapat mengungkapkan adanya disfungsi sistem organ. Sistem
pernafasan dievaluasi dengan mencatat tingkat dan kualitas respirasi, suara bising
bernapas, batuk, discharge hidung purulen, stridor, dan mengi. Kemudahan membuka
mulut dan keadaan gigi juga harus dievaluasi untuk mengetahui apakah ada infeksi
rongga mulut.
Jika murmur jantung terdeteksi pada pemeriksaan jantung ada kekhawatiran
tertentu yang harus diatasi. Murmur karena aliran darah turbulen selama percepatan
pertumbuhan, dan murmur patologis akibat kelainan structural harus dibedakan.
Evaluasi neurologis pasien harus mencakup tingkat kesadaran, reflex , dan gerakan
tulang belakang. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial juga harus dicatat.
III. 5 Manfaat Anestesi

Untuk pembedahan
Indikasi untuk pemberian sedasi:8
Prosedur Diagnostik meliputi:
* Lumbal pungsi
* Arthrocentesis
* Biopsi sumsum tulang
* Pemeriksaan gangguan seksual
* Evaluasi radiologic (CT, MRI)

Prosedur Terapi meliputi:


* Menjahit

* Perawatan luka
* Abses insisi dan drainase
* Reduksi fraktur
* Dislokasi
* Mengangkat korpus alienum
* Debridemen luka bakar
* Tuba thoracostomy
* Setiap prosedur menyakitkan lainnya
Meskipun prosedur sedasi umumnya digunakan dalam prosedur mayor
(misalnya, reduksi fraktur), seorang dokter harus mempertimbangkan
prosedur sedasi ketika prosedur multiple (misalnya, penempatan jalur
intravena, pungsi lumbal, kateterisasi uretra) dilakukan pada seorang anak.
Prosedur sedasi dapat meminimalisasi memegang pasien supaya tidak
banyak bergerak dan mengurangi stres prosedur pada pasien dan
keluarganya.

Untuk keperluan diagnostik


Hal yang penting untuk diketahui bahwa sebagian anak anak takut
melihat darah dan menganggap darah sebagai tindakan traumatis yang
menakutkan, bahkan anak kecil yang pernah disuntik bisa mengalami
trauma. Oleh karena itu, sebaiknya meminimalisasi jumlah tindakan
invasive pada anak anak sehingga kecemasan yang terjadi juga bisa
minimal dan dapat mempermudah proses anestesi.
Penelitian diagnostik harus dipilih berdasarkan pada kesehatan umum
pasien dan prosedur yang sedang dilakukan. Secara umum, tidak perlu
dilakukan pengukuran hematokrit pada anak sehat yang akan menjalani
operasi elektif. Hematokrit seharusnya diukur jika kehilangan darah atau
jika anak < 6 bulan atau lahir prematur. Urin rutin pra operasi dan kimiawi
darah pada anak anak hanya harus dilakukan saat abnormalitas dicurigai.7

III. 6. Klasifikasi ASA

Penggunaan klasifikasi status fisik ASA dikembangkan untuk pasien yang menjalani
anestesi endotrakeal umum. Klasifikasi ini menunjukkan risiko komplikasi dari
prosedur sedasi. Pasien dengan ASA I dan II paling baik menggunakan anestesi
endotrakeal umum. 8
*

I. Normal, pasien sehat yang memerlukan operasi

* II. Pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit
bedah atau penyakit lainnya.
* III. Pasien dengan penyakit sistemik berat yang diakibatkan oleh berbagai
penyebab.
* IV. Pasien dengan penyakit sistemik berat yang secara langsung mengancam
hidupnya
* V. Pasien tidak diharapkan hidup baik dengan operasi maupun tanpa operasi
* E. Prosedur gawat darurat.
Namun, kondisi fisik atau psikologis yang sudah ada sebelumnya bukan
merupakan kontraindikasi mutlak bagi prosedur sedasi. Sebaliknya, ini akan
membantu dokter untuk memilih dengan hati-hati jenis dan cara pemberian obatobatan.8
III. 7 Puasa2
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama puasa yang
dianjurkan oleh Liu sebagai berikut:
Usia
Neonates
1-6 bulan
- 3 tahun
Lebih 3 tahun

Stop makanan padat / usus


4 jam
4 jam
6 jam
8 jam

Minum cairan
2 jam
2 jam
6 jam
8 jam

III. 8 Premedikasi
Sebagian ahli anestesi memberikan premedikasi sedasi kepada anak atau bayi dengan
tujuan supaya bayi atau anak tersebut sampai ke ruang operasi dalam keadaan sudah tidur,
kemudian dilanjutkan dengan induksi anestesi dengan menggunakan nitrogen oksida atau
siklopropane. Ada juga ahli anestesi lain yang lebih senang untuk mewujudkan suasana
yang menyenangkan dengan pasien anak sehingga tidak takut, premedikasi yang lebih
ringan dapat diberikan, induksi anestesi dilakukan secara inhalasi dan intravena.

Premedikasi sedatif bukan suatu keharusan apabila beratnya kurang 10 kg. Trauma,
cemas dan rasa nyeri mungkin memperlambat proses pengosongan lambung. Penggunaan
metoklopramide 0.1 mg dapat membantu pengosongan lambung. Puasa yang lama dapat
menyebabkan hipoglikemia pada bayi, jadi bayi dibolehkan untuk minum susu 4 jam
sebelum operasi atau air putih 3 jam sebelum operasi.5
Gangguan tidur, tingkah laku, dan maladaptif dapat terjadi setelah pemberian induksi,
dapat bertahan hingga beberapa minggu setelah operasi, sehingga sangat mengganggu
orang tuanya. Premedikasi dengan midazolam telah dibuktikan dapat menurunkan insiden
ini. Dapat juga diberikan pada anak - anak yang umurnya > 6 9 bulan yang mengalami
kecemasan. Midazolam 0.25 - 0.5 mg/kg berat badan dicampur ke dalam sirup dapat
diberikan secara oral 10 20 menit sebelum dilakukan induksi anestesi. Dosis midazolam
maksimum yang direkomendasikan adalah 20 mg per oral. Pada anak anak yang
mengalami gangguan perkembangan mental, pada anak anak yang lebih besar yang
tidak kooperatif dapat diberikan kombinasi midazolam dan ketamine (0.5 mg/kg and 3
mg/kg).
Bagi anak anak yang lebih tua dan remaja remaja yang menjalani tindakan yang
lebih lama, biasanya diberikan diazepam 0.1 mg/kg berat badan. Midazolam intranasal
(0.2 mg/kg) telah digunakan tetapi memiliki kerugian dimana anak anak akan terasa
perih dan jika masuk ke mulut, maka anak anak akan terasa tidak menyenangkan,
sehingga banyak anak yang menolak obat tersebut secara oral.
Kehadiran orang tua selama induksi anestesi ternyata sangat membantu bagi anak > 1
tahun karena dapat memberi kenyamanan bagi mereka dan menghindari kecemasan yang
berlebihan pada anak, serta dapat meningkatkan kepuasan pada orang tua. Walaupun bagi
kebanyakan orang tua, tindakan induksi anestesi terhadap anak mereka merupakan suatu
pengalaman yang menyakitkan bagi mereka, tetapi sebenarnya sangatlah membantu bagi
keberhasilan proses anestesi anaknya. Keikutsertaan orang tua lebih tidak efektif jika
dibandingkan dengan premedikasi untuk mengatasi kecemasan, tetapi dapat memberikan
kepuasan dan ketenangan bagi orang tua.9
Jalur premedikasi sedatif
a. Cara oral

