Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan karunia dan rahmat-Nya serta kesehatan dan kesempatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik
Palembang, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Seiring dengan selesainya penulisan makalah yang berjudul Identifikasi
Kerangka, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada

dr.

Binsar Silalahi, SpF selaku pembimbing referat ini.


Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi tercapainya
hasil yang lebih baik dan membawa manfaat bagi semua.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat serta dapat dijadikan
pertimbangan dan sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan

Binjai , Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................

iii

DAFTAR ISI.....................................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Identifikasi Forensik.............................................................................
2.2. Identifikasi Kerangka............................................................................
2.2.1. Membedakan Tulang Manusia dan Tulang Hewan
2.2.2. Penentuan Tulang dari Satu Individu atau Beberapa Individu..
2.2.3. Jenis Kelamin..
2.2.4. Umur..
2.2.5. Ras.
2.2.6. Tinggi Badan..
2.2.7. Waktu Kematian.
2.2.8. Melihat Apakah Tulang Tersebut Dipotong, Dibakar, atau Digigit
Binatang.
2.2.9. Menentukan Kemungkinan Penyebab Kematian..
2.2.10. Pemeriksaan DNA
2.2.11. Rekonstruksi Wajah...
BAB III PENUTUP...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

Seperti diketahui bersama dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan


teknologi dewasa ini, perkembangan di segala bidang kehidupan yang membawa
kesejahteraan bagi umat manusia, pada kenyataannya juga menimbulkan berbagai
akibat yang tidak diharapkan. Salah satu diantara akibat yang tidak diharapkan
tersebut adalah meningkatnya kuantitas maupun kualitas mengenai cara atau
teknik pelaksanaan tindak pidana, khususnya yang berkaitan dengan upaya pelaku
tindak pidana dalam usaha meniadakan sarana bukti, sehingga tidak jarang
dijumpai kesulitan bagi para petugas hukum untuk mengetahui korban dan atau
pelakunya.
Selain itu kemajuan teknologi yang dijumpai pada sarana-sarana angkutan
baik udara, laut maupun darat yang menggunakan mesin-mesin modern dan
canggih sehingga mampu menempuh dalam ruang dan waktu dengan kecepatan
yang sangat tinggi dan daya angkut yang besar, disamping itu juga pembangunan
gedung-gedung besar dan bertingkat di kota-kota besar, seperti perkantoran, pasar
dan kompleks pertokoan, gedung-gedung pertunjukan dan hiburan, hotel-hotel,
pabrik-pabrik dan sebagainya; yang semuanya mempunyai resiko terhadap adanya
kemungkinan terjadinya musibah kecelakaan massal atau kebakaran, demikian
pula persenjataan perang dan bencana alam yang akan dapat menghancurkan
semua benda dan manusia yang menjadi korbannya sehingga sulit atau bahkan

tidak dapat dikenali lagi. Disitulah semua, identifikasi mempunyai arti penting
baik ditinjau dari segi untuk kepentingan forensik maupun non-forensik.
Identifikasi forensik merupakan salah satu upaya membantu penyidik
menentukan identitas seseorang yang identitasnya tidak diketahui baik dalam
kasus pidana maupun kasus perdata. Penentuan identitas seseorang sangat penting
bagi peradilan karena dalam proses peradilan hanya dapat dilakukan secara akurat
bila identitas tersangka atau pelaku dapat diketahui secara pasti. Identifikasi
forensik dapat dilakukan dengan metode-metode antara lain yaitu metode visual
yang dilakukan dengan memperlihatkan korban kepada anggota keluarga atau
teman dekatnya untuk dikenali, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan perhiasan
yang dikenakan korban, pemeriksaan pakaian, identifikasi medis meliputi
pemeriksaan dan pencarian data bentuk tubuh, tinggi dan berat badan, ras, jenis
kelamin, warna rambut, warna tirai mata, cacat tubuh/kelainan khusus, jaringan
parut bekas operasi/luka, tato (rajah).
Selain metode pemeriksaan diatas terdapat juga pemeriksaan serologis
dilakukan untuk menentukan golongan darah korban dari bahan darah/bercak
darah, rambut, kuku, atau tulang. Pemeriksaan sidik jari dengan membuat sidik
jari langsung dari jari korban atau pada keadaan di mana jari telah keriput, sidik
jari dibuat dengan mencopot kulit ujung jari yang mengelupas dan mengenakan
pada jari pemeriksa yang sesuai lalu dilakukan pengambilan sidikjari.
Pemeriksaan gigi meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang secara
manual, radiologis, dan pencetakan gigi dan rahang. Odontogram memuat data
jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi. Metode lainnya yang dapat

digunakan adalah metode eksklusi dilakukan jika terdapat korban yang banyak
dengan daftar tersangka korban pasti seperti pada kecelakaan masal penumpang
pesawat udara, kapal laut (melalui daftar penumpang). Bila semua korban kecuali
satu yang terakhir telah dapat ditentukan identitasnya dengan metoda identifikasi
lain, maka korban yang terakhir tersebut langsung diidentifikasikan dari daftar
korban tersebut.
Identitas seseorang dipastikan bila minimal dua metode yang digunakan
memberi hasil positif (sesuai), di mana salah satunya adalah metode identifikasi
medis. Peran dokter dalam identifikasi personal terutama dalam identifikasi secara
medis, serologis, dan pemeriksaan gigi.
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa
kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur,
tinggi badan, parturitas (riwayat persalinan), ciri-ciri khusus, deformitas, dan bila
memungkinkan dapat dilakukan superimposisi serta rekonstruksi wajah. Dicari
pula tanda kekerasan pada tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan
memperhatikan keadaan kekeringan tulang.
Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan
identifikasi dengan membandingkan data-data hasil pemeriksaan dengan data-data
antemortem. Bila terdapat tulang tengkorak yang utuh dan terdapat foto terakhir
wajah orang tersebut semasa hidup, maka dapat dilakukan metode superimposisi,
yaitu dengan menumpukkan foto Rontgen tulang tengkorak di atas foto wajah
yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pemotretan yang sama.
Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan. Pada keadaan tersebut

dapat pula dilakukan pencetakan tengkorak tersebut lalu dilakukan rekonstruksi


wajah dan kepala pada cetakan tengkorak tersebut dengan menggunakan materi
lilin atau gips sehingga dibentuk rekaan wajah korban. Rekaan wajah tersebut
kemudian ditunjukkan kepada tersangka keluarga korban untuk dikenali.
Pemeriksaan

antropologi

dilakukan

untuk

memperkirakan

apakah

kerangka adalah kerangka manusia atau bukan. Antropologi adalah studi tentang
umat manusia, budaya dan fisik, disemua waktu dan tempat. Antropologi forensik
adalah aplikasi pengetahuan antopologis dan teknik dalam konteks hukum. Hal ini
melibatkan pengetahuan rinci osteologi (anatomi budayatulang dan biologi) untuk
membantu dalam identifikasi dan penyebab kematian sisa-sisa kerangka, serta
pemulihan

tetap

menggunakan

teknik

arkeologi.

