Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan karunia dan rahmat-Nya serta kesehatan dan kesempatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik
Palembang, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Seiring dengan selesainya penulisan makalah yang berjudul Identifikasi
Kerangka, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada
dr.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................
iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
tidak dapat dikenali lagi. Disitulah semua, identifikasi mempunyai arti penting
baik ditinjau dari segi untuk kepentingan forensik maupun non-forensik.
Identifikasi forensik merupakan salah satu upaya membantu penyidik
menentukan identitas seseorang yang identitasnya tidak diketahui baik dalam
kasus pidana maupun kasus perdata. Penentuan identitas seseorang sangat penting
bagi peradilan karena dalam proses peradilan hanya dapat dilakukan secara akurat
bila identitas tersangka atau pelaku dapat diketahui secara pasti. Identifikasi
forensik dapat dilakukan dengan metode-metode antara lain yaitu metode visual
yang dilakukan dengan memperlihatkan korban kepada anggota keluarga atau
teman dekatnya untuk dikenali, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan perhiasan
yang dikenakan korban, pemeriksaan pakaian, identifikasi medis meliputi
pemeriksaan dan pencarian data bentuk tubuh, tinggi dan berat badan, ras, jenis
kelamin, warna rambut, warna tirai mata, cacat tubuh/kelainan khusus, jaringan
parut bekas operasi/luka, tato (rajah).
Selain metode pemeriksaan diatas terdapat juga pemeriksaan serologis
dilakukan untuk menentukan golongan darah korban dari bahan darah/bercak
darah, rambut, kuku, atau tulang. Pemeriksaan sidik jari dengan membuat sidik
jari langsung dari jari korban atau pada keadaan di mana jari telah keriput, sidik
jari dibuat dengan mencopot kulit ujung jari yang mengelupas dan mengenakan
pada jari pemeriksa yang sesuai lalu dilakukan pengambilan sidikjari.
Pemeriksaan gigi meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang secara
manual, radiologis, dan pencetakan gigi dan rahang. Odontogram memuat data
jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi. Metode lainnya yang dapat
digunakan adalah metode eksklusi dilakukan jika terdapat korban yang banyak
dengan daftar tersangka korban pasti seperti pada kecelakaan masal penumpang
pesawat udara, kapal laut (melalui daftar penumpang). Bila semua korban kecuali
satu yang terakhir telah dapat ditentukan identitasnya dengan metoda identifikasi
lain, maka korban yang terakhir tersebut langsung diidentifikasikan dari daftar
korban tersebut.
Identitas seseorang dipastikan bila minimal dua metode yang digunakan
memberi hasil positif (sesuai), di mana salah satunya adalah metode identifikasi
medis. Peran dokter dalam identifikasi personal terutama dalam identifikasi secara
medis, serologis, dan pemeriksaan gigi.
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa
kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur,
tinggi badan, parturitas (riwayat persalinan), ciri-ciri khusus, deformitas, dan bila
memungkinkan dapat dilakukan superimposisi serta rekonstruksi wajah. Dicari
pula tanda kekerasan pada tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan
memperhatikan keadaan kekeringan tulang.
Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan
identifikasi dengan membandingkan data-data hasil pemeriksaan dengan data-data
antemortem. Bila terdapat tulang tengkorak yang utuh dan terdapat foto terakhir
wajah orang tersebut semasa hidup, maka dapat dilakukan metode superimposisi,
yaitu dengan menumpukkan foto Rontgen tulang tengkorak di atas foto wajah
yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pemotretan yang sama.
Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan. Pada keadaan tersebut
antropologi
dilakukan
untuk
memperkirakan
apakah
kerangka adalah kerangka manusia atau bukan. Antropologi adalah studi tentang
umat manusia, budaya dan fisik, disemua waktu dan tempat. Antropologi forensik
adalah aplikasi pengetahuan antopologis dan teknik dalam konteks hukum. Hal ini
melibatkan pengetahuan rinci osteologi (anatomi budayatulang dan biologi) untuk
membantu dalam identifikasi dan penyebab kematian sisa-sisa kerangka, serta
pemulihan
tetap
menggunakan
teknik
arkeologi.
