Anda di halaman 1dari 59

Bab 2 : Jenis- jenis Racun (part 2)

2.5

Oleh Co Ass Fanny Hariadi

Elemen dari investigasi peracunan


Saat menyelidiki kasus kasus peracunan, sangatlah berguna jika kita mengetahui
racunnya saja, namun juga pengetahuan bagaimana penggunaan racun tersebut.

2.5.1

Akses
Pada saat ini, tidak diketahui apa yang terjadi lebih dahulu pada si
peracun. Apakah pengetahuannya tentang racun atau si peracun memiliki
racunnya terlebih dahulu. Bagaimanapun dapat dihipotesis bahwa sepertinya
peracun yang cerdik mencari racun yang dapat memenuhi karakteristik yang ia
inginkan. Maka dari itu kita dapat berasumsi bahwa pengetahuan akan racun
datang terlebih dahulu pada si peracun.

2.5.2

Pengetahuan
Darimanakah informasi tentang toksikologi dapat diperoleh? Criminal
investogator harus mempertimbangkan beberapa sumber yang dapat digunakan si
peracun dalam menyediakan sejumlah informasi untuk perencanaan kejahatannya.

Beberapa sumber informasi tersebut adalah :

1. Latar belakang pendidikan : peracun mendapatkan banyak informasi melalui


pelatihan khusus dalam biologi ,kimia, farmakologi dan pengobatan
2.

Media cetak : kriminal investigator harus melihat akses tersangka dalam


pengadaan buku (baik fiksi maupun non fiksi), buku- buku panduan kimia,
majalah, koran dan bahan lain yang berhubungan dengan racun atau kejahatan
yang berhubungan dnegan racun.
Berikut adalah 3 referensi mengenai racun, dimana referensi ini tersedia dan
dapat dibeli , yaitu :
a.

Assorted Nasties, oleh David Harber, Desert Publications, El Dorado,


AR, 1993

b.

Silent Death, oleh Uncle Fester, Loompanics Unlimited, Port Townsend,


WA,1989, 1997 (2nd ed)

c.

The Poisoners Handbook, by Maxwell Hutchkinson, Loompanics


Unlimited, Port Townsend, WA, 1988

Di internet, semua orang dapat secara mudah mencari panduan yang dijual
yang mencakup sejumlah informasi mengenai racun , cara mendapatkannya,
cara penggunaan, dosis yang mematikan dan dan juga didapat cara
menghindari deteksi dari kejahatan dengan penggunaan racun tersebut.
1.

Media visual : kasus kejahatan dengan pengeracunan biasa menjadi contoh


dalam suatu seni. Penyelidik juga harus mencari akses kepada film atau acara

televisi yang berhubungan dengan racun dan dimana kejahatan peracunan


menjadi bagian didalamnya
2. Tempat kerja : label, panduan, lembar data pengamanan material, atau bahanbahan atau materi yang berhubungan dengan kimi harus diselidiki
3.

Komputer : Sejumlah informasi tersedia bagi para pengguna komputer


melalui internet atau web site yang mendunia dan tersebar luas. Penyelidik
harus memikirkan sejumlah link di komputer yang memberikan informasi
tentang racun atau tindak kejahatan dimana peracunan menjadi bagian.

4.

Dari mulut ke mulut : dari beberapa kasus, dari hasil percakapan dengan
pelaku, diketahui bahwa pelaku mendapat pengetahuan tersebut melalui
pembicaraan tentang racun dan pemakaiannya

2.5.1

Sumber
Setelah peracun mengetahui atau mendapatkan pengetahuan tentang racun yang
dipilih, kemana tempat dimana ia dapat mendapatkan racun

tersebut ?

Penyelidik haris memikirkan tempat- tempat seperti berikut :


1. Laboratorium : tersangka kemungkinan mempunyai akses dengan bahan
kimia yang ditemukan di industri, kedokteran dan fasilitas pendidikan.
2.

Hobi : tersangka dapat mempunyai hobi dimana hobi tersebut dapat


menyediakan substansi racun . Seperti fotografi, pabrik perhiasan, atau
mineralogi.

3. katalog yang undergroud : terdapat individu yang mengkoleksi racun


dan botol racun seperti orang lain yang mempunyai hobi mengkoleksi
pistol atau pisau. Terdapat sedikitnya satu katalog yang tersedia pada
setiap individu yang mengkoleksi racun tersebut seperti JLF, yang
bermarkas di Indiana.
4. Obat langka dan botol kimia : biasanya ini merupakan sumber dari racun
yang biasa dilupakan oleh penyelidik. Mengejutkan bahwa seseorang
dapat mendapatkan botol kimia langka terkadang beserta dengan isinya
yang bersifat mematikan yang masih utuh (racun). Barang ini dapat

diperoleh dari pasar serangga/ pembasmi kutu, pelelangan internet,


pengkoleksi botol.
2.5.3.1

Penjualan bahan kimia langka/ antik menyebabkan masalah modern


Untuk mengurangi insiden atau kejadian toksikologi atau keracunan yang
tidak diinginkan, maka penjualan dan distribusi dari racun, obat-obat lama, bahan
berbahaya dibatasi oleh hukum melalui lisensi khusus. Namun bahan tersebut
terkadang ditemukan pada seseorang tanda lisensi. Di toko barang antik/ langka,
dan pasar yang menjual pembasmi hama di sekeliling kota dan juga melalui
pelelangan di internet, masih ditemukan penjualan dari obat langka/antik dan juga
botol botol kimia yang masih mengandung isinya yaitu racun. Termasuk arsenic,
air raksa ,klorida phenobarbital, sodium florida dan stiknin. Bagaimana seorang
individu mempunyai posesi terhadap botol- botol obat dan botol bahan kimia
yang masih tersimpan bahan- bahan yang berbahaya? Distributor atau penjual
mengatakan bahwa sumber botol- botol tersebut biasanya didapat dari stok lama
di farmasi atau instansi medis. Para penjual ini juga berpikir dan percaya bahwa
kandungan atau isi botol tersebut sudah tidak aktif/ berkhasiat lagi dikarenakan
usia produksinya obat tersebut yang sudah lama. Kepercayaan ini sangat jelas
salah dan berbahaya. Kandungan arsenik walaupun sudah setua usia pembentukan
bumi ini, namun efek racun yang ditimbulkan pada saat ini masih sama dengan
pertama kali terbentuk bermiliar tahun yang lalu.
Gambar 2-10 dan 2-11 menunjukkan beberapa contoh obat yang mempunyai
potensi mematikan dan kimia yang dijual di pelelangan internet seperti botol
racun yang langka atau antik.

2.3.5.2

Masalah terdapatnya Racun yang langka/antik


Racun dengan berbagai nama tetap saja berbahaya. Terdapat 3 area yang
berhubungan dengan dampak toksikologi dari bahan kimia berbahaya yang dijual,
yaitu :
2.3.5.2.1

Racun langka dirumah

Terdapatnya bahan atau substansi racun langka yang berbahaya di rumah dapat menimbulkan
bahaya untuk peracunan karena aksidental atau tidak disengaja dan juga percobaan bunuh diri.
Bila kolektor dari botol antik atau langka mengkoleksi beserta dengan isinya, maka akan
menimbulkan berbagai resiko di rumah. Salah satu kasus yang terjadi yaitu anak laki- laki dari
seorang farmasis, yang pada saat itu mempunyai pikiran untuk bunuh diri. Ia menelan kapsul
yang berisi sodium arsenat dari koleksi botol langka atau anti sang ayah. Dampak psikologi dari
logam berat merugikan si anak seumur hidupnya dan selain psikologi, terdapat pula kerusakan
sistem saraf . Setelah berberapa bulan perawatan di rumah saki, dan juga rehabilitasi, arsenik
menyebabkan neuropati perifer yang tidak bisa pulih secara sempurna. Sang ayah sangat
menyesal telah menyimpan racun tersebut di rumah dan tersedia saat anak laki-lakinya dalam
tekanan emosional.

2.3.5.2.1
Usaha mendapatkan Racun yang berhubungan dengan pembunuhan atau
maksaud pengerusakan.
Hal tersebut selalu menjadi perhatian personil penegak
hukum dan sosial dimana keberadaan racun yang berpotensi untuk
pembunuhan dan penghancuran di kontrol secara hati- hati.
Penjualan substansi tersebut harus secara jelas di dokumentasikan
atau dicatat. Salah satunya dengan cara mengirimkan bukti
kepemilikian harus selalu dilakukan. Oleh hukum, farmasi
diwajibkan untuk mengurus poison register (pendaftaran ttg
racun) untuk merekam atau mencatat penjualan dari semua bahan
yang beracun. Pencatatan penjualan tersebut meliputi tanggal
pembelian, nama pembeli, alamat pembeli, racun yang dijual,
jumlah yang dijual, dan kegunaan atau tujuan penggunaan.
Penjualan substansi beracun tanpa surat bukti dapat membiarkan
para

peracun

yang

bermaksud

membunuh

atau

merusak

mendapatkan senjata kimia tanpa jejak.


2.5.3.2.3

Pembuangan dari Extremely Hazardous Substance ( substansi zat


berbahaya yang sudah lama) yang tidak benar

Sesuai dengan bab III dari hukum superfund Amendment


Reauthorization [P.L.99 -499], adalah ilegal bagi seorang individu
atau perusahaan untuk membuang Extremely Hazardous Substance
(EHS) dengan sembarangan dan atau tidak dengan tepat dan tidak
sesuai dengan panduan dari ketetapan daerah dan negara. Biasanya
sebagian besar perusahaan yang baik akan mengadakan kontrak
atau

menggunakan

perusahaan

pembuangan

racun

yang

mempunyai lisensi untuk membuang dan menghilangkan dari


bahan beracun yang sudah tidak diinginkan/ tidak digunakan.
Menjadi catatan penting, bahwa walaupun suatu perusahaan telah
menggunakan pelayanan perusahaan pembuang bahan toksik
tersebut , si pemilik perusahaan tetap bertanggung jawab penuh
terhadap resiko pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari bahan
beracun tersebut.
Penting bagi para farmasi, dokter dan ahli kesehatan lain
untuk menyadai bahwa menjual substansi kimia yang sudah lama
kepada seseorang merupakan hal yang tidak sesuai dengan
panduan yang berlaku dan ahli kesehatan akan bertanggung jawab
penuh atas pelanggaaran dan masalah yang berhubungan dengan
keracunan yang mungkin terjadi. Pembuangan substansi berbahaya
di lingkungan sekitar dan pembuangan dengan segala cara yang
dapat mengkontaminasi tanah dan air di lingkungan bersifat ilegal.
2.5.3.3

Penyelesaian
Penyelesaian untuk menjaga agar kimia yang beracun tidak jatuh secara
sembarangan pada kalayak umum sangat sederhana. Botol antik / langka yang
masih menandung atau berisi bahan berbahaya tidak boleh dijual. Bahan
berbahaya harus dihilangkan dan dibuang dengan cara yang sesuai dengan
panduan legal di negara dan daerah. Harus terdapat catatan /record yang lengkap
mengenai cara pembuangan bahan kimia yang tepat. Ahli penegak hukum dan

kesehatan harus tetap waspada akan penjualan bahan kimia tersebut kepada
seseorang yang tidak mempunyai lisensi dan juga harus menegaskan kepada para
penjual akan bahayanya tindakan mereka. Para penjual yang menolak untuk
menarik bahan beracun dari penjualan harus dilaporkan kepada lembaga obat dan
makanan, komisi perlindungan konsumen dan badan perlindungan lingkungan.
2.6

Referensi
Deichman WB, Henschler D, Keil G: What is there that is not poison? A study of
theThird Defense by Paracelsus. Arch Toxicol 1986;58:207213.
Latham PM: htty://www.brainyquote.com/quotes/quotes/p/peterlatha204591.html
Meloy JR, McEllistrem JE: Bombing and psychopathy: an investigative review. J
Forensic Sci 1998;43(3):556562.
Poisoning

by

an

illegally

imported

Chinese

rodenticide

containing

Tetramethylenedisulfotetramine New York City, 2002. MMWR Weekly


2003;52(10):199201.
The Sloane-Dorland Annotated Medical-Legal Dictionary. West Publishing, New York,
1987.
Stedmans Medical Dictionary, 26th ed. Williams & Wilkins, Baltimore, MD, 1995. 46
Criminal Poisoning
Taylor AS: On Poisons in Relation to Medical Jurisprudence and Medicine, 2nd ed. John
Churchill, London, 1859.
Watkins v National Elec. Products Corp., C.C.A. Pa., 165, F.2d 980, 982.
2.7

Bacaan yang disarankan


Dart RC, Caravati EM, McGuigan MA, et al: Medical Toxicology, 3rd ed. Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia, 2004.
Farrell M: Poisons and Poisoners: An Encyclopedia of Homicidal Poisonings. Robert
Hale, London, 1992.
Ferner RF: Forensic Pharmacology: Medicines, Mayhem, and Malpractice. Oxford
University Press, New York, 1996.

Ford MD, Delaney KA, Ling LJ, et al: Clinical Toxicology. W.B. Saunders,
Philadelphia,2001.
Goldfrank LR, Flomenbaum NE, Lewin NA, et al. Goldfranks Toxicologic Emergencies,
7th ed. McGraw-Hill, New York, 2002.
Haddad LM, Shannon MW, Winchester JF: Clinical Management of Poisoning and Drug
Overdose, 3rd ed. W.B. Saunders, Philadelphia, 1998.
Thompson CJS: Poison Mysteries in History, Romance and Crime. J.B. Lippincott,
Philadelphia, 1924.

