102011445
Theresia Indriani PC
102012071
Michael Sukmapradipta
102012253
102012277
Kiki Puspitasari
102012350
Surya Dharma
102012390
102012426
Susi Sugiarti
102014267
KELOMPOK A5
KASUS: Suatu hari anda di datangi penyidik untuk membantu mereka dalam
memeriksa suatu tempat kejadian perkara (TKP). Menurut penyidik, TKP adalah sebuah
rumah yang cukup besar milik seorang pengusaha dan istrinya ditemukan meninggal dunia di
dalam kamar yang terkunci didalam. Anaknya yang pertama kali mencurugai hal itu (08.00)
karena si ayah yang biasanya bangun untuk lari pagi, hari ini belum keluar dari kamarnya. Ia
bersama dengan pak ketua RT melaporkannya pada polisi.
Penyidik telah membuka kamar tersebut dan menemukan kedua orang tersebut tiduran
ditempat tidurnya dan dalam keadaan mati. Tidak ada tanda-tanda perkelahian diruang
tersebut, segalanya masih tertata rapi sebagaiman biasa, tutur anaknya. Dari pengamatan
sementara tidak ditemukan luka-luka pada kedua mayat dan tidak ada barang yang hilang.
Salah seorang penyidik ditelpon oleh petugas asuransi bahwa ia telah dihubungi oleh anak si
pengusaha berkaitan dengan kemungkinan klaim asuransi jiwa pengusaha tersebut.
PENDAHULUAN
Di masyarakat sering terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh
dan nyawa manusia.
forensik untuk membantu proses peradilan dalam arti luas yang meliputi tahap penyidikan
sampai sidang pengadilan. Diperlukan bantuan dokter untuk memastikan sebab, cara, dan
waktu kematian pada peristiwa kematian tidak wajar karena pembunuhan, bunuh diri,
kecelakaan atau kematian yang mencurigakan.
Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakikatnya
adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materil terhadap perkara pidana tersebut. Untuk
pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini, diperlukan bantuan ahli
didalam bidang kedokteran forensik untuk membuat jelas jalannya rangkaian peristiwa
perkara pidana tersebut. Hal ini dapat dilihat dari ilmu yang berkaitan dengan, aspek hukum,
prosedur medikolegal, tanatologis, teknik pemeriksaan dan segala sesuatu yang terkait supaya
dapat benar-benar memanfaatkan pengetahuan kedokteran untuk kepentingan pengadilan.
Hasil pemeriksaan dan laporan tertulis akan digunakan sebagai petunjuk atau pedoman dan
alat bukti dalam menyidik, menuntut dan mengadili perkara pidana maupun perdata.
Dalam kasus ini, dikatakan bahwa suami istri meninggal di dalam kamar tanpa
diketahui penyebabnya, oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan untuk mencari apa
sebenarnya penyebab kematian pasangan ini.
A. IDENTIFIKASI FORENSIK
Identifiasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu
penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu
masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat
amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses
pengadilan.
Peran ilmu kedokteran forensic dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak
dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar, dan pada kecelakaan masal,
bencana alam atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh
manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensic juga berperan dalam berbagai kasus
lain seperti penculikan anak, bayi yang tertukar atau diragukan orang tuanya.
Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit 2 metode yang digunakan
memberikah hasil positif (tidak meragukan).Penentuan identitas personal dapat menggunakan
2
metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologic,
dan secara eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA.
1. Pemeriksaan Sidik Jari
Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante
mortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling
tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.
Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari
tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya melakukan pembungkusan kedua
tangan jenazah dengan kantung plastik.
2. Metode Visual
Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang
merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang
belum membusuk sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih
dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang
turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.
3. Pemeriksaan Dokumen
Dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, paspor, dsb) yang kebetulan dijumpai
dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat mengenali jenazah tersebut.Perlu diingat
bahwa pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada
dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.
4. Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah mungkin dapat diketahui merek
atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya dapat membantu
identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut. Khusus anggota ABRI,
masalah identifikasi dipermudah dengan adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung
logam yang dipakainya.
5. Identifikasi Medik
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata,
cacat atau kelainan khusus, tatu (rajah).
3
Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan
menggunakan berbagai cara / modifikasi (termasuk pemeriksaan sinar-X), sehingga
ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak / kerangka pun masih dapat dilakukan
metode identifikasi ini.