Antropologi
fisik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. IDENTIFIKASI
Identifikasi adalah metode membedakan individu dengan individu
lainnya berdasarkan ciri-ciri karakteristiknya untuk dibedakan dengan
individu lain. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan
tujuan
membantu penyidik
untuk
menentukan
identitas
seseorang.
mengenai
anatomi
manusia,
berperan
penting
untuk
membedakannya. Jika tulang yang dikirim utuh atau terdapat tulang skeletal
akan sangat mudah untuk membedakannya, tetapi akan menjadi sangat sulit
bila hanya fragmen kecil yang dikirim tanpa adanya penampakan yang khas.
Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya sepotong tulan saja, dalamhal
ini perlu dilakukan pemeriksaan serologik (reaksi presipitin) dan histologik
(jumlah dan diameter kanal-kanal Havers).
Tes presipitin
Tes presipitin yang dikonduksi dengan serum anti human dan ekstrak
dari fragmen juga dapat dapat digunakan untuk mnegetahui apakah tulang
tersebut tulang manusia. Tulang manusia dan binatang juga dapat dibedakan
melalui analisa kimia debu tulang.
Tes presipitin merupakan uji spesifik untuk menentukan spesies
dengan cara terlebih dahulu harus dibuat serum anti manusia. Prinsip
pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan
antibodi (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi
aglutinasi.
Hasil pemeriksaan:
Akan terdapat lapisan tipis endapan atau presipitat pada bagian
antara dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka
tidak akan muncul reaksi apapun.
2.2.2. PENENTUAN TULANG DARI SATU INDIVIDU ATAU BEBERAPA
INDIVIDU
memungkinkan kepala bayi untuk lewat pada saat proses kelahiran. Ukuran
sudut subpubis lebih dari 90 derajat, sedangkan pada laki-laki <90. Panggul
pada wanita lebih lebar, khususnya tulang kemaluan (os pubis) dan tulang
usus (os oschii), sudut pada insisura ischiadika mayor lebih terbuka,
foramen oburatorium mendekati bentuk segitiga. Sangat diagnostik adalah
Arc compose. Di samping itu pada wanita terdapat lengkung pada bagian
ventral tulang kemaluan, yang tidak kentara pada pria. Bagian subpubica
dari ramus ischio-pubicus cekung pada wanita, sedangkan pada pria tulang
ini cembung. Dilihat dari sisi ventral, pada wanita bagian yang sama agak
tajam, pada pria lebih membulat.
Gambar 2. Perbedaan bentuk pintu atas panggul pada wanita dan laki-laki
Perbedaan pelvis pada laki-laki dan wanita dapat dilihat pada tabel 1.
Penggunaan kerangka pelvis untuk menentukan jenis kelamin memiliki
akurasi 95%. Namun, analisis pada tulang panggul ini tidak dapat menjadi
indikator yang berguna pada anak pra pubertas. Dimorfism antara kedua
jenis kelamin susah dibedakan pada anak pra pubertas.
Netral
0
Hanya bekas
Maskulin
+1
Hampir tak
kentara
Hipermaskulin
+2
Tidak ada
Bentuk
peralihan
Bentuk U
Sempit,jelas
bentuk U
45-60
<45
Incisura
ischiadica mayor
Angulus
suppubicus
Os Coxae
>100
90-100
60-100
Rendah,lebar,
sayap luas,
relief otot
kurang jelas
Ciri feminin
kurang jelas
Bentuk
peralihan
Arc Compose
Dua lengkung
Dua lengkung
Dua lengkung
Satu lengkung
Satu lengkung
Foramen
obturatorium
Corpus ossis
Ischii
Segi tiga
Bentuk tidak
jelas
Sedang
Oval
Lebar
Oval dengan
sudut
Bulat
Crista illiaca
Sedang
Jelas berbentuk S
Fossa illiaca
Pelvis major
Pelvis minor
Sempit
Tinggi dan
lebarnya
sedang
Sedang
Lebar, oval
b.