Bab 3. Pelaku Peracunan


Ketika anda menyadari apa yang menyebabkan wanita harus
meracuni suami mereka. Ini adalah sebuah bayangan, dan tidaklah ini telah
dilakukan.(Frank McKinney Kin Hubbard,
http:en.thinkexist.com/quotation/when_you_consider_what_a_chance ).
Seperti yang dinyatakan di dalam kata pengantar pada diskusi ini,
pelaku peracunan sudah meninggalkan misteri selama berabad-abad.
Marilah kita menguji apa yang kita ketahui tentang pelaku peracunan
sebagai satu pelanggaran, dan apa yang kita pikirkan dan pahami tentang
pelaku peracunan.
3.1. JENIS DARI PELAKU PERACUNAN
Salah satu cara untuk melihat motivasi seorang pelaku peracunan
adalah dengan mempelajari bagaimana seorang korban dipilih : beberapa
pelaku memilih suatu individu yang spesifik, sedangkan yang lain memilih
seseorang secara acak. Alasan dari kedua jenis pelaku peracunan ini sangat
berbeda
Saya telah mengembangkan metode dari klasifikasi pelaku
peracunan berdasarkan kekhususan korban dan keterlibatan tingkat
perencanaan. Ada dua kelompok utama: yang pertama memilih korban yang
spesifik dan yang kedua memilih korban secara acak (lihat Fig. 3-1). Masingmasing kelompok mempunyai dua sub kelompok berdasarkan pada
kecepatan dan rencana pelaksanaanya.
3.1.1. Jenis S: Target Korban Spesifik

Alasan untuk Jenis kelompok S yaitu uang, tersisihkan, kecemburuan,


balas dendam, dan ambisi politis
3.1.1.1. Bagian jenis S : Rencana Peracunan Dilakukan Secara Lambat Dan
Hati-Hati Dalam
Memilih Racun
Satu contoh dari Jenis bagian S : Pelaku seperti seorang wanita yang
marah dengan suaminya lalu ia pergi ke perpustakaan, membaca mengenai
keterangan sebuah racun yang spesifik, bagaimana carfa mendapatkan zat
kimia tersebut , dan memutuskan cara yang paling baik untuk membunuh
korban. Tipe S/S = Spesifik /Slow.
3.1.1.2. Bagian Jenis Q: Perencanaan Peracunan Dengan Cepat
Sebuah kejahatan dilakukan oleh seseorang pada bagian Q dilakukan
secara spontan dengan memilih racun sebagai senjata. Satu contoh dari
jenis ini pelaku adalah seorang wanita yang marah kepada suaminya lalu
dengan cepat ia mengambil sebuah kaleng herbisida dari tempat
penyimpanan dan menaruhnya pada beberapa makanannya sambil
mempersiapkan hidangan tersebut . Tipe S/Q =Specific/Quick.
3.1.2. Jenis R : Target Korban Secara acak
Alasan-alasan untuk Type R yaitu ego, keinginan untuk merusak ,
kebosanan, dan sadisme.
3.1.2.1.Bagian jenis S: Perencanaan Peracunan secara lambat dengan
Memilih Racun Secara
Hati-Hati
Satu contoh dari Jenis bagian S : Pelaku peracunan yang bermaksud
untuk memeras sebuah industri dengan cara memcampurkannya dalam
makanan atau obat dengan racun yang sudah dipilih dan dengan sangat
hati-hati. Terosis masuk dalam golongan ini. Jenis R/S =Random/Slow.
3.1.2.2. Bagian Jenis Q: Peracunan Dilakukan Dengan Cepat
Suatu kejahatan yang dilakukan oleh seseorang pada Subgroup Q
dilakukan secara spontan dengan memilih racun sebagai senjata. Satu
contoh dari jenis ini pelaku adalah seorang karyawan yang tersinggung
dengan atasanya lalu dengan cepat ia mengambil suatu zat beracun dan
mencampurkannya pada beberapa produk konsumsi (-eg., makanan,
obat/racun, kosmetika) yang dapat diakses oleh pelaku. Ketik R/Q =
Random/Quick.
Meskipun kita sudah dapat berpikir untuk menggolongkan pelaku
peracun, kita juga harus mengingat dan memperhatikan penyamaran dari
pelaku peracun. Di dalam situasi ini, pelaku berpenampilan seperti tipe R
tetapi pada kenyataannya adalah Type S. Sebagai contoh tipe pelaku
peracunan ini adalah seseorang yang ingin meracuni suami atau isterinya
dengan obat yang biasa digunakan dan ditempatkan pada tempat yang
sama didalam sebuah toko yang biasa ia kunjungi untuk membeli obat

sehingga membuat kematian korban terlihat sepeti acak. Terdapat berbagai


macam kasus yang tercacat pada tipe ini dan berhasil dilakukan, berikut ini
dalah daftar kronologi, diantaranya yaitu :

Christiana Edmunds (Brigton, UK, 1871) : coklat-coklat beracun


didalam sebuah toko pembuat gulali dengan strychinn, dan salah satu
anak yang masih lugu menjadi korban acak. Sasaran khususnya adalah
isteri yang telah merebut laki-laki yang paling ia sayangi.

Ronal Clark OBryan (pasadena, texas, 1974) permen hallowen


beracun dengan Cyanide (sianida). Anak laki-lakinya, yang ia bunuh
untuk mengumpulkan premi asuransi hidup, merupakan korban
dengan tujuan khusus ia juga telah dihukum 3 percobaan pembunuhan
pada anak-anak tetangga yang lainnya. Meracuni anak-anak yang lain
telah menjadi bagian rencananya untuk membuat kejahatannya
terlihat seperti tindakan orang gila.

Stella Maudine Mickeil (Auburn, Washington, 1986) : kapsul-kapsul


excedrin beracun dengan sianida untuk menutupi pembunuhan secara
khusus suaminya untuk sebuah asuransi keuangan. Salah satu korban
acak meninggal.
Joseph Meling (tumwater, washington, 1991) : kapsul-kapsul sudafed
12 jam dengan sianida untuk menutupi percobaan pembunuhan secara
khusus pada isterinya. Satu korban acak meninggal.
Paul Aqutter (Athelstane Fold, Scohand 1994) : racun berbentuk cair
yang dicampur dengan Atropine untuk menutupi percobaan
pembunuhan isterinya. 8
korban menderita disebabkan oleh
intoksikasi atropine sebagai hasil kejahatannya, tetapi diantara
mereka tidak ada yang mati.
Para penyidik harus selalu mengingat dari kasus-kasus ini, selalu
menjadi pertanyaan apakah satu produk yang nyata tersebut sebenarnya
menjadi usaha untuk menutupi pembunuhan khusus ini.
3.2. KESALAHPAHAMAN TENTANG PELAKU PERACUNAN
Ini penting untuk diluruskan beberapa mitos umum tentang racun
dan pelaku peracunan yang ada didalam pikiran masyarakat umum.
Diantara mitos-mitos ini bahwa kebanyakan pelaku peracunan adalah
wanita. Pada keadaan yang sebenarnya, mayoritas pelaku peracunan yang
telah terbukti adalah pria. Kata-kata sudah terbukti sangat penting. Ini
dapat menimbulkan satu spekulasi bahwa wanita adalah yang paling berhasil
meloloskan diri dari deteksi. Pastinya mereka mempunyai satu kesempatan
yang besar untuk melanggar Zona perlindungan sang korban, yaitu tipe
wanita yang mempedulikan orang sakit, mempersiapkan makanan dan
membersihkan rumah.
Mitos umum yang lainnya adalah bahwa setiap racun memiliki
sebuah penangkal racun darurat. (perlu ditekankan disini bahwa kata yang

pantas untuk tipe obat ini adalah antidote bukan anekdot yang terkadang
digunakan secara keliru). Dalam kenyataannya sekarang ini hanya terdapat
5 obat-obatan yang telah diakui oleh badan pemerintahan yang menangani
obat dan makanan yang dapat membuat perubahan antara hidup atau mati
dalam keracunan darurat. Antidote atropine (insektisida organofosfat, nerve
agent ). Antidote sianida (intoksikasi sianida), epinehrine (untuk alergi
kejutan), naloxone (untuk opiat dan narkotik) dan oxygen (untuk korban
monoksida) .
Mitos terakhir, dan pertanyaan yang sering ditanyakan : apakah ada
sebuah racun yang sempurna yang tidak dapat dideteksi? Jawabannya bisa
ya atau tidak, tergantung pada bagaimana cara menjelaskannya kata tidak
dapat dideteksi . Jawabannya seharusnya tidak, jika kita mengingat bahwa
tidak ada zat kimia yang tidak dapat terdeteksi, bagaimana cara
mengetahui keberadaanya?, jika sudah memiliki nama, seseorang
seharusnya telah mendeteksi paling tidak 1 untuk menamakannya. Dan
oleh sebab itu, segala sesuatu yang mempunyai nama secara teoritis dapat
terdeteksi. Seandainya, bila jawaban ya itu berarti tidak terdeteksiini
adalah sebuah kesempatan bahwa racun akan secara rutin terlihat pada
analisis tosikologi sederhana. Jika racun telah dicurigai, dan para ahli analisis
telah memberikan garis-garis petunjuk secara jelas, hampir setiap zat kimia
dapat diidentifikasi. Bagaimanapun, jika tidak terdapat garis-garis petunjuk
untuk membantu mereka, ini lebih seperti mencari sebuah jarum
ditumpukan jerami. Jika zat kimia tidak dapat tersaring pada panel zat
kimia , itu akan seperti tak terdeteksi. Permasalahannya adalah bukan
pada kesempurnaan sebuah racun, tetapi ketidaksempurnaan proses analisa.
Disini seharusnya ditekankan bahwa penyaringan toksikologi negatif
bukan berarti tidak terdapat racun didalam spesimen, tetapi ini untuk
racun yang bila dites secara rutin untuk dianalisa dan hasilnya tidak ada.
Yang lainnya,yaitu pencampuran racun yang hebat membuat sisanya tidak
dapat terdeteksi.
3.3. SKEMA PELAKU PERACUNAN
Untuk penegak hukum mempunyai sebuah kesempatan yang lebih
besar untuk menyelesaikan kasus pembuhan mengunakan racun, ini penting
untuk dimengerti bahwa seorang individu akan memilih senjata tipe ini
(racun) daripada senjata-senjata tradisional seperti sebuah pistol, pisau,
tongkat, pemukul atau tali. Untuk memahami motif dibelakang penggunaan
pemilihan racun dan untuk mengembangkan sebuah analisis penyelidikan
kriminal (terkadang mengacu kepada profil psikologis pelaku), pada tipe
pelanggaran ini, para penyidik kejahatan harus menyelesaikan dengan
cermat rencana penyelidikan dari pelaku peracunan yang telah dihukum, dan
mencari pengunaan bahan yang sesuai dengan latar belakang dan
kebiasaannya. Seperti sebuah penelitian yang menghasilkan nilai yang luas
dalam panduan para penyelidik pembunuhan dalam tugasnya.Pada saat ini
saya dan sahabat saya sudah lebih dulu mendesain tingkatan-tingkatan

sebuah rencana penyelesaian penelitian yang membahas secara kritis para


pelaku peracunan yang memiliki kepribadian psikopath.Fig. 3-2 summarizes
these characteristics.

Bagaimanapun seseorang dapat membuat beberapa hipotesis mengenai tipe


individu ini, menguji kepribadian dengan cara melibatkan kasus yang sudah
muncul dan telah dihukum. Terdapat pengunaan komponen yang sama
antara jenis racun dengan pelaku peracunan. Pelaku peracunan sebagian
besar licik, serakah akan harta, pengecut (secara fisik dan non konfrontansi
secara mental), seperti anak-anak dalam fantasi mereka dan sedikit memiliki
jiwa seni
(artinya mereka dapat mendesain perencanaan untuk
pembunuhan yang detil seperti mereka akan menuliskan naskah cerita untuk
sebuah drama).
Jika dilihat salah satu pada setiap karakteristik dalam standar
referensi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke
empat (American Physicology Association, 2000) dalam bab penyimpangan
kepribadian, dalam kelompok , A,B, dan C, salah satunya akan ditemukan
karakteristik-karakteristik yang terlihat sangat pas dengan hipotesis pelaku
peracunan. Kepribadian pelaku peracunan khususnya berhubungan dengan
kelompok B diketahui sebagai penyimpangan kepribadian narsisme ,
karakteristik tersebut termasuk karakteristik gradiose sense of self
importance ( bohong tentang peghargaan ), Sebuah kepercayaan bahwa
seseorang adalah special dan unik, sense of enteltement (mengharapkan
perlakuan yang lebih dari pada yang lain), sebuah kebutuhan mengambil
keuntungan dari orang lain tanpa mengharapkan timbal balik, serta
kurangnya empati (tanpa adanya pengetahuan membutuhkan orang lain),
sebuah perasaan cemburu terhadap orang lain, kearoganan / sombong,
kebiasaan atau sikap, sebuah khayalan yang mengasikkan dari diri sendiri
(popularitas, kekayaan, prestasi), sebuah persyaratan untuk kekaguman
yang berlebihan, dan sebuah pemerasan antar hubungan dengan orang lain
(menggunakan seseorang untuk mencapai tujuan).
Mengapa para pelaku pembunuhan yang memakai racun memilih
racun sebagai senjata untuk mencapai tujuannya? Salah satu alasan
utamanya adalah bahwa hal ini mungkin sebuah kesempatan yang sangat
bagus untuk meloloskan diri dari kejahatan. Alasan yang lainnya adalah fakta
bahwa sebuah racun menyelesaikan masalah tanpa kontak secara fisik,
dengan sang korban. Pelaku peracunan sebenarnya seorang yang pengecut,
atau salah satunya dapat dikatakan mempunyai pemikiran yang buruk
(Incorrigible Child) dalam dirinya sendiri. Ini merupakan sebuah kombinasi
yang sangat membahayakan. Jika semua seperti ini, pelaku peracunan lakilaki yang telah mencoba dan telah dihukum, salah satunya akan terlihat
bahwa mereka akan lebih cenderung setuju dengan konflik dalam sebuah
sikap dan bukan dalam bentuk kontak secara fisik.

3.4. PROSES BERPIKIR DARI PELAKU PERACUNAN


Apakah yang terpintas dalam benak pelaku peracunan pria atau
wanita yang sedang merencanakan kejahatannya? Tentu saja penyebabnya
ialah prilakunya. Memaksakan kehendak adalah sebuah motif, atau terpaksa
menyisihkan seseorang yang ada diantara pelaku dan tujuannya. Yang
kedua pelaku peracunan menyadari bahwa ia harus memikirkan rencana
untuk dapat mengakses keduanya yaitu pengetahuan tentang racun dan
racun itu sendiri, yang berarti melakukan kejahatan. Pelaku peracunan juga
menyadari bahwa ia harus mengenal perilaku dan kebiasaan korban yang
bertujuan untuk mempunyai akses pada sasaran, atau mencari kesempatan
untuk melakukan kejahatan . Akhirnya, pelaku peracunan percaya bahwa ia
(pria/wanita) dapat meloloskan diri dari deteksi dan yakin bahwa tidak
terdapat saksi mata, dari seluruh aspek kejahatan, dan mempunyai jarak
yang cukup antara kejahatan dengan dia, dan tanpa ada bukti-bukti yang
tertinggal. Meskipun pelaku dapat mengendalikan hampir semua aspekaspek kejahatan ini, tetapi ia tidak dapat mengatur autopsi, analisa test
mengenai racun, dan kemungkinkan menggali kuburan kembali.
3.5 PROFIL PSIKOLOGI PELAKU PERACUNAN
Didalam kepribadian pelaku, penyidik mungkin akan menemukan
beberapa sifat berikut: suatu tantangan yang absolut dari kekuasaan
menurut undang-undang; suatu penolakan untuk menerima setiap dasar
moral seumur hidupnya; melakukan pembunuhan dengan tujuan untuk
mencapai keuntungan secara emosional atau material ; kehidupan
pernikahan yang gagal pada si pelaku, kehidupan masa kecil yang dialami
pelaku telah dirusak oleh kedua orang tuanya atau dibesakan di dalam
sebuah keluarga yang kurang bahagia; suatu kecenderungan yang
mengakibatkan sang korban tidak mempunyai perasaan, sebuah kehidupan
yang abnormal bersama isteri, anak-anak, atau rumah tangga; . Sebuah
perasaan bahwa ia telah gagal membuat kesan apapun dalam kehidupannya
, kecenderungan untuk menjadi seorang pemimpi dan berkhayal, memiliki
sedikit jiwa seni, mungkin memiliki hubungan-hubungan dengan dunia medis
sebagai seorang ahli fisik, perawat, ahli farmasi, dokter gigi, pekerja
perawatan kesehatan lainnya atau pekerja laboraturium yang mengetahui
tentang zat-zat kimiawi, dia yakin bahwa segala kejahatanya tidak mungkin
diketahui oleh orang lain karena dalam pemikirannya dia sudah sangat teliti
dalam melakukan kejahatan (Glaister, 1954;Rowland, 1960).
Kadang terlihat sifat kekanak-kanakan dan ketidakmatangan serta
tidak tahu tujuan hidupnya sendiri, seorang pemimpi, cenderung romantis.
Sesuatu yang tampak disembunyikan dalam jiwa pelaku dan , mereka tidak
pernah menjadi dewasa. Kemudian mereka mencoba untuk membuat dunia
mematuhi keinginannya dengan cara curang dan mencuri serta menolak
untuk mengembalikannya. Sejauh ini motif dari pelaku peracunan adalah
untuk membunuh, hal ini tidak banyak berbeda dengan pembunuhan tipe