Cara oral biasanya merupakan cara yang paling dapat diterima. Hal hal
yang perlu diperhatikan adalah jumlah obat, onset, durasi, tingkah laku selama
penyembuhan, interaksi dengan obat lain, dan efek samping. Kadang kala anak
membuang kembali obat yang telah ditelan. Biasanya ini terjadi karena anak kurang
kooperatif ataupun sikap premedikator kurang lembut. Obat-obat yang sering
digunakan per oral dapat dilihat pada tabel 1.10
b. Cara nasal
Premedikasi intranasal dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tetes
dan inhalasi. Diperlukan dosis yang tepat dan onset yang berulang dapat
tercapai jika cara nasal digunakan. Namun, pasien biasanya akan merasa tidak
nyaman, meskipun hanya sebentar.10
Midazolam 100g/kgBB intranasal dibandingkan dengan 10g/kgBB
afentanil intranasal, efek sedasi yang didapatkan sama, namun tidak
ditemukan rasa hidung seperti terbakar pada anak-anak yang menerima
afentanil, di mana 70% dari anak-anak yang menggunakan midazolam
merasakan hidung seperti terbakar.10
c. Cara rektal
Cara ini kadang kala bergantung pada ahli anestesi sendiri. Telah
dilaporkan bahwa cara rektal merupakan yang paling popular di Eropa,
sedangkan di negara-negara lain tidak. Cara rektal lebih dipakai pada anak
kecil. Pada anak yang lebih besar, cara rektal tidak begitu dianjurkan karena
alasan estetika dan volume yang dibutuhkan untuk menghantarkan dosis yang
adekuat.10
d. Cara intramuskular dan subkutan
Cara ini tidak begitu dianjurkan. Keuntungan cara ini adalah tidak
dibutuhkannya sikap kooperatif dari pasien, dan tanpa harus mengkhawatirkan
pasien tersebut memuntahkan kembali obat yang telah diberikan secara oral.10
e. Cara sublingual
Meskipun cara ini memiliki keuntungan, yaitu onset lebih cepat,
namun tidak begitu popular karena sulit memberikannya pada anak yang tidak
kooperatif.10
Tabel 1. Nama obat premedikasi, cara pemberian, dosis, onset dan efek samping

Nama Obat

Agen

Cara

Dosis

Onset (menit)

Efek Samping

Benzodiazepin Midazolam
Diazepam

Pemberian
Oral
0,3-0,7mg/

15-30

Depresi

system

Nasal

5-10

pernafasan,

eksitasi

kgBB
0,1-0,2mg/

Dissosiatif

Ketamin

postoperative

Oral

kgBB
3-8mg/kgBB

10-15

Eksitasi
Eksitasi

IM

2-5mg/kgBB

2-5

Meningkatkan
tekanan

Opioids

TD,

intra

Morfin

IM

0,1-0,2

15-30

meningkat
Depresi

Meperidin

IM

mg/kgBB

15-30

pernafasan

Fentanil

Oral

0,5-1 mg/kgBB 5-15

Depresi

10-15 g/kgBB

pernafasan

cranial
sistem
sistem

Depresi
Barbiturat

sitem

Pentobarbital Oral

3mg/kgBB

60

pernafasan
Eksitasi postoperative

Tiopental

30mg/kgBB

5-10

yang memanjang

Rectal

Depresi
pernafasan,
postoperative
Antikolinergik Atropin
Scopolamin

H2 Antagonis Cimetidine

Oral

20g/kgBB

15-30

memanjang
Flushing

IM

20g/kgBB

5-15

Mulut kering

IV

10-20g/kgBB 30

Rasa gembira

IM
Oral

20g/kgBB
7,5mg/kgBB

Halusinasi

Ranitidine
Oral
2 mg/kgBB
Atropine dan hiosin

15-30
60
60

Atropine selalu diberikan terutama pada penggunaan suksinil kolin,


halotan, prostigmin atau eter . Dosis atropine yang dianjurkan ialah 0.01
0.02mg/kgBB. Minimal 0.1 mg dan maksimal 0.5 mg, lebih disukai secara IV.
Hiosin boleh juga digunakan dengan dosis yang sama untuk mencegah salivasi
. Obat ini dapat juga diberikan secara oral. 2,5
Pada pasien Downs Syndrome, dosis atropine yang diberikan kurang
dari dosis atropin normal karena ia meningkatkan efek saraf vagus di jantung.

sistem
Eksitasi
yang

Kebanyakan ahli anestesi lebih menyukai penggunaan hiosine dibanding


atropine sebagai premedikasi rutin melalui injeksi intramuscular karena
mempunyai efek anti-emetik dan menenangkan aktivitas saraf sentral.2,5
Penenang

Analgetika narkotika tidak dianjurkan untuk usia sampai 1 tahun.


Diazepam 0,2 0,4 mg/kg dapat diberikan secara oral atau rectal. Suntikan
intramuscular atau intravena kurang disukai karena menimbulkan nyeri.
Prometasin 0,5 mg/kg dapat diberikan secara IM atau IV pada anak anak.
Droperidol 0,15 mg/kg kadang kadang diberikan pada anak anak secara
IM atau IV. Premedikasi secara IM diberikan 30 60 menit sebelum induksi
anestesia, sedangkan secara IV 5 menit sebelum induksi.2
III.9 Induksi.
Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada orang yang membantu.
Induksi diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma sekecil mungkin. Induksi
dapat dikerjakan secara inhalasi atau intravena.2
Sejumlah obat obatan long acting dengan cara pemberian yang terbatas (
meperidine, morphine, diazepam, dan chloral hydrate ) dan obat obatan short acting
yang bekerja secara luas yang dapat dimasukkan melalui banyak cara (topical, local,
transmukosa, oral, intranasal, rektal, intramuscular, intravena, dan secara inhalasi).11
Pada tabel di bawah ini dijelaskan secara singkat beberapa obat obatan
induksi.

III.9.1 Obat obatan sedative hipnotik.


Chloral Hydrate
Merupakan salah satu obat yang paling tua, chloral hydrate oral merupakan
obat yang aman. Tidak memiliki kemampuan analgesik, dan saat ini hanya digunakan
terbatas pada pencitraan diagnostik pada anak anak.11
Benzodiazepine
Midazolam adalah obat yang paling sering digunakan untuk sedasi pada anakanak dan dewasa selama prosedur. Benzodiazepine short acting ini bisa dipakai
dalam banyak cara. Bisa menyebabkan sedasi poten, kehilangan memori, dan
anxiolysis serta lebih disukai dari

diazepam long acting dan lorazepam. Tidak

memiliki efek analgesik dan untuk prosedur yang penuh rasa nyeri, midazolam sering
digunakan dengan opioid. Bila menggunakan benzodiazepine dan opioid bersamasama harus hati hati karena resiko hypoxia dan apnea lebih besar daripada

digunakan sebagai obat tunggal. Efek dari midazolam bisa dihilangkan dengan
antagonis flumazenil.11
Barbiturates
Barbiturat telah digunakan untuk obat anestesi preinduksi selama lebih dari 30
tahun dan memiliki tingkat keamanan yang cukup. Obat tersebut juga terkenal sebagai
obat utama yang memfasilitasi pencitraan diagnose bagi anak anak 3 tahun atau
lebih. Walaupun memiliki efek analgesik yang lemah, obat tersebut mampu
menyebabkan imobilisasi yang efektif dan dapat digunakan melalui berbagai cara.
Pentobarbital i.v , methohexital , dan thiopental rektal merupakan jenis barbiturate
yang paling banyak digunakan untuk prosedur sedasi.11

