Anda di halaman 1dari 31

Tinjauan Pustaka

Sepasang Suami Istri yang Diduga Meninggal Keracunan CO


Samsul Rizal Almadani

102011445

Theresia Indriani PC

102012071

Michael Sukmapradipta

102012253

Ega Farhatu Jannah

102012277

Kiki Puspitasari

102012350

Surya Dharma

102012390

Risma Lestari Siregar

102012426

Susi Sugiarti

102014267
KELOMPOK A5

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No. 06 Jakarta Barat
A5ukrida@gmail.com

KASUS: Suatu hari anda di datangi penyidik untuk membantu mereka dalam
memeriksa suatu tempat kejadian perkara (TKP). Menurut penyidik, TKP adalah sebuah
rumah yang cukup besar milik seorang pengusaha dan istrinya ditemukan meninggal dunia di
dalam kamar yang terkunci didalam. Anaknya yang pertama kali mencurugai hal itu (08.00)
karena si ayah yang biasanya bangun untuk lari pagi, hari ini belum keluar dari kamarnya. Ia
bersama dengan pak ketua RT melaporkannya pada polisi.
Penyidik telah membuka kamar tersebut dan menemukan kedua orang tersebut tiduran
ditempat tidurnya dan dalam keadaan mati. Tidak ada tanda-tanda perkelahian diruang
tersebut, segalanya masih tertata rapi sebagaiman biasa, tutur anaknya. Dari pengamatan
sementara tidak ditemukan luka-luka pada kedua mayat dan tidak ada barang yang hilang.
Salah seorang penyidik ditelpon oleh petugas asuransi bahwa ia telah dihubungi oleh anak si
pengusaha berkaitan dengan kemungkinan klaim asuransi jiwa pengusaha tersebut.

PENDAHULUAN
Di masyarakat sering terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh
dan nyawa manusia.

Dalam menangani berbagai kasus ini diperlukan ilmu kedokteran

forensik untuk membantu proses peradilan dalam arti luas yang meliputi tahap penyidikan
sampai sidang pengadilan. Diperlukan bantuan dokter untuk memastikan sebab, cara, dan
waktu kematian pada peristiwa kematian tidak wajar karena pembunuhan, bunuh diri,
kecelakaan atau kematian yang mencurigakan.
Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakikatnya
adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materil terhadap perkara pidana tersebut. Untuk
pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini, diperlukan bantuan ahli
didalam bidang kedokteran forensik untuk membuat jelas jalannya rangkaian peristiwa
perkara pidana tersebut. Hal ini dapat dilihat dari ilmu yang berkaitan dengan, aspek hukum,
prosedur medikolegal, tanatologis, teknik pemeriksaan dan segala sesuatu yang terkait supaya
dapat benar-benar memanfaatkan pengetahuan kedokteran untuk kepentingan pengadilan.
Hasil pemeriksaan dan laporan tertulis akan digunakan sebagai petunjuk atau pedoman dan
alat bukti dalam menyidik, menuntut dan mengadili perkara pidana maupun perdata.
Dalam kasus ini, dikatakan bahwa suami istri meninggal di dalam kamar tanpa
diketahui penyebabnya, oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan untuk mencari apa
sebenarnya penyebab kematian pasangan ini.
A. IDENTIFIKASI FORENSIK
Identifiasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu
penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu
masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat
amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses
pengadilan.
Peran ilmu kedokteran forensic dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak
dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar, dan pada kecelakaan masal,
bencana alam atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh
manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensic juga berperan dalam berbagai kasus
lain seperti penculikan anak, bayi yang tertukar atau diragukan orang tuanya.
Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit 2 metode yang digunakan
memberikah hasil positif (tidak meragukan).Penentuan identitas personal dapat menggunakan
2

metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologic,
dan secara eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA.
1. Pemeriksaan Sidik Jari
Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante
mortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling
tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.
Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari
tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya melakukan pembungkusan kedua
tangan jenazah dengan kantung plastik.
2. Metode Visual
Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang
merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang
belum membusuk sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih
dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang
turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.
3. Pemeriksaan Dokumen
Dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, paspor, dsb) yang kebetulan dijumpai
dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat mengenali jenazah tersebut.Perlu diingat
bahwa pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada
dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.
4. Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah mungkin dapat diketahui merek
atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya dapat membantu
identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut. Khusus anggota ABRI,
masalah identifikasi dipermudah dengan adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung
logam yang dipakainya.
5. Identifikasi Medik
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata,
cacat atau kelainan khusus, tatu (rajah).
3

Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan
menggunakan berbagai cara / modifikasi (termasuk pemeriksaan sinar-X), sehingga
ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak / kerangka pun masih dapat dilakukan
metode identifikasi ini.
Melalui metode ini, diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan
tinggi badan, kelainan pada tulang, dsb.
6. Pemeriksaan Gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi serta
rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi,
dan sebagainya.
Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang
khas. Dengan demikian, dapat dilakukan identifikasi dengan cara membandingkan data
temuan dengan data pembanding ante mortem.
7. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah.
Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan
memeriksa rambut, kuku, dan tulang.
8. Metode Eksklusi
Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang
dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut, dsb.
Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan
metode-metode identifikasi lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan
dengan metode-metode tersebut diatas, maka sisa korban diidentifikasi menurut daftar
penumpang.
B. ASPEK HUKUM
Hukum pidana yang berkaitan dengan profesi dokter tentang kejahatan terhadap tubuh
dan jiwa manusia, yang berkaitan dengan kasus PBL 2 mencakup antara lain: 1,2
1. Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan
4

2. Pasal 338 KUHP


Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
3. Pasal 339 KUHP
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu, paling lama dua puluh tahun.
4. Pasal 340 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima
tahun.
5. Pasal 356 KUHP
Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan
sepertiga:
1) Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya, menurut
undang-undang, isterinya atau anaknya.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena
menjalankan tugasnya yang sah.
3) Jika kejahatan dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi
nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.
C. PROSEDUR MEDIKOLEGAL
Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai
aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar
prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika
kedokteran.
Ruang lingkup prosedur medikolegal adalah pengadaan visum et repertum,
pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan
ahli di dalam persidangan, kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran,
penerbitan surat kematian dan surat keterangan medik, pemeriksaan kedokteran terhadap
tersangka (psikiatri forensik), dan kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan
penyidik.1,2
Kewajiban Dokter Membantu Peradilan
5

Pasal 133 KUHAP (mengatur kewajiban dokter untuk membuat keterangan ahli)2
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Penjelasan Pasal 133 KUHAP
a. Ayat 2): Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli
kedokteran kehakiman disebut keterangan. Menurut pasal 133 KUHAP permintaan
visum et repertum merupakan wewenang penyidik, resmi dan harus tertulis, visum et
repertum dilakukan terhadap korban bukan tersangka dan ada indikasi dugaan akibat
peristiwa pidana. Bila pemeriksaan terhadap mayat maka permintaan visum disertai
identitas label pada bagian badan mayat, harus jelas pemeriksaan yang diminta, dan
visum tersebut ditujukan kepada ahli kedokteran forensik atau kepada dokter di rumah
sakit. Menurut pasal 133 KUHAP keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran
kehakiman disebut keterangan ahli, jika bukan dari keterangan seorang ahli disebut
keterangan saja.2

Pasal 134 KUHAP


1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarga korban.
2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.