yang lainnya, hal yang lainnya biasanya seputar masalah uang ( asuransi ),
menyingkirkan penghalang dari tujuannya, cemburu (cinta segitiga), balas
dendam ( membayar seseorang), sadisme (membuat seseorang menderita),
penghukuman (motif politik seperti pembunuh bayaran atau terorisme),
kebosanan ( menginginkan kesenangan dengan melanggar hukum), dan ego.
3.6. PERSSEPSI PUBLIK MENGENAI PELAKU PERACUNAN
Ketika seseorang melihat bagaimana publik memandang seorang
pelaku peracunan , seringkali terdapat sejenis daya tarik yang abnormal
dengan jenis kejahatan ini. Secara umum publik memiliki kebencian yang
khusus pada sifat jahat pelaku. Publik percaya bahwa racun adalah sebuah
senjata yang menakutkan karena dapat memperpanjang penderitaan
korban. Publik membenci pelaku karena tidak memiliki rasa belas kasihan.
3.7. TOXICOMANIAC
Sebuah kondisi mental yang sangat jarang adalah racun mania.
Seorang individu yang mempunyai maniac racun menggangu dengan racun,
seperti seseorang dengan pyromania adalah menganggu dengan api. Para
maniac racun menikmati kekuatan perasaan mereka dengan racun sebagai
senjata mereka. Suatu contoh dari kondisi ini adalah Orang Inggris pada
kasus Graham Frederick Young, yang telah dibahas pada Bab 1, sejak usia 11
tahun terobsesi dengan racun, pada percobaanya menyebabkan beberapa
kematian pada saudaranya dan teman teman kerjanya dengan berbagai
macam jenis racun. Ia memperlakukan korban- korbannya bukan seperti
manusia, tetapi seolah-olah mereka adalah tikus dalam studi toksikologi.
Buku Pedoman film 1995 di Inggris The Young Poisoner, sebuah komedi
gelap,beridasarkan pada hidup Young sebagai pelaku peracunan;
bagaimanapun itu tidak mungkin, kebanyakan para penyidik pembunuhan
akan menemukan film humor tersebut.
3.8. PEMBUNUHAN SECARA MEDIS
Pelaku peracunan dapat ditemukan di dalam sistem perawatan
kesehatan, meskipun ini mengejutkan bahwa seseorang yang sudah
bersumpah pada standar keprofesionalan mereka (contoh : pada sumpah
hipokrates) dapat menjadi pembunuh berdarah dingin bagi pasien mereka.
Pembunuhan mereka kadang ditutupi oleh fakta dengan cara menerangkan
kematian korban karena sakit yang serius atau orang tersebut sudah tua.
Banyak terdapat kasus dari dokter dan perawat yang menjadi pembunuh
berseri untuk beberapa kasus yang berbeda. Beberapa untuk menciptakan
suatu keadaan yang gawat dan supaya mereka dianggap sebagai seorang
pahlawan yang berusaha menyelamatkan nyawa pasien (contoh: Genene

Jones, RN). Untuk yang lainnya mempertunjukkan "kekuatan " dengan


mempermainkan hidup dan mati seseorang (contoh : Mikhael Swango,MD).
Adanya motivasi pembunuhn ini karena keuntungan keuangan (e.g.,Harold
Shipman, MILIDARCY).
3.9. ANAK - ANAK SEBAGAI PELAKU PERACUNAN
Sebuah perhatian yang besar adalah banyaknya sejumlah anak-anak
yang telah dilibatkan dalam peristiwa kejahatan ini. Sebuah analisa dari
1026 kasus di dalam "Database Peracun" terungkap bahwa antara tahun
1838 dan 2005, ada 41 kasus yang terbukti bersalah adalah anak dibawah
umur, 27 (66%) dari kasus telah berlangsung sejak tahun 2000. Korban
dengan tujuan tertentu pada peristiwa ini sekitar : 17 (42%) guru, 5 (12%)
teman sekelas, 4 (10%) anggota keluarga, 3 (7%) karyawan, 3 (7%) . lain,
dan 9 (22%) yang tak dikenal. Contoh tindakan ini adalah dengan
menambahkan campuran kimia pembersih lantai pada kopi guru atau
termos, produk-produk tepung dibuat dengan coklat pencuci perut dan
menambahkan racun tikus pada makan siang teman sekelas.
Kebanyakan kejadian ini mungkin dimaksudkan sebagai suatu senda
gurau , dan memperlihatkan kenaifan pelaku, kebanyakan pelaku seringkali
menggunakan zat kimia yang bukan berasal dari penelitian racun dalam
suatu dosis yang akut (e.g., unsur pokok pembersih, atau rodentisida yang
mengandung anti pembeku darah warfarin atau "superwarfarin"
brodifacoum). Bagaimanapun pelaku tidak akan menyadari dampak dari
tindakan mereka.
Pada tanggal 13 Oktober 1983, pemerintah federal mengeluarkan
anti kejahatan federal ( hokum public hal 98-127 ) yang dilengkapi dengan
hukum kejahatan pidana berat untuk kejahatan dengan atau mengancam
merusakkan setiap produk yang tertutupi oleh makanan,obat/racun dan
kosmetik,. Para pelaku yang digolongkan kedalam undang-undang ini adalah
mereka yang beranggapan sembrono dan tidak menghiraukan resiko bahwa
orang lain akan berada dalam keadaan yang memyebabkan kematian atau
cidera fisik dibawah keadaan yang berlebihan dengan perbedaan berbagai
resiko. Merusakkan setiap produk konsumsi akan mempengaruhi
perdagangan asing atau antar negara bagian, atau label , untuk setiap
produk,
atau usaha-usaha untuk melakukannya." Ada juga yang
menyatakan hukum mengenai pengrusakkan produk-produk, yang akan
menentukan apakah tindakan itu sebagai suatu pelanggaran hukum ringan
atau kejahatan pidana. Satu contoh seperti persyaratan hukum dibawah ini :
Merusakkan suatu produk konsumsi dalam derajat dua:
Seorang yang bersalah merusakkan suatu produk konsumsi dalam
derajat dua, dan tidak mempunyai hak untuk melakukannya maupun

berbagai alasan dasar untuk percaya bahwa ia mempunyai hak seperti itu,
dan dengan tujuan untuk menyebabkan luka secara fisik kepada orang lain
atau dengan tujuan untuk membuat takut orang lain bahwa ia dapat
menyebabkan luka secara fisik seperti, merubah suatu produk ,
mencemarkan, atau jika tidak mencemari produk konsumsi. Merusakkan
suatu produk konsumsi di dalam derajat dua adalah termasuk kelas A yaitu
pelanggaran hukum ringan.
Merusakkan suatu produk konsumsi dalam derajat pertama:
Seorang yang bersalah atas pengrusakkan suatu produk konsumsi
dalam derajat pertama, adalah ketika ia tidak mempunyai hak untuk
melakukannya atau apapun alasan dasarnya untuk mempercayai bahwa ia
mempunyai hak seperti itu, dan dengan tujuan untuk menyebabkan luka
secara fisik kepada orang lain atau dengan tujuan untuk membuat takut
orang lain dan ia akan menyebabkan luka secara fisik seperti, merubah,
mencemarkan, atau jika tidak mencemari suatu produk konsumsi dengan
demikian menciptakan suatu resiko besar dan serius pada luka fisik kepada
satu orang atau lebih. Merusakkan suatu produk konsumsi dalam derajat
pertama adalah suatu kejahatan pidana kelas E.
Seorang hakim atau juri akan memutuskan apakah kejahatan itu
lebih pantas masuk dalam derajat pelanggaran hukum ringan atau
kejahatan pidana, berdasarkan dari tujuan pelaku dan "bahaya potensial"
pada korban yang ditimbulkan oleh racun tersebut. Penyidik dan pengacara
dihadapkan pada jenis kasus pengrusakkan dan harus dilihat status lokal
untuk memutuskan cara koreksi yang paling baik untuk diproses.
3.10. TERORIS SEBAGAI PELAKU PERACUNAN
Tentu saja sejak serangan 9 september, membuat dunia menjadi
sadar tentang peran para teroris yang sudah menyebabkan banyak kematian
di seluruh dunia. Peralatan teroris mempunyai banyak bahan peledak dan
meriam, tetapi racun juga terdapat didalam persenjataan mereka. Ada
banyak contoh dari kelompok radikal yang sudah ditemukan tidak hanya
pengetahuan tentang caranya menggunakan racun, tetapi juga racun-racun
sebenarnya. Beberapa contoh kelompok ini dan racun-racun yang mereka
digunakan di dalam serangan-serangan mereka:

Perintah rising sun chicago, ilinois, 1972 : typhoid


Faksi angkatan bersenjata merah, paris perancis : botulinus toxim
Komuni rajneesh, the dalles, oreon, 1986 : salmonella
Dewan patriot minnesota, 1992, ricin
Surat anthrax, washington, DC, 2001 : anthrax

3.11. ANALISIS STATISTIK PEMBUNUHAN BERACUN


Dalam percobaan untuk membuka beberapa keterangan pelaku
peracunan, saya sudah mengumpulkan dan menganalisa 1026 kasus yang
telah didokumentasikan dan diketahui kejahatannya dan pelakunya telah
dihukum. 51% meningkat dari 679 kasus dipelajari dalam edisi sebelumnya.
Sejauh ini distribusi geografis kasus-kasus yang teranalisa, hampir
berasal dari Amerika Serikat ( 404 (39%) ) dan di inggris ( 255 (25%) ), tetapi
sejumlah kasus berasal dari beberapa berbagai negara-negara.
3.11.1. Racun Yang paling Umum Digunakan
Seperti dapat dilihat pada Fig. 3-4, racun-racun paling umum
digunakan ada tiga terdiri dari : 265 (26%) kasus menggunakan arsenik, 83
(8%) kasus menggunakan sianida, dan 63 (6%) kasus menggunakan
strychnine. Ketiga racun-racun ini dilibatkan dalam 411 (40%) kasus dari
1026 kasus peracunan yang sudah dianalisa.
3.11.2. Latar belakang Pelaku Peracunan
Sebuah Analisa menunjukkan bahwa dalam 709 (69%) kasus
mayoritas, pelaku datang dari masyarakat umum yaitu, warga negara asli.
3.11.3. Jenis kelamin Peracun
Mayoritas pelaku yang ditemukan adalah pria dalam 466 (45%)
kasus; 400 wanita mewakili 39% dari kasus-kasus. Analisa seharusnya dapat
dilihat dengan penegakan hukum bahwa di 16% (160) dari kasus-kasus, jenis
kelamin dari pelaku yang tidak dikenal, dan kasus-kasus ini hanya mewakili
bebrapa peristiwa yang terungkap. Bisa jadi, bahwa wanita lebih sukses
melakukan kejahatan tanpa diketahui kejahatannya (lihat Fig. 3-6).
3.11.4. Jumlah Korban
Dalam 420 (41%) dari kasus-kasus, terdapat korban ganda, dan
kasus ini dibagi menjadi peristiwa terpisah. Hal ini menunjukkan bahwa
hampir separuh kejahatan peracunan ini, pelaku peracunan adalah "pelaku
peracunan berseri. Untuk mengutip Hukum Schonberg, "siapapun yang
ingin meloloskan diri kembali adalah suatu hal yang sangat kecil terjadi"
(Schonberg, 1972). Pasti tidak ada alat untuk menghasilkan persentase
pembunuhan pada korban ganda. Pada pembunuh berseri menyerang orang
asing, sedangkan pelaku peracunan serial menyerang yang mereka kenal
(lihat Fig. 3-7).

3.11.5. Motif Pelaku Peracunan


Catatan motif untuk kejahatan yang telah terungkap biasanya
melibatkan cinta atau uang. Penggunaan Klasifikasi kejahatan secara manual
menurut Douglas dan Burgess (1992), ditemukan 219 (21%) kasus
dimotivasi oleh keuntungan individu, 101 (10%) kasus penyebabnya pribadi,
dan 90 (9%) kasus alasan yang domestik (lihat Fig. 3-8).
3.11.6. Hasil Pemeriksaan Pelaku Peracunan
Dalam pengujian sekumpulan kasus, 1074 kasus pelaku peracunan,
dalam 1026 (95%) dari kasus-kasus, orang yang dicurigai dihukum karena
kejahatan. Beberapa sisanya 48 (5%) kasus dibubarkan dibawah kecurigaan;,
tetapi jaksa penuntut tidak mampu untuk membuktikan kasus di luar suatu
keraguan. (seeFig. 3-9).
3.11.7. Pelaku Ganda pada Korban
Dalam 906 (89%) dari kasus-kasus, hanya suatu pelaku yang
dilibatkan dalam kejahatan. Kasus-kasus pelaku ganda, meskipun jarang,
biasanya lebih mudah untuk dihukum, karena ada kemungkinan keduanya
atau lebih pada banyak pelaku menyediakan bukti yang melawan terhadap
satu sama lain (lihat Fig. 3-10). Di dalam 120 kasus yang disertai pelaku
ganda, 55 (46%) adalah pria, dan 62 (52%) adalah wanita, dengan 3 (2%)
dari jenis kelamin yang tak dikenal.
3.11.8. Jenis kelamin Dari Pelaku Vs Jumlah Korban
Itu sudah dipertimbangkan oleh sebagian orang bahwa wanita lebih
mudah dideteksi di dalam kejahatannya, dia ingin memiliki peluang yang
lebih besar untuk menyelesaikan kejahatannya pada korban ganda lebih
lama dari periode waktu yang lebih panjang. Dalam satu analisa dari subset
dari 420 kasus yang dikenal yang melibatkan korban ganda,43% pelaku
wanita mempunyai korban ganda, pada pria adalah 46%. Hal ini
menunjukkan bahwa pria memiliki kesempatan yang lebih besar untuk
memiliki korban ganda.tetapi itu tidak bisa menjadi perbedaan yang penting
antara jenis kelamin (lihat Fig. 3-11).
Seperti yang kita lihat dari diskusi tentang pelaku peracunan pada bab ini,
lebih banyak diperlukan penentuan tentang jenis kejahatan yang dilakukan
oleh pelaku. Ingat bahwa terdapat pelaku peracunan yang terkenal atau
berhasil atau tidak keduanya! Untuk dapat menyelubungi tindakan yang
dilakukan oleh pelaku, akan mendapatkan pemusatan dan keuntungan yang
terkoordinasi pada skala internasional untuk menentukan kebiasaan dan

kemungkinan perbedaan kultur pada penggunaan racun seperti senjata yang


digunakan oleh pembunuh.