III.9.2 Obat obat analgesik


Obat obat topical
Analgesia topical mampu meringankan ketidaknyamanan yang diakibatkan
oleh perbaikan luka robekan, canulasi intravena, dan lumbal punksi pada anak anak
dengan menggunakan alat alat yang tidak invasif dalam memberi anestesi lokal.
Anestesi topikal yang paling pertama untuk kulit yang robek adalah kombinasi dari
tetracaine, epinephrine, and cocaine yang disebut sebagai TAC. 11
Sekarang, kombinasi ini telah diganti dengan lidokain, epinephrine, dan
tetracaine secara luas yang lebih aman, lebih murah dan memiliki efektivitas yang
sama, dan juga memiliki masa onset kurang lebih 20 menit. Kulit yang utuh dapat
dirawat dengan semprotan yang menyebabkan baal melalui efek dingin ( ethyl
chloride atau fluoromethane) untuk prosedur yang berlangsung singkat seperti kanul
intravena atau dengan campuran obat obat anestesi local atau EMLA ( 2.5%
lidokain dan 2.5% prilokain dalam bentuk krim ) untuk memberi efek analgesik
selama 1 2 jam untuk kanul intravena atau punksi lumbal.11
Kerugian utama dari kombinasi ini adalah memerlukan waktu yang lebih lama untuk
mencapai efek maksimal ( 60 menit ), efek ini tidak dapat dipercepat karena 30 atau 40 menit
memberikan efek analgesik yang tidak adekuat. Laporan terkini menyatakan kesuksesan
dalam memberikan lidokain secara transdermal dengan menggunakan arus listrik
( iontophoresis ). Teknik non invasif ini mampu mengurangi ketidaknyamanan dari kanul
intravena.11

Obat obatan sistemik


Short acting opioid fentanil lebih disukai daripada tradisional long acting
meperidine dan morfin untuk prosedur analgesik karena memiliki onset yang lebih
cepat dan durasi yang lebih pendek dan tidak melepaskan histamin. 11
Penggunaan obat obat antiemetik tidak perlu bersamaan dengan fentanil.
Opioid ini menyebabkan pruritus di daerah nasal yang dapat mengganggu
prosedurnya. Morfin dan meperidin lebih disukai sebagai obat analgesik dengan
durasi yang lebih lama. Efek opioid ini dapat dihilangkan dengan antagonis
nalokson.11
Antagonis
Ketersediaan antagonis benzodiazepine dan opioid yang spesifik telah
meningkatkan keamanan dari prosedur sedasi, di mana sedasi yang berlebihan yang
menyebabkan depresi nafas dapat dhilangkan secara cepat. Nalokson merupakan
antagonis opioid short-acting dengan tingkat keamanan yang cukup. Flumazenil,
sebagai antagonis benzodiazepine, aman digunakan bila tidak ada kontraindikasi yang
muncul.11
The New England Journal of Medicine
TABLE 3. RECOMMENDATIONS FOR DOSAGES IN PEDIATRIC PROCEDURAL
SEDATION AND ANALGESIA.*
Drugs

Clinical effects

Indications

Doses

Time of
onset

Duration

Sedativehypnotic agents

Chloral
hydrate

Sedation, motion
control,
anxiolysis. No
analgesia.
Not reversible.

Diagnostic
imaging
(age <3 yr)

PO: 25100 mg/kg of


body weight; after 30
min may repeat 25
50 mg/kg.
Maximal total dose:
2 g or 100 mg/kg
(whichever is less).
Only single use in
neonates.

1530

60120

Midazola
m

Sedation, motion
control,
anxiolysis. No
analgesia.
Reversible with
flumazenil.

Procedures
requiring
sedation or
anxiolysis

IV (age of child, 0.5


5 yr): initially 0.05
0.1 mg/kg, then
adjusted to a
maximum of 0.6
mg/kg IV (612 yr):
initially 0.0250.05
mg/kg, then adjusted
to a maximum of 0.4
mg/kg

23

4560

1020

60120

1530

6090

1015

60

1030

6090

35

1545

1015

60120

1560

60240

PR: 25 mg/kg

1015

60

PR: 25 mg/kg

1015

60 - 120

IM: 0.10.15 mg/kg


PO: 0.50.75 mg/kg
IN: 0.20.5 mg/kg
PR: 0.250.5 mg/kg

Pentobar
bital

Sedation, motion
control,
anxiolysis. No
analgesia.

IV: 16 mg/kg,
adjusted in
increments of 12
mg/kg to desired
effect
Diagnostic
imaging

Not reversible.

IM: 26 mg/kg, to a
maximum of 100 mg
PO or PR (<4 yr): 3
6 mg/kg, to a
maximum of 100 mg
PO or PR (4 yr):
1.53 mg/kg, to a
maximum of 100 mg

Methohe
xital

Sedation, motion
control,
anxiolysis. No
analgesia.

Diagnostic
imaging

Not reversible.
Thiopent
al

Sedation, motion
control,
anxiolysis. No
analgesia.

Diagnostic
imaging

Not reversible.
Analgesic agents

Fentanyl

Analgesia.
Reversible
with

Procedures
with
moderate-

naloxone.

to-severe pain

Analgesia,
dissociation,
Ketamine

amnesia,
motion
control.
Not reversible.

Nitrous
oxide

Anxiolysis,
analgesia,
sedation,
amnesia (all
mild)

Procedures
with moderate
to severe pain
or requiring
immobilizatio
n

Procedures
requiring

IV: 1.0g/kg/dose,
may repeat every 3
min, adjust to desired
effect

IV: 11.5 mg/kg


slowly over period of
12 min, may repeat
dose every 10 min
as required
IM: 45 mg/kg, may
repeat after 10 min
Preset mixture with
minimum of 40%
oxygen
selfadministered

mild analgesia
or sedation
by demand-valve
mask (requires
(age >4 yr)
cooperative child)

23

30 - 60

Dissociati
on: 15;
1

35

recovery:
60
Dissociati
on: 1530;
recovery:
90150

<5

<5 min
after
discontinu
ation

Reversal agents (antagonists)

Naloxone

Flumazenil

Opioid
reversal

Benzodiazepin
e reversal

Overdose of
opioids

IV or IM: 0.1
mg/kg/dose, to a
maximum of

IV : 2

2 mg/dose; may be
repeated every 2 min
as required

IM: 1015

IM: 6090

12

3060

IV: 0.02 mg/kg/dose,


Overdose of
may be repeated
benzodiazepin
every 1 min to a
es
maximum of 1 mg

IV: 2040

*Dosis dari obat obat intravena harus diberikan secara hati hati untuk mencapai dosis
yang aman. Dosis individual sangat bervariasi bila obat obat dikombinasikan dengan obat
obat lain terutama bila benzodiazepine dikombinasikan dengan opioid.
*PO = per oral, IV = intravena, IM = intramuskuler, IN = intranasal, PR = per rektal
*Midazolam lebih disukai daripada benzodiazepine ( diazepam dan lorazepam ) karena
memiliki durasi kerja yang lebih singkat dan pemberian obat dengan berbagai cara.
*Fentanil lebih disukai daripada opioid ( morfin dan meperidin ) karena onset yang lebih
cepat dan periode pemulihan yang lebih pendek dan tidak menginduksi pelepasan histamine.
Tidak ada data yang memadai bahwa intranasal sufentanil direkomendasikan untuk prosedur
sedasi dan analgesik.
*Kontraindikasi umum pada ketamin adalah bayi < 3 bulan, adanya riwayat jalan nafas yang
tidak stabil, operasi trakea, stenosis trakea, infeksi pulmoner ( ISPA ); penyakit
kardiovaskuler, termasuk angina, gagal jantung hipertensi, trauma kepala, massa di CNS, atau
hydrocephalus; glaucoma; psikosis; gangguan tiroid atau penggunaan obat tiroid.
*Kontraindikasi penggunaan nitrogen oksida adalah hamil, mual muntah, pneumothoraks,
obstruksi usus, infeksi telinga tengah.11
Ultra-Short-Acting Agents
Obat obatan intravena ultra-short-acting ( etomidate, methohexital, propofol,
remifentanil, dan thiopental) secara teoritis telah teruji untuk memberi efek sedasi
dimana dosisnya bisa diatur untuk mencapai kedalaman sedasi yang cukup, dan
pemulihan yang cepat. Akan tetapi, bisa terjadi sedasi yang berlebihan jika ahli yang
menggunakan obat obatan tersebut tidak memiliki teknik yang memadai.11
Induksi inhalasi
Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau anak yang takut
disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran N20 dalam oksigen 50%.
Konsentrasi halotan mula mula rendah 1 vol%, kemudian dinaikkan setiap beberapa
kali bernafas 0,5 vol% sampai tidur. Sungkup muka mula mula jaraknya beberapa
sentimeter dari mulut dan hidung, kalau sudah tidur baru dirapatkan ke muka
penderita.2
Nitrogen oksida