Sangat lebar
oval
Lebarnya
sedang, bulat
Tinggi dan
sempit
Sangat lebar
dengan tuber
ischidikus sangat
kuat
Sangat jelas
berbentuk S
Sempit
Sangat tinggi dan
sempit
Sempit berbentuk
harten
Sangat sempit
berbentuk harten
untuk
endokranial
Arsitektur
Tonjolan supraorbital
Prosesus mastoideus
Daerah oksipital, linea
Pria
Wanita
Besar
Kecil
Kasar
Sedang-besar
Sedang-besar
Tidak jelas
Halus
Kecil-sedang
Kecil-sedang
Jelas/menonjol
muskulares dan
6
7
8
protuberensia
Eminensia frontalis
Eminensia partetalis
Orbita
Kecil
Kecil
Persegi, rendah relatif kecil tepi
Besar
Besar
Bundar, tinggi relatif besar tepi
9 Dahi
10 Tulang pipi
11 Mandibula
tumpul
Curam kurang membundar
Berat, arkus lebih ke lateral
Besar, simfisisnya tinggi, ramus
tajam
Membundar, penuh, infantil
Ringan, lebih memusat
Kecil, dengan ukuran korpus dan
12 Palatum
asendingnya lebar
ramus lebih kecil
Besar dan lebar, cenderung seperti Kecil, cenderung seperti parabola
13 Kondilus oksipitalis
14 Gigi geligi
huruf U
Besar
Kecil
Besar, M1 bawah sering 5 kuspid Kecil, molar biasanya 4 kuspid
No
Yang membedakan
1 Ukuran
Laki laki
Lebih besar
Perempuan
Lebih kecil
Sudut anatomis
Everted
Inverted
Dagu
Agak bulat
Bentuk tulang
Mental tubercle
Tidak signifikan
Myelohyoid line
Lebih
Kurang
mentii
8
Ramus ascending
Lebih lebar
Lebih sempit
Condylar facet
Lebih besar
Lebih kecil
11 Gigi
c.
Lebih besar
Lebih kecil
Laki laki
Permukaan persendian Lebih dari
Perempuan
Permukaan persendian
3 Kecenderungan corpus
Kurang
Lebih
Sekitar 4 5 cm
Sekitar 4.15 cm
Sekitar 45 cm
Sekitar39 cm
6 Garis popliteal
Sekitar 14 cm
Sekitar 10 cm
7 Lebar bicondylar
Sekitar 7 5 cm
Sekitar 7 cm
Ringan dengan
2.2.4. UMUR
Walaupun umur sebenarnya tidak dapat ditentukan dari tulang,
namun perkiraan umur seseorang dapat ditentukan. Biasanya pemeriksaan
dari os pubis, sakroiliac joint, cranium, artritis pada spinal dan pemeriksaan
Panjang
1 cm
4 cm
9 cm
16 cm
25 cm
Umur
6 bulan
7 bulan
8 bulan
9 bulan
10 bulan
Panjang
30 cm
35 cm
40 cm
45 cm
50 m
Pemeriksaan tengkorak :
Pemeriksaan sutura, penutupan tabula interna mendahului eksterna
Sutura sagitalis, koronarius dan sutura lambdoideus mulai menutup
umur 20 30 tahun
6 thn ----- M1
7 thn ----- I 1
8 thn ----- I 2
9 thn ---- PM 1
12 - 14 bln --- M 1
10 thn ---
18 - 20 bln --- C
11-12 thn -- C
22 - 24 bln --- M 2
12 - 14 thn -- M 2
PM 2
21 - keatas --- M 3
diikuti dengan penyerapan kalsium, dimulai dari gigi molar pertama dan
dilanjutkan sampai akar dan gigi molar kedua yang menjadi lengkap pada
usia 14 16 tahun. Ini bukan referensi standar yang dapat digunakan untuk
menentukan umur, penentuan secara klinis dan radiografi juga dapat
digunakan untuk penentuan perkembangan gigi.
usia
antara
15 dan 22 tahun
tergantung
dari
geografi
dari
rangka
manusia
digunakan
untuk
penentuan usia, jenis kelamin, dan tinggi badan yang sangat mempengaruhi
ras dari masing-masing individu.