3.12. REFERENCES
American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th
ed., Text Revision. American Psychiatric Association, Washington, DC,2000, 714717.
Douglas JE, Burgess AW, Burgess AG, et al: Crime Classification Manual. Lexington Books,
New York, 1992.
Glaister J: The Power of Poison. William Morrow, New York, 1954, pp. 153182. Hubbard FM:
http://en.thinkexist.com/quotations/when_you_consider_what_a_chance...)
Rowland J: Poisoner in the Dock. Arco Publications, London, 1960, pp. 230237.
Schonberg H: New York Times, October 8, 1972.

3.13. SUGGESTED READING


Kelleher MD, Kelleher CL: Murder Most Rare: The Female Serial Killer. Praeger, Westport, CT,
1998.
Pollack O: The Criminality of Women. Greenwood Press Publishers, Westport, CT, 1978.
Sparrow G: Women Who Murder: Crimes and the Feminine Logic Behind Them. AbelardSchuman, New York, 1970.
Thorwald J: Proof of Poison. Thames and Hudson, London, 1966.

Bab 4. Korban
sebagian besar tanda dan gejala berhubungan dengan penyakit alami dapat dihasilkan
oleh beberapa racun dan setiap tanda dan gejala yang diobservasi pada peracunan bisa
menyerupai dengan hal hal yang berhubungan dengan penyakit alami.
-L Adelson

Sering korban peracunan terlihat seperti meninggal secara alami. Dalam efeknya,
kejahatan dengan peracunan merupakan kejahatan dengan pergerakan yang lama, karena
membutuhkan waktu yang panjang , tergantung dari dosis dan racun yang dipilih sebagai senjata.
2 faktor utama yang menentukan mematikan atau tidaknya suatu substansi adalah konsentrasi
dan durasi dari paparan.
4.1

Siapa saja yang diracuni


Pembunuhan peracunan, dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok,
bergantung motif dari pembunuhan. Bisa dimotifasi oleh orang tua yang ingin bunuh diri
dan berpikir untuk membawa anak mereka bersama. Contoh yang baik dari pembunuhan
tipe ini adalah kasus dari Johanna Maria Magdalena (Magda) Goebbels dan suaminya,
Joseph ( perdana menteri propaganda Reich yang ketiga) , dimana pada tahun 1945,
menggunakan sianida untuk membunuh 6 anak mereka di bunker Berlin milik Hitler.
Contoh lain adalah kasus para orang tua di Jonestown, Guyana yang berpartisipasi pada
bunuh diri masal di sana.
Tipe lain dari tipe kematian peracunan adalah pembunuhan peracunan yang tidak
disengaja (manslaughter/ tidak direncanakan ) . Tipe ini dapat terjadi dari kasus
kecelakaan overdosis, seperti kematian yang dialami komedian Josh Belushi. Kejadian
yang menarik lainnya adalah tahun 1954,di Inggris, kasus Arthur Ford dimana untuk
memenuhi peningkatan seksualnya, secara aksedental ia membunuh 2 dari pekerja wanita
di kantornya dengan cantharida (Spanish Fly).

Kematian juga dapat diakibatkan dari penggunaan substansi yang berbahaya pada
anak yang digunakan untuk menghentikan perilaku yang menyimpang (seperti
mengompol, menggigit kuku dan tidak mendengarkan perintah orang tua). Beberapa
kematian yang tidak disengaja yang dilaporkan diakibatkan karena penggunaan lada
hitam yang sangat kuat (piper negrum) dan dalam satu kasus, penanganan ini
mengakibatkan

kematian

Craham,et,al,1988)

karena

aspirasi

pada

anak.

(Cohle,

Trestraill,

Satu dari kondisi psikologi abnormal yang banyak didiskusikan adalah yang
sekarang dikenal sebagai Sindrom Munchausen oleh proxy. Kondisi ini diketahui atau
dinamakan setelah kisah dari Baron Von Munchausen , seorang pendongeng terkenal dari
Jerman. Sindrom ini merupakan fenomena dari gangguan mental dimana orang tua
memberikan racun kepada anaknya untuk menjadikan dirinya perhatian dari orang lain.
Orang tua semacam itu sangt menikmati menjadi pusat perhatian dan menggunakan
anaknya sebagai objek dari kegawatdaruratan medis. Pelaku akan mendapat keuntungan
psikologi karena dokter mendengarkan pelaku dan pelaku mulai membesar- besarkan
gejalanya.
Tipe lain dari peracun biasanya seorang ibu dan menunjukkan karakter- karakter
sebagai berikut (Levin & Sheridan, 1995) :

Berasal dari latar belakang yang terbuang atau tidak dihargai

Punya riwayat penyiksaan sebelumnya

Mempunyai hubungan dekat dengan dokter kandungannya dan sekarang mentransfer


peran tersebut ke dokter anak

Pernah mendapat perhatian keperawatan sebelumnya

Mempunyai riwayat menceritakan kisah palsu tentang masalah kedokteran atau


masalah medis.
Tipe ini sering merupakan bentuk dari penyiksaan anak.
Akhir akhir ini, peracunan menjadi issu dari tindak euthanasia pada orang tua

dan pengakhiran dari suatu penyakit pada pasien dengan perawatan di rumah. Hal ini
dipubikasikan juga oleh Dr. Jack Kevorkian yaitu seseorang yang melawan tindak
euthanasia dengan bantuan dokter. Hal ini juga dibuktikan oleh buku panduan euthanasia
Final exit yang menyediakan instruksi untuk memperbolehkan pengakhiran hidup bagi
orang yang mempunyai suatu penyakit yang mematikan.
4.2

Pertimbangan Penyelidikan
Apa yang dapat digunakan untuk membantu penyelidik investigasi dalam
menentukan bahwa pembunuhan secara peracunan mungkin terjadi ? penyelidik harus
mencari relatif atau kerabat yang dicurigai sama seperti kecurigaan terhadap segala

sesuatu yang ditemukan disekitar kematian seperti kematian mendadak pada korban
setelah korban makan, minum, ke kamar mandi dan botol botol obat atau zat kimia yang
ada disekitar kematian. Karena banyak sekali kasus yang dipaerkirakan bunuh diri
namun ternyata merupakan kasus pembunuhan dengan peracunan.
Perjalanan klinis antemortem ( sebelum kematian) dapat mengindikasi bahwa si
korban yang meninggal menunjukkan gejala gejala yang sesuai dengan keracunan, tetapi
akan mudah bagi penyelidik untuk terkecoh. Seseorang mungkin berpikir bahwa otopsi
dapat memberikan kejelasan terhadap sebab kematian selain kematian alami, namun
banyak otopsi yang tidak dilakukan dikarenakan adanya kendala pada biaya dan
pelayanan atau fasilitas yang tersedia. Dan dokter jantung serta dokter umum lainnya
biasanya membuat

surat kematian bedasarkan pemikiran terbaik mereka dalam

menentukan penyebab kematian.


4.3

Penemuan Patologi Khusus


Berikut adalah pertanyaan penting yang harus ditanya ahli medis adalah :

Apakah korban tidak menunjukkan perubahan morfologi yang tampak, untuk


mengarah kepada aksi kimia dari racun ? Substansi racun yang dapat
dipertimbangkan dalam bberapa kasus diantaranya : depressant system saraf pusat
akut / kerja cepat (alcohol, eter ,sedative, kloroform, hipnotik , dan lainnya), gas
asfiksia seperti (karbonmonoksida, hydrogen sianida), insektisida organofosfat
(OPIs)

( malathion/ parathion) dan komponen alkaloid ( striknin, opiat)

Apakah lesi sistemik muncul tanpa adanya luka yang nyata pada tempat
masuknya racun? Substansi racun yang mungkin termasuk arsen dan
nitrobenzene.

Apakah luka yang muncul pada tempat masuk tidak menunjukkan bukti
kerusakan langsung dari sel ? Substansi racun yang mungkin termasuk adalah
yang menyebabkan nekrosis sel yang segera (korosif) atau gas iritan (clorine dan
sulfur dioksida)

Apakah luka sistemik dan lokal muncul ? Substansi yang mungkin termasuk
logam berat seperti mercuri klorida atau raksa, arsen antimony dan timbal.

4.4

Gejala klasik keracunan


Beberapa petunjuk yang terlihat yang harus diperhatikan oleh para investigator
kriminal dan petugas kesehatan pada korban yang diracuni adalah sebagai berikut:

Kerontokan rambut (alopesia) : sering ditemukan sebagai hasil dari intosikasi


kronik dari logam berat ( seperti arsenik, antimony dan talium). Sangat
mengejutkan bahwa petunjuk ini sering sekali terlihat.

Demam (hipertermia) : hasil dari aktifasi sistem pertahanan tubuh.

Pupil yang kontriksi ( miosis) : sering ditemukan akibat kandungan opiate


( morfin , codein, heroin)

Pupil dilatasi (midriasis) : dapat muncul hasil dari tumbuhan alkaloid


solanaceous seperti atropin, scopolamine dan hyoscyamine, dan dapat juga
insulin, cocain, nikotin.

Odor/ bau mulut : beberapa racun mempunyai bau pada mulut yang dapat
dideteksi pada korban. Contohnya keracunan arsen seperti bau bawang putih,
Vacor rodenticide berbau seperti kacang dan nitrobenzena berbau seperti semir
sepatu.

Luka bakar pada mulut : area mulut dan wajah dapat terdapat luka bakar yang
disebabkan oleh bahan kaustik dan korosif ( asam atau basa seperti sodium
hidroksid.

Efek gastointestinal (diare) : dapat disebabkan oleh berbagai racun khususnya


logam berat.

Perubahan warna kulit : warna kulit seperti cherry red dihasilkan oleh karbon
monoksida dan warna biru (sianosis) dari nitrit (methemoglobinemia)

Muntah (emesis) : dihasilkan dari iritasi lambung ( arsenic, antimony, aconite,


asam, alkali, colchicine, cantharida, fosfor, raksa, iodine dan sebagainya)

Alur tusukan atau injeksi : dapat terlihat dari cara memasukkan racun secara
parenteral.

Noda atau bintik pada kulit : terlihat seperti tetesan air yang ada pada permukaan
jalan yang berdebu (raindrops hitting the surface of a dusty road),dapat
disebabkan oleh dosis kronik dari arsen

Keram perut (stomach cramp) : tanda klasik dari keracunan kronik

Brittle nail ( kuku brittle) dan garis Aldrich Mees ( garis putih transversal yang
menyeberang lempeng kuku) : logam berat dapat mengubah striktur kuku. Garis
ini dapat dibedakan dengan leukonikia dimana area yang putih dihasilkan melalui
adalanya trauma pada kuku atau lunula, dimana area normal yang pucat biasanya
terlihat pada akar kuku.

Kejang : dapat disebabkan oleh strikinin, kansungan organofosfat, camphor ,


sianida, dan sebagainya.

Koma : disebabkan oleh opiat, hipnotik-sedatif, karbon monoksida,


karbondioksida, etanol, fenol dan sebagainya.

Paralisis ( menyeluruh atau sebagian) : timbul akibat alterasi dari sistem saraf
yang dapat disebabkan oleh botulisme, sianida, talium, arsen dan sebagainya.

Timbulnya gejala yang mendadak : penampakan gejala mendadak pada orang


yang sebelumnya sehat

Tabel 4. 1 merupakan kesimpulan dari gejala dan racun yang dapat menyebabkannya.

Setelah penetapan secara benar bahwa korban merupakan target dari usaha si
pengeracun, fokus mengarah kepada tindak kriminal. Investigator lebih jauh lagi
menyelidiki eviden sumber dari racun dan si pengeracun
4.5.

REFERENSI
Cole SD, Trestrail JH, Graham MD, et al: Fatal pepper aspiration. American Journal of
Diseases in Children, 1988;142:633636.
Levin AV, Sheridan MS: Munchausen Syndrome by Proxy: Issues in Diagnosis and
Treatment. Lexington Books, New York, 1995.

4.6.

SUGGESTED READING
Adelson L: Pathology of Homicide. Charles C Thomas, Springfield, IL, 1974.
Ferner RE: Forensic Pharmacology: Medicines, Mayhem, and Malpractice. Oxford
University Press, New York, 1996.
True B-L, Dreisbach RH: Dreisbachs Handbook of Poisoning, 13th ed. Pantheon
Publishing Group, Boca Raton, FL, 2002.

Bab 5. Olah TKP

Bab 5

Olah TKP
Pembunuhan asalnya bermula dari hati. Tetapi jika hal itu tetap ada di sana-seperti
yang sering terjadi-itu bukanlah kejahatan, walaupun hal itu dapat menjadi dosa.
Pikiran membunuh mempunyai arti yang dapat diterima sebagai keinginan seseorang
untuk mendapatkan sesuatu lewat langkah yang tegas. Untuk kebanyakan orang yang

waras, pikiran seperti itu dapat terjadi. Akhirnya mereka tersenyum kepada dirinya
sendiri dan berkata apa yang sedang kupikirkan? lalu pikiran itu berlalu dan hilang ke
tempat terbuang dari fantasi terlupakan. Tetapi jika pikiran tersebut tidak terlupakan?
Dan jika pikiran itu datang kembali? Jika pikiran itu pertamanya dapat diterima
sebagian, kemudian mencakup semuanya? Dari hal ini ada seorang wanita yang berniat
membunuh dan kita beralih pada strategi dan taktik.Gerald Sparrow

Pelaku

peracunan

sangat

mementingkan

deteksi

kejahatannya,

dan

walaupun mereka dapat mengendalikan bukti-bukti kejahatan mereka yang


paling memberatkan, mereka tidak dapat mengendalikan otopsi, analisis
toksikologi, dan ekshumasi (lihat Gambar 5-1).
Instruksi utama untuk mengumpulkan bukti peracunan pada TKP adalah
untuk mengingat rantai penahanan yang tepat. Tidak ada yang dapat
membantu memecahkan kasus yang diperkirakan mempunyai posisi kuat
lebih mudah, jika pembela tidak membuktikan kemungkinan yang masuk
akal bahwa bukti dapat saja dirusak sebelum pengadilan.
Objek pertama yang mengawali investigasi adalah korban itu sendiri. Maka
pencarian jawaban atas pertanyaan penting dimulai dari korban. Apa yang
dikenal dengan viktimologi adalah ilmu tentang korban yang diharapkan
dapat mengungkapkan bukti-bukti yang dapat menjawab pertanyaan kenapa
dan apa. Mengapa orang ini mungkin menjadi target? Dengan menjawab
pertanyaan

ini,

dapat

ditentukan

apakah

ada

individu

yang

akan

diuntungkan secara fisik maupun mental dari kematian korban. Juga


diperlukan riwayat lengkap korban, termasuk latar belakang rinci keuangan.
Perlu diingat bahwa korban itu sendiri merupakan TKP yang paling penting.
Anamnesis penting untuk dilakukan kecuali untuk kasus bunuh diri, dan
beberapa korban keracunan yang meninggal di isolasikarena mereka
dikelilingi oleh orang lain!