Antropologi

fisik

forensik mengkhususkan diri dalam penelitian dan penerapan teknik yang


digunakan unutk menentukan usia saat kematian, seks, afinitas populasi,
perawakannya, kelainan dan atau patologi, dan keistimewaan untuk bahan tulang
modern.Osteologi forensik adalah subdisiplin dari antropologi forensik dan secara
garis besar memfokuskan pada analisa dari rangka manusia untuk tujuan
medikologal. Osteologi forensik paling sering dibutuhkan saat investigasi sisa-sisa
dari tubuh manusia akibat dari kematian wajar yang tidak dapat dijelaskan,
pembunuhan, bunuh diri, atau bencana alam. Meskipun begitu, seiring
meningkatnya frekuensi tersebut, osteolog forensik seringkali diminta untuk
mendampingi dokter spesialis forensik dalam mengkonfirmasi usia dari makhluk
hidup maupun jenazah untuk keperluan peradilan.

Jika dengan pemeriksaan tersebut masih diragukan, misalnya jika yang


ditemukan hanya sepotong tulang saja, maka perlu dilakukan pemeriksaan
serologi (reaksi presipitin), histologi (jumlah dan diameter kanal-kanal Havers),
dan bahkan dengan pemeriksaan DNA.
Referat ini bertujuan membahas berbagai hal mengenai identifikasi
forensik ataupun identifkasi secara umum meliputi: pengertian, arti penting,
macam-macam pemeriksaan dan cara atau metode serta sistem identifikasi. Halhal demikian diperlukan untuk memperoleh pemahaman pemahaman dalam
penanganan dan pemeriksaan identifikasi yang komprehensif.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. IDENTIFIKASI
Identifikasi adalah metode membedakan individu dengan individu
lainnya berdasarkan ciri-ciri karakteristiknya untuk dibedakan dengan
individu lain. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan
tujuan

membantu penyidik

untuk

menentukan

identitas

seseorang.

Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana


maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting
dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam
proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada
jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan
kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak
korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu
identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti
penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtuanya. Identitas
seseorang yang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan
memberikan hasil positif (tidak meragukan).

2.2. IDENTIFIKASI KERANGKA


Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa
kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan
umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan
dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari pula tanda kekerasan pada
tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memperhatikan keadaan
kekeringan tulang.
Pada saat petugas kepolisian membawa tulang untuk dilakukan
pemeriksaan medis, hal-hal yang biasanya dipertanyakan pihak kepolisian
kepada petugas medis antara lain:
1. Apakah tulang tersebut adalah tulang manusia atau bukan.
2. Jika ternyata tulang manusia, tulang dari laki-laki atau wanita.
3. Apakah tulang-tulang tersebut merupakan tulamg dari satu individu atau
beberapa individu.
4. Umur dari pemilik tulang tersebut.
5. Waktu kematian.
6. Apakah tulang-tulang tersebut dipotong, dibakar, atau digigit oleh
binatang.
7. Kemungkinan penyebab kematian.

2.2.1. MEMBEDAKAN TULANG MANUSIA DAN TULANG HEWAN


Hal ini merupakan tugas dokter karena pihak kepolisian dan rakyat
biasanya sering acuh, sehingga pernah terjadi kekeliruan dengan tulang
binatang, terutama dengan tulang-tulang anjung, babi, dan kambing.
Pengetahuan

mengenai

anatomi

manusia,

berperan

penting

untuk

membedakannya. Jika tulang yang dikirim utuh atau terdapat tulang skeletal

akan sangat mudah untuk membedakannya, tetapi akan menjadi sangat sulit
bila hanya fragmen kecil yang dikirim tanpa adanya penampakan yang khas.
Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya sepotong tulan saja, dalamhal
ini perlu dilakukan pemeriksaan serologik (reaksi presipitin) dan histologik
(jumlah dan diameter kanal-kanal Havers).

Tes presipitin
Tes presipitin yang dikonduksi dengan serum anti human dan ekstrak
dari fragmen juga dapat dapat digunakan untuk mnegetahui apakah tulang
tersebut tulang manusia. Tulang manusia dan binatang juga dapat dibedakan
melalui analisa kimia debu tulang.
Tes presipitin merupakan uji spesifik untuk menentukan spesies
dengan cara terlebih dahulu harus dibuat serum anti manusia. Prinsip
pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan
antibodi (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi
aglutinasi.
Hasil pemeriksaan:
Akan terdapat lapisan tipis endapan atau presipitat pada bagian
antara dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka
tidak akan muncul reaksi apapun.
2.2.2. PENENTUAN TULANG DARI SATU INDIVIDU ATAU BEBERAPA
INDIVIDU

Tulang-tulang yang dikirim untuk dilakukan pemeriksaan harus


dipisahkan berdasarkan sisi asalnya, dan selanjutnya dilakukan pencatatan
jika terdapat tulang yang berlebih dari yang sebenarnya , atau terdapat jenis
tulang yang sama dari sisi yang sama.

2.2.3. JENIS KELAMIN


Penentuan jenis kelamin dari kerangka manusia dapat ditentukan
dengan melihat morfologi dan ukuran dari kerangka. Bagian tulang yang
penting untuk menentukan jenis kelamin adalah pelvis dan tengkorak karena
dapat memberikan hasil yang lebih akurat. Selain itu dapat pula ditentukan
menggunakan tulang lainnya seperti scapula, klavikula, humerus, ulna,
radius, sternum, femur, tibia dan kalkaneus.

a. Identifikasi jenis kelamin dari tulang panggul


Ada beberapa tulang yang dapat dianalisis untuk menentukan jenis
kelamin, salah satunya adalah kerangka pelvis. Wanita umumnya
mempunyai tulang pubis

yang lebih lebar dari laki-laki untuk

memungkinkan kepala bayi untuk lewat pada saat proses kelahiran. Ukuran
sudut subpubis lebih dari 90 derajat, sedangkan pada laki-laki <90. Panggul
pada wanita lebih lebar, khususnya tulang kemaluan (os pubis) dan tulang
usus (os oschii), sudut pada insisura ischiadika mayor lebih terbuka,
foramen oburatorium mendekati bentuk segitiga. Sangat diagnostik adalah
Arc compose. Di samping itu pada wanita terdapat lengkung pada bagian
ventral tulang kemaluan, yang tidak kentara pada pria. Bagian subpubica

dari ramus ischio-pubicus cekung pada wanita, sedangkan pada pria tulang
ini cembung. Dilihat dari sisi ventral, pada wanita bagian yang sama agak
tajam, pada pria lebih membulat.

Gambar 1. Perbedaan tulang panggul pada wanita dan laki-laki

Pada panggul, indeks isio-pubis (panjang pubis dikali seratus dibagi


panjang isium) merupakan ukuran yang paling sering digunakan.
-

Nilai laki-laki sekitar 83,6


Nilai wanita sekitar 99,5
Ukuran anatomik lain seperti indeks asetabulo-isiadikum, indeks

cotulo-isiadikum, ukuran pintu atas, tengah dan bawah panggul serta


morfologi deskriptif seperti:
-

Insisura isiadikum mayor yang sempit dan dalam pada laki-laki.