Gas nitrogen oksida terdiri dari campuran minimal 40% oksigen atau dapat
dicampur dengan oksigen dalam flowmeter. Ini diberikan melalui sungkup dengan
menciptakan tekanan inspirasi negative untuk mengalirkan gas dan hanya bisa dipakai
untuk anak yang kooperatif ( biasanya usia di atas 4 tahun ). Walaupun nitrogen
oksida mudah digunakan dan tidak invasive serta memiliki onset sedasi dan
pemulihan yang cepat, di dalam dosis yang dipakai untuk prosedur ini memberikan
efek analgesik, sedasi, dan anxiolitik yang lemah.11
Induksi intravena
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada mereka yang
sudah terpasang infus. Vena yang dipilih harus sesuai, contohnya vena pada belakang
tangan, vena pada dorsum pedis, vena saphena interna, dan di depan malleolus
medial.2,5
1. Obat Intravena

Tiopentone 4-5mg/kg dikombinasikan dengan nitrogen oksida dan oksigen, pelumpuh


otot dan IPPV. Dosis metohexiton adalah 1.1 mg/kg pada anak usia 2-10 tahun dan
1.2mg/kg

pada

anak

usia

10-16

tahun.

Namun

obat

ini

menyebabkan

ketidaknyamanan pada injeksi dan harus dihindari penggunaannya pada pasien yang
ada riwayat epilepsi.

2. Ketamin
Ketika pemberian secara parenteral ( intramuskular dan intravena ), ketamin
mampu secara cepat menginduksi kesadaran yang menurun seperti kondisi katalepsi
yang dikenal dengan khas analgesik, yaitu sedasi, amnesia, dan imobilisasi. 11
Ketamin mempengaruhi tonus otot jalan nafas atas dan melindungi reflex jalan
nafas. Respirasi spontan dapat tercapai walaupun saat ketamin diberikan secara
intravena harus diberikan secara perlahan kurang lebih 1 2 menit untuk mencegah
depresi nafas. Meskipun mimpi dan halusinasi yang tidak menyenangkan terjadi
selama periode pemulihan telah membatasi penggunaan ketamin. 11
Ketamin digunakan secara meluas pada prosedur nyeri pada reduksi fraktur
dan memberikan efek imobilitas, juga untuk memperbaiki robekan di muka pada anak
anak kecil. Oleh karena kemampuannya yang unik untuk melindungi refleks jalan
nafas, ketamin lebih dipilih untuk keadaan emergensi dibanding dengan obat obatan

lain. Selama penggunaannya kurang lebih 30 tahun, ketamin tidak

pernah

menyebabkan aspirasi.11
Dosis obat ini 2 mg/kg intravena atau 10 mg/kg intramuskular. Obat ini
dianjurkan bagi tindakan diagnosis dan operasi minor pada anak kecil dan bayi.
Contohnya pada tindakan manipulasi ortopedik, mengganti perban pada luka bakar,
radiologi dan radioterapi. Penggunaan obat ini juga dianjurkan bila terdapat luka
bakar pada leher yang dapat mengganggu jalan nafas sewaktu dilakukan induksi.
Anestestik volatile
Kadar absorpsi halotan, enfluran dan metoksifluran oleh tubuh pada anak lebih cepat
dibanding dewasa. Usia tidak ada pengaruhnya pada pemakaian isofluran. Absorspi yang
cepat pada anak ini boleh mempengaruhi konsentrasi miokardial menjadi tinggi.
Halotan dapat ditoleransi secara lebih baik pada anak yang mempunyai resiko rendah untuk
mendapat hepatitis terkait halotan pada penggunaan yang berulang. Penggunaan enfluran
harus dihindari pada anak yang mempunyai riwayat epilepsy. Siklopropane induksinya cepat
namun dapat menyebabkan spasme pada laring.5
Teknik Open Drop
Teknik ini dapat digunakan pada anestesi dietil eter. Pertukaran tidal pada bayi baru
lahir boleh sekecil 20 ml, jadi walaupun dengan masker yang kecil, dead space harus
ditingkatkan melainkan oksigen ( 1 liter/menit) dialirkan untuk membawa pergi
karbon dioksida yang lebih tadi.5
Masker dan beg anestesi
Metode induksi yang sesuai dipilih supaya nitrogen oksida dan oksigen dapat
mengalir melalui masker yang diletakkan 5cm dari wajah pasien. Kurang lebih 10
liter/menit diperlukan. Apabila pasien hilang kesadaran, masker diletakkan pada wajah pasien
dan aliran udara atau gas dikurangkan dan agen volatile ditambahkan bila diperlukan.
Siklopropane dapat digunakan sebagai induksi pada keadaan yang serupa. Harus diingatkan
bahwa dead space haruslah seminimal mungkin apabila anak kecil dan bayi dianestesi
dengan menggunakan metode ini. Suxamethonium, spuit, jarum suntik dan tuba trakea harus
selalu tersedia sebagai langkah berjaga-jaga. 5
Intubasi

Laringoskopi pada bayi dan anak tidak membutuhkan bantal kepala. Kepala bayi
terutama neonates oksiputnya menonjol. Dengan adanya perbedaan anatomis pada jalan nafas
bagian atas, lebih mudah menggunakan laringoskop dengan bilah lurus pada bayi. 2
Intubasi dalam keadaan sadar dikerjakan pada keadaan gawat atau diperkirakan akan
mengalami kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar pada neonatus usia
kurang dari 10 14 hari. Harus berhati hati terhadap hipertensi dan meningginya tekanan
intracranial yang mungkin dapat menyebabkan perdarahan dalam otak akibat laringoskopi
dan intubasi. 2
Pada umumnya, lebih digemari intubasi sesudah tidur pada anak baik dengan maupun
tanpa pelumpuh otot. Kalau tidak menggunakan pelumpuh otot, bayi atau anak ditidurkan
sampai dalam lalu diberikan analgesia topical baru dikerjakan intubasi.
Dengan pelumpuh otot digunakan suksinil kolin dosis 2mg/kgBB secara intravena
setelah bayi atau anak tidur.
Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang tanpa cuff. Untuk usia
diatas 5 6 tahun boleh dengan cuff pada kasus- kasus laparotomi atau jika ditakutkan akan
terjadi aspirasi. 2
Secara kasar ukuran besarnya pipa trakea sama dengan besarnya jari kelingking atau
besarnya lubang hidung. 2
Bayi premature menggunakan pipa bergaris tengah 2.0 3.0 mm, bayi cukup bulan
2.5 3.0 mm. Sampai 6 bulan 4.0 mm dan sampai 1 tahun 4.5 mm. Untuk usia diatas 1 tahun
digunakan rumus sebagai berikut:
Garis tengah bagian dalam pipa trakea ialah: umur dalam tahun /4 + 4.5 mm. 2
Memilih pipa trakea yang paling besar yang dapat masuk dengan sedikit longgar dan
pada tekanan aspirasi 20 25cm H20 terjadi sedikit kebocoran. Dianjurkan menggunakan
pipa mulut faring untuk fiksasi pipa trakea supaya tidak terlibat. 2
Intubasi hidung tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan trauma, perdarahan
adenoid dan infeksi.2