Berkaitan dengan TKP, lokasi peracunan multipel dapat berperan selama perencanaan dan
eksekusi si pembunuh. Tiap lokasi dapat memberikan petunjuk penting yang harus dimasukkan
pada investigasi kasus lengkap. Beberapa lokasi dan hal yang harus dicari untuk menemukan
petunjuk adalah sebagai berikut:
Dimana korban ditemukan (bahan yang terkena muntahan, pakaian yang terkontaminasi dengan
sisa racun).
Dimana racun disimpan (botol obat, botol bekas minuman atau makanan).
Dimana racun dibuang (tempat penyimpanan, tempat sampah, terjebak di bak cuci piring, tas
vacuum cleaner).
Dimana racun dipersiapkan (alat-alat dengan sisa racun, perkakas, pakaian, botol).
Darimana racun didapatkan (barang curian, bon pembelian, tanda tangan pada daftar racun, file
komputer).
Penyelidik harus melihat lebih dekat dan lebih teliti lagi ke lingkungan TKP untuk
memperhatikan tempat dan waktu. Apakah TKP menunjukkan bahwa TKP tersebut telah
dimanipulasi? Dengan kata lain, terlalu bersih?

Berapa banyak orang yang terlibat pada kasus kejahatan ini? Pada kasus peracunan, mayoritas
akan melibatkan satu orang pelaku dan satu orang korban. Tipe kejahatan ini biasanya bukanlah
aktivitas kelompok, walaupun ada beberapa kasus ditemukan melibatkan beberapa pelaku
terhadap satu atau banyak korban.
Yang

dipermasalahkan

bukanlah

kesempurnaan

kejahatan

peracunan,

tetapi

derajat

ketidaksempurnaan dari proses pendeteksian! Pelaku peracunan tidak perlu khawatir terhadap
bagaimana caranya untuk membuang tubuh korban. Ia mengharapkan sistem medis yang akan
melakukan hal itu untuknya.

5.1. Bukti Fisik


Analisis tentang apakah TKP diatur atau tidak, dapat memberikan informasi berharga tentang
pola pikir si pembunuh. Pelaku biasanya akan memperlihatkan beberapa karakteristik diri yang
teratur dan tidak teratur. Pelaku yang teratur melakukan serangan yang terencana dan biasanya
tidak meninggalkan senjata ataupun bukti pada TKP. Sebaliknya, pelaku yang tidak teratur
meninggalkan bukti di tempat yang jelas terlihat pada tempat kematian.
Penyelidik harus melihat lebih teliti pada TKP untuk bisa menjawab pertanyaan penting berikut:
Apakah penempatan mayat menunjukkan adanya kemungkinan kematian tidak wajar? Apakah
ada alat yang sengaja ditinggalkan atau hilang secara misterius? Apakah ada bau-bauan yang
tidak wajar? Penyelidik harus ingat untuk tetap waspada terhadap efek penyamaran masking
effect bau asap rokok pada bau-bauan tidak wajar yang terkait dengan beberapa racun (co:
sianida, pelarut, dan asap) sehingga tidak iperbolehkan untuk merokok di TKP. Akhirnya sampai
pada pertanyaan terakhir, apakah ada bukti staging (Perubahan TKP yang mempunyai tujuan)?
Harus diingat bahwa sebagian besar pelaku akan meninggalkan TKP dalam kondisi alami,
kecuali jika kendaraan yang digunakan untuk membawa racun tersebut telah dipindahkan atau
dibersihkan. Seperti yang telah dipikirkan oleh Dr. Edmond Locard (1877-1966), seorang sarjana
forensik perancis yang terkenal, bahwa setiap kontak meninggalkan jejak. Sekarang, hal ini
dikenal sebagai Locards Exchange Principle.

5.2. Pertimbangan Penyelidikan

Jika ada orang yang menjadi penolong pertama terhadap korban, orang tersebut harus ditanyakan
pertanyaan tentang terlihat seperti apakah korban sebelum terapi diberikan. Apakah korban telah
dibersihkan? Jika benar begitu, dimanakah alat yang digunakan untuk membersihkan? Benda itu
mungkin berisi bukti toksikologi yang berharga. Sebagai tambahan, penyelidik harus tetap
mengingat beberapa hal ini. Pertama, mereka harus ingat bahwa apa yang jelas terlihat bisa saja
salah total. Kedua, tidak boleh ada pemikiran memilah-milah bukti yang tidak disadari; buktibukti tersebut harus diperiksa secara keseluruhan dan tidak hanya bagian-bagian yang
mendukung pemikiran mereka. Ketiga, mereka tidak boleh mencoba memanipulasi bukti atau
interpretasinya, karena berusaha untuk menyenangkan penegak hukum atau pengacara.

5.3. Surat perintah penggeledahan


Jika pelaku tidak mengira bahwa dirinya akan menjadi tersangka, daerah persiapan mungkin
belum dibersihkan untuk mempersiapkan tempat kemanan den of security. Mengapa
menyembunyikan sesuatu yang sebenarnya tidak akan dipikirkan oleh penyelidik untuk dicari?
Amatlah penting bagi penyelidik untuk tetap tinggal diantara empat sudut surat
penggeledahan, maksudnya adalah sudut dari halaman surat penggeledahan. Sudut tersebut
mendefinisikan satu-satunya parameter yang boleh dicari. Pada surat penggeledahan, lokasi tepat
dan alat yang butuh diselidiki harus spesifik. Tentu saja, untuk mendapat surat penggeledahan,
harus ada Kemungkinan Penyebab, seperti yang telah didefinisikan oleh Fourth Amendment to
the US Constitution. Kemungkinan Penyebab adalah saat diketahui adanya keadaan nyata,
beralasan, dan dapat dipercaya, yang cukup untuk membenarkan seseorang akan peringatan dan
keyakinannya yang beralasan bahwa kejahatan sedang atau telah terjadi. Diatas semuanya, harus
diingat bahwa racun dapat ditemukan dimanapun, jadi penyelidik harus mencari daerah-daerah
seperti tempat sampah, saringan bak cuci piring, kaleng sampah, dan lokasi kerja. Racun
biasanya akan bekuantitas sedikit (< 200 g), tidak dalam tong 50-lb (22,6795 Kg) yang nyata
terlihat.
Ada benda-benda berhubungan yang harus dicari, dan penyelidik harus mempertimbangkan
semua yang disebutkan di bawah ini: Racun tersebut keluaran/terbitan mana, bon untuk
mendapatkan bahan kimia, label merk obat, kartu penerimaan racun, katalog bahan kimia,
diari/jurnal, dan file juga catatan komputer.

Penyelidik juga harus melakukan hal-hal dibawah ini saat melakukan penggeledahan:
Membaca keseluruhan surat penggeledahan dan harus sudah terbiasa dengan semua detail yang
harus dicari sebelum melakukan penggeledahan.
Ingat untuk meninggalkan salinan surat penggeledahan pada setiap lokasi yang telah digeledah.
Tinggalkan tanda terima, dan catat tanggal serta waktu dilakukannya penggeledahan juga
jangan lupa untuk mengamankan barang bukti.
Memelihara inventaris rinci dan komplit dari barang-barang yang dirampas.
Jangan mengkonsumsi apapun yang dapat di makan di TKP, karena mereka bisa saja sudah
ternoda, atau malah dapat menghancurkan bukti penting.

5.4. Perbandingan Kematian Akibat Peracunan Dengan Kematian Akibat


Kekerasan Tipe Lain
Sebagai bentuk kejahatan, peracunan menimbulkan beberapa nuansa yang biasanya berbeda dari
pembunuhan yang lebih traumatik dan kejam. Pelaku biasanya suka merahasiakan, diam,
tersembunyi, dan tidak akan membeberkan tentang niatnya atau pelaksanaan pembunuhannya
kepada yang lain. Korban biasanya tidak menunjukkan tanda kekerasan eksternal. Kejahatan
hampir selalu melibatkan perencanaan yang hati-hati dan pertimbangan yang tenang (si
pembunuh merencanakan kesempatan yang tersusun dengan baik). Si pelaku lebih serius
memperhatikan dan memikirkan pencegahan ditemukannya kejahatan, dan ia mungkin adalah
yang paling licik dari semua pembunuh. Si pelaku biasanya memiliki keterampilan tingkat tinggi
berhubungan dengan pengetahuan tentang rutinitas korban dan kebiasaan personal, dan biasanya
ia bertindak sendiri; maka dari itu bisa saja tidak ditemukan adanya saksi mata. Si pelaku
membunuh karena ia sungguh percaya bahwa ia dapat lari dari kejahatan yang telah
diperbuatnya. Pelaku peracunan biasanya kejahatan yang dilakukan oleh kerabat dekat atau
anggota rumah tangga, dengan dasar biasanya disatukan dengan ikatan emosional yang dekat
(yang paling sering adalah ikatan perkawinan).

Sebagai perbandingan tambahan, korban peracunan biasanya tanpa pertahanan, proteksi, maka
dari itu mungkin tidak ditemukan bukti pertahanan diri. Si pelaku mempunyai pengetahuan
tingkat tinggi tentang kekuatan mematikan dari racun yang digunakan, karena ia telah meneliti
racun tersebut.
Telah dikatakan bahwa peracunan adalah metode pembunuhan yang paling sedikit digunakan,
dihitung dari hanya 36% kasus pembunuhan yang diketahui (Adelson, 1974). Oleh karena
pembunuhan dengan racun merupakan kasus yang kompleks, pembunuhan dengan cara ini
adalah satu dari pembunuhan yang paling sulit dibuktikan. Pembunuhan dengan racun hampir
selalu merupakan pembunuhan terencana, tidak pernah pembunuhan tak terencana (kecuali jika
si pelaku telah ditetapkan tidak waras secara legal), karena hal tersebut melibatkan perencanaan,
pertimbangan yang mendalam, dan niat untuk membunuh.

5.5. Menyelidiki Kejahatan Peracunan


Untuk memperbaiki kesempatan mendeteksi pembunuhan dengan racun, semua penyelidikan
kematian harus ditangani sebagai kasus pembunuhan sampaai fakta membuktikan sebaliknya.
Untuk memulai penyelidikan, perlu untuk mengumpulkan beberapa fakta yang dapat membantu
menentukan apakah kematian dapat diterima sebagai insiden peracunan. Jika korban masih
hidup, penyelidik harus menanyakan pertanyaan yang berhubungan dengan gejala yang
dirasakannya, bagaimana perasaannya, dan apakah mulainya gejala-gejala ini bertepatan dengan
peristiwa tertentu. Jika korban meninggal, pertanyaan yang sama juga harus diajukan kepada
orang lain yang mempunyai kontak dengan korban meninggal tersebut (Penyelidik harus selalu
ingat bahwa ia mungkin sedang mewawancara pelaku sebenarnya!). Tabel 5-1 Merangkum
potongan penting dari informasi yang harus dikumpulkan (Department of the Army, 1967).
Jika penyelidik menentukan bahwa ada racun yang terlibat dalam kematian, maka ia harus
menentukan kemungkinan sumber dari senjata beracun. Merupakan keharusan untuk melihat
jejak kertas yang mungkin menunjukkan bukti kepemilikan. Jika racun diperoleh dari apotik,
penyelidik harus meminta untuk melihat catatan racun dari apotik, yang seharusnya
menunjukkan tanggal, nama pembeli dan alamatnya, nama zat, jumlah yang dibeli, dan tujuan

penggunaannya. Apakah ada sumber komersial, seperti perusahaan supply bahan kimia, yang
mungkin mempunyai catatan penjualan? Apakah ada jejak komputer yang mungkin
menunjukkan pembelian bahan melalui internet? Apakah pelaku memiliki hubungan dengan
perusahaan atau institusi pendidikan yang memungkinkan ia dapat mencuri bahan-bahan
tersebut?

5.6. Bukti Fisik


Penyelidik harus mengambil semua tipe bahan di bawah ini dari TKP sebagai barang bukti: sisa
makanan dan minuman, obat-obatan, narkotik, bahan kimia, gelas-gelas, botol, sendok, jarum
suntik, dan seprei yang berbercak tanah atau pakaian.

5.6.1. Kegagalan Produk


Selalu ada kemungkinan bahwa kematian disebabkan oleh zat yang telah rusak (co: makanan,
obat, kosmetik). Menurut the Federal Anti-Tampering Act, merusak makanan, obat-obatan,
peralatan, kosmetik, dan produk yang dikonsumsi lainnya, merupakan kejahatan. Ada agen
pemerintah khusus yang sekarang atau dulunya telah terlibat di dalam penyelidikan produk
gagal. Contohnya, sebelum tahun 1989, the Food and Drug Administration (FDA) membangun
Pusat Penelitian Analisis Elemental, di Cincinnati, Ohio, dan pada tahun 1989, FDA memulai
Forensic Chemistry Center, juga berlokasi di Cincinnati.
Saat mempertimbangkan adanya keterlibatan produk gagal, penyelidik harus bertanya kepada
dirinya sendiri beberapa pertanyaan ini: Dapatkah rusaknya produk tersebut terjadi selama proses
pembuatan di dalam pabrik, di tangan pekerja, atau sebagai bentuk sabotase yang berhubungan
dengan industri? Dapatkah hal itu terjadi selama distribusi produk kemudian produk itu
dikembalikan ke etalase dan terlihat tidak pernah disentuh (ingat kamuflase pelaku peracunan,
dimana pelaku mempunyai korban spesifik di dalam pikirannya dan mencoba untuk membuat
kejahatan yang diperbuatnya seperti kematian acak). Dapatkah hal itu terjadi setelah pembelian
(dimana terjadi saat seseorang yang mencari penyelesaian keuangan dari pabrik membuat
laporan yang salah)?
5.6.2. Analisis Toksikologi
Sekarang kita sampai di bagian penyelidikan dimana bentuk spesifik dari analisis bahan kimia
secara kuantitatif dan kualitatif berperan. Hal ini biasanya dilakukan di laboratorium toksikologi
forensik. Penyelidik harus mengingat bahwa test analisis ini tidak secara rutin diperiksa pada
semua zat kimia.laboratorium toksikologi forensik biasanya mempunyai satu set pemeriksaan
penyaring toksikologi khusus yang mereka gunakan. Test umum ini biasanya adalah skrining
obat-obatan, yang digunakan untuk mencari zat yang paling sering disalahgunakan; skrining
logam berat, untuk mencari zat seperti arsen, antimony, talium, atau timah; dan skrining zat
volatile (mudah menguap), untuk mencari pelarut seperti kloroform atau eter. Mungkin juga ada
skrining analisis umum, untuk mendeteksi sianida, zat volatile, strychnin, logam berat, dan obatobatan.