3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak
yang perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 179 KUHAP
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Hak Menolak Menjadi Saksi/Ahli
Pasal 120 KUHAP
1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus.
2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia
akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila
disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan
ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.
Bentuk Bantuan Dokter bagi Peradilan dan Manfaatnya
Pasal 184 KUHAP
1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Penjelasan Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat
dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
Pasal 187 KUHAP

Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang
kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi
tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
Pasal 65 KUHAP
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan
atau seseorang yang mempunyai keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya.
Sangsi bagi Pelanggar Kewajiban Dokter
Pasal 216 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda
paling banyak Sembilan ribu rupiah.
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus

atau untuk

sementara waktu diserahi tugas

menjalankan jabatan umum.


3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya
dapat ditambah sepertiga.
Pasal 222 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan


pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 224 KUHP
Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru
bahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia
harus melakukannya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan
Pasal 522 KUHP
Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru
bahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling
banyak sembilan ratus rupiah.
Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran
Pasal 1 PP No 10/1966
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui
oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya
dalam lapangan kedokteran.
Pasal 322 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan
ribu rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.
Bedah Mayat Klinis, Anatomis dan Transplantasi
Pasal 2 PP No 18/1981
Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:
a. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah
penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan
dengan pasti;
9

b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila di duga penderita
menderita penyakit yang dapat membahayakan orang atau masyarakat sekitarnya;
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam jangka
waktu 2 x 24 (dua kaii duapuluh empat) jam tidak ada keluarga terdekat dari yang
meninggal dunia datang ke rumah sakit.
Pasal 70 UU Kesehatan ayat 2
Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam
masyarakat.
D. PEMERIKSAAN
1. Tempat Kejadian Perkara
Pada TKP tidak ditemukan benda-benda yang mencurigakan
Tidak terdapat ceceran darah dan muntah
Tidak tercium bau dari tubuh dan mulut mayat, sehingga kemungkinan kematian
karena diracuni dengan sianida atau arsen dapat disingkirkan.
2. Pemeriksaan Luar
Pada jenazah laki-laki dan perempuan tidak ditemukan tanda-tanda kekrasan. Warna
kulit normal, tidak ditemukan bekas suntikan pada tubuh korban.
3. Pemeriksaan Toksikologi 5,6
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan tambahan. Karena mayat ditemukan dalam
keadaan mencurigakan, maka pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui apakah
korban meninggal karena keracunan atau sebab lain.
Sampel dari toksikologi forensik pada umumnya adalah spesimen biologi seperti:
cairan biologis (darah, urin, air ludah), jaringan biologis atau organ tubuh. Preparasi
sampel adalah salah satu faktor penentu keberhasilan analisis toksikologi forensik
disamping kehadalan penguasaan metode analisis instrumentasi. Berbeda dengan
analisis kimia lainnya, hasil indentifikasi dan kuantifikasi dari analit bukan
merupakan tujuan akhir dari analisis toksikologi forensik. Seorang toksikolog forensik
dituntut harus mampu menerjemahkan apakah analit (toksikan) yang diketemukan
dengan kadar tertentu dapat dikatakan sebagai penyebab keracunan (pada kasus
kematian).
Spesimen untuk analisis toksikologi forensik biasanya diterok oleh dokter, misalnya
pada kasus kematian tidak wajar spesimen dikumpulkan oleh dokter forensik pada
10

saat melakukan otopsi. Spesimen dapat berupa cairan biologis, jaringan, organ tubuh.
Dalam pengumpulan spesimen dokter forensik memberikan label pada masing-masing
bungkus/wadah dan menyegelnya. Label seharusnya dilengkapi dengan informasi:
nomer indentitas, nama korban, tanggal/waktu otopsi, nama spesimen beserta
jumlahnya. Pengiriman dan penyerahan spesimen harus dilengkapi dengan surat berita
acara menyeran spesimen, yang ditandatangani oleh dokter forensik. Toksikolog
forensik yang menerima spesimen kemudian memberikan dokter forensik surat tanda
terima, kemudian menyimpan sampel/spesimen dalam lemari pendingin freezer dan
menguncinya sampai analisis dilakukan. Prosedur ini dilakukan bertujuan untuk
memberikan rantai perlindungan/pengamanan spesimen (chain of custody).
Jenis Pemeriksaan2,3
1. Kristalografi. Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/minuman, muntahan,
isi lambung dimasukan ke dalam gelas beker, dipanaskan dalam pemanas air
sampai kering, kerimudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas
saring. Teteskan filtrate yang didapat dan periksa dibawah mikroskop. Bila bentuk
Kristal-kristal seperti sapu, ini adalah golongan hidrokarbon terklorisasi.
2. Kromatografi lapisan tipis. Kaca berukuran 20cmx20cm, dilapisi dengan
absorben gel silikat atau dengan alumunium oksida, lalu dipanaskan dalam oven
110 C selama 1 jam. Filtrate yang akan diperiksa pada kaca, disertai dengan
tetesan lain yang telah diketahui golongan dan jenis serta konsentrasinya sebagai
pembanding. Ujung kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut, biasanya n-Hexan.
Celupan tidak boleh mengenai tetesan tersebut diatas. Dengan daya kapilaritas
maka pelarut akan ditarik keatas sambil melarutkan filitrat-filitrat tadi. Setelah itu
kaca TLC dikeringkan lalu disemprot dengan reagensia Paladum klorida 0,5%
dalam HCL pekat, kemudian dengan Difenilamin. Pada uji sampel organ hati,
darah, dan urin terdapat temazepam dan oksazepam. Di dalam tubuh diazepam
akan

termetabolisme membentuk

desmitildiazepam dan kemudian akan

terhidrolisis membentuk oksazepam, sebagaian kecil akan termetabolisme


membentuk temazepam. Sehingga dari temuan analisis dapat disimpulkan korban
juga telah mengkonsumsi diazepam.

Tabel 1. Kasus-kasus toksikologi forensik

Jenis Kasus

Pertanyaan yang muncul


11

Litigasi

Kematian yang tidak

Apakah ada keterlibatan obat

Kriminal: Pembunuhan

wajar (mendadak)

atau racun sebagai penyebab

Sipil: klaim tanggungan

kematiannya?

asuransi, tuntunan kepada

Kecelakaan, pembunuhan yang

pabrik farmasi atau kimia


Kriminal: pembunuhan

melibatkan racun atau obat

Sipil: gugatan tanggungan dan

terlarang?

konpensasi terhadap

Kematian pada

Apakah ada unsur penghilangan

pemerintah
Kriminal: pembunuhan

kebakaran

jejak pembunuhan?