Rangka yang digunakan sebagai penentu dari ras sangat difokuskan
pada ciri tengkorak dan gigi geligi. Penentu ras dari tengkorak merupakan
ciri-ciri metric dan non-metrik, termasuk panjang dan lebar bentuk
tengkorak, kekuatan tengkorak, bentuk tengkorak dan secara unik spesifik
pada bentuk gigi. Beberapa perbedaan yang ditemukan pada masing-masing
ras seperti pada gigi seri, pada ras mongoloid dan negroid berbentuk sekop
sementara pada ras kaukasoid tidak. Selain gigi seri juga terdapat perbedaan
pada bentuk tulang pipi, pada kaukasoid tulang pipi kurang lebar, negroid
lebar datar dan mongoloid terletak di antaranya. Perbedaan morfologi ras
mongoloid, negroid dan kaukasoid dapat dilihat pada tabel 6.
Karakter
Indeks kranial
Kontur Sagital
Keeling of skull
Total Indeks
Kaukasoid
75-80, Mesokranial
Melengkung
(-)
>90, makin sempit
Negroid
<75, Dolikokranial
Depresi+cekung ke dalam
(-)
>85, makin lebar
Mongoloid
>80, Brakikranial
Melengkung
(+)
85-90, Rata-rata
5
6
Facial
Profil Wajah
Profil Spina
Lurus Orthognatik
Runcing menonjol
Menonjol/ prognatik
Sedikit runcing
Intermediate
Membulat
7
8
9
10
11
12
Nasal
Korda Basalis
Sutura Palatina
Sutura Metopik
Worman bones
Bentuk orbita
Batas terbawah
Panjang
Simple
(+)
(-)
Sudut miring
Menjauh
Panjang
Simple
(-)
(-)
Persegi
Menjauh
Pendek
Kompleks
(-)
(+)
Bulat tidak miring
Mendekat
13
mata
Indeks nasal
<48, Lepthorhinik
48-53, Meshorinik
14
Bentuk kavitas
(sempit)
Tear shaped (air
Bulat lebar
(intermediate)
Oval
15
nasal
Tulang nasal
mata)
tower-shaped
tented (bentuk
(berbentuk menara),
(berbentuk kubah
tented), sempit
16
Pertumbuhan
anterior,
melengkung dalam
melengkung dalam
melengkung
profilnya
(-)
profilnya
(-)
dalam profilnya
(+)
yang berlebih di
17
18
pangkal hidung
Nasal sill
Spina nasalis
(+)
Besar dan
(-)
kecil
(-)
kecil
19
inferior
Arkus
cenderung tajam
Sempit dan agak
Menonjol
zygomatikus
mundur ke
Meatus
belakang
membulat
Membulat
Oval
Triangular
Rectangular
Parabola atau
20
acusticus
21
externus
Bentuk palatum
berbentuk
22
Sutura palatine
Irregular (tidak
Irregular
ladam/sepatu kuda
Lurus
23
Oklusi
teratur)
Sedikit overbite
Sedikit overbite
Edge to edge/
24
Insisivus
Blade shaped
sama rata
Shovel shaped
sentralis
(berbentuk seperti
(berbentuk seperti
Bentuk ramus
mata pisau)
Terjepit pada
kapak)
Lebar dan vertikal
mandibula
bagian pertengahan
belakang
ascending
Proyeksi ramus
Tidak menonjol
Menonjol
Tidak menonjol
Sedikit melebar
Lebih kemuka dan
Tidak melebar
Membulat
Sedikit melebar
Sedikit menonjol
25
26
mandibula
27
28
ascending
Sudut genital
Profil dagu
menonjol
a.