Melalui metode ini, diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan
tinggi badan, kelainan pada tulang, dsb.
6. Pemeriksaan Gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi serta
rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi,
dan sebagainya.
Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang
khas. Dengan demikian, dapat dilakukan identifikasi dengan cara membandingkan data
temuan dengan data pembanding ante mortem.
7. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah.
Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan
memeriksa rambut, kuku, dan tulang.
8. Metode Eksklusi
Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang
dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut, dsb.
Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan
metode-metode identifikasi lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan
dengan metode-metode tersebut diatas, maka sisa korban diidentifikasi menurut daftar
penumpang.
B. ASPEK HUKUM
Hukum pidana yang berkaitan dengan profesi dokter tentang kejahatan terhadap tubuh
dan jiwa manusia, yang berkaitan dengan kasus PBL 2 mencakup antara lain: 1,2
1. Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan
4
Pasal 133 KUHAP (mengatur kewajiban dokter untuk membuat keterangan ahli)2
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Penjelasan Pasal 133 KUHAP
a. Ayat 2): Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli
kedokteran kehakiman disebut keterangan. Menurut pasal 133 KUHAP permintaan
visum et repertum merupakan wewenang penyidik, resmi dan harus tertulis, visum et
repertum dilakukan terhadap korban bukan tersangka dan ada indikasi dugaan akibat
peristiwa pidana. Bila pemeriksaan terhadap mayat maka permintaan visum disertai
identitas label pada bagian badan mayat, harus jelas pemeriksaan yang diminta, dan
visum tersebut ditujukan kepada ahli kedokteran forensik atau kepada dokter di rumah
sakit. Menurut pasal 133 KUHAP keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran
kehakiman disebut keterangan ahli, jika bukan dari keterangan seorang ahli disebut
keterangan saja.2
3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak
yang perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 179 KUHAP
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Hak Menolak Menjadi Saksi/Ahli
Pasal 120 KUHAP
1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus.
2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia
akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila
disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan
ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.
Bentuk Bantuan Dokter bagi Peradilan dan Manfaatnya
Pasal 184 KUHAP
1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Penjelasan Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat
dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang
kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi
tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
Pasal 65 KUHAP
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan
atau seseorang yang mempunyai keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya.
Sangsi bagi Pelanggar Kewajiban Dokter
Pasal 216 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda
paling banyak Sembilan ribu rupiah.
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus
atau untuk
b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila di duga penderita
menderita penyakit yang dapat membahayakan orang atau masyarakat sekitarnya;
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam jangka
waktu 2 x 24 (dua kaii duapuluh empat) jam tidak ada keluarga terdekat dari yang
meninggal dunia datang ke rumah sakit.
Pasal 70 UU Kesehatan ayat 2
Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam
masyarakat.
D. PEMERIKSAAN
1. Tempat Kejadian Perkara
Pada TKP tidak ditemukan benda-benda yang mencurigakan
Tidak terdapat ceceran darah dan muntah
Tidak tercium bau dari tubuh dan mulut mayat, sehingga kemungkinan kematian
karena diracuni dengan sianida atau arsen dapat disingkirkan.
2. Pemeriksaan Luar
Pada jenazah laki-laki dan perempuan tidak ditemukan tanda-tanda kekrasan. Warna
kulit normal, tidak ditemukan bekas suntikan pada tubuh korban.
3. Pemeriksaan Toksikologi 5,6
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan tambahan. Karena mayat ditemukan dalam
keadaan mencurigakan, maka pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui apakah
korban meninggal karena keracunan atau sebab lain.
Sampel dari toksikologi forensik pada umumnya adalah spesimen biologi seperti:
cairan biologis (darah, urin, air ludah), jaringan biologis atau organ tubuh. Preparasi
sampel adalah salah satu faktor penentu keberhasilan analisis toksikologi forensik
disamping kehadalan penguasaan metode analisis instrumentasi. Berbeda dengan
analisis kimia lainnya, hasil indentifikasi dan kuantifikasi dari analit bukan
merupakan tujuan akhir dari analisis toksikologi forensik. Seorang toksikolog forensik
dituntut harus mampu menerjemahkan apakah analit (toksikan) yang diketemukan
dengan kadar tertentu dapat dikatakan sebagai penyebab keracunan (pada kasus
kematian).