Sipil: klaim tanggungan

Apa penyebab kematian: CO,

asuransi

Kematian di penjara

racun, kecelakaan, atau


Kematian atau

pembunuhan?
Berapa konsentrasi dari obat dan Malpraktek kedokteran,

timbulnya efek samping metabolitnya?

gugatan terhadap fabrik

obat berbahaya akibat

Apakah ada interaksi obat?

farmasi

salah pengobatan
Kematian yang tidak

Apakah pengobatannya tepat?

Klaim malpraktek, tindak

wajar di rumah sakit

Kesalahan terapi?

kriminal, pemeriksaan oleh


komite ikatan profesi

Kecelakaan yang fatal

Apakah ada keterlibatan racun,

kedokteran (IDI)
Gugatan terhadap employer,

di tempat kerja, sakit

alkohol, atau obat-obatan?

Memperkerjakan kembali

akibat tempat kerja,

Apakah kematian akibat

pemecatan

human eror?
Apakah sakit tersebut
diakibatkan oleh senyawa kimia
di tempat kerja? Pemecatan
akibat terlibat penyalahgunaan

Kecelakan fatal dalam

Narkoba?
Meyebabkan kematian?

Kriminal: Pembunuhan,

mengemudi

Adakah keterlibatan alkohol,

kecelakaan bermotor

obat-obatan atau Narkoba?

Sipil: klaim gugatan asuransi

Kecelakaan, atau pembunuhan?


Apakah kesalahan pengemudi?

Kriminal: Larangan

Kecelakaan tidak fatal

12

atau mengemudi

Mengemudi dibawah pengaruh

Mengemudi dibawah

dibawah pengaruh obat- obat-obatan atau Narkoba?

pengaruh Obat-obatan atau

obatan

Narkona
Sipil: gugatan pencabutan atau

Penyalahgunaan

Penyalahgunaan atau pasient

pengangguhan SIM
Kriminal:

Narkoba

yang sedang mengalami terapi

Sipil: rehabilitasi

Farmaseutikal dan Obat

rehabilitasi narkoba
Identifikasi bentuk sediaan,

Kriminal: pengedaran obat

palsu, atau tidak

kandungan sediaan obat,

ilegal.

memenuhi syarat

penggunaan obat palsu.

Sipil: tuntutan penggunan obat

standar Forensik

palsu terhadap dokter atau

Farmasi

yang terkait

E. TANATOLOGI 1,2
Adalah ilmu yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah
kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Dikenal beberapa istilah
tentang mati yaitu:
a. Mati somatis (mati klinis) yang terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem
penunjang kehidupan yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem
pernafasan yang menetap (irreversible).
b. Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem
kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana.
c. Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatis.
d. Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang
otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernafasan dan
kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat.
e. Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal
intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat yang dapat timbul
dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Setelah beberapa waktu timbul
perubahan pascamati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti.
13

Perubahan dini yang terjadi antaranya adalah pernafasan berhenti yang dinilai
selama lebih dari 10 menit secara inspeksi, palpasi dan auskultasi; terhentinya sirkulasi
yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba; kulit pucat tetapi bukan
merupakan tanda yang dapat dipercaya karena mungkin terjadi spasme agonal sehingga
wajah tampak kebiruan; tonus otot menghilang dan relaksasi; pembuluh darah retina
mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian dan pengeringan kornea yang
menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan
meneteskan air.
Perubahan lanjut (tanda pasti kematian) sebagai berikut:
1. Lebam mayat (livor mortis)
Setelah kematian klinis, maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya
tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah
ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan
alas keras. Biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya
bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Selain untuk tanda
pasti kematian, lebam mayat juga dapat digunakan untuk memperkirakan sebab
kematian, mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya
lebam mayat yang menetap dan memperkirakan saat kematian. Lebam mayat yang
belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang
dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan.
2. Kaku mayat (rivor mortis)
Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolism tingkat
seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan
energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih
terdapat ATP maka serabut aktin dan myosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen
dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan myosin menggumpal dan
otot menjadi kaku. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku
mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh
(otot-otot kecil) kea rah dalam (sentripetal). Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat
menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam
urutan yang sama. Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah
aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otototot kecil dan suhu lingkungan tinggi. Dapat digunakan juga untuk memperkirakan
saat kematian. Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat yaitu
14

cadaveric spasm (kekakuan otot yang terjadi saat kematian dan menetap), heat
stiffening (kekakuan otot akibat koagulasi protein oleh panas) dan cold stiffening
(kekakuan sendi akibat paparan dingin).
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin
melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Grafik penurunan suhu tubuh
ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf S. Kecepatan penurunan suhu
dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi
tubuh dan pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan
perkiraan saat kematian.
4. Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja
bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam
keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel
pascamati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Setelah seseorang
meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan.
Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium
welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN serta
asam amino dan asam lemak. Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pascamati
berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah. Larva lalat akan dijumpai setelah
pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36 jam pasca mati. Dengan
identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva
tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati. Pembusukan akan
timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5 derajat Celcius hingga sekitar suhu
normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh
gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis.
5. Adiposera
Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati.
Terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak
dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang
tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi dan
kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera akan membuat gambaran
permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun-tahun sehingga identifikasi
mayat dan perkiraan sebab kematian masih dapat dimungkinkan. Faktor-faktor yang
mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan lemak tubuh yang
15

cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang
elektrolit. Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera karena derajat
keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah.
6. Mummifikasi
Adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga
terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan.
Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak
membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.
Terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang
dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu).
Beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian. Di
antaranya adalah:
1. Perubahan pada mata. Kekeruhan kornea yang menetap mulai kira-kira 6 jam
pascamati, 10-12 jam pascamati kekeruhan terjadi baik pada mata yang ditutup/tidak.
Setelah mati, tekanan bola mata turun. Hingga 30 menit pascamati tampak kekeruhan
makula dan memucatnya diskus optik. Selama 2 jam pertama pascamasti retina pucat,
daerah sekitar diskus dan sekitar makula menjadi kuning (perubahan pada retina dapat
menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pascamati). Saat itu pola vaskular koroid
berupa bercak-bercak berlatar merah dengan pola segmentasi yang jelas, setelah 3 jam
pascamati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Setelah
6 jam pascamati batas diskus kabur dan hanya pembuluh besar yang bersegmentasi
yang terlihat dengan latar belakang kuning-kelabu. Dalam 12 jam pascamati pada
diskus hanya dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah
yang tersisa. Setelah 15 jam hanya makula saja yang tampak, berwarna coklat gelap.
2. Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi.
Adanya makanan tertentu dapat menyimpulkan korban memakan makanan tersebut
beberapa jam sebelum mati.
3. Perubahan rambut. Kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4mm/hari, panjang rambut
kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian.
4. Pertumbuhan kuku. Pertumbuhan kuku sekitar 0,1mm per hari dapat digunakan
untuk memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang
bersangkutan memotong kuku.
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari
14mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein
kurang dari 80mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari

16

5mg% dan 10mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 dan


30 jam.
6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar Kalium yang cukup akurat untuk
memperkirakan saat kematian antara 24 hingga 100 jam pascamati.
7. Perubahan semua kadar komponen darah setelah kematian.
8. Reaksi supravital yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih
sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup.

