Anda di halaman 1dari 19

Identifikasi forensik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata.Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtua nya.Identitas seseorang yang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Pemeriksaan sidik jari 2 Metode Visual 3 Pemeriksan Dokumen 4 Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan 5 Identifikasi Medik 6 Pemeriksaan Gigi 7 Pemeriksaan Serologik 8 Metode Eksklusi 9 Identifikasi Potongan Tubuh Manusia (Kasus Mutilasi) 10 Identifikasi Kerangka 11 Pemeriksaan Anatomik 12 Penentuan Ras 13 Daftar Pustaka

[sunting] Pemeriksaan sidik jari


Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem.Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatan nya untuk menentukan identitas seseorang.

Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.

[sunting] Metode Visual


Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya.Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang.Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.

[sunting] Pemeriksan Dokumen


Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang kebetulan ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut.Perlu diingat pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.

[sunting] Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan


Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat membantu proses identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.Khusus anggota ABRI, identifikasi dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang dipakainya.

[sunting] Identifikasi Medik


Metode ini menggunakan data umum dan data khusus.Data umum meliputi tinggi badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya.Data khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang dan sejenisnya. Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga ketepatan nya cukup tingi.Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini. Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, prkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.

[sunting] Pemeriksaan Gigi


Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi dan rahang.Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Seperti hal nya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas.Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem.

[sunting] Pemeriksaan Serologik

Pemeriksaan serologik betujuan untuk menentukan golongan darah jenazah.Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan sidik DNA yang akurasi nya sangat tinggi.

[sunting] Metode Eksklusi


Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut dan sebagainya. Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode indentifikasi yang lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan dengan metodemetode tersebut di atas, maka sisa korban diindentifikasi menurut daftar penumpang.

[sunting] Identifikasi Potongan Tubuh Manusia (Kasus Mutilasi)


Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan jaringan berasal dari manusia atau hewan.Bilamana berasal dari manusia, ditentukan apakah potongan-potongan tersebut dari satu tubuh. Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan, dan keterangan lain seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, serta cara pemotongan tubuh yang mengalami mutilasi. Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal dari manusia dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik dan pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi (reaksi presipitin). Penentuan jenis kelamin ditentukan dengan pemriksaan makroskopik dan harus diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita, seperti Drumstick pada leukosit dan badan Barr pada sel epitel serta jaringan otot.

[sunting] Identifikasi Kerangka


Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur dan tinggi badan, ciri-ciri khusus dan deformitas serta bila memungkinkan dilakukan rekonstruksi wajah.Dicari pula tanda-tanda kekerasan pada tulang dan memperkirakan sebab kematian.Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memeperhatikan kekeringan tulang. Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi dengan membandingkan data antemortem.Bila terdapat foto terakhir wajah orang tersebut semasa hidup, dapat dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan foto Rontgen tulang tengkorak di atas foto wajah orang tersebut yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pengambilan yang sama.Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan.

[sunting] Pemeriksaan Anatomik


Dapat memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia.Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan serologik/ reaksi presipitin dan histologi (jumlah dan diameter kanal-kanal Havers).

[sunting] Penentuan Ras

Penentuan ras dapat dilakukan dengan pemeriksaan antropologik pada tengkorak, gigi geligi, tulang panggul atau lainnya.Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk ke arah ras Mongoloid. Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpal.Sedangkan tinggi badan dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu, dengan menggunakan rumus yang dibuat oleh banyak ahli. Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmaja menemukan rumus untuk populasi dewasa muda di Indonesia; TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) +1,0459(fib) (lk 4,8684) TB = 77,4717 + 2,1889 (tib) + (lk 4,9526) TB = 76,2772 + 2,2522 (fib) (lk 5,0226)

Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2 milimeter dari tulang yang segar, sehingga dalam menghitung tingi badan perlu diperhatikan. Rata-rata tinggi laki-laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada rumus yang terpisah antara lakilaki dan wanita.Apabila tidak dibedakan, maka diperhitungkan ratio laki-laki banding wanita adalah 100:90. Selain itu penggunaan lebih dari satu tulang sangat dianjurkan.(Khusus untuk rumus Djaja SA, panjang tulang yang digunakan adalah panjang tulang yang diukur dari luar tubuh berikut kulit luarnya). Ukuran pada tengkorak, tulang dada, dan telapak kaki juga dapat digunakan untuk menilai tinggi badan.Bila tidak diupayakan rekonstruksi wajah pada tengkorak dengan jalan menambal tulang tengkorak tersebut dengan menggunakan data ketebalan jaringan lunak pada berbagai titik di wajah, yang kemudian diberitakan kepada masyarakat untuk memperoleh masukan mengenai kemungkinan identitas kerangka tersebut
http://id.wikipedia.org/wiki/Identifikasi_forensik