Spesimen untuk analisis toksikologi forensik biasanya diterok oleh dokter, misalnya
pada kasus kematian tidak wajar spesimen dikumpulkan oleh dokter forensik pada
10
saat melakukan otopsi. Spesimen dapat berupa cairan biologis, jaringan, organ tubuh.
Dalam pengumpulan spesimen dokter forensik memberikan label pada masing-masing
bungkus/wadah dan menyegelnya. Label seharusnya dilengkapi dengan informasi:
nomer indentitas, nama korban, tanggal/waktu otopsi, nama spesimen beserta
jumlahnya. Pengiriman dan penyerahan spesimen harus dilengkapi dengan surat berita
acara menyeran spesimen, yang ditandatangani oleh dokter forensik. Toksikolog
forensik yang menerima spesimen kemudian memberikan dokter forensik surat tanda
terima, kemudian menyimpan sampel/spesimen dalam lemari pendingin freezer dan
menguncinya sampai analisis dilakukan. Prosedur ini dilakukan bertujuan untuk
memberikan rantai perlindungan/pengamanan spesimen (chain of custody).
Jenis Pemeriksaan2,3
1. Kristalografi. Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/minuman, muntahan,
isi lambung dimasukan ke dalam gelas beker, dipanaskan dalam pemanas air
sampai kering, kerimudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas
saring. Teteskan filtrate yang didapat dan periksa dibawah mikroskop. Bila bentuk
Kristal-kristal seperti sapu, ini adalah golongan hidrokarbon terklorisasi.
2. Kromatografi lapisan tipis. Kaca berukuran 20cmx20cm, dilapisi dengan
absorben gel silikat atau dengan alumunium oksida, lalu dipanaskan dalam oven
110 C selama 1 jam. Filtrate yang akan diperiksa pada kaca, disertai dengan
tetesan lain yang telah diketahui golongan dan jenis serta konsentrasinya sebagai
pembanding. Ujung kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut, biasanya n-Hexan.
Celupan tidak boleh mengenai tetesan tersebut diatas. Dengan daya kapilaritas
maka pelarut akan ditarik keatas sambil melarutkan filitrat-filitrat tadi. Setelah itu
kaca TLC dikeringkan lalu disemprot dengan reagensia Paladum klorida 0,5%
dalam HCL pekat, kemudian dengan Difenilamin. Pada uji sampel organ hati,
darah, dan urin terdapat temazepam dan oksazepam. Di dalam tubuh diazepam
akan
termetabolisme membentuk
Jenis Kasus
Litigasi
Kriminal: Pembunuhan
wajar (mendadak)
kematiannya?
terlarang?
konpensasi terhadap
Kematian pada
pemerintah
Kriminal: pembunuhan
kebakaran
jejak pembunuhan?
asuransi
Kematian di penjara
pembunuhan?
Berapa konsentrasi dari obat dan Malpraktek kedokteran,
farmasi
salah pengobatan
Kematian yang tidak
Kesalahan terapi?
kedokteran (IDI)
Gugatan terhadap employer,
Memperkerjakan kembali
pemecatan
human eror?
Apakah sakit tersebut
diakibatkan oleh senyawa kimia
di tempat kerja? Pemecatan
akibat terlibat penyalahgunaan
Narkoba?
Meyebabkan kematian?
Kriminal: Pembunuhan,
mengemudi
kecelakaan bermotor
Kriminal: Larangan
12
atau mengemudi
Mengemudi dibawah
obatan
Narkona
Sipil: gugatan pencabutan atau
Penyalahgunaan
pengangguhan SIM
Kriminal:
Narkoba
Sipil: rehabilitasi
rehabilitasi narkoba
Identifikasi bentuk sediaan,
ilegal.
memenuhi syarat
standar Forensik
Farmasi
yang terkait
E. TANATOLOGI 1,2
Adalah ilmu yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah
kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Dikenal beberapa istilah
tentang mati yaitu:
a. Mati somatis (mati klinis) yang terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem
penunjang kehidupan yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem
pernafasan yang menetap (irreversible).
b. Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem
kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana.
c. Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatis.
d. Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang
otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernafasan dan
kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat.
e. Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal
intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat yang dapat timbul
dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Setelah beberapa waktu timbul
perubahan pascamati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti.
13
Perubahan dini yang terjadi antaranya adalah pernafasan berhenti yang dinilai
selama lebih dari 10 menit secara inspeksi, palpasi dan auskultasi; terhentinya sirkulasi
yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba; kulit pucat tetapi bukan
merupakan tanda yang dapat dipercaya karena mungkin terjadi spasme agonal sehingga
wajah tampak kebiruan; tonus otot menghilang dan relaksasi; pembuluh darah retina
mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian dan pengeringan kornea yang
menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan
meneteskan air.