F. INTERPRETASI TEMUAN
Pada pemeriksaan luar mayat, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.
Pemeriksaan dalam dapat dilakukan untuk mnegetahui jenis lebammayat apabila
lebam mayat berwarna merah terang mungkin saja kematian akibat keracunan CO,
akibat kebocoran salah satu alat electronic yang dapat mengeluarkan gas CO, atau
gas-gas beracun lainnya, misalnya1,6
Keracunan Karbon Monoksica (CO)
Karbon monoksida adalah racun yang tretua dalam sejarah manusia. Gas CO tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak merangsang selaput lender, sedikit lebih ringan dari udara
sehingga mudah menyebar. Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya brdasarkan
anamnesis danadanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan CO.
Pada korban yang mati tidak lama seteah keracunan CO ditemukan ebam mayat
berwarna merah terang, yang tampak jelas apabila kadar CO mencapai 30% atau lebih. Pada
analisis toxikologi darah akan ditemukan adanya COHb. Pada keracunan yang kematiannya
tertunda smpai 72 jam maka CO akan dieksresikan dan did lam darah tidak ditemukan
adanyan CO lagi.
Otak, dapat ditemukan pada subtansia alba dan korteks kedua belah otak, globules
palidus terlihat adanya petackie.
Pemeriksaan mikroskopik pada otak memberi gambaran:
-

Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombi hialin.


Nekrosis halus dengan ditengahnya terdapat pembulh darah yang mengandung

thrombi hialin dengan perdarahan di sekitarnya, lazimnnya disebut ring hemorrhage.


Nekrosis halus yang dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang mengandung

trombi.
Ball hemorrhage yang terjadi karena dinding arteriol nekrotik akibat hipoksia dan
memecah.
17

Pada kasus yang kematiannya tidak segera terjadi diagnosis kematian harus berdasarkan
bukti-bukti disekitar kejadian, ditemukannya perubahan akibat hipoksia dan disingkirkannya
kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya hipoksia tersebut.

Sumber Karbon Monoksida


Hasil pembakaran tidak sempurna dari senyawa organik (senyawa dengan unsur karbon)
misal asap kendaraan bermotor, gas untuk memasak, gas untuk menjalankan refrigerator kuno,
gedung atau hasil pembakaran batu bawa maupun ledakan ditambang. 2
Karbon monoksida diproduksi di alam dari :
a. Sumber-sumber alami yaitu : gunung berapi, kebakaran hutan, sumber endogen berupa
penghancuran hemoglobin dalam badan yang menghasilkan CO 0,4 ml per jam, yang
menyebabkan darah akan mempunyai kadar normal COHh 0,5--0,8%.
b. Sumber CO terbesar dalam alam ini adalah yang berasal dari man made CO sebagai hasil
proses teknologi. Tiap tahun manusia menghasilkan kira-kira 250 juta ton man made CO
sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan organik seperti : minyak
bumi, kayu, gas alam maupun gas buatan, bahan peledak, batu bara. 2
Beberapa sumber dibawah ini menunjukkan konsentrasi CO: 6
- Hasil Pembakaran mesin
3-7%
- Gas penerangan dari pabrik
20-30%
- Polusi udara
52%
- Asap rokok
5-10%
- Pada kebakaran mobil bisa sampai 8-40%
- Sedang dengan kasar CO-Hb diatas 60% dalam darah cepat menimbulkan kematian.

Cara Kejadian Keracunan


1) Pada kasus bunuh diri, beberapa di antaranya menggunakan media kendaraan yang
menyala di ruang tertutup kemudian pelaku berada di dalam mobil dan tidur, atau
mengalirkan gas dari pipa alat elektronik (misalnya pemanas air) yang bocor di ke
dalam rumah yang tertutup. Karbon monoksida pada jarak jauh dapat membunuh
manusia.
2) Menggunakan kendaraan atau berada dekat kendaraan. Diesel menghasilkan CO
lebih sedikit dibandingkan bensin. CO seharusnya terurai ke atmosfer sehingga
penyebaran atau angka distribusi CO di kota besar berada dalam jumlah kecil. Tapi
penyebaran gas CO pada tempat yang kecil dan sempit akan sangat berbahaya.
Misalnya mobil berkapasitas 1500cc bensin berada di dalam garasi, dapat
menghasilkan CO dengan konsentrasi tinggi yang dapat mematikan dalam 10 menit.
Terbakarnya mesin kendaraan, dapat menyebabkan stupor dan koma. Efek CO juga
18

dapat mengenai supir atau pengendara kendaraan. Biasanya disebabkan oleh mesin
kendaraan yang rusak dan penyaring yang bocor, sehingga CO masuk ke dalam
kendaraan.
3) Alat-alat rumah tangga yang panas dapat menghasilkan gas CO. Gas alat rumah
tangga, khususnya pemanas air, dapat menghasilkan gas CO. Kebocoran pada mesin
dapat mengakibatkan penyebaran gas karbon monoksida pada kamar mandi tertutup.
4) Penyebab terbesar kematian pada suatu kebakaran rumah tidak disebabkan karena
terbakar tapi karena menghirup asap. Keadaan fatal ini disebabkan karena keracunan
CO, walaupun gas-gas lain seperti sianida, phosgene dan acrolein juga turut berperan.
Kebanyakan korban dari kebakaran rumah ditemukan jauh dari pusat api. Proses
industri, terutama gas hasil pembuangan pabrik dapat menimbulkan keracunan
karbon monoksida khususnya pada pekerja besi dan baja. Proses industri lain seperti
metode the Mond yang memproduksi nikel, juga menggunakan CO, sama seperti
pabrik batubara.
5) Dengan bertambahnya jumlah kendaraan maka penyebaran gas karbon monoksida
bercampur dengan polusi udara lainnya juga akan semakin meningkat. Kelompokkelompok masyarakat seperti tukang parkir dan supir kendaraan umum memiliki
resiko yang cukup besar untuk terpapar gas karbon monoksida.
Mekanisme Keracunan
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu kerusakan
jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia. Hipoksia jaringan
terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Proses pembakaran menyerap
banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorang akan menghirup udara dengan
konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-13%. Penurunan fraksi oksigen yang diinspirasi
(FIO2) akan menyebabkan hipoksia.
Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas transportasi
oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat seluler.
Karbonmonoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ yang paling
terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung.
Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia ensefalopati yang terjadi akibat dari
keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana peroksidasi lipid dan pembentukan
radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas.