Informasi Umum Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal sudah mulai eksis sejak Stovia pada tahun 1920-an ( dulu bernama Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman ) yang ditekuni oleh dr. H. J. F. Roll yang kemudian menerbitkan buku leerbook der Gerechtelick Geneeskunde. Pada tahun berikutnya, tercatat nama Prof. Sutomo Tjokronegoro, yang juga berkarya di bagian Patologi, melanjutkan pekerjaan di bagian Kedokteran Kehakiman. Pada tahun 1948, didirikan Lembaga Kriminologi yang dimaksud untuk member pelayanan keadilan secara terpadu. Lembaga kriminologi ini terdiri dari unsur kriminologi, kedokteran dan hukum yang secara struktural berdiri dibawah Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan. Baru kemudian pada tahun 1978 lembaga kriminologi ini berdiri sendiri sebagai organ rektorat dan pada tahun 1985 berubah nama menjadi Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, dan pada perkembangan lebih lanjut diletakkan dibawah Lembaga Pengabdian pada Masyarakat Universitas Indonesia. Pendidikan kedokteran forensik bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, juga pendidikan pasca sarjana untuk spesialis kedokteran forensik, menggunakan bahan/jenazah yang dikirimkan oleh pihak penyidik Polri ke Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo. Dengan demikian, terdapat dua fungsi bagi bagian Kedokteran Forensik, dalam hal pendidikan formal merupakan organ pada FKUI sedangkan dalam pelayanan Kedokteran Forensik melaksanakan tugas yang ditujukan oleh pihak yang berwajib ke RSUPN Cipto Mangunkusumo. Divisi Departemen Forensik dan Medikolegal FKUI-RSCM Pelayanan Umum

Departemen Forensik dan Medikolegal FKUI dapat memberikan pelayanan umum berupa : - Unit Forensik Klinik : a. Pemeriksaan korban hidup di IGD b. Asuransi korban hidup - Unit Patologi Forensik : a. Pemeriksaan luar ( external examination ) b. Pemeriksaan dalam ( autopsy ) c. Pengawetan (embalming ) d. Gali kubur (exhumation) e. Pemeriksaan kerangka (identifikasi kerangka) - Unit Laboratorium Forensik : a. Pemeriksaan histopatologi forensic b. Pemeriksaan bercak (darah, urin dan cairan tubuh lain) c. Pemeriksaan golongan darah d. Pemeriksaan toksikologi (Surat keterangan bebas narkoba) e. Pemeriksaan DNA forensic/paternitas - Unit Konsultasi Medikolegal
http://www.fk.ui.ac.id/?page=content.view&alias=dept_forensik

visum et repertum
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.

Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik [1] (Lihat: Patologi forensik) atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia. Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum mengenai keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang berakibat kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban). Khusus untuk perempuan visum et repertum termasuk juga pernyataan oleh dokter apakah seseorang masih perawan atau tidak. [2]

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Jenis Visum et repertum 2 Lima bagian tetap VeR 3 Dasar hukum 4 Visum et repertum pada perlukaan 5 Derajat luka 6 Visum et repertum pada korban kejahatan susila 7 Visum et repertum jenazah 8 Visum et repertum psikiatrik 9 Catatan kaki

[sunting] Jenis Visum et repertum


A. Untuk orang hidup

VeR Biasa, perlukaan (termasuk keracunan) VeR Lanjutan, kejahatan susila VeR Sementara, psikiatrik VeR jenazah

B. Untuk Orang Mati

[sunting] Lima bagian tetap VeR


Ada lima bagian tetap dalam laporan Visum et repertum, yaitu:

Pro Justisia. Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa visum et repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum[3] . Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal, surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa. Pemberitaan. Bagian ini berjudul "Hasil Pemeriksaan", berisi semua keterangan pemeriksaan. Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan yang tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran. Kesimpulan. Bagian ini berjudul "kesimpulan" dan berisi pendapat dokter terhadap hasil pemeriksaan, berisikan: 1. Jenis luka 2. Penyebab luka 3. Sebab kematian 4. Mayat 5. Luka 6. TKP 7. Penggalian jenazah 8. Barang bukti 9. Psikiatrik

Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku "Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara pidana/KUHAP".