Perlu dingat, jika hasilnya negatif, artinya hanyalah tidak ada satupun dari zat yang telah diuji,
terdapat dalam kuantitas yang terdeteksi, bukanlah bahwa spesimen yang ada telah terbebas dari
semua zat kimia. Akan lebih baik jika suatu hari, seperti Dr. McCoy yang ada di dalam Star Trek,
kita dapat menyebarkan Tricorder medis ke seluruh tubuh sehingga dapat diteliti lebih dari
sejuta bahan kimia berbeda. Sayangnya, teknologi seperti itu terlalu jauh berada di masa depan
untuk dapat menolong kita saat ini.
Bagaimanapun, cukup memungkinkan bagi para penyelidik dan patologis untuk menjadi asisten
yang hebat dari tim analisis toksikologi, dengan memberikan petunjuk zat apa yang dicurigai.
Bantuan ini berasal dari TKP dan kelainan yang ditemukan dari otopsi. Perlu diingat bahwa yang
satu tidak dapat menemukan apa yang lainnya tidak cari.
Biasanya laboratorium analisis toksikologi akan menggunakan satu atau lebih dari metode di
bawah ini pada analisis kualitatif dan kuantitatifnya:
Test warna: Murah, mudah, dan cepat.
Immunoassays (radioimmunoassay [RIA]): Penggunaan reaksi antibody.
Thin-layer chromatography,atau TLC: Metode ini berdasarkan pada pemisahan zat yang
didasarkan pada pergerakannya melewati sebuah matriks oleh sistem larutan yang sudah
ditetapkan. Yang tidak diketahui kemudian dibandingkan dengan standard yang diketahui
tergantung pada apa yang dikenal sebagai nilai Rf mereka.
Gas chromatography, atau GC.
Ultraviolet spectroscopy, atau UV.
Mass spectrometry, atau MS: Prosedur yang sama dengan molekul fingerprinting.
Gas chromatography/mass spectrometry, atau GC/MS: Saat ini merupakan metode yang sangat
kuat untuk konfirmasi indentifikasi zat.
Penting juga diingat bahwa menjalani analisis hanya dapat menunjukkan adanya bahan racun dan
kemungkinan jumlahnya, bukan untuk menunjukkan alasan terpapar. Dalam hal menentukan
alasan pemaparan, diserahkan kepada penyelidik kematian. Pemantauan yang mungkin akan
dapat membantu adalah pemantauan yang dapat membedakan jumlah kuantitatif dari bahan
mematikan. Pada pembunuhan, biasanya hanya jumlah tepat untuk dosis mematikan yang
diberikan, sedangkan pada bunuh diri, biasanya dikonsumsi dalam jumlah yang banyak.

Untuk mendapatkan analisis toksikologi yang sesuai, analis harus mempunyai spesimen yang
sesuai pula. Dalam pengumpulan spesimen untuk diujicobakan, harus benar-benar yakin bahwa
semua wadah spesimen telah bersih dan tidak terkontaminasi, dan bahwa rantai tepat dari barang
bukti harus dijaga. Idealnya, spesimen dan jumlah yang dibutuhkan untuk analisis dapat kita lihat
seperti yang ada di bawah ini:
Urin = semua yang tersedia.
Isi lambung = semua yang tersedia.
Darah = 25 mL (jantung), 10 mL (perifer).
Otak = 100 g.
Hati = 100 g (untuk melihat metabolit).
Ginjal = 50 g.
Empedu = semua yang tersedia.
Cairan Vitreous (dari mata) = semua yang tersedia. (Level spesimen ini biasanya tertinggal di
belakang level darah sekitar 1 2 jam).
Rambut dan kuku = rambut (termasuk akarnya), kuku (satu specimen penuh). (Rambut
biasanya tumbuh kira-kira 0.5 inci [1.25 cm] setiap bulan dan dapat digunakan untuk analisis
segmental).
Gambar 5-2 Merangkum hal ini.

Hasil analisis harus diinterpretasi dengan hati-hati. Pertanyaan berikut harus selalu dijawab:
Apakah ada kemungkinan terjadinya kesalahan laboratorium yang menyebabkan kontaminasi?
Apakah wadah pencuci asam digunakan?
Apakah laboratorium mampu? Apakah laboratorium bersertifikat?
Apakah hasilnya dapat diulang? Opini kedua harus diperoleh dengan menggunakan
laboratorium berbeda tetapi menggunakan prosedur analisis yang sama.
Jika ditemukan suatu level itu tinggi, siapa yang membuat ketentuannya, dan dengan referensi
standard apa? Istilah tinggi dapat menjadi persoalan dalam interpretasi dengan menggunakan
analisis yang dipimpin oleh perorangan.
5.6.3. Analisis Sisa Pembakaran Jenazah/ Kremasi
Walaupun pada pandangan pertama akan terlihat bahwa abu dari orang yang sudah meninggal
dapat dianalisis untuk zat toksik, hal ini menimbulkan beberapa masalah analisis yang sangat
nyata dan masalah hukum. Contohnya, banyak zat kimia akan tidak terbakar pada suhu tinggi
yang biasanya digunakan untuk kremasi, dimana hal ini akan menimbulkan hasil false negative.
Sebagai tambahan, secara hukum, tidak dapat dibuktikan bahwa suatu contoh itu adalah murni,
karena hal itu dapat terkontaminasi oleh sisa-sisa kremasi; maka dari itu, rantai barang bukti

terputus. Juga tidak dapat di buktikan bahwa racun itu ada di dalam sirkulasi sistemik, maka dari
itu dapat menyebabkan kematian. Lebih jauh lagi, tidak dapat dibuktikan bahwa di dalam organ
apakah racun tersebut berasal, maka dari itu tidak akan ada dasar perbandingan (co: sekian
milligram arsen setiap sekian gram hati). Walaupun analisis dari sisa kremasi telah digunakan
pada penghukuman kasus peradilan peracunan yang dilakukan oleh Graham Young di Inggris
pada tahun 1972, sepertinya barang bukti tipe ini mempunyai terlalu banyak kekurangan untuk
menjamin penggunaannya.
5.6.4. Kapan Seharusnya Kecurigaan Penyelidik Ditimbulkan?
Penyelidik yang cerdas mungkin mulai bertanya-tanya apakah mungkin untuk mendeteksi
pembunuhan menggunakan racun, dan apakah ada hal yang mungkin dapat mengingatkan
penyelidik akan kemungkinan tersebut. Beberapa hal yang mungkin muncul pada penyelidikan
dan harus diberi bendera merah adalah sebagai berikut:
Kematian terjadi pada orang yang sehat dan normal. Pastinya seseorang dapat meninggal tanpa
peringatan terlebih dahulu, tetapi saat tipe kematian ini terjadi, pengamatan lebih dalam
terhadap penyebab diperlukan, termasuk melakukan otopsi.
Adanya orang yang mengganggu korban menerima perhatian medis. Hal ini dapat mengacu
kepada pemikiran jika orang tersebut tidak ingin adanya seseorang dengan mata dan pikiran
terpelajar menyelidiki kemungkinan penyebab dari kondisi yang sedang dipertanyakan.
Tidak adanya tanda kekerasan terhadap tubuh. Hal ini selalu menjadi suatu petanda bahwa
kematian mungkin merupakan hasil dari kecelakaan karena racun.
Adanya penderitaan yang muncul akibat gagalnya korban merespons metode pengobatan
terhadap penyakit alamiah natural disease.
Penyakit muncul kembali dalam siklus; yaitu korban menjadi sakit saat berada di rumah, lalu ia
pergi ke fasilitas kesehatan dan tampaknya membaik, ia kembali ke rumah dan menjadi sakit
kembali, dan seterusnya. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa ada sesuatu di lingkungan
rumah yang terbukti tidak menyehatkan untuk dirinya. Mungkinkah hal itu terjadi akibat
pemberian logam berat (co: arsen) jangka panjang dalam makanannya? Pastinya telah tercatat
kasus kriminal dengan keadaan seperti ini, dan si pelaku seringkali tidak tertangkap pada
percobaan pembunuhan tahap awal.

Adanya gejala misterius yang sering terjadi pada sekelompok orang. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa ada perusakan massal, atau target spesifik yang seharusnya berada di luar
pengawasan si pelaku.
Adanya orang yang cemas untuk membuang makanan, minuman, atau obat-obatan yang ikut
digunakan oleh korban. Pada kasus ini, jelaslah bahwa orang tersebut mencoba untuk
menggagalkan penyelidikan dengan menghancurkan barang bukti penting.
Adanya orang mencegah teman dan relasi menjenguk selama korban sakit. Penyelidik harus
mempertanyakan apakah orang tersebut tidak ingin ada orang yang menjadi saksi mata.
Adanya desakan untuk tidak melakukan otopsi. Penyelidik harus secara jelas menegaskan
bahwa hal ini harus dilakukan. Dan sekali lagi kita menemukan adanya keinginan untuk tidak
membiarkan seseorang yang memiliki pikiran yang terpelajar untuk ikut campur.

Adanya desakan untuk lebih cepat melakukan kremasi. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai usaha
untuk membakar barang bukti utama dari kejahatan dan menghalangi penyelidikan. Penyelidik
harus dengan jelas menyatakan bahwa penyelidikan harus dilakukan sebelum kremasi
dilakukan.
Sementara sedang berkabung karena kehilangan anggota keluarga dekat atau teman, seseorang
tidak merasa bebas untuk pertama kalinya menawarkan diri memberikan penjelasan tentang
penyebab kematiannya. Baik maupun orang tersebut berusaha untuk menuntun penyelidikan.

Jika orang tersebut benar melakukan hal tersebut, hal itu sangat mungkin merupakan usaha
untuk mengalihkan perhatian penyelidik dari kejahatan yang telah diperbuat olehnya, maka
dari itu penyelidik harus mewaspadainya.
Adanya seseorang yang menunjukkan bahwa ia mengetahui racun yang digunakan dan
memiliki kepustakaan tentang racun tersebut. Pada kasus ini, tidak hanya diberikan bendera
merah, tetapi harus diberikan kembang api yang memenuhi langit.
Gambar 5-3 Merangkum hal-hal penting di atas.

5.7. Bagaimana Racun Tersebut Dapat Ada Pada Pasien?


Sekalinya telah ditemukan bukti bahwa terdapat racun di dalam tubuh korban dari pemeriksaan
otopsi, maka berikutnya akan muncul pertanyaan: Bagaimana racun itu bisa sampai di sana?
Memang memungkinkan jika penyebabnya adalah ketidaksengajaan. Racun tersebut dapat
berasal dari sumber alami, seperti kontaminasi logam berat pada air tanah di lingkungan, atau
kontaminasi tubuh karena logam berat yang dilepaskan akibat ekshumasi (penggalian kubur)
yang dilakukan sebelumnya. Sumber alami lainnya adalah makanan atau minuman, seperti
makanan laut (seafood), yang dapat menyebabkan peningkatan level arsen sementara setelah
mengkonsumsinya. Peningkatan level racun seperti timah, dapat dihasilkan dari pemaparan
okupasional, seperti terhadap orang yang bekerja di tempat latihan menembak, fasilitas
elektroplating, atau tempat peleburan. Mungkin juga terdapat penyebab metabolik yang
menyebabkan adanya racun pada orang yang telah meninggal tersebut, seperti meningkatnya
level tembaga yang terjadi pada kondisi yang disebut dengan Wilsons disease. Peracunan
mungkin bisa disebabkan karena pembuatan resep obat-obatan yang tidak sesuai atau penyediaan
petunjuk yang salah tentang penggunaan obat, atau mungkin juga disebabkan oleh kontaminasi
dari lingkungan rumah, seperti karbon monoksida.
Racun juga dapat digunakan sendiri, seperti pada kasus tidak sengaja salah menggunakan sebuah
produk, hasil tak terduga dari penyalahgunaan zat, atau niat korban untuk bunuh diri.
Racun itu mungkin juga diberikan oleh orang lain, mungkin dari hasil produk gagal atau rusuk
atau dengan niat membunuh. Contohnya, seseorang ditemukan dengan level insulin yang sangat
tinggi (hiperinsulinemia). Apakah hal itu datangnya dari luar tubuh ataukah alami diproduksi dari

dalam tubuh? Dengan gabungan tipe seperti ini, menjadi mudah untuk menjawab pertanyaan ini.
Biasanya, pada saat sel beta pankreas menghasilkan insulin, ia menghasilkan satu molekul
insulin ditambah dengan satu molekul yang disebut C-peptida dengan perbandingan 1:1. Maka
dari itu, jika level insulin korban tinggi seiring dengan tingginya level C-peptida, maka sumber
insulin adalah dari dalam tubuh (co: dari insulinoma [tumor yang menghasilkan insulin]).
Walupun begitu, jika level insulin tinggi tetapi tidak diiringi dengan kenaikan level C-peptida
yang seimbang, maka sumber insulin adalah dari luar tubuh (disuntikkan dengan tidak sengaja,
bunuh diri, atau pembunuhan).
Secara keseluruhan, TKP peracunan adalah satu hal yang dikelilingi oleh misteri dan petunjuk
yang tidak kasat mata. Tetapi saat penyelidik mulai fokus terhadap kemungkinan-kemungkinan
yang ada, kabut misteri akan mulai tersingkir perlahan-lahan, dan wajah si pelaku akan menjadi
makin jelas terlihat.
Kemampuan kita untuk mendeteksi adanya racun telah mengalami banyak kemajuan selama 100
tahun terakhir ini, tetapi kemampuan kita untuk pertama kali mencurigai adanya peracunan
tidaklah berkembang, dan mungkin sebenarnya bertambah buruk saja.

5.8. Referensi
Adelson L: Murder by poison. In: The Pathology of Homicide. Charles C Thomas, Springfield,
IL, 1974, pp. 725875.
Department of the Army: Crimes Involving Poison. Department of the Army Technical Bulletin
TB PMG 21. Department of the Army, Washington, DC, 1967, pp. 1113.
Sparrow G: Women Who Murder. Abelard-Schuman, New York, 1970, p. 156.

5.9. Bacaan yang disarankan


Thorwald J: The Century of the Detective. Harcourt, Brace & World, New York, 1964.

Thorwald J: Crime and Science: The New Frontier in Criminology. Harcourt, Brace & World,
New York, 1966.

Bab 6. Autopsi Forensik


6.1

Otopsi
Selama otopsi, patologis forensik melihat berbagai pertanda atau petunjuk yang
mengindikasikan keterlibatan racun dengan kematian. Termasuk diantaranya iritasi
jaringan (dari komponen atau bahan yang bersifar korosif dan kaustik), berbau khas (bau
seperti almond dari sianida) ,Aldrich- Mees lines ( guratan putih pada kuku yang
mengindikasi adanya paparan kronik dari logam berat seperti arsenik.