19

Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh gangguan
transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversible, yang menyebabkan anemia
relatif karena CO mengikat hemoglobn 230-270 kali lebih kuat daripada oksigen. Kadar
HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis. CO yang terikat hemoglobin
menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan menurun. CO mengikat myoglobin
jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobin yang menyebabkan depresi miokard dan
hipotensi yang menyebabkan hipoksia jaringan. Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan
kadar HbCO yang menyebabkan kegagalan respirasi di tingkat seluler. CO mengikat
cytochromes c dan P450 yang mempunyai daya ikat lebih lemah dari oksigen, diduga
menyebabkan defisit neuropsikiatris. Beberapa penelitian mengindikasikan bila CO dapat
menyebabkan peroksidasi lipid otak dan perubahan inflamasi di otak yang dimediasi oleh
lekosit. Proses tersebut dapat dihambat dengan terapi hiperbarik oksigen. Pada intoksikasi
berat, pasien menunjukkan gangguan sistem saraf pusat termasuk demyelisasi substansia
alba. Hal ini menyebabkan edema dan dan nekrosis fokal.
Penelitian terakhir menunjukkan adanya pelepasan radikal bebas nitric oxide dari platelet
dan lapisan endothelium vaskuler pada keadaan keracunan CO pada konsentrasi 100 ppm
yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri.
CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO pada temperatur ruangan adalah 3 - 4
jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan waktu paruh menjadi 30 90 menit,
sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm dengan oksigen 100% dapat
menurunkan waktu paruh sampai 15-23 menit.7
Gejala Klinis
Misdiagnosis sering terjadi karena beragamnya keluhan dan gejala pada pasien. Gejalagejala yang muncul sering mirip dengan gejala penyakit lain. Pada anamnesa secara spesifik
didapatkan riwayat paparan oleh gas CO. Gejala-gejala yang muncul sering tidak sesuai
dengan kadar HbCO dalam darah. Penderita trauma inhalasi atau penderita luka bakar harus
dicurigai kemungkinan terpapar dan keracunan gas CO. Pada pemeriksaan tanda vital
didapatkan takikardi, hipertensi atau hipotensi, hipertermia, takipnea. Pada kulit biasanya
didapatkan wama kulit yang merah seperti buah cherry, bisa juga didapatkan lesi di kulit
berupa eritema dan bula.7
Studi oleh Haldane dan Killick mungkin memberikan penjelasan paling baik dari efek
keterpaparan karbon monoksida (CO), seperti pada tabel 2.6. Gejalanya, pada saat muncul
biasanya bersifat progresif, dan kira-kira sebanding dengan kadar CO darah. Pada awalnya,
20

tanda dan gejala seringkali sulit dipisahkan. Pada kadar saturasi karboksihemoglobin 0
10%, umumnya tanpa gejala. Pada seseorang yang istirahat, kadar CO dari 10 sampai 20%
sering tidak bergejala, kecuali sakit kepala. Akan tetapi, jika diuji orang ini akan
menunjukkan pelemahan dalam melakukan tugas-tugas kompleks. Haldane mengamati tidak
ada efek nyeri pada kadar mencapai 18 23 %. Gejala Killick dapat diabaikan pada kadar di
bawah 30%, meskipun demikian kadar antara 30 35%, dia menunjukkan sakit kepala
disertai denyutan dan perasaan penuh di kepala. Kadar CO antara 30 40%, ada sakit kepala
berdenyut, mual, muntah, pingsan, dan rasa mengantuk pada saat istirahat. Pada saat
kadarnya mencapai 40%, penggunaan tenaga sedikit pun menyebabkan pingsan. Denyut nadi
dan pernapasan menjadi cepat. Tekanan darah turun. Kadar antara 40 60%, ada suatu
kebingungan mental, kelemahan, dan hilangnya koordinasi. Haldane pada kadar 56% tidak
mampu berjalan sendiri tanpa bantuan. Pada kadar CO 60% dan seterusnya, seseorang akan
hilang kesadaran, pernapasan menjadi Cheyne-Stokes, terdapat kejang intermitten, penekanan
kerja jantung dan kegagalan pernapasan, dan kematian. Dapat disertai peningkatan suhu
tubuh.3,6
Tabel 2. Konsentrasi CO dalam darah dan gejala yang ditimbulkan
Konsentrasi CO dalam darah5
Kurang dari 20%
20%
30%

Gejala-gejala
Tidak ada gejala
Nafas menjadi sesak
Sakit kepala, lesu, mual, nadi dan pernafasan

30% 40%

meningkat sedikit
Sakit kepala berat, kebingungan, hilang daya ingat,

40% - 50%
60% - 70%

lemah, hilang daya koordinasi gerakan


Kebingungan makin meningkat, setengah sadar
Tidak sadar, kehilangan daya mengontrol faeces dan

70% - 89%

urin
Koma, nadi menjadi tidak teratur, kematian karena
kegagalan pernafasan

Kadar Fatal Karbon Monoksida


Kadar karbosihemoglobin pada seseorang yang meninggal karena keracunan CO
dapat sangat bervariasi, tergantung pada sumber CO, keadaan sekitar tempat kematian, dan
kesehatan orang tersebut. Pada orang tua, dan juga menderita penyakit berat seperti penyakit
arteri koroner atau penyakit paru obstruktif kronik, saturasi serendah 20 30% dapat bersifat
fatal. Kadar karboksihemoglobin dalam rumah yang terbakar rata-rata 57%, pada umumnya
21