Perubahan lanjut (tanda pasti kematian) sebagai berikut:
1. Lebam mayat (livor mortis)
Setelah kematian klinis, maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya
tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah
ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan
alas keras. Biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya
bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Selain untuk tanda
pasti kematian, lebam mayat juga dapat digunakan untuk memperkirakan sebab
kematian, mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya
lebam mayat yang menetap dan memperkirakan saat kematian. Lebam mayat yang
belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang
dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan.
2. Kaku mayat (rivor mortis)
Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolism tingkat
seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan
energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih
terdapat ATP maka serabut aktin dan myosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen
dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan myosin menggumpal dan
otot menjadi kaku. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku
mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh
(otot-otot kecil) kea rah dalam (sentripetal). Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat
menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam
urutan yang sama. Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah
aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otototot kecil dan suhu lingkungan tinggi. Dapat digunakan juga untuk memperkirakan
saat kematian. Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat yaitu
14
cadaveric spasm (kekakuan otot yang terjadi saat kematian dan menetap), heat
stiffening (kekakuan otot akibat koagulasi protein oleh panas) dan cold stiffening
(kekakuan sendi akibat paparan dingin).
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin
melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Grafik penurunan suhu tubuh
ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf S. Kecepatan penurunan suhu
dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi
tubuh dan pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan
perkiraan saat kematian.
4. Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja
bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam
keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel
pascamati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Setelah seseorang
meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan.
Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium
welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN serta
asam amino dan asam lemak. Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pascamati
berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah. Larva lalat akan dijumpai setelah
pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36 jam pasca mati. Dengan
identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva
tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati. Pembusukan akan
timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5 derajat Celcius hingga sekitar suhu
normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh
gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis.
5. Adiposera
Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati.
Terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak
dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang
tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi dan
kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera akan membuat gambaran
permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun-tahun sehingga identifikasi
mayat dan perkiraan sebab kematian masih dapat dimungkinkan. Faktor-faktor yang
mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan lemak tubuh yang
15
cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang
elektrolit. Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera karena derajat
keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah.
6. Mummifikasi
Adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga
terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan.
Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak
membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.
Terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang
dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu).
Beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian. Di
antaranya adalah:
1. Perubahan pada mata. Kekeruhan kornea yang menetap mulai kira-kira 6 jam
pascamati, 10-12 jam pascamati kekeruhan terjadi baik pada mata yang ditutup/tidak.
Setelah mati, tekanan bola mata turun. Hingga 30 menit pascamati tampak kekeruhan
makula dan memucatnya diskus optik. Selama 2 jam pertama pascamasti retina pucat,
daerah sekitar diskus dan sekitar makula menjadi kuning (perubahan pada retina dapat
menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pascamati). Saat itu pola vaskular koroid
berupa bercak-bercak berlatar merah dengan pola segmentasi yang jelas, setelah 3 jam
pascamati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Setelah
6 jam pascamati batas diskus kabur dan hanya pembuluh besar yang bersegmentasi
yang terlihat dengan latar belakang kuning-kelabu. Dalam 12 jam pascamati pada
diskus hanya dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah
yang tersisa. Setelah 15 jam hanya makula saja yang tampak, berwarna coklat gelap.
2. Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi.
Adanya makanan tertentu dapat menyimpulkan korban memakan makanan tersebut
beberapa jam sebelum mati.
3. Perubahan rambut. Kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4mm/hari, panjang rambut
kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian.
4. Pertumbuhan kuku. Pertumbuhan kuku sekitar 0,1mm per hari dapat digunakan
untuk memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang
bersangkutan memotong kuku.
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari
14mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein
kurang dari 80mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari
16
F. INTERPRETASI TEMUAN
Pada pemeriksaan luar mayat, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.
Pemeriksaan dalam dapat dilakukan untuk mnegetahui jenis lebammayat apabila
lebam mayat berwarna merah terang mungkin saja kematian akibat keracunan CO,
akibat kebocoran salah satu alat electronic yang dapat mengeluarkan gas CO, atau
gas-gas beracun lainnya, misalnya1,6
Keracunan Karbon Monoksica (CO)
Karbon monoksida adalah racun yang tretua dalam sejarah manusia. Gas CO tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak merangsang selaput lender, sedikit lebih ringan dari udara
sehingga mudah menyebar. Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya brdasarkan
anamnesis danadanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan CO.