Pemeliharaan anestesia.
Anestesia neonatus sangat dianjurkan dengan intubasi dan respirasi kontrol.
Penggunaan sungkup muka dengan respirasi spontan pada bayi hanya untuk tindakan ringan
yang singkat.2

Gas anestetika yang umum digunakan adalah N20 dicampur dengan O2 perbandingan
(0-65%) dan (35 100%). Walaupun N20 mempunyai sifat analgesia kuat, tetapi sifat
anestetikanya sangat lemah. Karena itu sering dicampur dengan halotan, enfluran atau
isofluran. 2
Narkotika hanya diberikan untuk usia di atas 1 tahun atau pada berat di atas 10 kg.
Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau petidin dosis 1-2 mg/kg.
Pelumpuh otot non depolarisasi sangat sensitive, karena itu harus diencerkan dan
diberikan secara sedikit demi sedikit.2
Pelumpuh otot

Dosis awal

Dosis ulang

Lama kerja

Tubokurarin

0,2 0,6 mg/kg

0,2 mg/kg

40 menit

Gallamin

1-3

20 menit

Alkuronium

0,15 0,20

0,10

30 menit

Pankuronium

0,04 0,07

0,04

30 menit

Infus
Banyaknya cairan yang harus diberikan per infuse disesuaikan dengan banyak cairan
yang hilang. Untuk bedah kecil yang ringan, singkat, dan perdarahan yang sangat minimal
tidak diperlukan terapi cairan. Apalagi segera setelah pembedahan diperbolehkan minum.
Walaupun demikian diperlukan jalur vena terbuka untuk memasukkan obat obatan pada
waktu anestesia, atau kalau diperlukan infuse segera dapat diberikan. Biasanya dipasang
semprit berisi NaCl fisiologis dengan jarum sayap. 2
Terapi cairan dimaksudkan untuk mengganti cairan yang hilang pada waktu puasa,
pada waktu pembedahan (translokasi), adanya perdarahan dan oleh sebab sebab lain
misalnya adanya cairan lambung, cairan fistula dan lain lainnya. 2
Besarnya cairan yang hilang akibat trauma bedah /anestesia yang harus diganti
menurut Lockhart:2
Cairan hilang

Pembedahan

Cairan hilang

Kecil

Kraniotomi

0 ml/kg/jam

Ringan

Hernia inguinalis

2 ml/kg/jam

Sedang

Torakotomi

4ml/kg/jam

Besar

Obstruksi usus

6ml/kg/jam

Cairan yang seharusnya masuk, karena puasa harus diganti. Misalnya puasa 6 jam
harus diganti 25% dari kebutuhan dasar 24 jam.
Cara menggantinya sebagai berikut:
-pada jam 1 diberikan 50% nya.
-pada jam 2 diberikan 25% nya.
- pada jam 3 diberikan 25%nya.
Cairan hilang akibat peredaran darah yang kurang dari 10% diganti dengan cairan
kristaloid dalam dektrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam ringer laktat.2
Transfusi
Banyaknya perdarahan dapat diperkirakan dengan: 2
1. Mengukur darah dalam botol penyedot, menimbang kain kasa sebelum dan sesudah
kena darah dengan bantuan kolorimeter. Jumlahkan keduanya kemudian tambahkan
25% untuk darah yang sulit dihitung misalnya yang menempel di tangan pembedah,
yang melengket di kain penutup dan lain lain.
2. Mengukur hematokrit secara serial. Perdarahan melebihi 10% pada neonates harus
diganti dengan darah.
Peralatan anestesia
Peralatan anestesi pediatri bersifat khusus, apalagi untuk teknik anestesia spontan.
Tahanan terhadap aliran gas harus serendah mungkin, ruang ruginya sekecil mungkin, anti
obstruksi, hendaknya ringan dan mudah dipindah pindah.
Untuk anestesia yang lama, sebaiknya gas gas anestetikanya dihangatkan dan
dilembabkan. Peralatan anestesia yang digunakan ialah sistem Jackson rees modifikasi dari
sistem T dari Ayre, sistem Bain khusus untuk bayi dan anak, dan di Amerika dengan sistem
tertutup khusus bayi.2
Ayres T-piece
Alat ini mempunyai hambatan respirasi yang minimal. Rees telah memodifikasikan
system ini dengan menambah beg berukuran 500ml kepada expiratory limb. Hal ini
menyebabkan ventilasi control dan pengawasan respirasi lebih mudah. Sewaktu pasien
bernafas spontan, aliran udara segar harus mengalir 2 kali lipat minute volumenya untuk
menghilangkan rebreathing.5

Intubasi trakea pada bayi


Pada mereka yang jarang melakukan tindakan ini akan mengalami kesulitan.
Kebanyakkan pekerja menggunakan bilah yang lurus, dan ujungnya diletakkan pada posterior
epiglottis. Tuba dengan diameter internal 2.5 3 mm sesuai bagi neonates. Sepanjang 4
minggu pertama hidupnya, intubasi jaga boleh dilakukan.5
Katup non-rebreathing
Terdapat silinder metal dan silinder plastic yang mengandung 2 katup yang saling
tidak sehala terlekat pada beg reservoir yang kecil.5
Pemantauan
Pernafasan: stetoskop prekordial/ esofagial, tekanan jalan nafas, kadar 02, kadar CO2, nafas
spontan, gerak balon anestesia, dada, warna, ekstremitas.
Sirkulasi: stetoskop prekordial/ esofagus, kaf kecil khusus untuk tensi, oskilometer, langsung
( dengan transducer), CVP umbilical, jugular interna, EKG lead 2.
Suhu: rectal, esofagus, nasofaring.
Perdarahan: isi dalam botol penyedot, menimbang berat kasa berdarah, periksa hematokrit
secara serial.
Air kemih: memperhatikan jumlah urin di dalam kantong urin pada awal dan akhir operasi
dilakukan.2
Monitor
Sukar untuk meraba pulsasi radial dan melihat pernafasan bayi yang kecil, terutama
apabila menggunakan teknik T-piece. Stetoskop harus diletakkan pada perikordium untuk
monitor jantung dengan mendengar bunyi,ritme dan menghitung kadar pernafasan. Stetoskop
esofageal boleh digunakan seandainya stetoskop perikordial tidak praktis digunakan.
Stetoskope yang dilekatkan pada lengan T-piece membantu memonitor respirasi secara
audible. Cara lain yang dapat digunakan adalah menggunakan monitor nadi yang dilekatkan
pada eletrokardiogram. Untuk mengukur tekanan darah, harus dipastikan cuff yang
digunakan sesuai dengan ukuran pasien. Cuff yang terlalu kecil akan memberikan bacaan
yang tinggi dan sebaliknya pada cuff yang besar. Saturasi oksigen dapat diukur dengan
menggunakan oksimetri.5
1. Kehilangan darah dan penggantian