dengan kadar karbon monoksida 30 40%. Sebaliknya, seseorang yang meninggal karena
menghirup gas knalpot kadarnya kebanyakan melebihi 70%, rata-rata 79%. Kadar rendah
pada seseorang yang meninggal karena menghirup gas knalpot dapat ditemukan jika mobil
berhenti setelah korban berada dalam kondisi koma yang ireversibel tetapi masih terus
bernapas, dimana hal ini secara perlahan akan menurunkan konsentrasi karboksihemoglobin
mereka meskipun terjadi cedera hipoksia ireversibel di otak. Waktu paruh karbon monoksida,
jika menghirup udara ruangan yang rata dengan air laut yaitu sekitar 4 6 jam. Terapi
oksigen mengurangi eliminasi waktu paruh, tergantung pada konsentrasi oksigennya.
Eliminasi waktu paruh dengan terapi oksigen dipendekkan menjadi 40 80 menit dengan
menghirup oksigen 100% pada 1 atm, dan menjadi 15 30 menit dengan menghirup oksigen
hiperbarik. Jika seseorang masih bertahan hidup saat sampai di ruang gawat darurat,
penggunaan oksimeter nadi tidak dapat dipercaya untuk menentukan secara akurat kadar
oksigenasi. Alat ini tidak dapat membedakan antara karboksihemoglobin dengan
oksihemoglobin pada panjang gelombang yang biasa digunakan.3
Pemeriksaan Pada Korban
Temuan Otopsi
Temuan otopsi pada kematian karena CO ciri khasnya sangat jelas. Pada ras
Kaukasian, kesan yang pertama kali tampak pada tubuhnya yaitu orang tersebut kelihatannya
sangat sehat. Corak kulit yang berwarna pink disebabkan oleh pewarnaan jaringan oleh
karboksihemoglobin, yang memiliki ciri khas dengan tampilan cherry-red (merah cherry)
atau pink terang yang dapat terlihat pada jaringan, seperti pada gambar 2.10. Lebam mayat
berwarna merah cherry mendukung diagnosis bahkan sebelum mengotopsi korban. Akan
tetapi, harus disadari bahwa warna ini dapat juga ditimbulkan oleh keterpaparan tubuh dalam
jangka lama dengan lingkungan dingin (ataupun di tempat kematian atau dalam rumah
kematian dengan pendingin) atau keracunan sianida. Pada orang kulit hitam, warna tersebut
terutama tampak di konjungtiva, kuku, dan mukosa bibir. 3

22

Gambar 1 Kulit cherry red pada jenazah korban keracunan CO


Pada pemeriksaan dalam, otot dan organ dalam akan tampak berwarna merah-cherry
terang. Warna pada organ dalam ini akan menetap meskipun jaringannya diambil dan
dimasukkan ke dalam formaldehid. Balsem mayat juga tidak akan merubah warna organ
dalam tersebut. Darah yang diambil dari pembuluh darah juga akan memiliki ciri khas warna
ini. Bagaimanapun, hal ini tidak akan berubah. Salah seorang penulis mengotopsi seseorang
dengan kadar karboksihemoglobin 45% dimana ciri khas warna ini tidak didapatkan. Dia
pada mulanya mencurigai penyebab kematian orang tersebut karena penyakit jantung. Orang
tersebut sepertinya memiliki corak kulit yang sehat. Akan tetapi, kecurigaan penulis ini
cukup dibangun untuk membuat penentuan karbon monoksida. Kematian disebabkan oleh
CO yang dihasilkan oleh adanya kebocoran pada alat penghangat dalam rumah. 3
Pada beberapa orang, kematian akibat keracunan karbon monoksida tidak terjadi
dengan segera. Pada beberapa kasus, jika produksi karbon monoksida meningkat setelah
terjadinya koma ireversibel, orang tersebut akan menghilangkan karbon monoksida secara
bertahap dari tubuhnya, meskipun sudah terjadi kerusakan yang ireversibel. Demikian,
penulis telah melihat orang-orang meninggal akibat keracunan karboksihemoglobin yang
menunjukkan kadar karboksihemoglobin rendah atau bahkan negatif pada otopsi. Dalam hal
yang demikian diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan luar (tampilan) korban. Sebagai
contoh, seorang lelaki ditemukan meninggal dalam sebuah mobil yang diparkir. Starter dalam
posisi on dan tangki bensin kosong. Otopsi dan analisis toksikologi lengkap tidak berhasil
mengungkap penyebab kematian. Akan tetapi, pemeriksaan pada mobil menunjukkan adanya
kerusakan dalam sistem kanlpot, dengan begitu CO dengan konsentrasi tinggi akan terbentuk
dalam mobil pada saat mobil dihidupkan. 3
Karbon monoksida dapat lolos dari ibu ke dalam darah janin. Konsentrasi
karboksihemoglobin (COHB) janin tergantung pada persentase saturasi hemoglobin ibu
23

terhadap CO. Saturasi hemoglobin janin terhadap CO ketinggalan dibelakang saturasi


hemoglobin ibu oleh karena disosiasi karboksihemoglobin ibu yang lambat. Akan tetapi,
setelah beberapa saat keseimbangan akan tercapai. Hasil akhirnya adalah COHB janin 10%
lebih tinggi dibandingkan COHB ibu. Karbon monoksida dapat menyebabkan kematian janin
dalam

rahim

meskipun

ibunya

mungkin

selamat.

Otak merupakan organ yang paling sensitif terhadap kerja karbon monoksida. Kerusakan otak
ciri khasnya adalah terlokalisasi pada area selektif tertentu. Jika kematian tidak terjaadi
dengan segera, kerusakan pada daerah ini bisa bertambah dalam beberapa jam dan hari.
Karbon monoksida menghasilkan kerusakan selektif pada subtansia abu-abu otak. Nekrosis
bilateral pada globus pallidus merupakan lesi paling khas, meskipun area lain dapat terkena,
termasuk korteks otak, hipokampus, otak kecil, dan subtansia nigra. Akan tetapi, lesi pada
globus pallidus tidak spesifik dan dapat juga dijumpai pada kasus overdosis obat-obatan.3
Pemeriksaan Penunjang. 6
a. Pemeriksaan laboratorium.
Analisa kadar HbCO membutuhkan alat ukur spectrophotometric yang khusus.
Kadar HbCO yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas tersebut.
Sedangkan kadar yang rendah belum dapat menyingkirkan kemungkinan terpapar,
khususnya bila pasien telah mendapat terapi oksigen 100% sebelumnya atau jarak
paparan dengan pemeriksaan terlalu lama. Pada beberapa perokok, terjadi peningkatan
ringan kadar CO sampai 10%. Pemeriksaan gas darah arteri juga diperlukan. Tingkat
tekanan oksigen arteri (PaO2) harus tetap normal. Walaupun begitu, PaO2 tidak akurat
menggambarkan derajat keracunan CO atau terjadinya hipoksia seluler. Saturasi
oksigen hanya akurat bila diperiksa langsung, tidak melaui PaO2 yang sering
dilakukan dengan analisa gas darah. PaO2 menggambarkan oksigen terlarut dalam
darah yang tidak terganggu oleh hemoglobin yang mengikat CO.
b. Pemeriksaan Toksikologi

Pengambilan sampel darah


Pada korban hidup sample darah diambil dari vena secepat mungkin karena ikatan
CO-Hb cepat terurai kembali menjadi CO dan keluar tubuh. Pada korban yang meninggal,
dapat diambil setiap saat sebelum terjadi proses pembusukan, sebab:
a. Post mortem tidak terbentuk ikatan CO- Hb yang baru
b. Post mortem tidak akan terjadi peruraian terhadap ikatan CO-Hb yang telah terjadi. 6
Analisa darah korban keracunan CO
1. Analisa kualitatif
24