Pada korban yang mati tidak lama seteah keracunan CO ditemukan ebam mayat
berwarna merah terang, yang tampak jelas apabila kadar CO mencapai 30% atau lebih. Pada
analisis toxikologi darah akan ditemukan adanya COHb. Pada keracunan yang kematiannya
tertunda smpai 72 jam maka CO akan dieksresikan dan did lam darah tidak ditemukan
adanyan CO lagi.
Otak, dapat ditemukan pada subtansia alba dan korteks kedua belah otak, globules
palidus terlihat adanya petackie.
Pemeriksaan mikroskopik pada otak memberi gambaran:
-
trombi.
Ball hemorrhage yang terjadi karena dinding arteriol nekrotik akibat hipoksia dan
memecah.
17
Pada kasus yang kematiannya tidak segera terjadi diagnosis kematian harus berdasarkan
bukti-bukti disekitar kejadian, ditemukannya perubahan akibat hipoksia dan disingkirkannya
kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya hipoksia tersebut.
dapat mengenai supir atau pengendara kendaraan. Biasanya disebabkan oleh mesin
kendaraan yang rusak dan penyaring yang bocor, sehingga CO masuk ke dalam
kendaraan.
3) Alat-alat rumah tangga yang panas dapat menghasilkan gas CO. Gas alat rumah
tangga, khususnya pemanas air, dapat menghasilkan gas CO. Kebocoran pada mesin
dapat mengakibatkan penyebaran gas karbon monoksida pada kamar mandi tertutup.
4) Penyebab terbesar kematian pada suatu kebakaran rumah tidak disebabkan karena
terbakar tapi karena menghirup asap. Keadaan fatal ini disebabkan karena keracunan
CO, walaupun gas-gas lain seperti sianida, phosgene dan acrolein juga turut berperan.
Kebanyakan korban dari kebakaran rumah ditemukan jauh dari pusat api. Proses
industri, terutama gas hasil pembuangan pabrik dapat menimbulkan keracunan
karbon monoksida khususnya pada pekerja besi dan baja. Proses industri lain seperti
metode the Mond yang memproduksi nikel, juga menggunakan CO, sama seperti
pabrik batubara.
5) Dengan bertambahnya jumlah kendaraan maka penyebaran gas karbon monoksida
bercampur dengan polusi udara lainnya juga akan semakin meningkat. Kelompokkelompok masyarakat seperti tukang parkir dan supir kendaraan umum memiliki
resiko yang cukup besar untuk terpapar gas karbon monoksida.
Mekanisme Keracunan
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu kerusakan
jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia. Hipoksia jaringan
terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Proses pembakaran menyerap
banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorang akan menghirup udara dengan
konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-13%. Penurunan fraksi oksigen yang diinspirasi
(FIO2) akan menyebabkan hipoksia.
Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas transportasi
oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat seluler.
Karbonmonoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ yang paling
terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung.
Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia ensefalopati yang terjadi akibat dari
keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana peroksidasi lipid dan pembentukan
radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas.
19
Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh gangguan
transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversible, yang menyebabkan anemia
relatif karena CO mengikat hemoglobn 230-270 kali lebih kuat daripada oksigen. Kadar
HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis. CO yang terikat hemoglobin
menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan menurun. CO mengikat myoglobin
jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobin yang menyebabkan depresi miokard dan
hipotensi yang menyebabkan hipoksia jaringan. Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan
kadar HbCO yang menyebabkan kegagalan respirasi di tingkat seluler. CO mengikat
cytochromes c dan P450 yang mempunyai daya ikat lebih lemah dari oksigen, diduga
menyebabkan defisit neuropsikiatris. Beberapa penelitian mengindikasikan bila CO dapat
menyebabkan peroksidasi lipid otak dan perubahan inflamasi di otak yang dimediasi oleh
lekosit. Proses tersebut dapat dihambat dengan terapi hiperbarik oksigen. Pada intoksikasi
berat, pasien menunjukkan gangguan sistem saraf pusat termasuk demyelisasi substansia
alba. Hal ini menyebabkan edema dan dan nekrosis fokal.