Sulkus preaurikularis yang menonjol pada wanita
Arkus sub-pubis dan krista iliaka

Gambar 2. Perbedaan bentuk pintu atas panggul pada wanita dan laki-laki

Perbedaan pelvis pada laki-laki dan wanita dapat dilihat pada tabel 1.
Penggunaan kerangka pelvis untuk menentukan jenis kelamin memiliki
akurasi 95%. Namun, analisis pada tulang panggul ini tidak dapat menjadi
indikator yang berguna pada anak pra pubertas. Dimorfism antara kedua
jenis kelamin susah dibedakan pada anak pra pubertas.

Tabel 1. Identifikasi jenis kelamin dari tulang panggul


Bobot Hyperfeminin
Feminin
W
-2
-1
Sulcus
3
Mendalam, Lebih dangkal,
Praeauricularis
Batasnya jelas
tapi jelas
Ciri

Sangat terbuka Terbuka bentuk


bentuk V
V

Netral
0
Hanya bekas

Maskulin
+1
Hampir tak
kentara

Hipermaskulin
+2
Tidak ada

Bentuk
peralihan

Bentuk U

Sempit,jelas
bentuk U

45-60

<45

Incisura
ischiadica mayor

Angulus
suppubicus
Os Coxae

>100

90-100

60-100

Rendah,lebar,
sayap luas,
relief otot
kurang jelas

Ciri feminin
kurang jelas

Bentuk
peralihan

Ciri maskulin Tinggi,sempit,reli


kurang jelas
ef otot sangat
kentara

Arc Compose

Dua lengkung

Dua lengkung

Dua lengkung

Satu lengkung

Satu lengkung

Foramen
obturatorium
Corpus ossis
Ischii

Segi tiga sudut


runcing
Sangat
sempit,tuber
ischiadicus
kurang jelas

Segi tiga

Bentuk tidak
jelas
Sedang

Oval
Lebar

Oval dengan
sudut
Bulat

Crista illiaca

Bentuk S-nya Bentuk S-nya


sangat dangkal
dangkal

Sedang

Jelas berbentuk S

Fossa illiaca

Pelvis major

Sangat rendah Rendah dan lebar


dan lebar
Lebar
Sangat lebar

Pelvis minor

Sempit

Tinggi dan
lebarnya
sedang
Sedang

Lebar, oval

b.

Sangat lebar
oval

Lebarnya
sedang, bulat

Tinggi dan
sempit

Sangat lebar
dengan tuber
ischidikus sangat
kuat
Sangat jelas
berbentuk S

Sempit
Sangat tinggi dan
sempit
Sempit berbentuk
harten
Sangat sempit
berbentuk harten

Identifikasi Jenis Kelamin dari Tulang Tengkorak


Dimorfism pada tulang tengkorak dapat digunakan

untuk

membedakan jenis kelamin. Terdapat beberapa perbedaan tulang tengkorak


pria dan winta terlihat pada tabel berikut.
Tengkorak pria lebih besar, lebih berat dan tulangnya lebih tebal.
Seluruh relief tengkorak (benjolan,tonjolan dsb.) lebih jelas pada pria.
Tulang dahi dipandang dari norma lateralis kelihatan lebih miring pada pria,
pada wanita hampir tegak lurus; benjolan dahi (tubera frontalla) lebih
kentara pada wanita, pada pria agak menghilang. Arci supercilliaris lebih
kuat pada laki-laki; sering hampir tidak kentara pada wanita. Pinggir lekuk
mata (orbita) agak tajam/tipis pada wanita dan tumpul/tebal pada pria.
Bentuk orbita pada pria lebih bersegi empat (menyerupai layar TV dengan
sudut tumpul), pada wanita lebih oval membulat.

Prossesus mastoideus besar dan takiknya (incisura mastoidea) lebih


mendalam pada pria. Perbedaan tengkorak laki-laki dan wanita dapat dilihat
pada tabel 2.

Gambar 3. Perbedaan tengkorak wanita dan laki-laki

Tabel 2. Identifikasi jenis kelamin dari tengkorak kepala


No
Tanda
1 Ukuran, volume
2
3
4
5

endokranial
Arsitektur
Tonjolan supraorbital
Prosesus mastoideus
Daerah oksipital, linea

Pria

Wanita

Besar

Kecil

Kasar
Sedang-besar
Sedang-besar
Tidak jelas

Halus
Kecil-sedang
Kecil-sedang
Jelas/menonjol

muskulares dan
6
7
8

protuberensia
Eminensia frontalis
Eminensia partetalis
Orbita

Kecil
Kecil
Persegi, rendah relatif kecil tepi

Besar
Besar
Bundar, tinggi relatif besar tepi

9 Dahi
10 Tulang pipi
11 Mandibula

tumpul
Curam kurang membundar
Berat, arkus lebih ke lateral
Besar, simfisisnya tinggi, ramus

tajam
Membundar, penuh, infantil
Ringan, lebih memusat
Kecil, dengan ukuran korpus dan

12 Palatum

asendingnya lebar
ramus lebih kecil
Besar dan lebar, cenderung seperti Kecil, cenderung seperti parabola

13 Kondilus oksipitalis
14 Gigi geligi

huruf U
Besar
Kecil
Besar, M1 bawah sering 5 kuspid Kecil, molar biasanya 4 kuspid

Sudut yang terbentuk oleh rasmus dan corpus mandibulae lebih


kecil pada pria (mendekati 90). Benjol dagu (protuberia mentalis) lebih
jelas/besar pada pria. Processus coronoideus lebih besar/panjang pada pria.

Tabel 3. Identifikasi jenis kelamin dari mandibula

No
Yang membedakan
1 Ukuran

Laki laki
Lebih besar

Perempuan
Lebih kecil

Sudut anatomis

Everted

Inverted

Dagu

Berbentuk persegi empat

Agak bulat

Bentuk tulang

Berbentuk seperti huruf V

Berbentuk seperti huruf U

Mental tubercle

Besar dan menonjol

Tidak signifikan

Myelohyoid line

Menonjol dan dalam

Kurang menonjol dan dangkal

Tinggi pada simphisis

Lebih

Kurang

mentii
8

Ramus ascending

Lebih lebar

Lebih sempit

Condylar facet

Lebih besar

Lebih kecil

10 Berat dan permukaan

Lebih berat,permukaannya kasar Lebih ringan dengan permukaan


dengan tempat perlengketan otot yang halus
yang menonjol

11 Gigi

c.

Lebih besar

Lebih kecil

Identifikasi jenis kelamin dari tulang femur


Tulang panjang laki-laki lebih panjang dan lebih masif dibandingkan

dengan tulang wanita dengan perbandingan 100:90.


Pada tulang-tulang femur, humerus dan ulna terdapat beberapa ciri
khas yang menunjukkan jenis kelamin seperti ukuran kaput dan kondilus,
sudut antara kaput femoris terdapat batangnya yang lebih kecil pada lakilaki, perforasi fosa olekrani menunjukkan jenis wanita, serta adanya belahan
pada sigmoid notch pada laki-laki.