Alkali dilution test


Penentuan kualitatif yang cukup cepat untuk menentukan CO-Hb dengan kadar
lebih dari 10% dalam darah
Cara kerja:
- Masukkan darah korban 2-3 tetes dalam tabung reaksi I encerkan dengan
-

aquadest sampai volume 15 ml


Pada masing- masing tabung reaksi (setelah homogen) tambahkan 5 tetes
larutan natrium hidroksida 10% amati perubahan yang terjadi

Penilaian:
-

Darah normal/ kontrol (tabung reaksi II) segera berubah warna dari merah
muda menjadi coklat kehijauan dalam waktu kurang dari 30 detik, karena

terbentuknya alkali hematin


Darah korban ( tabung rekasi I) perubahan warna seperti diatas membutuhkan

waktu lebih besar dari 30 detik, karena sudah terjadi ikatan CO-Hb
Test positif apabila perubahan warna tadi terjadi lebih dari 30 detik

Syarat darah kontrol:


- Bukan darah fetus
- Bukan darah perokok (mempunyai tendensi kadar CO cukup tinggi)
2. Analisa kuantitatif
a. Van Slyke manometric method
b. Reduksi palladium chloride
c. Cara instrumental lainnya. 6

c. Pemeriksaan imaging.
X-foto thorax. Pemeriksaan x-foto thorax perlu dilakukan pada kasus-kasus
keracunan gas dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan. Hasil pemeriksaan xfoto
thorax biasanya dalam batas normal. Adanya gambaran ground-glass appearance,
perkabutan parahiler, dan intra alveolar edema menunjukkan prognosis yang lebih
jelek.
CT scan. Pemeriksaan CT Scan kepala perlu dilakukan pada kasus keracunan
berat gas CO atau bila terdapat perubahan status mental yang tidak pulih dengan
cepat. Edema serebri dan lesi fokal dengan densitas rendah pada basal ganglia bisa
didapatkan dan halo tersebut dapat memprediksi adanya komplikasi neurologis.
Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan dengan CT Scan untuk mendeteksi
lesi fokal dan demyelinasi substansia alba dan MRI sering digunakan untuk follow up
pasien. Pemeriksaan CT Scan serial diperlukan jika terjadi gangguan status mental
yang menetap. Pernah dilaporkan hasil CT Scan adanya hidrosefalus akut pada anakanak yang menderita keracunan gas CO.7
d. Pemeriksaan lainnya.
25

Elektrokardiogram. Sinus takikardi adalah ketidaknormalan yang sering


didapatkan. Adanya aritmia mungkin disebabkan oleh hipoksia iskemia atau infark.
Bahkan pasien dengan kadar HbCO rendah dapat menyebabkan kerusakkan yang
serius pada pasien penderita penyakit kardiovaskuler. Pulse oximetry. Cutaneus pulse
tidak akurat untuk mengukur saturasi hemoglobin yang dapat naik secara semu karena
CO yang mengikat hemoglobin. Cooximetry (darah arteri) menggunakan tehnik
refraksi 4 panjang gelombang dapat secara akurat mengukur kadarHbCO.7
Penatalaksaan
1. Perawatan sebelum tiba di rumah sakit
Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen
dengan masker nonrebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperlukan pada
pasien dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas. Kecurigaan
terhadap peningkatan kadar HbCO diperlukan pada semua pasien korban kebakaran
dan inhalasi asap. Pemeriksaan dini darah dapat memberikan korelasi yang lebih
akurat antara kadar HbCO dan status klinis pasien. Walaupun begitu jangan tunda
pemberian oksigen untuk melakukan pemeriksaan pemeriksaan tersebut. Jika
mungkin perkirakan berapa lama pasien mengalami paparan gas CO. Keracunan CO
tidak hanya menjadi penyebab tersering kematian pasien sebelum sampai di rumah
sakit, tetapi juga menjadi penyebab utama dari kecacatan.
2. Perawatan di unit gawat darurat
Pemberian oksigen 100 % dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan gejala
dan tanda keracunan dan kadar HbCO turun dibawah 10%. Pada pasien yang
mengalami gangguan jantung dan paru sebaiknya kadar HbCO dibawah 2%.
Lamanya durasi pemberian oksigen berdasarkan waktu-paruh HbCO dengan
pemberian oksigen 100% yaitu 30 - 90 menit. Pertimbangkan untuk segera merujuk
pasien ke unit terapi oksigen hiperbarik, jika kadar HbCO diatas 40 % atau adanya
gangguan kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak membaik dalam
waktu 4 jam setelah pemberian oksigen dengan tekanan normobarik, sebaiknya
dikirim ke unit hiperbarik. Edema serebri memerlukan monitoring tekanan intra
cranial dan tekanan darah yang ketat. Elevasi kepala, pemberian manitol dan
pemberian hiperventilasi sampai kadar PCO2 mencapai 28 - 30 mmHg dapat
dilakukan bila tidak tersedia alat dan tenaga untuk memonitor TIK. Pada umumnya
asidosis akan membaik dengan pemberian terapi oksigen.7
26

Berdasarkan kasus, interpretasi temuan melalui pemeriksaan luar dan dalam (bedah
jenazah) pada mayat laki-laki ini, dapat dibuat kesimpulan tentang sebab, cara dan
mekanisme kematian seperti yang dicantumkan dalam bagian kesimpulan Visum et
Repertum yang dibuat.

G. SEBAB KEMATIAN, CARA KEMATIAN dan MEKANISME KEMATIAN


Sebab mati adalah penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab atas
terjadinya kematian. Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab
kematian. Bila kematian terjadi sebagai akibat suatu penyakit semata-mata maka cara
kematian adalah wajar (natural death). Kematian tidak wajar (unnatural death) dapat
terjadi sebagai akibat kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan. Kadangkala pada akhir
suatu penyidikan, penyidik masih belum dapat menentukan cara kematian dari yang
bersangkutan, maka dalam hal ini kematian dinyatakan sebagai kematian dengan cara
yang tidak ditentukan. Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologik dan atau
biokimiawi yang ditimbulkan oleh penyebab kematian sedemikian rupa sehingga
seseorang tidak dapat terus hidup.
Berdasarkan kasus di atas, penyebab kematiannya disebabkan akibat keracunan
atau toxikologi, karna kematian yang mendadak dan tidak ditemukan tanda-tanda
kekerasan, dapat kita ketahui dri pemeriksaan dalam dan toxikologi. Dalam contoh kasus,
korban adalah sepasang suami istri, kemungkinan yang dapat terjadi adalah suami istri ini
berada dalam pengaruh obat tidur; cara kematiannya adalah tidak wajar.
H. VISUM ET REPERTUM
Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi
temuan dan pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap
manusia atau bagian dari tubuh manusia, baik hidup maupun mati, atas permintaan
tertulis (resmi) dan penyidik yang berwenang (atau hakim untuk visum et repertum
psikiatrik) yang dibuat atas sumpah atau dikuatkan dengan sumpah, untuk kepentingan
peradilan.1
Beberapa jenis visum et repertum yaitu visum et repertum korban hidup termasuk
visum et repertum perlukaan, visum et repertum kejahatan susila, visum et repertum
jenazah (korban mati akibat tindak pidana atau dugaan tindak pidana) dan visum et