Penelitian terakhir menunjukkan adanya pelepasan radikal bebas nitric oxide dari platelet
dan lapisan endothelium vaskuler pada keadaan keracunan CO pada konsentrasi 100 ppm
yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri.
CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO pada temperatur ruangan adalah 3 - 4
jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan waktu paruh menjadi 30 90 menit,
sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm dengan oksigen 100% dapat
menurunkan waktu paruh sampai 15-23 menit.7
Gejala Klinis
Misdiagnosis sering terjadi karena beragamnya keluhan dan gejala pada pasien. Gejalagejala yang muncul sering mirip dengan gejala penyakit lain. Pada anamnesa secara spesifik
didapatkan riwayat paparan oleh gas CO. Gejala-gejala yang muncul sering tidak sesuai
dengan kadar HbCO dalam darah. Penderita trauma inhalasi atau penderita luka bakar harus
dicurigai kemungkinan terpapar dan keracunan gas CO. Pada pemeriksaan tanda vital
didapatkan takikardi, hipertensi atau hipotensi, hipertermia, takipnea. Pada kulit biasanya
didapatkan wama kulit yang merah seperti buah cherry, bisa juga didapatkan lesi di kulit
berupa eritema dan bula.7
Studi oleh Haldane dan Killick mungkin memberikan penjelasan paling baik dari efek
keterpaparan karbon monoksida (CO), seperti pada tabel 2.6. Gejalanya, pada saat muncul
biasanya bersifat progresif, dan kira-kira sebanding dengan kadar CO darah. Pada awalnya,
20
tanda dan gejala seringkali sulit dipisahkan. Pada kadar saturasi karboksihemoglobin 0
10%, umumnya tanpa gejala. Pada seseorang yang istirahat, kadar CO dari 10 sampai 20%
sering tidak bergejala, kecuali sakit kepala. Akan tetapi, jika diuji orang ini akan
menunjukkan pelemahan dalam melakukan tugas-tugas kompleks. Haldane mengamati tidak
ada efek nyeri pada kadar mencapai 18 23 %. Gejala Killick dapat diabaikan pada kadar di
bawah 30%, meskipun demikian kadar antara 30 35%, dia menunjukkan sakit kepala
disertai denyutan dan perasaan penuh di kepala. Kadar CO antara 30 40%, ada sakit kepala
berdenyut, mual, muntah, pingsan, dan rasa mengantuk pada saat istirahat. Pada saat
kadarnya mencapai 40%, penggunaan tenaga sedikit pun menyebabkan pingsan. Denyut nadi
dan pernapasan menjadi cepat. Tekanan darah turun. Kadar antara 40 60%, ada suatu
kebingungan mental, kelemahan, dan hilangnya koordinasi. Haldane pada kadar 56% tidak
mampu berjalan sendiri tanpa bantuan. Pada kadar CO 60% dan seterusnya, seseorang akan
hilang kesadaran, pernapasan menjadi Cheyne-Stokes, terdapat kejang intermitten, penekanan
kerja jantung dan kegagalan pernapasan, dan kematian. Dapat disertai peningkatan suhu
tubuh.3,6
Tabel 2. Konsentrasi CO dalam darah dan gejala yang ditimbulkan
Konsentrasi CO dalam darah5
Kurang dari 20%
20%
30%
Gejala-gejala
Tidak ada gejala
Nafas menjadi sesak
Sakit kepala, lesu, mual, nadi dan pernafasan
30% 40%
meningkat sedikit
Sakit kepala berat, kebingungan, hilang daya ingat,
40% - 50%
60% - 70%
70% - 89%
urin
Koma, nadi menjadi tidak teratur, kematian karena
kegagalan pernafasan
dengan kadar karbon monoksida 30 40%. Sebaliknya, seseorang yang meninggal karena
menghirup gas knalpot kadarnya kebanyakan melebihi 70%, rata-rata 79%. Kadar rendah
pada seseorang yang meninggal karena menghirup gas knalpot dapat ditemukan jika mobil
berhenti setelah korban berada dalam kondisi koma yang ireversibel tetapi masih terus
bernapas, dimana hal ini secara perlahan akan menurunkan konsentrasi karboksihemoglobin
mereka meskipun terjadi cedera hipoksia ireversibel di otak. Waktu paruh karbon monoksida,
jika menghirup udara ruangan yang rata dengan air laut yaitu sekitar 4 6 jam. Terapi
oksigen mengurangi eliminasi waktu paruh, tergantung pada konsentrasi oksigennya.