[sunting] Dasar hukum


Dalam KUHAP pasal 186 dan 187. (adopsi: Ordonansi tahun 1937 nomor 350 pasal 1)

Pasal 186: Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Pasal 187(c): Surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.

Kedua pasal tersebut termasuk dalam alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP.

[sunting] Visum et repertum pada perlukaan [sunting] Derajat luka


luka derajat satu: yang tidak menyebabkan gangguan pada pekerjaan luka derajat dua: yang menyebabkan gangguan sementara pada pekerjaan luka derajat tiga: sesuai definisi luka berat pada KUHP

[sunting] Visum et repertum pada korban kejahatan susila


terdapat beberapa luka pada bagian tertentu. dan terdapat beberapa ciri khusus dalam bagianbagian tertentu korban. biasanya korban akan mengalami depresi atau tekanan jiwa.

[sunting] Visum et repertum jenazah


irwansyah

[sunting] Visum et repertum psikiatrik http://id.wikipedia.org/wiki/Visum_et_repertum


Traumatologi (dari bahasa Yunani Trauma "yang berarti luka" atau luka) adalah studi tentang luka dan luka yang disebabkan oleh kecelakaan atau kekerasan kepada seseorang, dan terapi bedah dan perbaikan kerusakan. Traumatologi adalah cabang ilmu tentang obat. Traumatologi sering dianggap sebagai bagian dari operasi dan di negara-negara tanpa spesialisasi bedah trauma itu yang paling sering sub-spesialisasi untuk bedah ortopedi . Traumatologi mungkin juga dikenal sebagai operasi kecelakaan. Faktor-faktor dalam melihat luka adalah: Sifat dari luka: apakah itu lecet, abrasi, memar atau membakar Ukuran luka: panjang, lebar dan kedalaman Luasnya wilayah keseluruhan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh dampak dari kekuatan mekanik, atau reaksi terhadap bahan kimia, misalnya, kebakaran atau paparan zat kaustik.

dokter forensik, serta ahli patologi juga mungkin diperlukan untuk memeriksa (traumatik) luka pada orang.

Latar Belakang Ilmu kedokteran Forensik merupakan salah satu disiplin ilmu yang menerapkan ilmu kedokteran

klinis sebagai upaya penengakan hukum dan keadilan (Budiyanto, 1999). Seiring perkembangan waktu, telah terjadi banyak kemajuan dalam ilmu kedokteran Forensik dan ilmu kedokteran

Forensik berkembang menjadi ilmu yang mencakup berbagai aspek ilmu pengetahuan dan dalam ilmu kedokteran Forensik identifikasi merupakan hal yang penting (Amir, 2008). Identifikasi merupakan cara untuk mengenali seseorang melalui karakteristik atau ciri ciri khusus yang dimiliki orang tersebut, dengan cara membandingkannya selama orang tersebut masih hidup dan setelah meninggal (Amir, 2008). Salah satu cara identifikasi adalah dengan antropometri yaitu, pengukuran bagian tubuh dalam usaha melakukan identifikasi. Bertillons memakai cara pengukuran berdasarkan pencatatan warna rambut, mata, warna kulit, bentuk hidung, telinga, dagu, tanda pada badan, tinggi badan, panjang dan lebar kepala, sidik jari, dan DNA (Amir, 2008). Peningkatan kasus kriminal semakin meningkat dengan motif dan modus yang beragam, hal ini menyebabkan semakin pentingnya ilmu kedokteran Forensik. Autopsi atau pemeriksaan post mortem, berfungsi sebagai prosedur medik untuk menentukan penyebab, lama kematian, atau mengevaluasi proses penyakit, dan trauma yang terjadi terhadap korban (Amir,2008). Autopsi dapat dilakukan dengan dua cara, autopsi luar dan autopsi dalam. Dalam autopsi, korban ditemukan dalam berbagai keadaan, potongan tubuh, kerangka, jenazah yang membusuk, atau yang baru meninggal. Penyebab kematiannya pun bisa beragam, akibat perbuatan kriminal, bunuh diri, dan bencana alam (Amir,2008). Berdasarkan Angka kejadian ditemukannya mayat tidak utuh pada tahun 2002 - 2003 di Bagian Forensik FKUI adalah sebanyak 12 (dua belas) kasus, sedangkan Universitas Sumatera Utara