Tabel 4. Identifikasi jenis kelamin dari tulang femur


No
Yang membedakan
1 Caput

Laki laki
Permukaan persendian Lebih dari

Perempuan
Permukaan persendian

2/3 dari bulatan

kurang dari 2/3 dari


bulatan

2 Collum dan corpus

Membentuk sudut lancip

Membentuk sudut tumpul

3 Kecenderungan corpus

Kurang

Lebih

4 Diameter vertikal caput

Sekitar 4 5 cm

Sekitar 4.15 cm

5 Panjang oblik trochanter

Sekitar 45 cm

Sekitar39 cm

bagian bawah ke arah dalam

6 Garis popliteal

Sekitar 14 cm

Sekitar 10 cm

7 Lebar bicondylar

Sekitar 7 5 cm

Sekitar 7 cm

8 Ciri ciri umum

Berat,permukaan kasar dengan

Ringan dengan

tempat perlekatan otot yang nonjol permukaan yang halus

Gambar 3. Perbedaan tulang femur pada wanita dan laki-laki

d. Identifikasi Jenis kelamin dari tulang-tulang lainnya


Jumlah beberapa ukuran pada tulang dada seperti panjang sternum
tanpa xyphoid, lebar sternum pada segmen I dan II, tebal minimum
manubrium dan korpus sternum segmen I dapat untuk menentukan jenis
kelamin.

2.2.4. UMUR
Walaupun umur sebenarnya tidak dapat ditentukan dari tulang,
namun perkiraan umur seseorang dapat ditentukan. Biasanya pemeriksaan
dari os pubis, sakroiliac joint, cranium, artritis pada spinal dan pemeriksaan

mikroskopis dari tulang dan gigi memberikan informasi yang mendekati


perkiraan umur. Untuk memperkirakan usia, bagian yang berbeda dari
rangka lebih berguna untuk menentukan perkiraan usia pada range usia yang
berbeda. Range usia meliputi usia perinatal, neonatus, bayi dan anak kecil,
usia kanak-kanak lanjut, usia remaja, dewasa muda dan dewasa tua.
Pemeriksaan terhadap pusat penulangan (osifikasi) dan penyatuan
epifisis tulang sering digunakan untuk perkiraan umur pada tahun-tahun
pertama kehidupan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan menggunakan foto
radiologis atau dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap pusat
penulangan pada tulang.
Pemeriksaan terhadap penutupan sutura pada tulang-tulang atap
tengkorak guna perkiraan umur sudah lama diteliti dan telah berkembang
berbagai metode, namun pada akhirnya hampir semua ahli menyatakan
bahwa cara ini tidak akurat dan hanya dipakai dalam lingkup dekade (umur
20-30-40 tahun) atau mid-dekade (umur 25-35-45 tahun) saja.

Umur dalam tiga tahapan :


1. Bayi baru dilahirkan
Neonatus, bayi yg belum mempunyai gigi, sangat sulit untuk
menentukan usianya karena pengaruh proses pengembangan yang berbeda
pada masing-masing individu. Bayi dan anak kecil biasanya telah memiliki
gigi. Pembentukan gigi sering kali digunakan untuk memperkirakan usia.
Gigi permanen mulai terbentuk saat kelahiran, dengan demikian

pembentukan dari gigi permanen merupakan indikator yang baik untuk


menentukan usia. Beberapa proses penulangan mulai terbentuk pada usia
ini, ini berarti bagian-bagian yang lunak dari tulang mulai menjadi keras.
Namun, ini bukan faktor penentuan yg baik. Pengukuran tinggi badan
diukur :
Streeter : tinggi badan dari puncak kepala sampai tulang ekor
Haase : tinggi badan diukur dari puncak kepala sampai tumit
Umur
1 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
5 bulan

Panjang
1 cm
4 cm
9 cm
16 cm
25 cm

Umur
6 bulan
7 bulan
8 bulan
9 bulan
10 bulan

Panjang
30 cm
35 cm
40 cm
45 cm
50 m

2. Anak dan dewasa sampai umur 30 tahun


Masa kanak-kanak lanjut dimulai saat gigi permanen mulai tumbuh.
Semakin banyak tulang yang mulai mengeras. Masa remaja menunjukkan
pertumbuhan tulang panjang dan penyatuan pada ujungnya. Penyatuan ini
merupakan teknik yang berguna dalam penentuan usia. Masing-massing
epifisis akan menyatu pada diafisis pada usia-usia tertentu. Dewasa muda
dan dewasa tua mempunyai metode-metode yang berbeda dalam penentuan
usia; penutupan sutura cranium; morfologi dari ujung iga, permukaan
aurikula dan simfisis pubis; struktur mikro dari tulang dan gigi.
Persambungan speno-oksipital terjadi pada umur 17 25 tahun.
Tulang selangka merupakan tulang panjang terakhir unifikasi.
Unifikasi dimulai umur 18 25 tahun.

Unifikasi lengkap 25 30 tahun, usia lebih dari 31 tahun sudah


lengkap
Tulang belakang sebelum 30 tahun menunjukkan alur yang dalam
dan radier pada permukaan atas dan bawah.
3. Dewasa > 30 tahun
Sutura kranium (persendian non-moveable pada kepala) perlahanperlahan menyatu. Walaupun ini sudah diketahui sejak lama, namun
hubungan penyatuan sutura dengan penentuan umur kurang valid.
Morfologi pada ujung iga berubah sesuai dengan umur. Iga berhubungan
dengan sternum melalui tulang rawan. Ujung iga saat mulai terbentuk tulang
rawan awalnya berbentuk datar, namun selama proses penuaan ujung iga
mulai menjadi kasar dan tulang rawan menjadi berbintik-bintik. Iregularitas
dari ujung iga mulai ditemukan saat usia menua.
Gambar 4. Perkembangan Tengkorak Berdasar Umur

Pemeriksaan tengkorak :
Pemeriksaan sutura, penutupan tabula interna mendahului eksterna
Sutura sagitalis, koronarius dan sutura lambdoideus mulai menutup
umur 20 30 tahun

Sutura parieto-mastoid dan squamaeus 25 35 tahun tetapi dapat tetap


terbuka sebagian pada umur 60 tahun.
Sutura spheno-parietal umumnya tidak akan menutup sampai umur 70
tahun.
Pemeriksaan permukaan simfisis pubis dapat memberikan skala
umur dari 18 tahun hingga 50 tahun, baik yang dikemukakan oleh Todd
maupun oleh Mokern dan Stewart. Mokern dan Stewart membagi simfisis
pubis menjadi 3 komponen yang masing-masing diberi nilai. Jumlah nilai
tersebut menunjukkan umur berdasarkan sebuah tabel.Schranz mengajukan
cara pemeriksaan tulang humerus dan femur guna penentuan umur.
Demikian pula tulang klavikula, sternum, tulang iga dan tulang
belakang mempunyai ciri yang dapat digunakan untuk memperkirakan
umur.Nemeskeri, Harsanyi dan Ascadi menggabungkan pemeriksaan
penutupan sutura endokranial, relief permukan simfisis pubis dan struktur
spongiosa humerus proksimal/epifise femur, dan mereka dapat menentukan
umur dengan kesalahan sekitar 2,55 tahun.Perkiraan umur dari gigi
dilakukan dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan gigi (intrauterin,
gigi susu 6 bulan-3 tahun, masa statis gigi susu 3-6 tahun, geligi campuran
6-12 tahun).Selain itu dapat juga digunakan metode Gustafson yang
memperhatikan atrisi (keausan), penurunan tepi gusi, pembentukan dentin
sekunder, semen sekunder, transparasi dentin dan penyempitan/penutupan
foramen apikalis.
Tabel 5. Usia berdasarkan erupsi gigi
Erupsi gigi susu