Volume darah pada bayi relative sedikit yaitu 85 ml/kgBB ( 300 ml pada bayi baru
lahir), maka penggantian darah yang hilang sewaktu operasi harus akurat. Pengukuran
kehilangan darah dapat dilakukan dengan pertolongan dari botol penyedot terkalibrasi yang
kecil, pengukuran berat kasa, atau menggunakan metode kolorimetrik. Tranfusi darah boleh
dilakukan dengan menggunakan spuit 20 ml atau tap tiga hala. Penggantian darah hanya
dilakukan bila terjadi perdarahan lebih dari 10%. Darah harus dihangatkan terlebih dahulu
untuk mencegah terjadinya hipotermia.5
2. Keseimbangan cairan
Keseimbangan cairan dan elektrolit preoperasi jarang harus dikoreksi selama 12 jam
pertama hidup bayi namun 0.25 % cairan garam fisiologis dan 5% dekstrose dapat digunakan
untuk bayi tersebut. Nilai haemoglobin, hematokrit dan gula darah bayi harus diketahui
sebelum operasi yang besar. Pada bayi usia lebih 12 jam, koreksi kadar cairan dan elektrolit
yang abnormal sangat penting. Pada waktu operasi, dianjurkan pemberian Ringer Laktat 2
ml/kg/jam. 5
Pada operasi major, yang harus dimonitor adalah nadi, pernafasan, tekanan arteri,
CVP, ECG, suhu, pengeluaran urin, gas darah dan elektrolit. Untuk mendapatkan jumlah
cairan infuse masuk yang akurat, buret harus merupakan sebagian dari set infuse atau dengan
menggunakan pompa infuse.5
3. Kebutuhan kalori
Neonatus membutuhkan energi sebanyak 0.45 MJ/kg/hari supaya dapat tumbuh sehat.
Lemak dan glukosa membekali hampir seluruh kebutuhan kalori yang dibutuhkan bayi.
Namun, diperlukan juga nutrisi dari parenteral seperti asam amino untuk sintesis protein.5
4. Suhu
Bayi baru lahir akan cepat kehilangan panas bila diletakkan di tempat dingin.
Mekanisme pengaliran panas pada bayi premature dan bayi baru lahir beberapa minggu tidak
stabil. Bayi baru lahir mempertahankan panas tubuhnya melalui aktivitas metabolic,
pembakaran lemak coklat, yang mana banyak dijumpai di daerah sekitar ginjal dan punggung
belakang. Lemak ini kaya dengan darah dan saraf -adrenergik dan selnya dibekali dengan
mitokondria. Jumlahnya mungkin kurang pada bayi yang premature atau bayi yang kecil.

Monitor yang ketat harus dilakukan supaya tidak terjadinya kehilangan panas di atas
meja operasi. Karena kepala bayi mempunyai luas permukaan yang lebih besar berbanding
permukaan badan yang lain, maka adalah amat berguna untuk menutup kepala bayi dengan
topi stockinet untuk mengekalkan kenyamanan. Walaupun penggunaan primernya adalah
untuk mencegah kontaminasi bacteria pada luka, namun ia menyediakan insulasi yang
effisien terhadap permukaan yang terdedah tadi.
Transfusi cairan dan darah yang dingin dapat mengakibatkan hipotermia. Panas juga
hilang untuk menyiapkan evaporasi panas laten apabila gas kering dihirup dan cairan hilang
lewat traktus respiratori. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gas humidifikasi yang
hangat. Stress dingin dan hipotermia dapat menyebabkan hipoglikemia. Pada anak yang
usianya lebih tua mungkin dapat terjadi hiperpireksia non maligna. Hal ini terjadi apabila :5

Anak pireksia
Pada kondisi panas
Terlalu banyak kain yang menutupi anak
Inhibisi untuk berpeluh diikuti dengan pemberian atropine sebagai
premedikasi dapat mengganggu kehilangan panas.

Pengakhiran anestesia
Setelah pembedahan selesai, obat anestesia dihentikan pemberiannya. Berikan zat
asam murni 5 15 menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari lendir kalau perlu. 2
Kalau menggunakan pelumpuh otot, netralkan dengan prostigmin (0,04 mg/kg) dan
atropine (0,02mg/kg). Depresi nafas oleh narkotika analgetika netralkan dengan naloksin
0,2 0,4 mg secara titrasi. 2
Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota badan, bergerak
bergerak, mata terbuka, nafas spontan adekuat. Ekstubasi dalam keadaan anestesia ringan,
akan menyebabkan batuk batuk, spasme laring atau bronkus. Ekstubasi dalam keadaan
anestesia dalam digemari karena kurang traumatis. Dikerjakan kalau nafas spontannya
adekuat, keadaan umumnya baik dan diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan pasca
intubasi.2
Perawatan di ruang pulih
Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan ke ruang
pulih. Di sini diawasi seperti di kamar bedah, walaupun kurang intensif dibandingkan
pengawasan sebelumnya.2

Penjagaan yang intensif adalah penting pada neonates. Perhatian yang lebih harus
diberikan pada :5

Suhu sekitar
Makan ; penurunan berat badan sebanyak 44 g/hari/kg dari berat badan lahir

dapat terjadi selama 2 hari pertama hayat bayi.


Asidemia. Sekiranya da harus dikoreksi.
Terapi oksigen. Gagal pernafasan merupakan komplikasi yang sering;

pernafasan harus dibantu sekiranya keadaan membutuhkan.


Jaundis

Criteria untuk keluar dari ruang pulih.12


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sadar dan kooperatif


Kardiovaskular stabil
Oksigenasi baik
Nyeri terkontrol
Bagian operasi tanpa komplikasi
Cairan post operasi dan obat-obat dicatat.

Untuk memindahkan penderita ke ruangan biasa dihitung dulu;2


Skornya menurut Lockhart:
No

Yang dinilai

pergerakan

Nilai

gerak bertujuan

gerak tidak bertujuan

diam

Pernafasan
Teratur, batuk, menangis

Depresi

Perlu dibantu

Warna
Merah muda

Pucat

Sianosis

Tekanan darah

Berubah +/- 20%

Berubah 20% - 30%

Berubah lebih 30%

Kesadaran
Sadar benar benar

Bereaksi

Tidak bereaksi

KOMPLIKASI POST OPERASI


1.
Nyeri post operasi.
Analgesic regional dapat diberikan. Tidak ada obat analgesic rutin dipakai pada
anak. Untuk bayi dengan berat lebih 5 kg, penggunaan kodein fosfat 1 mg/kg sudah
mencukupi namun tidak boleh diberikan secara IV karena ia dapat menyebabkan
penurunan yang cukup besar pada cardiac output. Pada anak yang memakai mesin
ventilator penggunaan petidin 1 mg/kg atau morfin 0.2mg/kg sudah memuaskan. Pada
pasien anak yang usianya lebih tua, dapat diberikan pemberian analgesic narkotik
berdasarkan berat badan.
Muntah setelah operasi.
Insidensnya rendah pada anak usia kurang 3 tahun. Namun punya insidens yang

2.

tinggi apabila menggunakan papaveretum atau hiosin sebagai premedikasi. Insidens


pasien muntah tinggi pada kasus hernia, tonsil dan adenoid serta setelah kateterisasi
jantung.
3.
Kesulitan bernafas pada bayi 5
Asfiksia pada bayi baru lahir.
Koanal atresia. Hampir selalunya di bagian posterior. Jika bilateral, bayi akan

bernafas lewat mulut.


Sindroma Pierre Robin. Mikrognatia, lidah berada di posisi yang salah, mandibula
hipoplastik dengan glossoptosis dan epiglottis yang kecil. Mungkin juga adanya
sumbing pada palatum. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi respirasi

yang mana cenderung untuk menghilang stelah usia 2 tahun. Mungkin dibutuhkan
penjahitan pada lidah sampai ke alveolar ridge dari mendibula untuk melepasakn

obstruksi jalan nafas. Pada kasus ini intubasi sulit dilakukan.


Laringomalasia. Merupakan penyebab yang paling sering pada stridor congenital. Ia
disebabkan oleh perkembangan tidak sempurna dari kartilago laryngeal. Obstruksi
inspirasi terhadap respirasi dapat terjadi setelah struktur flasid masuk ke dalam.
Keadaan ini biasanya mengalami perbaikan setelah usia anak 18 bulan.

Manajemen anestesi pada macam-macam operasi atau kasus5


1. Operasi abdominal
Pada neonatus, relaksasi muskuler tidak memerlukan anestesi yang dalam
maupun relaksan, melainkan pada kasus-kasus tertentu di mana volume viscera yang
besar harus dikembalikan ke rongga peritoneal. Anak yang usianya lebih tua boleh
dianestesi dengan menggunakan nitrogen oksida dan relaksan, siklopropane, ether dan
halotan. Ayres T-piece yang domodifikasi Jackson-Rees juga konvenien untuk
pernafasan spontan mahupun IPPV. 5
2. Hernia diafragmatika
Diagnosis: Tidak lama setelah bayi lahir, bayi mungkin mengalami sianosis, dadanya
pucat, suara pernafasan tidak terdengar dan akhirnya bising usus pada bagian dada
yang terkena juga menghilang (biasanya dada sebelah kiri). X-ray toraks akan
menegakkan diagnosis.