6.2

Redistribusi Postmortem NekrokinetikSeorang patologis harus mengkaji hasil dari pemeriksaan toksologi dan
dibandingkan dengan temuan patologi, apakah sesuai atau tidak. Beberapa hal yang harus
diperhatikan pada inteprestasi dari hasil analisis toksikologi harus diamati.
Konsentrasi dari substansi yang ditunjukkan oleh tes analisis akan bervariasi
tergantung dari asal lokasi spesimen diambil. Keabsahan suatu spesimen postmortem
berhubungan dengan pengambilan dan penyimpanan spesimen itu sendiri. Konsentrasi
obat dalam darah sangat bergantung dari lokasi pengambilan. Konsentrasi dalam darah
dapat mejadilebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan pada saat kematian terjadi.
Apabila seorang patologis mengeluarkan darah dari sisi kiri dari jantung dan lebih
buruknya lagi bila mendapatkan dari rongga dada atau rongga abdomen, maka hasil yang
didapatkan terkadang akan menjauhi hasil analisis yang akurat dan bermakna
Kita kurang beruntung karena literatur yang tersedia yang berhubungan
dengan kadar postmortem pada intiksokasi yang fatal, hanya berupa laporan kasus.
Sangatlah berguna, bermanfaat dan bernilai, apabila ilmuan forensik mempunyai data
internasional yang memuat substansi kimia yang yang terdeteksi dari dalam tubuh yang

berkaitan dengan interval setelah kematian terjadi. Data ini sebaiknya memuat nama
substansi , tipe spesimen interval waktu perolehan dan analisis spesimen dengan waktu
kejadian kematian, kadar determinasi atau pembuangan dan tipe dari tehnik analisis yang
digunakan.
Diketahui bahwa substansi kimia mengalami redistribusi dalam tubuh. Fenomena
ini sngat mengacu kepada anatomical site consentration (konsentasi sesuai lokasi
anatomis) atau redistribusi postmortem. Fenomena ini disebut juga nekrokinetik atau
pergerakan substansi setelah kematian terjadi.
Banyak penelitian mengatakan bahwa konsentrasi dari beberapa obat seperti
propoxyphene dan antidepresant trisiklik meningkat dalam darah pada saat postmortem.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa konsentrasi suatu obat yang diambil dari
spesimen hati merupakan indikator toksisitas yang lebih baik. ( Hilberg, Rodge &
Morland,1999 ; Jones & Pounder ,1987,Langford & Pounder,1997)
Tanda otopsi forensik- racun yang umum

Arsen
o Garis Aldrich Mees
o Pigmentasi coklat ( pelipis, kelopak mata, dan leher)
o Hiperkeratosis ( tangan dan telapak kaki)
o Iritasi lambung
Sianida
o Sianosis pada wajah
Busa pada bibir
Muntah proyektil
Memerah ( tidak umum)
Korosi jaringan dari garam alkali
Penebalan dinding lambung / perut
Striknin
o Tanda kemungkinan tidak ditemukan
o Kongesti lambung ringan
o Kontraksi mioglobin dari otot otot yang kuat
Talium
o Rambut rontok
o Garis Aldrich Mees
o Pada hati terlihat infiltrasi lemak
o Pada jantung terlihat degenerasi lemak = striasi tabby cat
o Stomatitis
o
o
o
o

o
o

Edema pulmoner
Bluish line (3 sampai 4 minggu dari paparan kronik)

Gambar 6.1

Faktor yang dapat merubah pergerakan dari substansi dan kadar konsentrasi akhir
spesimen yaitu perubahan asam basa pada tubuh setelah kematian dan volume distribusi
(Vd ) dari suatu substansi. Volume distribusi didefinisikan sebagai volume cairan yang
dibutuhkan suatu obat untuk berdistribusi sehingga mencapai keadaan yang sama dalam

plasma. Obat dengan Vd yang rendah menyebabkan kurangnya ionisasi dan


mengkibatkan keasaman (pH) tubuh berkurang (lebih asam) dan kelarutan dalam
jaringan akan meningkat. Contoh obat yang berpengaruh pada perubahan asam adalah
salisilat, teofilin, dan fenobarbital.
Sampel toksikologi yang ideal diambil dari perifer yang diperoleh dari ligasi
pembuluh darah perifer sesaat setelah kematian. Namun cara ideal ni jarang diperoleh
pada kasus kejahatan atau pembunuhan dengan peracunan.
6.3

Panduan Analisis
Panduan berikut harus diingat saat mengeluarkan dan membuat analisis
toksikologi ,yaitu :

Konsentrasi postmortem dipengaruhi oleh tempat pengambilan

Sampel yang diambil dari lokasi yang sama pada tubuh terkadang dapat
menunjukkan hasil konsentrasi yang berbeda beda tergantung lama waktu sample
diambil.

Dari pemeriksaan tunggal postmortem, kalkulasi dari dosis yang yang diserap
sangat tidak realistik

Saat pengumpulan sampel untuk analisis, instrument yang bersih dan kering
harus dipergunakan untuk mencegah adanya kontaminasi silang dari spesimen
yang akhirnya memberikan hasil yang salah.

Baik penyelidik kejadian pembunuhan dan patologis dapat menyediakan


informasi penting dalam analisis toksikologi.

6.4

Referensi
Hilberg T, Rogde S, Morland J: Postmortem drug redistributionhuman cases related to
results in experimental animals. J Forensic Sci 1999;44(1):39.
Jones GR, Pounder DJ: Site dependence of drug concentrations in postmortem blooda
case study. J Anal Toxicol 1987;11:187191.

Langford AM, Pounder DJ: Possible markers for postmortem drug redistribution. J
Forensic Sci 1997;42(1):8892.
Orfila MJB: A General System of Toxicology, or a Treatise in Poisons Found in the
Mineral, Vegetable and Animal Kingdoms Considered in their Relations with
Physiology,Pathology and Medical Jurisprudence. Carey & Son, Philadelphia, PA,
1817.
6.5

Bacaan yang Disarankan


Druid H, Holmgren P: A compilation of fatal and control concentrations of drugs in
postmortem femoral blood. J Forensic Sci 1997;42(1):7987.
Imwinkelried EJ: Forensic science: toxicological procedures to identify poisons. Crim
Law Bull 1994;30:172179.
Moriya F, Hashimoto Y: Redistribution of basic drugs into cardiac blood from
surrounding

tissues

during

early-states

postmortem.

Forensic

Sci

1999;44(1):1016.
Pounder DJ, Jones GR: Postmortem drug redistributiona toxicological nightmare.
Forensic Sci Int 1990;45:253263.
Repetto MR, Repetto M: Habitual, toxic, and lethal concentrations of 103 drugs of abuse
in humans. Clin Toxicol 1997;35(1):19.
Repetto MR, Repetto M: Therapeutic, toxic, and lethal concentrations in human fluids of
90 drugs affecting the cardiovascular and hematopoietic systems. Clin Toxicol
1997;35(4):345351.
Repetto MR, Repetto M: Therapeutic, toxic and lethal concentrations of 73 drugs
affecting respiratory system in human fluids. Clin Toxicol 1998;36(4):287293.
Repetto MR, Repetto M: Concentrations in human fluids: 101 drugs affecting the
digestive system and metabolism. Clin Toxicol 1999;37(1):18.
Watson WA: The toxicokinetics of poisoning and drug overdose. Am Assoc Clin Chem
1991;12(8):712.

Bab 7. Pembuktian Pelaku Peracunan

Oleh Co Ass Dyah Novita

Pembuktian Kasus Peracunan


Adalah suatu kesalahan untuk memberikan suatu keterangan sebelum memiliki data.
Secara tidak sadar ada orang memutar balikan fakta untuk menjadi bahan dakwaan,
daripada menerangkan suatu fakta dakwaan Sherlock Holmes, oleh Sir Arthur Conan
Doyle

Mari kita membahas tentang pembuktian suatu kasus pembunuhan


oleh karena tindakan peracunan, yang dapat dilakukan dengan melakukan
pembahasan melalui analisis di laboratorium toksikologi, karena pembuktian
ini mempunyai peranan penting dalam mendeteksi suatu kejahatan.
Pertama, pendekatan dengan cara tembak langsung tanpa adanya
dasar bukti bukti untuk pendeteksian bahwa tindakan peracunan ini
merupakan suatu kejahatan, pada kenyataannya tidak akan berhasil. Hal ini
dikarenakan untuk seorang personil analisis toksikologi tidak akan dapat
menangani

sendiri

suatu

spesimen

yang

diminta

dan

tidak

dapat

mengatakan bahwa tindak peracunan itu disangka dan menanyakan apakah


zat racun tersebut dibuktikan terdapat didalam spesimen. Seorang analis
memerlukan suatu panduan untuk menentukan komposisi apakah yang
dapat disangka. Panduan ini berasal dari analisis seorang penyidik kematian,
seperti ditemukannya suatu kelainan pada saat autopsi. Kuncinya adalah jika
terdapat kematian, pemeriksaan medis harus segera dilakukan secepatnya.
Penyelidik harus memerhatikan bahwa konsentrasi komposisi dapat
berbeda beda, tergantung dari lokasi asal spesimen darah, dalam
melakukan analisis secara kuantitatif darah yang berasal jantung dapat
berbeda dari darah yang berasal dari perifer (jauh dari bagian tengah).

Ilmu Forensik dan Ilmu Kedokteran : Tindak kejahatan dengan peracunan, Edisi kedua
Oleh: J.H. Trestrail, III Humana Press Inc., Totowa, NJ

7.1.

DASAR DASAR UNTUK PEMBUKTIAN


Dasar dasar dibawah ini adalah kunci untuk membuktikan bahwa

seseorang telah diracuni ;

Penemuan ; penemuan ini terdiri dari pembuktian secara legal dan


demonstrasi berdasarkan keraguan yang beralasan bahwa kematian
tersebut disebabkan oleh racun. Jangan pernah lupa pentingnya rantai
pembuktian berdasarkan spesimen yang telah diperiksa.

Alasan : hal ini sangat penting karena peyelidik harus menentukan


secara jelas maksud yang ada dibelakang tindakan peracunan
tersebut. Mengapa kita harus mengetahui tindakan yang dilakukan
terhadap korban ? Hal ini menjadi dasar mengapa penelitian tertutup
terhadap korban (victimology) menjadi kunci utama terhadap kasus.

Maksud

merupakan

tujuan

dari

seseorang

individu

yang

mendapatkan tugas dalam menjalankan aksinya. Disini penyelidik akan


menyertai keterangan tentang maksud dari suatu tindakan kriminal.

Akses dalam kepemilikan racun yang menjadi penyebab


terhadap kematian : seorang penyidik kriminal harus menunjukkan
fakta fakta seperti bukti pembelian bahan racun (resep atau tanda
tangan pada pencatatan pembelian). Apakah paket yang berisi racun
tersebut masih dalam bentuk asli, dibungkus atau terdapat di dalam
kaleng yang berhubungan dengan tersangka? Hal ini cukup untuk
membuktikan

bahwa

tersangka

mempunyai

akses

dari

tempat

kerjanya, yaitu menggunakan bahan beracun yang berasal dari tempat


kerjanya atau mempunyai hobi yang melibatkan penggunaan bahan
beracun tersebut.

Akses terhadap korban : apakah terdapat suatu bukti bahwa


tersangka mempunyai pengetahuan tentang kebiasaan sehari hari
korban, apakah tersangka mempunyai kesempatan untuk menguasai

pertahanan diri dari korban dan apakah tersangka dapat dengan


mudah memberikan racun kepada korban baik secara langsung
maupun tidak langsung?

Kematian yang disebabkan oleh racun : harus ada data yang


mencukupi, fakta fakta yang dapat mendukung dan alasan sehingga
dapat menegakkan pernyataan ini. Harus diingat bahwa dalam
membuktikan bahwa seseorang mati karena racun, harus didapatkan
adanya bukti racun yang terdapat di dalam sistem sirkulasi darah
dan/atau

organ

tubuh.

Jika

adanya

bukti

racun

di

saluran

gastrointestinal tidak dapat membuktikan bahwa kematian disebabkan


oleh racun. Hal ini dikarenakan saluran gastrointestinal yang secara
anatomi dimulai dari mulut sampai anus bentuknya seperti pipa air
taman, berbentuk cekung dan terbuka pada kedua ujungnya, dan
secara topografi terletak di bagian luar dari tubuh. Oleh karena itu,
untuk menjadikan hal tersebut menjadi berbahaya, senyawa racun
tersebut harus di absorbsi melewati dinding usus dan masuk kedalam
sistem sirkulasi sistemik sehingga racun tersebut dapat menempati
lokasi yang dapat mengakibatkan efek yang tidak menguntungkan.

Pembunuhan : hal ini tidak hanya dapat dibuktikan secara analitik


atau melalui autopsi saja tetapi tergantung dari kinerja penyidik
krimininal pada olah TKP dan pemeriksaan saksi mata. Penjelasan ini
harus

dikategorikan

untuk

menyingkirkan

kemungkinan

bahwa

kematian disebabkan oleh kecelakaan, penyalahgunaan substansi


berbahaya yang disengaja, atau merupakan tindakan bunuh diri.
Kesimpulannya,
penghukuman,

sangat

untuk

memastikan

kemungkinan

penting

sekali

pembuktian

bahwa

adanya
dari

dasar

penyidikan harus sangat jelas berdasarkan kepada kesimpulannya yaitu


kematian yang disebabkan oleh racun, yang memungkinkan atau tidak
memungkinkan adanya orang lain mempunyai akses untuk menambahi

substansi racun tersebut dan terdakwa tersebut mengetahui efek dari dosis
letal pada korban.
7.2

ANALISIS STATISTIK PADA KASUS PERACUNAN DI AMERIKA

SERIKAT.
Berdasarkan pengetahuan yang telah ada, tidak ada penelitian
epidemiologik yang telah dilakukan sebelum tahun 1990, menurut data
tentang pembunuhan atas dasar peracunan di AS. Penelitian pertama kali
dilakukan oleh Westveer, Testrail dan Pinizotto (1996) dan dipublikasikan
pada

tahun

1996.

Penyelidik

kasus

peracunan

memutuskan

untuk

memeriksa data yang terdapat dalam Uniform Crime Reports (UCR), dibawah
departemen peradilan, mulai tahun 1980 sampai 1989. Laporan ini,
disampaikan secara tahunan oleh polisi diseluruh AS, berisi informasi yang
berasal dari korban dan pelaku dari berbagai macam kasus peracunan.
Informasi ini termasuk keterangan bulan, tahun, kota, informasi korban (jenis
kelamin, umur dan ras) ; informasi pelaku (jenis kelamin, umur dan ras) ;
klasifikasi senyawa racun berbentuk obat, bukan obat atau asap; hubungan
antara korban dengan pelaku; dan klasifikasi kelompok berdasarkan tujuan
dari peracunan ini. Mulai tahun 1980 sampai 1989, total jumlah pembunuhan
sebanyak 202,785 telah dilaporkan dan pada laporan ini, dari seluruh kasus
pembunuhan yang terjadi, terdapat 292 kasus peracunan dengan satu
pelaku terhadap satu korban. Hasil ini mewakili terdapat 14 kasus
pembunuhan dengan peracunan dalam setiap 10.000 kasus pembunuhan
yang terjadi. Informasi dibawah ini ditetapkan dari analisis statistik data
UCR ;
Jenis kelamin

Angka korban pria dan wanita jumlahnya sama.