Erupsi gigi tetap

6 -8 bln --- I 1bawah

6 thn ----- M1

8 bln --- I 1 atas

7 thn ----- I 1

8 - 10 bln --- I 2 atas

8 thn ----- I 2

10 - 12 bln --- I 2 bwh

9 thn ---- PM 1

12 - 14 bln --- M 1

10 thn ---

18 - 20 bln --- C

11-12 thn -- C

22 - 24 bln --- M 2

12 - 14 thn -- M 2

PM 2

21 - keatas --- M 3

Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu


untuk membedakan usia seseorang, jenis kelamin,dan ras. Hal ini dapat
membantu untuk membatasi korban yang sedang dicari atau untuk
membenarkan/memperkuat identitas korban. Perkembangan gigi secara
regular terjadi sampai usia 15 tahun. Identifikasi melalui pertumbuhan gigi
ini memberikan hasil yang yang lebih baik daripada pemeriksaan
antropologi lainnya pada masa pertumbuhan. Pertumbuhan gigi desidua
diawali pada minggu ke 6 intra uteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12 16
minggu dan berlanjut setelah bayi lahir. Trauma pada bayi dapat
merangsang stress metabolik yang mempengaruhi pembentukan sel gigi.
Kelainan sel ini akan mengakibatkan garis tipis yang memisahkan enamel
dan dentin di sebut sebagai neonatal line. Neonatal line ini akan tetap ada
walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk. Ketika ditemukan
mayat bayi, dan ditemukan garis ini menunjukkan bahwa mayat sudah
pernah dilahirkan sebelumnya. Pembentukan enamel dan dentin ini
umumnya secara kasar berdasarkan teori dapat digunakan dengan melihat
ketebalan dari struktur di atas neonatal line. Pertumbuhan gigi permanen

diikuti dengan penyerapan kalsium, dimulai dari gigi molar pertama dan
dilanjutkan sampai akar dan gigi molar kedua yang menjadi lengkap pada
usia 14 16 tahun. Ini bukan referensi standar yang dapat digunakan untuk
menentukan umur, penentuan secara klinis dan radiografi juga dapat
digunakan untuk penentuan perkembangan gigi.

Gambar 5. X-ray gigi pada anak - anak

Gambar diatas memperlihatkan gambaran panoramic X ray pada


anak-anak.

a) Gambaran yang menunjukkan suatu pola pertumbuhan gigi dan


perkembangan pada usia 9 tahun (pada usia 6 tahun terjadi erupsi dari
akar gigi molar atau gigi 6 tapi belum tumbuh secara utuh).
b) Dibandingkan dengan diagram yang diambil dari Schour dan Massler
pada gambar (b) menunjukkan pertumbuhan gigi pada anak usia 9
tahun.
Penentuan

usia

antara

15 dan 22 tahun

tergantung

dari

perkembangan gigi molar tiga yang pertumbuhannya bervariasi. Setelah


melebihi usia 22 tahun, terjadi degenerasi dan perubahan pada gigi melalui
terjadinya proses patologis yang lambat dan hal seperti ini dapat digunakan
untuk aplikasi forensik.
2.2.5. RAS
Variasi

geografi

dari

rangka

manusia

digunakan

untuk

mengidentifikasi ras manusia atau silsilah seorang individu. Para ahli


antropologi forensik membagi ras ke dalam 3 ras yaitu: Mongoloid, Negroid
dan Kaukasoid.
Dibandingkan dengan perhitungan jenis kelamin, usia dan tinggi
badan, penentuan ras lebih sulit, kurang tepat dan kurang dapat dipercaya,
karena tidak ada tanda di rangka. Rangka digunakan sebagai petunjuk untuk
menentukan ras yang bersifat nonmetrik, yang didokumentasikan melalui
metode antrostopik yang sedikit bersifat subjektif dan bervariasi antara satu
peneliti dengan peneliti lain. Bagaimanapun perkiraan ras merupakan
sebuah cara dalam bidang identifikasi forensik sebagaimana dengan

penentuan usia, jenis kelamin, dan tinggi badan yang sangat mempengaruhi
ras dari masing-masing individu.
Rangka yang digunakan sebagai penentu dari ras sangat difokuskan
pada ciri tengkorak dan gigi geligi. Penentu ras dari tengkorak merupakan
ciri-ciri metric dan non-metrik, termasuk panjang dan lebar bentuk
tengkorak, kekuatan tengkorak, bentuk tengkorak dan secara unik spesifik
pada bentuk gigi. Beberapa perbedaan yang ditemukan pada masing-masing
ras seperti pada gigi seri, pada ras mongoloid dan negroid berbentuk sekop
sementara pada ras kaukasoid tidak. Selain gigi seri juga terdapat perbedaan
pada bentuk tulang pipi, pada kaukasoid tulang pipi kurang lebar, negroid
lebar datar dan mongoloid terletak di antaranya. Perbedaan morfologi ras
mongoloid, negroid dan kaukasoid dapat dilihat pada tabel 6.

Gambar 6. Ras Kaukasoid

Gambar 7. Ras Negroid

Gambar 8. Ras Mongoloid

Tabel 6. Karakter tulang pada masing-masing ras


No
1
2
3
4

Karakter
Indeks kranial
Kontur Sagital
Keeling of skull
Total Indeks

Kaukasoid
75-80, Mesokranial
Melengkung
(-)
>90, makin sempit

Negroid
<75, Dolikokranial
Depresi+cekung ke dalam
(-)
>85, makin lebar

Mongoloid
>80, Brakikranial
Melengkung
(+)
85-90, Rata-rata

5
6

Facial
Profil Wajah
Profil Spina

Lurus Orthognatik
Runcing menonjol

Menonjol/ prognatik
Sedikit runcing

Intermediate
Membulat

7
8
9
10
11
12

Nasal
Korda Basalis
Sutura Palatina
Sutura Metopik
Worman bones
Bentuk orbita
Batas terbawah

Panjang
Simple
(+)
(-)
Sudut miring
Menjauh

Panjang
Simple
(-)
(-)
Persegi
Menjauh

Pendek
Kompleks
(-)
(+)
Bulat tidak miring
Mendekat

13

mata
Indeks nasal

<48, Lepthorhinik

>53, Platyyhinik (lebar)