Pada daerah yang terkena kelihatan adanya hipoplasia

pulmoner, mediastinal bergerak dan kompresi pada paru yang sebelahnya. 5


Tindakan awal:

(1)Dilakukan intubasi trakea dan IPPV. Dada tidak boleh di

inflated dengan menggunakan masker wajah karena ia akan menyebabkan udara


mengisi lambung dan usus serta memperburuk derajat kompresi dada.(2) NGT
dipasang untuk mencegah terjadi aeration dari lambung. (3) menghitung dan
memperbaiki asidosis. (4) prevensi hipotermia, dehidrasi dan hipoglikemia. 5
Tindakan perioperatif: Terjadinya masalah fisiologis di manan sebagian neonates
bertukar kepada sirkulasi transisional, dengan penurunan vascular pulmoner,
resistensi

vaskuler pulmoner yang meningkat dan pembukaan kembali duktus

arteriosus serta foramen ovale. Penggunaan tolazoline, 2 mg/kg diberikan secara bolus
diikuti dengan infuse dosis yang sama tiap jam menyelesaikan masalah ini. Relaksasi
muskuler mungkin diperlukan untuk periode yang singkat. Infuse koloid dengan cepat

(contohnya

plasma)

mungkin

diperlukan

untuk

mencegah

terjadi

kolaps

kardiovaskular sewaktu operasi berlangsung. IPPV postoperasi elektif dengan tuba


nasotrakea digunakan pada kasus yang sedang sakit berat. 5
3. Omfalokel
Operasi emergensi diperlukan karena sekiranya lapisan tipis yang menutupi
usus rupture maka akan terjadi peritonitis. Hal ini mungkin terkait dengan sindroma
Beckwith-Wiedemann. Manajemen anestesi untuk kasus ini kurang lebih sama seperti
pada kasus hernia daifragmatika.

Sakus yang intak tadi boleh dirawat secara

konservatif dengan menggunakan cairan antiseptic dan menggantikan dengan sakus


sintetik. Ileus merupakan komplikasi umum yang harus dirawat juga selain harus
mengkoreksi masalah keseimbangan elektrolit dan cairan. Peritonitis dapat
mengakibatkan kematian dan obstruksi intestinal karena terjadi adhesi. Mortalitas
kasus ini sangat tinggi. 5
4. Stenosis pyloric
Penyakit ini merupakan penyakit congenital paling sering yang memerlukan
operasi pada 6 bulan pertama hayat bayi. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki
dan setelah usia bayi 2 minggu. Operasi pyloromyotomy dilakukan oleh Dufour pada
tahun 1908 dan Conrad Ramstedt pada tahun 1911. 5
Tindakan operasi pada kasus ini bukan merupakan prosedur emergensi. 5
Persiapan pre operasi:
Penggantian cairan dan elektrolit merupakan hal yang harus ditekankan.
Terjadinya kehilangan asam lambung yang akan mengakibatkan alkalosis

metabolic dan kadar klorida serum rendah.


Adanya kehilangan natrium dan kalium yang bermakna melalui urin sebagai

usaha untuk mencegah hilangnya ion hydrogen.


Tanda-tanda terjadinya dehidrasi. (1) berat badan turun (1/2-1 kg) (2)oliguria
(3) bibir kering (4) mata cekung (5) depresi fontanel (6) hilangnya elastisitas

kulit.
Hal ini menyebabkan bayi tersebut makin tambah sakit, dehidrasi, alkalosis,

hipokloremik, hiponatremik dan hipokalemik.


Rawatan dapat diberikan infuse intravena, pada mulanya dengan cairan garam
fisiologis dan kalium klorida 20-40mmol/L, sehingga adanya aliran urin
kembali. Kemudian digantikan dengan cairan 0.45% garam fisiologis di dalam
2.5% glukosa dengan kalium klorida 20-40 mmol/L sehingga aliran urin
menjadi normal, dan dilanjutkan dengan 0.18% garam fisiologis di dalam
glukosa 4.3%. aliran infuse yang sesuai adalah pada 2-3 ml/kg/jam. Glukosa
sangat penting untuk mencegah terjadinya hipoglikemia. Operasi tidak boleh

dilakukan selagi belum mencapai kadar klorida minimalnya 90 mmol/L dan

kadar bikarbonat 24-30 mmol/L.


Pembersihan lambung dilakukan tiap satu jam lewat NGT sehingga cairan

yang dibersihkan sudah jernih dan tidak berbau.


Premedikasi: Atropine 0.1-0.2 mg IM.
Teknik anestesi umum:
Pemanasan badan intraoperatif, stetoskop perikordial untuk memonitor
Menggunakan intubasi, inhalasi, induksi intravena mahupun tekanan krikoid.
Intubasi dilakukan dengan ETT berukuran 3 mm atau lebih kecil, dan dibantu
dengan suxamethonium 1-2 mg/kg IV atau 5 mg/kg IM (yang mana akan

bertahan selama 20 menit).


Maintenance dilakukan dengan menggunakan agen inhalasi dan dibantu
dengan penggunaan relaksan maupun IPPV contohnya turbocurarine 0.4
mg/kg atau suxamethonium diberikan secara intermiten dengan dosis

maksimumnya 25 mg.
Ekstubasi dilakukan saat anak sudah sadar.
Memberikan garam fisiologis 0.18% dan glukosa 4.3% sampai anak tersebut
sudah sadar sepenuhnya maupun parsial.
Analgesic post operasi kadang diperlukan, kadang tidak.

Teknik analgesic local. Dosis maksimum lignocaine 0.25% adalah 8 mg/kg digunakan
dengan adrenalin 1-400000. Teknik ini berguna sekiranya tidak ada ahli anestesi yang
kompeten namun hasilnya tidak sebagus anestesi umum.penggunaan ketamin tidak
dianjurkan. 5
5. Fistula trakeo-esofageal dengan atresia esofageal.
Aspirasi makanan dan sekresi akan menyebabkan pneumonia beberapa hari
setelah kelahiran. Operasi merupakan prosedur yang membahayakan dan tidak ada
operasi yang sukses sehingga tahun 1938 apabila Leven dan Ladd melakukan operasi
multistage di USA. Anostomosis esofageal primer pertama kali dilakukan oleh Haight
tahun 1941. 5
Terdapat berbagai variasi anatomis. Yang paling sering ditemukan adalah pada
esofageal bagian atas, terdapatnya fistula yang menghubungkan trakea posterior dan
esogafus bagian bawah. Manajemen anestesi pada kasus ini lebih sukar dijalankan. 5
Anjuran teknik5.
o Premedikasi : atropine 0.15 mg.
o Infusi intravena sudah terpasang sebelum induksi anestesi dilakukan.
o Intubasi dilakukan saat anak tersebut masih sadar.

o Penggunaan agen anestesi : nitrogen oksida-oksigen, pelumpuh otot dan halotan


sekiranya dibutuhkan.
6. Bibir sumbing pada bayi
Kebanyakan dokter bedah bersedia untuk menjalankan operasi bibir sumbing
saat anak berusia kira-kira 10-16 minggu dan 1 tahun untuk operasi palatumnya.
Anak tersebut harus sehat. Penggunaan atropine sendiri sebagai premedikasi sudah
cukup. Induksi dapat dilakukan dengan cara apapun yang sesuai. 5
7. Tumor pada wajah dan leher.