Eliminasi waktu paruh dengan terapi oksigen dipendekkan menjadi 40 80 menit dengan
menghirup oksigen 100% pada 1 atm, dan menjadi 15 30 menit dengan menghirup oksigen
hiperbarik. Jika seseorang masih bertahan hidup saat sampai di ruang gawat darurat,
penggunaan oksimeter nadi tidak dapat dipercaya untuk menentukan secara akurat kadar
oksigenasi. Alat ini tidak dapat membedakan antara karboksihemoglobin dengan
oksihemoglobin pada panjang gelombang yang biasa digunakan.3
Pemeriksaan Pada Korban
Temuan Otopsi
Temuan otopsi pada kematian karena CO ciri khasnya sangat jelas. Pada ras
Kaukasian, kesan yang pertama kali tampak pada tubuhnya yaitu orang tersebut kelihatannya
sangat sehat. Corak kulit yang berwarna pink disebabkan oleh pewarnaan jaringan oleh
karboksihemoglobin, yang memiliki ciri khas dengan tampilan cherry-red (merah cherry)
atau pink terang yang dapat terlihat pada jaringan, seperti pada gambar 2.10. Lebam mayat
berwarna merah cherry mendukung diagnosis bahkan sebelum mengotopsi korban. Akan
tetapi, harus disadari bahwa warna ini dapat juga ditimbulkan oleh keterpaparan tubuh dalam
jangka lama dengan lingkungan dingin (ataupun di tempat kematian atau dalam rumah
kematian dengan pendingin) atau keracunan sianida. Pada orang kulit hitam, warna tersebut
terutama tampak di konjungtiva, kuku, dan mukosa bibir. 3
22
rahim
meskipun
ibunya
mungkin
selamat.
Otak merupakan organ yang paling sensitif terhadap kerja karbon monoksida. Kerusakan otak
ciri khasnya adalah terlokalisasi pada area selektif tertentu. Jika kematian tidak terjaadi
dengan segera, kerusakan pada daerah ini bisa bertambah dalam beberapa jam dan hari.
Karbon monoksida menghasilkan kerusakan selektif pada subtansia abu-abu otak. Nekrosis
bilateral pada globus pallidus merupakan lesi paling khas, meskipun area lain dapat terkena,
termasuk korteks otak, hipokampus, otak kecil, dan subtansia nigra. Akan tetapi, lesi pada
globus pallidus tidak spesifik dan dapat juga dijumpai pada kasus overdosis obat-obatan.3
Pemeriksaan Penunjang. 6
a. Pemeriksaan laboratorium.
Analisa kadar HbCO membutuhkan alat ukur spectrophotometric yang khusus.
Kadar HbCO yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas tersebut.
Sedangkan kadar yang rendah belum dapat menyingkirkan kemungkinan terpapar,
khususnya bila pasien telah mendapat terapi oksigen 100% sebelumnya atau jarak
paparan dengan pemeriksaan terlalu lama. Pada beberapa perokok, terjadi peningkatan
ringan kadar CO sampai 10%. Pemeriksaan gas darah arteri juga diperlukan. Tingkat
tekanan oksigen arteri (PaO2) harus tetap normal. Walaupun begitu, PaO2 tidak akurat
menggambarkan derajat keracunan CO atau terjadinya hipoksia seluler. Saturasi
oksigen hanya akurat bila diperiksa langsung, tidak melaui PaO2 yang sering
dilakukan dengan analisa gas darah. PaO2 menggambarkan oksigen terlarut dalam
darah yang tidak terganggu oleh hemoglobin yang mengikat CO.
b. Pemeriksaan Toksikologi
Penilaian:
-
Darah normal/ kontrol (tabung reaksi II) segera berubah warna dari merah
muda menjadi coklat kehijauan dalam waktu kurang dari 30 detik, karena
waktu lebih besar dari 30 detik, karena sudah terjadi ikatan CO-Hb
Test positif apabila perubahan warna tadi terjadi lebih dari 30 detik
c. Pemeriksaan imaging.
X-foto thorax. Pemeriksaan x-foto thorax perlu dilakukan pada kasus-kasus
keracunan gas dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan. Hasil pemeriksaan xfoto
thorax biasanya dalam batas normal. Adanya gambaran ground-glass appearance,
perkabutan parahiler, dan intra alveolar edema menunjukkan prognosis yang lebih
jelek.