27

repertum psikiatrik (dibuat oleh dokter specialis psikiatri, biasanya untuk menilai
kejiwaan terdakwa).1
Visum et repertum adalah alat bukti yang sah berupa surat (Pasal 184 jo Pasal 187
butir c KUHAP). Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah:
1. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.
2. Bernomor, bertanggal dan di bagian kiri atasnya dicantumkan kata Pro Justitia.
3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak
menggunakan istilah asing.
4. Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatnya serta dibubuhi stempel instansi
tersebut.
Pada umumnya visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu:
1. Bagian Pembukaan
Kata Pro Justitia yang diletakkan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa visum
et repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et repertum tidak
membutuhkan meterai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.
2. Bagian Pendahuluan
Bagian ini sebenarnya tidak diberi judul Pendahuluan, melainkan langsung
merupakan uraian tentang identitas dokter pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat
dan waktu dilakukannya pemeriksaan, instansi peminta visum et repertum, nomor
dan tanggal surat permintaan, serta identitas yang diperiksa sesuai dengan yang
tercantum di dalam surat permintaan visum et repertum tersebut. Di bagian ini
dicantumkan ada/tidaknya label identifikasi dari pihak penyidik, bentuk dan bahan
label serta isi label identifikasi yang dilekatkan pada benda bukti, biasanya pada
ibu jari kaki kanan mayat.
3. Bagian Pemberitaan
Bagian ini diberi judul Hasil Pemeriksaan. Bagian ini memuat semua hasil
pemeriksaan terhadap barang bukti yang dituliskan secara sistematik, jelas dan
dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar belakang pendidikan kedokteran.
Pada pemeriksaan jenazah, bagian ini terbagi tiga bagian, yaitu Pemeriksaan luar,
Pemeriksaan dalam (bedah jenazah) dan Pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan pendukung lainnya.
4. Bagian Kesimpulan
Bagian ini diberi judul Kesimpulan. Dalam bagian ini dituliskan kesimpulan
pemeriksa atas seluruh hasil pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuannya atau
keahliannya. Pada pemeriksaan jenazah, bagian ini berisikan setidak-tidaknya jenis
perlukaan atau cedera, kelainan yang ditemukan, penyebabnya serta sebab
28

kematiannya. Apabila memungkinkan, tuliskan juga saat kematian dan petunjuk


penting tentang kekerasan ataupun pelakunya.
5. Bagian Penutup
Bagian ini tanpa judul, melainkan langsung berupa uraian kalimat penutup yang
menyatakan bahwa visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya, berdasarkan
keilmuan serta mengingat sumpah dan sesuai dengan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP).
I. PROGRAM JAMINAN KEMATIAN
Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program Jamsostek
yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai
upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun
santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian
sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 12 Juta terdiri dari
Rp 10 juta santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman dan santunan berkala.
Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti: 5
1. Santunan Kematian: Rp 10.000.000,2. Biaya Pemakaman: Rp 2.000.000,3. Santunan Berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan)
Tata Cara Pengajuan Jaminan Kematian
Pengusaha/keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia mengisi dan mengirim form
4 kepada PT Jamsostek (Persero) disertai bukti-bukti: 5
1. Kartu peserta Jamsostek (KPJ) Asli tenaga Kerja yang Bersangkutan
2. Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan
3. Salinan/Copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga Tenaga Kerja bersangkutan yang masih
berlaku
4. Identitas ahli waris (photo copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga)
5. Surat Keterangan Ahli Waris dari Lurah/Kepala Desa setempat
6. Surat Kuasa bermeterai dan copy KTP yang diberi kuasa (apabila pengambilan JKM
ini dikuasakan)
KESIMPULAN
Pada dua mayat ini tidak ditemukan tanda kekerasan yang berarti, jga tidak didapatkan
adanya kehilangan barang-barang berharga, kemungkinan dapat terjadi karena keracunan
gas, namun itu blum bisa dijadikan penyebab pasti karna apabila pada pemeriksaan dalam
29

ditemukan temuan mencurigakan maka dapat menyimpulkan penyebab kematian


sebenarnya, karna itu diperlukan pemeriksaan dalam dan toxikologi. Melihat temuan
mayat yang tampa tanda-tanda kekerasan dalam kamar tidur dengan tidak ditemukannya
barang yang hilang maka kematian pengusaha dan istrinya tersebut dapat terjadi karena
toxikologi.
Karbon monoksida (CO) merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa, dan non-iritatif, yang densitasnya relatif sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan udara. Sumber utama karbon monoksida pada kasus kematian adalah kebakaran,
knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna, dan pembakaran yang tidak sempurna dari
produk-produk terbakar, seperti bongkahan arang. Penyebab utama dari kematian
monoksida karena struktur kebakaran

dirumah atau gedung lain,penyebab terbesar

kematian pada kebakaran rumah tidak disebabkan karena terbakar tapi karena
menghirup asap. Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan
oleh gangguan transportasi oksigen. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan takikardi,
hipertensi atau hipotensi, hipertermia, takipnea. Pada kulit biasanya didapatkan wama
kulit yang merah seperti buah cherry, bisa juga didapatkan lesi di kulit berupa eritema
dan bula. Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen
dengan masker nonrebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperlukan pada pasien
dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas. Pemberian oksigen 100 %
dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan gejala dan tanda keracunan dan kadar
HbCO turun dibawah 10%.

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono s, et all. Ilmu kedokteran forensic. Jakarta:
FKUI; 1997; h. 5-37.
2. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Prosedur
Medikolegal. Kompilasi Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta:
FKUI; 1994; h: 11-25.
3. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Autopsi
Pada Kasus Kematian Akibat Kekerasan. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: FKUI;
2000; h: 56-61.
4. Jamsostek.
Program

jaminan

Kematian.

2010.

Di

unduh

http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=3&id=18, 13 Desember 2015.

30

dari

5. Keracunan Obat. 2006. Di unduh dari http://reef_forensik.webs.com/keracunanobat.htm,


13 Desember 2015.
6. Sudjana, Putu. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.. . Surabaya: Departemen
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga; 2010.
7. Tomie Hermawan Soekamto, David Perdanakusuma Departemen, Smf Ilmu Bedah
Plastik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Rsud Dr. Soetomo Surabaya,
Intoksikasi Karbon Monoksida. Diakses dari http://journal.unair.ac.id/filerPDF/CO
%20Intoxication.pdf. 13 Desember 2015.

31

Anda mungkin juga menyukai