Kistik higromas dan tumor lainnya dapat ditemukan dan menyebabkan


intubasi ETT sulit dilakukan. Jarum Tuophy dimasukkan melalui membrane
krikotiroid dan plastic vinyl yang steril dimasukkan melalui korda tersebut dari arah
bawah supata menumpuk di faring. Tuba polythene dengan panjang tertentu dan
cangkok yang tumpul dimasukkan melalui hidung untuk menarik plastic vinyl tadi
naik dan keluar melalui hidung. Tuba trakea Magill dimasukkan mengelilingi kateter
tadi yang kemudia dicabut. Ketamin dapat digunakan. 5
8. Operasi bedah saraf

Hanya memerlukan anestesi umum yang ringan dan tidak terlampau dalam
dengan menggunakan pipa orotrakea. Halotan merupakan zat yang berguna pada
anak-anak karena respirasi pada anak selalunya quiet namun hipoventilasi harus
dicegah. Penggunaan ketamin berguna pada tindakan diagnostic.
a. Hidrosefalus. Intubasi sukar dilakukan karena bagian dahi yang luas dan besar
menyebabkan visualisasi laring tidak normal.
b. Meningokel. Anestesi harus dilakukan sehati-hati mungkin. Operasi dijalankan

dengan posisi wajah tunduk ke bawah. Intubasi trakea adalah mandatori.


c. Eksplorasi fossa posterior. Pada bayi, IPPV direkomendasikan dengan perhatian
harus diberikan pada penggantian darah yang hilang sewaktu operasi, pencegahan
hilangnya panas dengan abdomen dan kaki dibungkus dan kaki dielevasikan.
Perhitungan tekanan vena sentral (CVP) sangat membantu. 5
9. Sirkumsisi
Dilakukan dengan menggunakan teknik anestesi umum. Intubasi trakea jarang
dibutuhkan namun spasme laring dapat terjadi ; operasi harus dihentikan sebentar dan
anestesi diperdalam. Blok kaudal ( bupivacaine 0.25%, 0.5 mg/kg) dilakukan saat anak
sudah teranestesi, memberikan hasil yang baik bagi analgesic post operasi seperti pada
blok penil. 5

10. Penyakit fibrokistik


Penjagaan yang ekstrem dibutuhkan pada pasien dengan penyakit fibrokistik yang
memerlukan operasi dan dianestesi. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya
akumulasi sekresi cairan paru post operatif. Humidifikasi dan drainase postural adalah
penting. Bronkodilator dan antibiotic dapat diberikan pre operatif.

Intubasi trakea

dilakukan untuk membantu suction bronchial dan infus intravena sudah terpasang
bagi mencegah dehidrasi. Pada kasus ini mungkin terjadi disfungsi hepar. 5
11. Luka bakar
Masalah timbul apabila anak memerlukan anestesi untuk menggantikan perban pada
luka bakar. Anak tidak boleh dipuasakan berlebihan waktu. Administrasi halotan secara
berulang kali adalah amat tidak dianjurkan. Teknik yang mungkin adalah analgesic
neuroleptik, ketamin dan analgesic inhalasi. 5
12. Disautonomi familial
Penyakit ini pertama kali dijelaskan pada tahun 1949. Ini merupakan penyakit
keturunan yang mana menunjukkan keaktifan abnormal pada system parasimpatik
dengan adanya aktivitas system simpatik secara sporadic. Semua agen anestetik dapat
menyebabkan bradikardia dan hipotensi maka penggunaan harus secara hati-hati.
Penggunaan nitrogen oksida dan oksigen biasanya suffisien. 5
13. Sindroma Prader-Willi
Pasien mempunyai karies gigi, hipotonia congenital, retardasi mental, obesitas,
hipogonadisme dan kadang abnormalitas kardiovaskular. 5
14. Pasien diabetes
Diabetes tipe juvenile adalah sangat labil dan memerlukan perhatian khusus pada
waktu operasi. Pada kasus sakit berat, perhitungan keseimbangan elektrolit dan asambasa amat penting. Tujuan anestesi adalah supaya pasien cepat sadar pada akhir operasi
tanpa muntah. 5
15. Anestesi pada asma
Anestesi tidak boleh dilakukan bila terjadi serangan asma. Pada pasien yang
menggunakan terapi steroid jangka panjang, harus diinjeksi dengan hidrokortison pre
operasi. Broncospasme mungkin terjadi saat operasi karena adanya masalah pada ETT
contohnya iritasi. 5
Manajemen anestesi pada operasi spinal
Pendekatan surgical pada spinal adalah melalui jaringan vaskuler dan kehilangan
cairan yang besar. Maka diperlukan jalur intravena yang bagus beserta monitor yang ketat. 5

Skoliosis. Dapat menyebabkan deteriorasi kardiorespiratori jangka pangjang. Kapasitas paru


total dan kapasitas vital, keduanya mengalami penurunan. Ventilasi abnormal boleh
menyebabkan hipoksemia arterial relative. Sewaktu operasi, sangat penting untuk memonitor
ketat kardiovaskular dan repirasi. Anestesi umum dengan penggunaan pelumpuh otot dapat
digunakan. Teknik bangun dari anestesi harus dijelaskan terlebih dahulu pada pasien sebelum
operasi dan dosis rumatan bagi pelumpuh otot dan fentanil harus diperhatikan. 5
Kesimpulan
Anak-anak bukanlah orang dewasa mini dan tidak boleh dinilai atau dipersiapkan seperti
operasi yang sama untuk orang dewasa. Psikologis yang baik dan persiapan preoperative dari
orang tua dan anak akan mencapai periopertive yang lebih baik. Keperluan emosi anak dan
kecemasan dari keluarga perlu diberi perhatian dengan memberikan konsultasi yang terbaik
untuk keberhasilan perioperative.
Daftar pustaka
1. Epidemiology and morbidity of regional anaesthesia, diunduh dari
http://journals.lww.com/co-anesthesiology, 30 September 2010.
2. Muhardi M, Roesli T, Sunatrio S, Ruswan D : Anestesiologi, edisi pertama. Indonesia,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004. Hal 115-123.
3. Dripps RD, Eckenhoff JE, Vandam LD : Introduction to Anaesthesia : The Principles
of Safe Practice, edisi ke-7. Philadelphia, WB Saunders, 1988. Hal 315-334.
4. Basic airway management, diunduh dari www.ceu-emt.com/airway/php, 30
September 2010.
5. Davies NJH, Cashman JN : Lees Synopsis of Anaesthesia, edisi ke-13. Singapore,
Butterworth-Heinemann, 2005. Hal 551-565.
6. Holzman RS, Mancuso RJ, Polaner DM : A Practical Approach to Pediatric
Anesthesia : Ethical and Legal Considerations in Pediatric Anaesthesia, edisi pertama.
Baltimore, Williams-Wilkins, 2008. Hal 71-74.
7. Lynne R.F, General Preoperative Evaluation and Consultative Pediatric Anesthesia, A
Practical Approach to Pediatric Anesthesia, 1st Edition, 2008. Hal:49-58
8. Pediatrics Sedation. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/804045overview. 14 Juli 2010
9. Holzman RS, Mancuso RJ, Polaner DM : A Practical Approach to Pediatric
Anesthesia : Management of General Anesthesia, edisi pertama. Baltimore, WilliamsWilkins, 2008. Hal 110-116.
10. Bissonette B, Dalens BJ. Pediatric Anesthesia: Principles And Practice. McGraw-Hill
Medical Publishing Division. New York.2002:405-413, 483-503
11. Krauss B, Steven MG : Sedation and Analgesia for Procedures in Children. The New
England Journal of Medicine, Massachusets, 2000. Hal 938-944.
12. Henry MM, Thompson JN : Clinical Surgery : Anaesthesi and Pain Control, edisi ke2. Edinburgh, Elsevier Saunders, 2005. Hal 67-85.

Anda mungkin juga menyukai