48-53, Meshorinik

14

Bentuk kavitas

(sempit)
Tear shaped (air

Bulat lebar

(intermediate)
Oval

15

nasal
Tulang nasal

mata)
tower-shaped

Quonset hut shaped

tented (bentuk

(berbentuk menara),

(berbentuk kubah

tented), sempit

sempit dan parallel

metal/baja), lebar dan

dan meluas dari

16

Pertumbuhan

dari anterior, agak

meluas dari anterior, tidak

anterior,

melengkung dalam

melengkung dalam

melengkung

profilnya
(-)

profilnya
(-)

dalam profilnya
(+)

yang berlebih di
17
18

pangkal hidung
Nasal sill
Spina nasalis

(+)
Besar dan

(-)
kecil

(-)
kecil

19

inferior
Arkus

cenderung tajam
Sempit dan agak

Sedang sampai besar dan

Menonjol

zygomatikus

mundur ke

agak mundur ke belakang

Meatus

belakang
membulat

Membulat

Oval

Triangular

Rectangular

Parabola atau

20

acusticus
21

externus
Bentuk palatum

berbentuk
22

Sutura palatine

Irregular (tidak

Irregular

ladam/sepatu kuda
Lurus

23

Oklusi

teratur)
Sedikit overbite

Sedikit overbite

Edge to edge/

24

Insisivus

Blade shaped

Blade shaped (berbentuk

sama rata
Shovel shaped

sentralis

(berbentuk seperti

seperti mata pisau)

(berbentuk seperti

Bentuk ramus

mata pisau)
Terjepit pada

Miring pada bagian

kapak)
Lebar dan vertikal

mandibula

bagian pertengahan

belakang

ascending
Proyeksi ramus

Tidak menonjol

Menonjol

Tidak menonjol

Sedikit melebar
Lebih kemuka dan

Tidak melebar
Membulat

Sedikit melebar
Sedikit menonjol

25

26

mandibula
27
28

ascending
Sudut genital
Profil dagu

menonjol

2.2.6. TINGGI BADAN

Tinggi badan seseorang dapat diperkirakan dari panjang tulang


tertentu, menggunakan rumus yang dibuat banyak ahli.

a.
-

Rumus Antropologi Ragawi UGM untuk pria dewasa (Jawa):


Tinggi badan = 897 + 1,74 y (femur kanan)
Tinggi badan = 822 + 1,90 y (femur kiri)
Tinggi badan = 879 + 2,12 y (tibia kanan)
Tinggi badan = 847 + 2,22 y (tibia kiri)
Tinggi badan = 867 + 2,19 y (fibula kanan)
Tinggi badan = 883 + 2,14 y (fibula kiri)
Tinggi badan = 847 + 2,60 y (humerus kanan)
Tinggi badan = 805 + 2,74 y (humerus kiri)
Tinggi badan = 842 + 3,45 y (radius kanan)
Tinggi badan = 862 + 3,40 y (radius kiri)
Tinggi badan = 819 + 3,15 y (ulna kanan)
Tinggi badan = 847 + 3,06 y (ulna kiri)

b.

Rumus Trotter dan Gleser untuk Mongoloid:


1,22 (fem + fib) + 70,24 ( 3,18 cm)
1,22 (fem + tib) + 70,37 ( 3,24 cm)
2,40 (fib)
+ 80,56 ( 3,24 cm)
2,39 (tib)
+ 81,45 ( 3,27 cm)
2,15 (fem)
+ 72,57 ( 3,80 cm)
1,68 (hum +ulna) + 71,18 ( 4,14 cm)
1,67 (hum + rad) + 74,83 ( 3,24 cm)
2,68 (hum)
+ 83,19 ( 4,25 cm)
3,54 (rad)
+ 82,00 ( 4,60 cm)
3,48 (ulna)
+ 77,45 ( 3,66 cm)

Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmadja menemukan rumus


untuk populasi dewasa muda di Indonesia:
Pria:

TB = 72,9912 + 1,7227 (tib) + 0,7545 (fib) ( 4,2961 cm)


TB = 75,9800 + 2,3922 (tib) ( 4,3572 cm)
TB = 80,8078 + 2,2788 (fib) ( 4,6186 cm)

Wanita: TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) + 1,0459 (fib) ( 4,8684 cm)


TB = 77,4717 + 2,1889 (tib) ( 4,9526 cm)
TB = 76,2772 + 2,2522 (fib) ( 5,0226 cm)

Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2


mm dari tulang yang segar, sehingga dalam menghitung tinggi badan perlu
diperhatikan.
Rata-rata tinggi laki-laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada
rumus yang terpisah antara laki-laki dan wanita. Apabila tidak dibedakan,
maka diperhitungkan ratio laki-laki : wanita adalah 100:90. Selain itu
penggunaan lebih dari satu tulang dianjurkan. (khusus untuk rumus Djaja
SA, panjang tulang yang digunakan adalah panjang tulang yang diukur dari
luar tubuh, berikut kulit di luarnya).
Ukuran pada tengkorak, tulang dada dan telapak tangan juga dapat
digunakan untuk menilai tinggi badan.

2.2.7. WAKTU KEMATIAN


Sangatlah susah untuk memperkirakan waktu kematian dari
pemeriksaan tulang, meskipun begitu dugaan-dugaan dapat dibuat dengan
memperhatikan adanya fraktur, aroma, dan kondisi jaringan lunak dan
ligamen yang melekat dengan pada tulang tersebut. Pada kasus-kasus
fraktur, perkiraan waktu kematian dapat diperkirakan dalam berbagai
tingkatan ketepatan, dengan pemeriksaan callus setelah dibedah sebelumnya
secara longutidunal. Aroma yang dikeluarkan tulang pada beberapa
kematian sangat khas dan menyengat. Harus diingat bahwa anjing, serigala
dan pemakan daging lainnya akan menggunduli tulang tanpa sedikit pun

jaringan lunak dan ligamen, meskipun dalam waktu yang sangat singkat,
tetapi aroma yang ditinggalkanya masih merupakan bukti dan tetap berbeda
dari tulang yang telah mengalami penguraian di tanah.
Tulang-tulang yang baru mempunyai sisa jaringan lunak yang
melekat

pada

tendon

dan

ligamen,

khususnya

di

sekitar

ujung

sendi.Periosteum kelihatan berserat, melekat erat pada permukaan batang


tulang. Tulang rawan mungkin masih ada dijumpai pada permukaan sendi.
Melekatnya sisa jaringan lunak pada tulang adalah berbeda-beda tergantung
kondisi lingkungan, dimana tulang terletak. Mikroba mungkin dengan cepat
merubah seluruh jaringan lunak dan tulang rawan, kadang dalam beberapa
hari atau pun beberapa minggu. Jika mayat dikubur pada tempat atau
bangunan yang tertutup, jaringan yang kering dapat bertahan sampai
beberapa tahun. Pada iklim panas mayat yang terletak pada tempat yang
terbuka biasanya menjadi tinggal rangka pada tahun-tahun pertama,
walaupun tendon dan periosteumnya mungkin masih bertahan sampai lima
tahun atau lebih.
Secara kasar perkiraan lamanya kematian dapat dilihat dari keadaan
tulang seperti :
1. Dari Bau Tulang
Bila masih dijumpai bau busuk diperkirakan lamanya kematian kurang
dari 5 bulan. Bila tidak berbau busuk lagi kematian diperkirkan lebih dari
5 bulan.
2. Warna Tulang