-
b.
jaringan lunak dan ligamen, meskipun dalam waktu yang sangat singkat,
tetapi aroma yang ditinggalkanya masih merupakan bukti dan tetap berbeda
dari tulang yang telah mengalami penguraian di tanah.
Tulang-tulang yang baru mempunyai sisa jaringan lunak yang
melekat
pada
tendon
dan
ligamen,
khususnya
di
sekitar
ujung
b. Tes Serologi
Tes yang positif pada pemeriksaan hemoglobin yang dijumpai pada
pemeriksaan permukaan tulang ataupun pada serbuk tulang, mungkin akan
memberikan pernyataan yang berbeda tentang lamanya kematian tergantung
pada kepekaan dari tehnik yang dilakukan. penggunaan metode cairan
peroksida yang hasilnya positif, diperkirakan lamanya kematian sekitar 100
tahun. Aktifitas serologi pada tulang akan berakhir dengan cepat pada tulang
yang terdapat di daerah berhawa panas.
Pemeriksaan dengan memakai reaksi Benzidin dimana dipakai
campuran Benzidin peroksida. Jika reaksi negatif penilaian akan lebih
berarti. Jika reaksi positif menyingkirkan bahwa tulang masih baru. Reaksi
positif, diperkirakan umur tulang saat kematian sampai 150 tahun. Reaksi
ini dapat dipakai pada tulang yang masih utuh ataupun pada tulang yang
telah menjadi serbuk.
Aktifitas Immunologik ditentukan dengan metode gel difusion
technique dengan anti human serum. Serbuk tulang yang diolesi dengan
amoniak yang konsentrasinnya rendah, mungkin akan memberi reaksi yang
positif dengan serum anti human seperti reagen coombs, lama kematian
kira-kira 510 tahun, dan ini dipengaruhi kondisi lingkungan.
c. Tes Kimia
Tes Kimia dilakukan dengan metode mikro-Kjeld-hal dengan cara
mengukur pengurangan jumlah protein dan Nitrogen tulang. Tulang-tulang
yang baru mengandung kira-kira 4,5 % Nitrogen, yang akan berkurang
dengan cepat. Jika pada pemeriksaan tulang mengandung lebih dari 4 %
Nitrogen, diperkirakan bahwa lama kematian tidak lebih dari 100 tahun,
tetapi jika tulang mengandung kurang dari 2,4 %, diperkirakan tidak lebih
dari 350 tahun. Penulis lain menyatakan jika nitrogen lebih besar dari 3,5
gram percentimeter berarti umur tulang saat kematian kurang dari 50 tahun,
jika Nitrogen lebih besar dari 2,5 per centimeter berarti umur tulang atau
saat kematian kurang dari 350 tahun.
Inti protein dapat dianalisa, dengan metode Autoanalisa ataupun
dengan Cromatografi dua dimensi. Tulang segar mengandung kira-kira 15
asam amino, terutama jika yang diperiksa dari bagian kolagen tulang. Glisin
dan Alanin adalah yang terutama. Tetapi Fralin dan Hidroksiprolin
merupakan tanda yang spesifik jika yang diperiksa kolagen tulang. Jika pada
pemeriksaan Fralin dan Hidroksiprolin tidak dijumpai, diperkirakan
lamanya kematian sekitar 50 tahun. Bila hanya didapatkan Fralin dan
Hidroksiprolin maka perkiraan umur saat kematian kurang dari 500 tahun.
Asam amino yang lain akan lenyap setelah beratus tahun, sehingga jika
rekonstruksi
wajah
forensik
telah
membantu
BAB III
PENUTUP
lain
yang
kadang-kadang
mengakibatkan
kesulitan
DAFTAR PUSTAKA
Amir, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Forensik. 1st ed. Medan: USU Press
Budiyanto, A., Widiatmaka, W., Atmaja, D. S., 1999. Identifikasi Forensik.
Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Halaman 197-202