pada tahun 2004 sebanyak 5 ( lima) kasus. Dan di sepanjang tahun 2008 tercatat 6 kasus mutilasi, dan tahun 2010, ada 12 kasus mutilasi anak. Tinggi badan merupakan salah satu data yang harus dikumpulkan dalam identifikasi. Pada saat keadaan jenazah tidak lagi utuh, pengukuran bagian tubuh tertentu dapat dilakukan untuk memperkirakan tinggi badan, telah diketahui berbagai macam formula unruk memperkirakan tinggi badan berdasarkan panjang beberapa tulang panjang,dan penentuan berdasarkan tinggi hidung. Proses osifikasi dan maturasi pada kaki terjadi jauh lebih cepat dibandingkan tulang-tulang panjang. Selama masa remaja tinggi badan menjadi lebih akurat apabila dilakukan melalui pengukuran telapak kaki dibandingkan dengan tulang-tulang panjang.
Penentuan tinggi badan berdasarkan panjang telapak kaki sebelumnya pernah diteliti oleh Kevin T.D (1990) pada orang Eropa, Amar Singh (1990) di Medan, Patel S.M(2007) pada daerah Gujarat, dan Rustishauser pertama kali menunjukkan adanya reliabilitas yang tinggi dari estimasi panjang telapak kaki dengan tinggi badan hampir sama besarnya dengan pengukuran tinggi badan berdasarkan tulang panjang (Patel, 2008). Namun pengukuran panjang telapak kaki dan tinggi badan untuk orang hidup di Indonesia belum

banyak diteliti dan kebanyakan menggunakan tulang atau mayat, sementara tidak semua korban ditemukan hanya berupa tulang belulang. Oleh karena itu, penulis ingin mencari rumus perkiraan tinggi badan melalui panjang telapak kaki di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

http://www.google.co.id

A.

Pendahuluan Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa yang boleh dilakukan serta beroperasi melalui orang yang memperhatikan batas antara perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan dan melawan hukum. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja kepada orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum melainkan juga perbuatan melawan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum. Dalam hukum pidana modern yang merupakan bagian dari politik kriminal disamping penanggulangan menggunakan sistem pidana, dari usaha yang rasional menanggulangi kejahatan masih ada cara lain untuk melindungi masyarakat dari kejahatan. Misalnya usaha peningkatan jiwa masyarakat, maka setiap orang menjadi sadar untuk berperilaku sesuai dengan hukum, dalam upaya menyelaraskan kehidupan masyarakat karena mempertinggi tingkat kesadaran (kesehatan) jiwa manusia terhadap hukum berarti sekaligus ikut menunjang sehatnya penegakan hukum. Cesare Lombroso ialah seorang dokter yang menjadi bapak angkat para ahli hukum pidana dan kriminologi yang meletakkan dasar pemikiran hubungan antara hukum pidana dan kejahatan dengan memperhatikan faktor manusia pelaku kejahatan. Demikian pula Anselm von Feuerbach juga telah memperhatikan faktor kejiwaan manusia dalam merumuskan hukum pidana dan penerapan sanksi pidana.(bambang Purnomo, 1984: 18)