Bila warna tulang masih kekuning-kuningan dapat diperkirakan kematian


kurang dari 7 bulan. Bila warna tulang telah berwarna agak keputihan
diperkirakan kematian lebih dari 7 bulan.
3. Kekompakan Kepadatan Tulang
Setelah semua jaringan lunak lenyap, tulang-tulang yang baru mungkin
masih dapat dibedakan dari tulang yang lama dengan menentukan
kepadatan dan keadaan permukaan tulang. Bila tulang telah tampak mulai
berpori-pori, diperkirakan kematian kurang dari 1 tahun. Bila tulang telah
mempunyai pori-pori yang merata dan rapuh diperkirakan kematian lebih
dari 3 tahun.
Keadaan diatas berlaku bagi tulang yang tertanam di dalam tanah.
Kondisi penyimpanan akan mempengaruhi keadaan tulang dalam jangka
waktu tertentu misalnya tulang pada jari-jari akan menipis dalam beberapa
tahun bahkan sampai puluhan tahun jika disimpan dalam ruangan.
Tulang baru akan terasa lebih berat dibanding dengan tulang yang
lebih tua. Tulang-tulang yang baru akan lebih tebal dan keras, khususnya
tulang- tulang panjang seperti femur. Pada tulang yang tua, bintik kolagen
yang hilang akan memudahkan tulang tersebut untuk dipotong. Korteks
sebelah luar seperti pada daerah sekitar rongga sumsum tulang, pertama
sekali akan kehilangan stroma, maka gambaran efek sandwich akan
kelihatan pada sentral lapisan kolagen pada daerah yang lebih rapuh. Hal ini
tidak akan terjadi dalam waktu lebih dari sepuluh tahun, bahkan dalam abad,
kecuali jika tulang terpapar cahaya matahari dan elemen lain. Merapuhnya

tulang-tulang yang tua, biasanya kelihatan pertama sekali pada ujung


tulang-tulang panjang, tulang yang berdekatan dengan sendi, seperti tibia
atau trochanter mayor dari tulang paha. Hal ini sering karena lapisan luar
dari tulang pipih lebih tipis pada bagian ujung tulang dibandingkan dengan
di bagian batang, sehingga lebih mudah mendapat paparan dari luar.
Kejadian ini terjadi dalam beberapa puluh tahun jika tulang tidak terlindung,
tetapi jika tulang tersebut terlindungi, kerapuhan tulang akan terjadi setelah
satu abad. Korteks tulang yang sudah berumur, akan terasa kasar dan
keropos, yang benar-benar sudah tua mudah diremukkan ataupun dapat
dilobangi dengan kuku jari.
Jadi banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan membusuknya
tulang, disamping jenis tulang itu sendiri mempengaruhi. Tulang-tulang
yang tebal dan padat seperti tulang paha dan lengan dapat bertahan sampai
berabad-abad, sementara itu tulang-tulang yang kecil dan tipis akan hancur
lebih cepat. Lempengan tulang tengkorak, tulang-tulang kaki dan tulangtulang tangan, jari-jari dan tulang tipis dari wajah akan membusuk lebih
cepat, seperti juga yang dialami tulang-tulang kecil dari janin dan bayi.

Pemeriksaan Penentuan Umur Tulang


a. Tes Fisika
Seperti pemeriksaan gambaran fisik dari tulang, fluoresensi cahaya
ultra violet dapat menjadi suatu metode pemeriksaan yang berguna. Jika
batang tulang dipotong melintang, kemudian diamati ditempat gelap,

dibawah cahaya ultra violet, tulang-tulang yang masih baru akan


memancarkan warna perak kebiruan pada tempat pemotongan. Sementara
yang sudah tua, lingkaran bagian luar tidak berfluorosensi sampai ke bagian
tengah.
Dengan pengamatan yang baik akan terlihat bahwa daerah tersebut
akan membentuk jalan keluar dari rongga sumsum tulang. Jalan ini
kemudian pecah dan bahkan lenyap, maka semua permukaan pemotongan
menjadi tidak berfluoresensi. Waktu untuk terjadinya proses ini berubahubah, tetapi diperkirakan efek fluoresensi ultra violet akan hilang dengan
sempurna kira-kira 100 -150 tahun.
Tes Fisika yang lain adalah pengukuran kepadatan dan berat tulang,
pemanasan secara ultra sonik dan pengamatan terhadap sifat-sifat yang
timbul akibat pemanasan pada kondisi tertentu. Semua kriteria ini
bergantung pada berkurangnya stroma organik dan pembentukan dari
kalsifikasi tulang seperti pengoroposannya.

Gambar 9. Perbedaan tes fisika tulang pada berbagai umur

Pada gambar 9 tampak (a) Tulang berumur 3 -80 tahun. Kelihatan


permukaan pemotongan tulang meman carkan warna perak kebiruan pada
seluruh pemotongan.

(b) Setelah satu abad atau lebih sisa fluoresensi

mengerut ke pusat sumsum tulang. (c) Sebelum fluoresensi menghilang


dengan sempurna pada abad berikutnya.

b. Tes Serologi
Tes yang positif pada pemeriksaan hemoglobin yang dijumpai pada
pemeriksaan permukaan tulang ataupun pada serbuk tulang, mungkin akan
memberikan pernyataan yang berbeda tentang lamanya kematian tergantung
pada kepekaan dari tehnik yang dilakukan. penggunaan metode cairan
peroksida yang hasilnya positif, diperkirakan lamanya kematian sekitar 100
tahun. Aktifitas serologi pada tulang akan berakhir dengan cepat pada tulang
yang terdapat di daerah berhawa panas.
Pemeriksaan dengan memakai reaksi Benzidin dimana dipakai
campuran Benzidin peroksida. Jika reaksi negatif penilaian akan lebih
berarti. Jika reaksi positif menyingkirkan bahwa tulang masih baru. Reaksi
positif, diperkirakan umur tulang saat kematian sampai 150 tahun. Reaksi
ini dapat dipakai pada tulang yang masih utuh ataupun pada tulang yang
telah menjadi serbuk.
Aktifitas Immunologik ditentukan dengan metode gel difusion
technique dengan anti human serum. Serbuk tulang yang diolesi dengan
amoniak yang konsentrasinnya rendah, mungkin akan memberi reaksi yang

positif dengan serum anti human seperti reagen coombs, lama kematian
kira-kira 510 tahun, dan ini dipengaruhi kondisi lingkungan.