CT scan. Pemeriksaan CT Scan kepala perlu dilakukan pada kasus keracunan
berat gas CO atau bila terdapat perubahan status mental yang tidak pulih dengan
cepat. Edema serebri dan lesi fokal dengan densitas rendah pada basal ganglia bisa
didapatkan dan halo tersebut dapat memprediksi adanya komplikasi neurologis.
Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan dengan CT Scan untuk mendeteksi
lesi fokal dan demyelinasi substansia alba dan MRI sering digunakan untuk follow up
pasien. Pemeriksaan CT Scan serial diperlukan jika terjadi gangguan status mental
yang menetap. Pernah dilaporkan hasil CT Scan adanya hidrosefalus akut pada anakanak yang menderita keracunan gas CO.7
d. Pemeriksaan lainnya.
25
Berdasarkan kasus, interpretasi temuan melalui pemeriksaan luar dan dalam (bedah
jenazah) pada mayat laki-laki ini, dapat dibuat kesimpulan tentang sebab, cara dan
mekanisme kematian seperti yang dicantumkan dalam bagian kesimpulan Visum et
Repertum yang dibuat.
27
repertum psikiatrik (dibuat oleh dokter specialis psikiatri, biasanya untuk menilai
kejiwaan terdakwa).1
Visum et repertum adalah alat bukti yang sah berupa surat (Pasal 184 jo Pasal 187
butir c KUHAP). Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah:
1. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.
2. Bernomor, bertanggal dan di bagian kiri atasnya dicantumkan kata Pro Justitia.
3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak
menggunakan istilah asing.
4. Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatnya serta dibubuhi stempel instansi
tersebut.
Pada umumnya visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu:
1. Bagian Pembukaan
Kata Pro Justitia yang diletakkan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa visum
et repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et repertum tidak
membutuhkan meterai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.
2. Bagian Pendahuluan
Bagian ini sebenarnya tidak diberi judul Pendahuluan, melainkan langsung
merupakan uraian tentang identitas dokter pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat
dan waktu dilakukannya pemeriksaan, instansi peminta visum et repertum, nomor
dan tanggal surat permintaan, serta identitas yang diperiksa sesuai dengan yang
tercantum di dalam surat permintaan visum et repertum tersebut. Di bagian ini
dicantumkan ada/tidaknya label identifikasi dari pihak penyidik, bentuk dan bahan
label serta isi label identifikasi yang dilekatkan pada benda bukti, biasanya pada
ibu jari kaki kanan mayat.
3. Bagian Pemberitaan
Bagian ini diberi judul Hasil Pemeriksaan. Bagian ini memuat semua hasil
pemeriksaan terhadap barang bukti yang dituliskan secara sistematik, jelas dan
dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar belakang pendidikan kedokteran.
Pada pemeriksaan jenazah, bagian ini terbagi tiga bagian, yaitu Pemeriksaan luar,
Pemeriksaan dalam (bedah jenazah) dan Pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan pendukung lainnya.
4. Bagian Kesimpulan
Bagian ini diberi judul Kesimpulan. Dalam bagian ini dituliskan kesimpulan
pemeriksa atas seluruh hasil pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuannya atau
keahliannya. Pada pemeriksaan jenazah, bagian ini berisikan setidak-tidaknya jenis
perlukaan atau cedera, kelainan yang ditemukan, penyebabnya serta sebab
28
kematian pada kebakaran rumah tidak disebabkan karena terbakar tapi karena
menghirup asap. Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan
oleh gangguan transportasi oksigen. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan takikardi,
hipertensi atau hipotensi, hipertermia, takipnea. Pada kulit biasanya didapatkan wama
kulit yang merah seperti buah cherry, bisa juga didapatkan lesi di kulit berupa eritema
dan bula. Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen
dengan masker nonrebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperlukan pada pasien
dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas. Pemberian oksigen 100 %
dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan gejala dan tanda keracunan dan kadar
HbCO turun dibawah 10%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono s, et all. Ilmu kedokteran forensic. Jakarta:
FKUI; 1997; h. 5-37.
2. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Prosedur
Medikolegal. Kompilasi Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta:
FKUI; 1994; h: 11-25.
3. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Autopsi
Pada Kasus Kematian Akibat Kekerasan. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: FKUI;
2000; h: 56-61.
4. Jamsostek.
Program
jaminan
Kematian.
2010.
Di
unduh
30
dari
31