Kejahatan penculikan yang dilakukan oleh wanita, kejahatan pencurian atau perampokan tertentu, pembunuhan bayi, perkosaan, kejahatan sex tertentu, perbuatan kenakalan dan lain-lainnya itu merupakan pelanggaran hukum yang berkaitan dengan kesehatan jiwa seseorang. Dalam upaya menanggulangi kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dalam masyarakat terkadang para penegak hukum belum mampu mendapatkan hasil yang maksimal, misalnya dengan adanya kasuskasus yang berkaitan dengan pemeriksaan kesehatan mental atau jiwa dari baik pelaku, saksi, atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan perkara tersebut tidak memeberikan keterangan yang akurat atau dalam bahasa orang awam keterangan tersebut tidak sesuai dengan yang sesungguhnya ia ketahui. B. Perumusan Masalah Dengan melihat latar belakang dapat ditarik suatu permasalahan yaitu bagaimana keberadaan ahli kedokteran jiwa dalam Undang-undang No.8 Tahun 1981 sebagai usaha menunjang penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak kejahatan ? C. Pembahasan Bagian dari norma hukum pidana menetapkan bahwa pada prinsipnya setiap perbuatan pidana disyaratkan selain bersifat melawan hukum diperlukan juga pertanggungjawaban yang terdapat pada orang yang berbuat. Kamampuan bertanggungjawab dalam hukum pidana merupakan suatu keadaan dari hubungan batin atau jiwa sedemikian rupa terhadap perbuatan yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan. Rumusan pasal-pasal dalam undang-undang dipergunakan berbagai istilah niat, maksud, kehendak, sengaja, alpa, dan lain-lainnya dengan makna diperlukan pada masing-masing jenis kejahatan atau pelanggaran. Di dalam suatu perkara pidana dimana tertuduhnya disangka menderita penyakit jiwa atau terganggu jiwanya, misalnya pembunuhan, maka disini forensik psychiatry (ilmu kedokteran jiwa kehakiman) dengan foresnsik medicine (ilmu kedokteran kehakiman) mempunyai titik pertemuannya yaitu disegi hukum terutama dalam penyelesaian kasus perkara tersebut dalam forum peradilan.(R. Atang Ranoemihardja, 1991: 81) Dalam hukum pidana dikenal dasar pemikiran bahwa setiap orang

yang melakukan kejahatan atau pelanggaran dianggap mampu bertanggung jawab kecuali dibuktikan sebaliknya. (Bambang Purnomo, 1984: 22-23) Sampai saat sekarang ini belum ada pedoman tentang kapan orang diragukan kemampuan bertanggung jawab ? Mampu atau tidaknya bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan seseorang itu sukar diamati oleh petugas yang bukan ahli ilmu jiwa, sehingga dalam praktek penegakkan hukum setelah perkara ternyata rumit pemeriksaannya baru terlintas pendapat untuk meneliti tingkat kemampuan bertanggung jawab (jiwa) orang yang diperiksa. Adakalanya penentuan yang demikian itu sudah terlambat atau ada halangan untuk mendapatkan hasil tepat berhubung berbagai faktor yang menjadi urusan perkembangan ilmu psikiatri, sehingga terlanjur seseorang mendapat putusan pengadilan yang kurang lengkap kebenarannya dan dengan sendirinya menjadi kurang adil. Proses pengadilan yang lambat mengenai penentuan kemampuan bertanggungjawab seseorang yang dituduh melakukan kejahatan/ pelanggaran itu mengurangi kewibawaan peradilan dijaman modern sekarang, bahkan dapat berakibat luas diluar peradilan. Namun dalam perkembangannya juga para pelaku kejahatan tersebut cenderung semakin lama tidak mengindahkan mengenai sanksi atau aturan hukumnya dalam proses pengungkapan suatu perkara agar dapat diselesaikan dengan baik. Seperti perkara korupsi, orang yang membunuh, dimana upya pengungkapan kasusnya tidak dapat berjalan lancar bahkan masing-masing pihak saling menutupi supaya perkara tersebut tidak sampai terbongkar. Dalam menentukan keadaan jiwa seseorang yang tidak sehat diperlukan keterangan dari seorang dokter ahli jiwa. Kewajiban untuk menentukan keadaan jiwa yang tidak sehat melalui ahli kedokteran jiwa tersebut pernah dituangkan dalam konsep rumusan KUHP tahun 1968, tetapi kemudian rumusan tersebut dihapuskan. (Bambang Purnomo, 1984: 24) Mengenai keterangan ahli secara tertulis atau lisan untuk kepentingan peradilan dahulu didasarkan pada pasal 306 HIR yang letaknya menyisip diantara ketentuan pasal-pasal tentang surat bukti, adapun kewajiban ahli atau dokter untuk membantu petugas hukum yang berwenang diatur dalam pasal 70 HIR. Sedangkan pasal-pasal lainnya mengatur bantuan ahli kedokteran kehakiman, sehingga dianggap tidak termasuk bantuan kedokteran jiwa. Ketentuan dalam HIR tersebut sekarang sudah tidak berlaku secara formal, oleh karena itu ketentuan di dalam undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP diharapkan untuk menjadi dasar bantuan ahli kedokteran jiwa. Peraturan bantuan ahli di dalam KUHAP yang menyangkut peranan ahli kedokteran jiwa tidak begitu jelas pasalpasalnya, karena ungkapan dan istilah yang tercantum ahli

kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnyamasih meragukan untuk ditafsirkan termasuk bantuan ahli kedokteran jiwa mengingat makna rumusan pasal dan susunan kronologis pasal yang bersangkutan dengan bantuan ahli tersebut.(Bambang Purnomo, 1984: 25) Dalam KUHAP sendiri pada Pasal 186 hanya dikatakan didalamya bahwa Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan. Sehingga untuk medapatkan ketentuan mengenai keberadaan psychiatry forensik tidak akan dapat ditemukan. Dahulu menurut Reglement Der Kranzinningenwezen Tahun 1887 diatur mengenai cara-cara atau syarat-syarat untuk memasukkan penderita penyakit jiwa ke Rumah Sakit Jiwa, cara-car meminta Psychiatry Attest, dan siapa-siapa saja yang berhak menerimanya serta kepada siapa harus memintanya. Dan menurut Reglement Der Kranzinningenwezen Tahun 1887 tersebut diatas hanya Jaksa atau hakim (ketua) yang berhak mengirimkan seorang tertuduh yang disangka terganggu jiwanya untuk di Observasi di fasilitas Psychiatry. (R. Atang Ranoemihardja, 1991: 81) Dengan tidak adanya ketentuan secara jelas dalam KUHAP mengenai keberadaan ahli jiwa ini secara yuridis tidak akan terjadi apa-apa, akan tetapi apabila dalam perkembangannya secara sosiologis meributkan siapa yang berhak untuk melakukan pemeriksaan tersebut terkadang untuk satu ahli psychiatry dengan satunya tentunya akan membawa hasil yang maksimal untuk perkara-perkara yang telah dikemukakan diatas. Secara kenyataan dapat kita sadari bahwa hasil pemeriksaan kedokteran jiwa bagi seseorang yang menjadi obyek pemeriksaan atau keluarganya mempunyai nilai yang sangat pribadi untuk nama baik dan dapat menyangkut hak asasi manusia. Adakalanya norma hukum publik mengandung aturan yang bersifat perintah atau keharusan dengan akibat mengurangi atau menghilangkan hak pribadi seseorang demi penegakkan hukum mungkin sekali membebankan kewajiban hukum yang menurut kelaziman dokter ada pertentangan. Oleh karena itu perlu diperhatikan hubungan antar etika kedokteran jiwa dengan tanggung jawab yuridis seorang dokter jiwa akan terwujud keseimbangan. Pada dasarnya pengadaan visum et repertum psychiatricum diperuntukan sebagai rangkaian hukum pembuktian tentang kualitas tersangka pada waktu melakukan perbuatan pidana dan penentuan kemampuan bertanggungjawab bagi tersangka. Kebutuhan bantuan kedokteran jiwa dalam kenyataanya berkembang bukan sebagai rangkaian hukum pembuktian akan tetapi untuk kepentingan kesehatan tersangka dalam rangka penyelesaian proses pemeriksaan perkara pidana. Bantuan kesehatan jiwa bagi si tersangka ini sangat diperlukan selain menyangkut perlindungan hak azasi

manusia juga untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan bagi jiwa dan raga manusia.(Bambang Purnomo,1984: 28-29) D. Kesimpulan Dengan melihat pasal-pasal dalam KUHAP yang tidak mengatur mengenai keberadaan psychiatri forensik dengan jelas maka di sini dapat disimpulkan agar dapat dicantumkannya ketentuan yang mengatur keberadaan psychiatri forensik ini kepada pembuat perundang-undangan untuk mengamandemen isi dari beberapa ketentuan KUHAP tersebut. sehingga baik secara yuridis maupun sosiologis nantinya dalam perkembangan praktek sebagai salah satu sarana untuk menyelesaikan adanya suatu tindak pidana atau perkara kejahatan dapat terwujud dengan baik dan mendapatkan hasil yang optimal. Walaupun dalam Undang-undang kesehatan mungkin terdapat ketentuan untuk praktis orang yang sakit jiwa saja