c. Tes Kimia
Tes Kimia dilakukan dengan metode mikro-Kjeld-hal dengan cara
mengukur pengurangan jumlah protein dan Nitrogen tulang. Tulang-tulang
yang baru mengandung kira-kira 4,5 % Nitrogen, yang akan berkurang
dengan cepat. Jika pada pemeriksaan tulang mengandung lebih dari 4 %
Nitrogen, diperkirakan bahwa lama kematian tidak lebih dari 100 tahun,
tetapi jika tulang mengandung kurang dari 2,4 %, diperkirakan tidak lebih
dari 350 tahun. Penulis lain menyatakan jika nitrogen lebih besar dari 3,5
gram percentimeter berarti umur tulang saat kematian kurang dari 50 tahun,
jika Nitrogen lebih besar dari 2,5 per centimeter berarti umur tulang atau
saat kematian kurang dari 350 tahun.
Inti protein dapat dianalisa, dengan metode Autoanalisa ataupun
dengan Cromatografi dua dimensi. Tulang segar mengandung kira-kira 15
asam amino, terutama jika yang diperiksa dari bagian kolagen tulang. Glisin
dan Alanin adalah yang terutama. Tetapi Fralin dan Hidroksiprolin
merupakan tanda yang spesifik jika yang diperiksa kolagen tulang. Jika pada
pemeriksaan Fralin dan Hidroksiprolin tidak dijumpai, diperkirakan
lamanya kematian sekitar 50 tahun. Bila hanya didapatkan Fralin dan
Hidroksiprolin maka perkiraan umur saat kematian kurang dari 500 tahun.
Asam amino yang lain akan lenyap setelah beratus tahun, sehingga jika

diamati tulang-tulang dari jaman purbakala akan hanya mengandung 4 atau


5 asam amino saja. Sementara itu ditemukan bahwa Glisin akan tetap
bertahan sampai masa 1000 tahun. Bila umur saat kematian kurang dari 70
-100 tahun, akan didapatkan 7 jenis asam amino atau lebih.

2.2.8. MELIHAT APAKAH TULANG TERSEBUT DIPOTONG, DIBAKAR,


ATAU DIGIGIT BINATANG
Tulang, bagian ujung ujung dari tulang, harus diperiksa dengan
sangat teliti untuk mengetahui apakah tulang-tulang tersebut dipotong
dengan benda tajam, atau digerogoti binatang, atau medulanya telah
dimakan. Terkadang petugas kepolisian yang kurang berpengalaman salah
mengira tulang yang digerogoti binatang dan mengiranya dipotong dengan
benda tajam, lalu berusaha menerangkannya dengan berbagai teori yang
tidak jelas. Saluran-saluran nutrisi juga harus diperiksa untuk melihat ada
atau tidaknya arsenic merah atau zat pewarna lainnya untuk mengetahui
dengan pasti apakah tulang tersebut berasal dari ruang pemotongan.

2.2.9. MENENTUKAN KEMUNGKINAN PENYEBAB KEMATIAN


Hampir tidak mungkin untuk menentukan penyebab kematian dari
tulang, kecuali jika didapati fraktur atau cedera, seperti fraktur pada tulang
tengkorak atau pada cervikal atas atau potongan yang dalam pada tulang
yang mengarahkan kepada penggunaan alat pemotong yang kuat. Penyakitpenyakit pada tulang, seperti karies atau nekrosis, atau bekas cedera bakar.

2.2.10. PEMERIKSAAN DNA


Sejauh ini terdapat Sembilan metode untuk mengidentifikasikan
jenazah. Mulai dari melihat bentuk tubuh korban atau tersangka yang belum
rusak (visual), memeriksa dokumen identitas diri, sampai mengenali
pakaian dan perhiasannya. Identifikasi jenazah juga dapat dilakukan dengan
pemeriksaan medis dari bagian tubuh seperti tulang dan uji serologis untuk
mengetahui golongan darah.
Hingga kini metode pemeriksaan DNA adalah cara identifikasi yang
paling tajam dibandingkan metode identifikasi jenazah lainnya dengan
tingkat akurasi mendekati 100%. Hasilnya juga stabil dan bisa
menggunakan semua bagian tubuh korban. Pemeriksaan DNA bisa diambil
dari sample manapun, yang penting sel itu memiliki inti sel. Yang paling
banyak digunakan biasanya darah, namun bisa juga dari cairan sperma,
tulang, rambut, rambut, ludah, urin, maupun kotoran manusia.

2.2.11. REKONSTRUKSI WAJAH


Penggunaan

rekonstruksi

wajah

forensik

telah

membantu

mengidentifikasi mayat yang ditemukan dalam keadaan dekomposisi.


Dengan merekonstruksi wajah, dengan menggunakan komputer,
peneliti forensik dapat menggunakan struktur tulang untuk menambah mata,
rambut dan kulit untuk mengembangkan faksimili dekat orang yang mereka
butuhkan untuk mengidentifikasi. Gambar ini kemudian dibandingkan

dengan database orang hilang untuk melihat apakah ada kecocokan


ditemukan. Jika database telah tidak cocok, polisi kemudian dapat mengirim
foto ke media untuk distribusi.
Gambar 10. Contoh rekonstruksi wajah

Setelah rekonstruksi wajah forensik dan menemukan kecocokan


yang dekat dalam database, ilmu pengetahuan forensik yang lebih
diperlukan untuk menyelesaikan proses. Mereka dapat menggunakan DNA
forensik dari orang yang hilang dan tulang-tulang yang ditemukan untuk
mengkonfirmasi apakah orang tersebut memang yang mereka temukan.
Mereka juga dapat menggunakan ilmu gigi forensik untuk mengetahui
apakah seseorang adalah orang tertentu.

BAB III
PENUTUP

Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan


social budaya mengakibakan tingginya angka kecelakaan, pembunuhan dan
peristiwa-peristiwa

lain

yang

kadang-kadang

mengakibatkan

kesulitan

dikenalinya korban tersebut. Di lain pihak adanya tuntutan untuk segera


dilakukannya identifikasi secara tepat pada korban tersebut. Tak jarang jenazah
yang dibawa untuk diidentifikasi hanya berupa kerangka saja, sehingga
identifikasi sulit untuk dilakukan.

Identifikasi yang dapat dilakukan pada kerangka manusia atau diduga


manusia adalah waktu kematian, profil biologis (umur, jenis kelamin, tinggi, ras),
karakteristik individual dan kemungkinan penyebab kematian.
Waktu kematian dapat diduga dengan menganalisis fraktur, aroma, dan
kondisi jaringan lunak dan ligamen yang melekat dengan pada tulang, serta
perubahan yang terjadi pada tulang.
Penentuan umur dapat dilakukan dengan pemeriksaan penutup sutura, inti
penulangan, penyatuan tulang serta pemeriksaan gigi. Jenis kelamin dapat
dianalisis dengan memeriksa dimorfisme dan ukuran dari tengkorak, tulang
panggul, dan tulang-tulang panjang. Tinggi badan seseorang dapat diperkirakan
dari panjang tulang tertentu, menggunakan rumus yang dibuat ahli yaitu Rumus
Antropologi Ragawi UGM untuk pria dewasa (Jawa), Rumus Trotter dan Gleser
untuk Mongoloid, Rumus dari Djaja Surya Atmadja untuk populasi dewasa muda
di Indonesia. Ras dapat ditentukan dengan melihat karakteristik tengkorak dan
gigi geligi serta tulang-tulang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Amir, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Forensik. 1st ed. Medan: USU Press
Budiyanto, A., Widiatmaka, W., Atmaja, D. S., 1999. Identifikasi Forensik.
Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Halaman 197-202

Anda mungkin juga menyukai