Jika korban adalah wanita, pelaku biasanya adalah pria.

Jika korban adalah pria, pelaku biasanya dapat seorang wanita atau
pria.

Pelaku laki laki jumlahnya lebih banyak dua kali bila dibandingkan
dengan pelaku wanita.
Ras

Korban dan pelaku, biasanya berasal dari Ras yang sama

Korban sebagian besar merupakan orang kulit putih

Jika korban berkulit putih, pelaku biasanya adalah seorang laki laki.

Jika korban adalah orang negro, pelaku bisa laki laki atau wanita.

Korban orang negro pada seorang laki laki biasanya dua kali lebih
besar bila dibandingkan dengan wanita.

Angka korban berkulit putih yang wanita dan pria jumlahnya sama.

Untuk pelaku baik yang berkulit putih ataupun negro, perbandingan


wanita dan pria sama besarnya.
Umur

Umur korban meningkat jumlahnya antara umur 25 29 tahun.

Umur pelaku meningkat jumlahnya antara umur 20 34 tahun.


Lokasi secara geografis

Kasus peracunan rata rata jumlahnya sekitar 1,47 juta per tahunnya.

Kasus peracunan meningkat jumlahnya di wilayah barat, negara


bagian California mempunyai angka tertinggi.
Faktor lain

Kemungkinan salah satu hal yang paling mengejutkan dari penelitian


ini adalah jumlah pelaku yang tidak diketahui identitasnya dalam kasus
peracunan sebanyak 20 30 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan
tindak pembunuhan yang bukan peracunan. Ini adalah suatu indikasi
lain bahwa pelaksana hukum seperti ahli forensik, harus lebih tajam
lagi dalam kemampuannya menyelidiki daerah pembunuhan dengan
menggunakan racun.

Sebagian besar korban peracunan tidak mempunyai hubungan dengan


keluarga pelaku. Hal ini merupakan hasil yang tidak sesuai, karena
berdasarkan fakta yang ada terlihat bahwa sebagian besar kasus
pembunuhan dengan peracunan merupakan kejahatan yang terjadi di
lingkungan rumah.

Racun yang bukan dari golongan obat digunakan jumlahnya sebanyak


50 % dimana

perbandingannya lebih banyak pada pria daripada

wanita. Dan bahan racun yang berasal dari golongan obat obatan
digunakan lebih banyak tiga kali daripada yang bukan dari golongan
obat, dengan perbandingan antara wanita dan pria sama banyaknya.

Rasio kasus peracunan selama setahun atau bulan relatif konstan.


Tidak ada bulan atau tahun yang mengalami peningkatan atau
penurunan jumlah kasus peracunan yang telah dilaporkan.
Westveer, Jarvis dan Jenson (2004) mengulang kembali penelitian dan

kembali mendiskusikan bersama- sama. Mereka memeriksa data selama


periode tahun 1990 1999 dan hasil yang mereka dapatkan sama. Mereka
menemukan data yang menerangkan bahwa terjadi kasus peracunan
sebanyak 346 kasus dari total kasus pembunuhan satu dekade sebanyak
186,971. Insiden dari 18 kasus pada setiap 10.000 kasus pembunuhan
mewakili peningkatan sebanyak 29 % melampaui jumlah yang ditemukan
pada dekade sebelumnya (Westveer, Jarvin dan Jenson 2004).

Di masa yang akan datang, analisa yang dilakukan seharusnya


memeriksa juga data yang mewakili kasus peracunan dengan pelaku
peracunan seorang diri terhadap korban yang jumlahnya banyak pelaku
peracunan secara berturut turut dan secara relatif menganalisis kasus yang
jarang yaitu dengan pelaku peracunan yang lebih dari satu terhadap satu
korban.

Bab 8. Pelaku Peracunan dalam Pengadilan

Oleh CoAss Dyah Novita

Saya mempunyai tiga aturan, saya tidak pernah mempercayai apa yang jaksa atau polisi
katakan. Saya tidak pernah mempercayai apa yang media massa katakan dan saya tidak
akan pernah percaya apa yang klien saya katakan Pengacara Alan M. Dershowitz-

Jika sebagian besar penyidikan tentang kematian telah dilengkapi.


Tanda bukti telah dikumpulkan dan dapat memberikan petunjuk bahwa
terdakwa sebagai pelaku kejahatan yang diduga sebagai pembunuh dengan
menggunakan racun. Saat inilah waktu yang tepat untuk membuktikan
kepada juri tentang metode, motivasi dan kesempatan pelaku. Mari kita
melihat beberapa perbedaan yang dapat kita jumpai pada percobaan
peracunan versus percobaan pembunuhan dengan mengunakan senjata
tradisional.
Untuk menentukan apakah kematian akibat peracunan, salah satu
dibawah ini harus dibuktikan (lihat gambar 8.1)

Rantai tahanan harus ada, untuk membuktikan siapa yang memiliki


tanda bukti dan kapan kepemilikan terhadap barang bukti itu
terjadi.

Adanya bukti terdapatnya racun berdasarkan analisis yang dibuat.

Adanya bukti bahwa racun tersebut diabsorbsi secara sistematis


dan ditemukan dalam sirkulasi darah bukan di saluran pencernaan.
(Harus diingat bahwa usus bentuknya menyerupai pipa air).

Ilmu Forensik dan Ilmu Kedokteran : Tindak kejahatan dengan peracunan, Edisi kedua
Oleh: J.H. Trestrail, III Humana Press Inc., Totowa, NJ

8.1

TINDAK KEJAHATAN DENGAN MENGGUNAKAN RACUN


Seseorang dapat melakukan tindakan kejahatan dengan peracunan

sampai menimbulkan perlukaan. Tindakan kejahatan peracunan disertai


perlukaan tentu saja akan terjadi ketika korban dalam situasi bahaya
meminta tolong sehingga secara sengaja terdakwa melukai korban agar
dapat meneruskan tindak kejahatannya.
Seorang terdakwa dinyatakan bersalah dalam melakukan suatu
tindakan kejahatan jika dirinya bertindak atau mempunyai maksud untuk
melukai atau bertindak kejahatan karena kelalaiannya. Tindak kejahatan
yang terbilang buruk dapat dihukum sebagai suatu tindak pidana yang
berat dan merupakan hasil dari tindakan dirinya dengan maksud untuk
membunuh. Pada kasus ini, biasanya seorang terdakwa mempunyai maksud

dalam melakukan tindakan kejahatan ini, akan tetapi kasus kejahatan ini
dapat juga dipertimbangkan sebagai tindak kejahatan yang biasa

8.2

STANDAR PENJELASAN TENTANG PEMBELAAN.


Ketika pelaku peracunan masuk kedalam penjara, untuk mendapatkan

penghukuman bagi pelaku akan tidak mudah. Saat ini adalah penentuan dari
hasil penyidik yang telah dilakukan sangat hati hati dan kerja yang teliti
akan menjadi sangat penting. Pada bagian ini, saya akan membahas
beberapa strategi penuntutan dan taktik pembelaan yang nantinya akan
sangat berperan.
Tidak seperti pengadilan dengan dakwaan pembunuhan yang telah
diketahui penyebabnya secara nyata seperti senjata yang dapat dideteksi
(contohnya, senapan, pisau, tali), pada pengadilan dengan dakwaan
pembunuhan dengan racun, kita harus mengingat bahwa sebagian besar
tanda bukti yang ada merupakan tanda bukti yang tidak secara langsung,
atau tanda bukti yang ada pada saat kejadian. Pada tindak kriminal
peracunan, akan terdapat sedikit atau jika ada saksi mata pada saat
kejadian.
Terdakwa

akan

memberikan

pembelaan

mengenai

fakta

yang

ditampilkan oleh penuntut. Pembelaan terbaik dari pelaku adalah jawaban


yang dapat diberikan dari penjelasan tentang fakta yang telah dikemukakan
oleh penuntut. Beberapa kemungkinan penyangkalan terhadap pernyataan
penuntut akan diterima oleh tim pembela yang nantinya akan didiskusikan
pada tahap selanjutnya.
8.2.1.

Peracunan yang bukan penyebab dari kematian

Tim pembela akan berusaha untuk membuktikan bahwa racun tersebut


bukanlah penyebab dari kematian, bahwa korban telah meninggal oleh

karena

penyebab

yang

lain.

Sebagai

contoh,

tim

pembela

akan

berargumentasi bahwa penyebab kematian korban dikarenakan perdarahan


subdural oleh karena jatuh. Pada saat ini, kinerja yang teliti dan kerjasama
antara patologis forensik dan analitik toksikologi akan sangat berperan.

8.2.2.

Peracunan yang terjadi bukan suatu pembunuhan

Tim pembela akan berusaha untuk mengurangi peran keterlibatan


pelaku

dalam

kematian

korban

dengan

mencoba

untuk

meyakinkan

pengadilan bahwa korban sendiri yang menyebabkan kematiannya dengan


memakai sendiri racun tersebut, apakah itu dengan alasan bunuh diri atau
hasil dari penyalahgunaan substansi terlarang oleh korban.
8.2.3.

Tidak ada tujuan pembunuhan

Hal ini dapat memberi kesan bahwa zat kimia yang dimasukkan oleh
pelaku bukan dengan maksud untuk membunuh. Seperti kasus yang terjadi
pada Arthur ford di Inggris, yang telah dibahas pada bab 1, dimana pelaku
memberikan

permen

yang

berisi

kantarida

dengan

maksud

untuk

meningkatkan daya seksual dua orang sekertaris di kantornya. Dia dihukum


dengan

dakwaan

pembunuhan

tanpa

rencana,

karena

pengadilan

menyetujui bahwa maksud pelaku bukanlah untuk membunuhnya. Kasus lain


adalah kematian yang sangat disayangkan dari komedian John Belushi akibat
overdosis obat yang diberikan oleh orang lain.
8.2.4.

Senyawa kimia yang ditemukan bukan racun

Seorang ahli hukum biasanya memperdebatkan definisi yang dapat


diterima dari kata racun. Apakah itu suatu obat dan bukan suatu racun?
Ingat definisi dari Paracelsus mengenai racun : apakah semata mata
berhubungan dengan dosis. Faktor utama yang menentukan potensial dosis

letal dari suatu senyawa kimia adalah tergantung dari konsentrasi dan
lamanya pajanan.
Hal ini dijelaskan pada tahun 1915 oleh seorang ahli kimia dari jerman,
yang mengembangkan suatu pernyataan yang dikenal sebagai produk CT.
Rumus yang dia buat adalah C x T = konstan a.
Maksudnya adalah hasil konsentrasi dari racun (C) dan waktu korban
dapat bertahan hidup (T) adalah nilai yang tetap.

Sebagai contoh,

menghirup beberapa konsentrasi dari karbon monoksida dalam waktu yang


telah ditentukan akan menghasilkan efek yang sama jika kita menghirup
sebagian konsentrasi sebanyak dua kali pada waktu yang sama - hasil secara
toksikologi harus dalam konstan outcome.
8.2.5.

Terdakwa mempunyai alasan

Untuk memiliki racun sampai menjadi miliknya, sama seperti mengapa


terdakwa mempunyai zat kimia yang beracun untuk menjadi miliknya,
terdakwa tersebut dapat membantah tuduhan bahwa kepemilikan dirinya
mempunyai racun dengan alasan karena berhubungan dengan pekerjaanya
(ahli kimia) atau hobi (fotografi) atau senyawa kimia tersebut telah
digunakan

sebagai

pestisida

untuk

rumahnya

atau

herbisida

untuk

membersihkan area dari hama atau tanaman yang tidak dikehendaki.

8.3.

MASALAH DALAM PEMBUKTIAN TINDAKAN PERACUNAN YANG

DISENGAJA.
Pengacara dari pihak penuntut biasanya membatasi dirinya jika
menangani masalah peracunan dalam pengadilan. Salah satu masalah
utama adalah tanda bukti yang akan menjadi kunci utama, akan tampil
secara tidak langsung. Pada jenis pembunuhan dengan menggunakan racun,
tidak adanya saksi mata pada saat kejadian. Masalah lainnya adalah akan

tidak diterimanya definisi hukum mengenai racun. Dan juga terdapat


perselisihan dalam bukti secara ilmiah, dan sebagian besar tanda bukti
seakan akan membantah pembelaan secara teknis yang dilakukan oleh
ahli.
Tujuan yang akan dicapai adalah mendapatkan penghukuman kepada
pelaku dengan membuktikan bahwa kematian tersebut disebabkan oleh
racun, idealnya proses ini dilakukan dengan cara adanya kerjasama antara
patologik dan seorang analitik tanda bukti. Harus dapat dibuktikan bahwa
terdakwa

memberikan

racun

karena

mereka

mampunyai

akses

dan

kesempatan dan sangat tidak mungkin atau terdapat kemungkinan bahwa


ada orang lain yang memasukkan senyawa kimia tersebut. Hal ini juga
penting sekali untuk membuktikan bahwa terdakwa telah mengetahui dosis
letal dari racun tersebut.
Sangatlah bijaksana jika pada pihak penuntut untuk mempersiapkan
kasus ini sambil menanamkan di dalam pikiran, seperti yang telah saya
namakan sebagai piramid penghukuman (lihat gambar 8.2). konsep ini
mewakili empat hal yang harus dibuktikan yang berhubungan dengan suatu
kasus: korban, racun, pelaku dan alasan.
Suatu kasus biasanya dimulai dengan menemukan dua hal yang
mewakili garis yang menghubungi korban-racun, tetapi bukti yang ada harus
meliputi garis pada piramid penghukuman yaitu pada nomer 2, 3 dan 4:
pelaku korban, pelaku-racun dan alasan/maksud-pelaku, berturut turut.
Kecuali jika setiap hal ini tidak dipertanyakan, maka akan menimbulkan
masalah yang besar dalam mendapatkan proses penghukuman.
Tempatkan kasus peracunan dengan hal dibawah ini untuk mencoba
memecahkan sifat pura pura pelaku persamaan aljabar, dimana A =
penggugat, B = korban dan X = racun.
B = Mati! = KORBAN (siapa)

X ditemukan pada B = PENYEBAB (apa)


Mempunyai alasan untuk membunuh B = ALASAN (mengapa)
Mendapatkan X = CARA (bagaimana)
Mempunyai akses menuju B = KESEMPATAN (kapan, dimana)
Peracunan terhadap B = PENUDUHAN (pelaku, siapa?)
Harus selalu diingat pembelaan secara logika dikenal sebagai pisau
cukur Occam : solusi termudah pada masalah yang kemungkinan tepat salah
satunya.
Seperti yang setiap orang lihat, pengadilan pada kasus peracunan
adalah bukan dengan penyerangan untuk mendapatkan penghukuman yang
berat, tetapi melalui pencarian dengan melakukan penyidikan secara benar,
rangkaian tanda bukti yang benar, dan rencana yang teliti, sehingga
kemungkinan penghukuman pelaku sangatlah besar.

Anda mungkin juga menyukai