http://underlaw98.tripod.com/ilmu_kedokteran_kehakiman.htm

Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu penegakan hukum dan pemecahan masalahmasalah di bidang hukum. Kedokteran forensik dalam praktik di Amerika Serikat dan negaranegara berbahasa Inggris lainnya agak berbeda dengan praktik di negara-negara Eropa lainnya. Di Amerika Serikat dan negara-negara Anglo-Saxon, kedokteran forensik lebih dititik-beratkan kepada praktik patologi forensik yang menjadi bagian penting dari sistem coroner dan medical examiner, sedangkan di negara-negara Eropa lain berkembang lebih luas.
1

Sistem coroner yang menggunakan ilmu kedokteran forensik sebagai salah satu cara penyelidikan kejahatan terhadap nyawa manusia sudah dikenal sejak jaman raja-raja Anglo Saxon di Inggris. Tulisan resmi terawal yang menunjukkan adanya sistem tersebut berasal dari tahun 1194 pada jamannya Raja Henry I. Namun sistem coroner di Inggris bukanlah yang pertama, karena ternyata penyelidikan kematian telah dimulai di China pada jaman The Warring States pada 475-221 SM, sebagaimana diuraikan dalam buku The Lus Spring and Autumn Annals yang menceriterakan pemeriksaan luka-luka pada tubuh korban pada penyelidikan resmi. Demikian pula kumpulan kasus Yi Yu Ji (a collection of criminal cases) dari dinasti Wu (264-277 M) yang membuktikan jelaga di saluran nafas sebagai bukti masih hidupnya korban saat terbakar hingga mati. Sebagai bukti penting lainnya adalah buku Xi Yuan Ji Lu (The Washing Away of Wrong) yang merupakan hasil kerja seorang medical examiner Sung Tsu dari dinasti Song (1186-1249 M) 2 .

Ruang lingkup ilmu kedokteran forensik berkembang dari waktu ke waktu. Dari semula hanya pada kematian korban kejahatan, kematian tak diharapkan dan tak diduga, mayat tak dikenal, hingga para korban kejahatan yang masih hidup, atau bahkan kerangka, jaringan dan bahan biologis yang diduga berasal dari manusia. Jenis perkaranya pun meluas dari pembunuhan, penganiayaan, kejahatan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, child abuse and neglect, perselisihan pada perceraian, fraud dan abuse pada perasuransian, hingga ke pelanggaran hak asasi manusia.

Asuransi adalah suatu sistem perlindungan terhadap suatu risiko kerugian pada individu dengan cara mendistribusikan atau membagi beban kerugian tersebut kepada individu-individu lain dalam jumlah besar sesuai dengan law of averages. Peserta asuransi tersebut berkewajiban membayar sejumlah premi dan konsekuensinya ia berhak memperoleh kompensasi sejumlah tertentu yang diperjanjikan dalam polis apabila ia terkena risiko yang dipertanggungkan.
Klaim asuransi, baik asuransi jiwa ataupun asuransi kerugian, dapat saja merupakan hasil dari fraud ataupun abuse, sedemikian rupa sehingga memerlukan penyelidikan forensik terlebih dahulu sebelum ditentukan claimabilitynya. Fraud dalam asuransi adalah klaim asuransi dengan niat untuk menipu atau mengambil keuntungan dari perusahaan asuransi. The Coalition Against Insurance Fraud menyatakan bahwa fraud dalam perasuransian di Amerika Serikat mencapai USD 875 per-orang per-tahun,

sehingga diperkirakan kerugian mencapai 80 milyar dollar per-tahun, sedangkan Medicare memperkirakan kerugian pemerintah sebesar 179 milyar dollar per-tahun. 3 Fraud di dalam asuransi kematian saja diduga merugikan hingga 9,6 milyar dollar per-tahunnya di Amerika Serikat.4 Dalam tindak fraud terjadi false representation yang dilakukan dengan niat menipu (sengaja atau lalai berat), yang secara material mempengaruhi klaim, atau perusahaan asuransi telah membuat keputusan dengan reasonable reliance kepada false representation tersebut. http://www.freewebs.com

Anda mungkin juga menyukai