Anda di halaman 1dari 35

Kematian Pelaku Pemerkosaan di Dalam Penjara

Samsul Rizal Almadani

102011445

Theresia Indriani P.C.

102012071

Michael Sukmapradipta

102012253

Ega Farhatu Jannah

102012277

Kiki Puspitasari

102012350

Surya Dharma

102012390

Risma Lestari Siregar

102012426

Susi Sugiarti

102014267

KELOMPOK A5
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 06 Jakarta Barat
A5ukrida@gmail.com
KASUS: Sesosok mayat dikirimkan ke Bagian Kedokteran Forensik FKUI/RSCM oleh
sebuah Polsek di Jakarta. Ia adalah tersangka pelaku pemerkosaan terhadap seorang remaja putra
yang kebetulan anak dari seorang pejabat kepolisian. Berita yang dituliskan di dalam surat
permintaan visum et repertum adalah bahwa laki-laki ini mati karena gantung diri di dalam sel
tahanan Polsek.
Pemeriksaan yang dilakukan keesokan harinya menemukan bahwa pada wajah mayat
terdapat pembengkakakn dan memar, pada punggungnya terdapat beberapa memar bernbentuk
dua garis sejajar (railway hematoma) dan di daerah paha di sekitar kemaluannya terdapat
beberapa luka bakar berbentuk bundar berukuran diameter kira-kira satu sentimeter. Di ujung
penis terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik. Sementara itu terdapat pula jejas jerat
yang melingkari leher dengan simpul di daerah kiri belakang yang membentuk sudut ke atas.
Pemeriksaan bedah jenazah menemukan resapan darah yang luas di kulit kepala, perdarahan yang
tipis di bawah selaput keras otak, sembab otak besar, tidak terdapat resapan darah di kulit leher
tetapi sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri dan patah ujung rawab gondok sisi kiri, sedikit
busa halus di dalam saluran pernafasan, dan sedikit bintik-bintik perdarahan di permukaan kedua
paru dan jantung. Tidak terdapat patah tulang. Dokter mengambil beberapa contoh jaringan untuk
pemeriksaan laboratorium.
1

PENDAHULUAN
Di masyarakat sering terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan
nyawa manusia. Dalam menangani berbagai kasus ini diperlukan ilmu kedokteran forensik untuk
membantu proses peradilan dalam arti luas yang meliputi tahap penyidikan sampai sidang
pengadilan. Diperlukan bantuan dokter untuk memastikan sebab, cara, dan waktu kematian pada
peristiwa kematian tidak wajar karena pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau kematian yang
mencurigakan.
Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakikatnya adalah
bertujuan untuk mencari kebenaran materil terhadap perkara pidana tersebut. Untuk pengusutan
dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini, diperlukan bantuan ahli didalam bidang
kedokteran forensik untuk membuat jelas jalannya rangkaian peristiwa perkara pidana tersebut.
Hal ini dapat dilihat dari ilmu yang berkaitan dengan, aspek hukum, prosedur medikolegal,
tanatologis, teknik pemeriksaan dan segala sesuatu yang terkait supaya dapat benar-benar
memanfaatkan pengetahuan kedokteran untuk kepentingan pengadilan. Hasil pemeriksaan dan
laporan tertulis akan digunakan sebagai petunjuk atau pedoman dan alat bukti dalam menyidik,
menuntut dan mengadili perkara pidana maupun perdata.
Dalam kasus ini, dikatakan bahwa laki-laki tersebut meninggal akibat gantung diri di
dalam sel tahanan Polsek. Namun hal ini belum tentu benar. Oleh dari itu, diperlukan pemeriksaan
untuk mencari apa sebenarnya penyebab kematian laki-laki tersebut.

A. IDENTIFIKASI FORENSIK
Identifiasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik
untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah
dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting
dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses pengadilan.
Peran ilmu kedokteran forensic dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal,
jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar, dan pada kecelakaan masal, bencana alam
atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh manusia atau
kerangka. Selain itu identifikasi forensic juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti
penculikan anak, bayi yang tertukar atau diragukan orang tuanya.
Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit 2 metode yang digunakan memberikah
hasil positif (tidak meragukan).Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode
identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologic, dan secara
eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA.
2

1. PEMERIKSAAN SIDIK JARI


Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante
mortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi
ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.
Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan
jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah
dengan kantung plastik.
2. METODE VISUAL
Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa
kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum
membusuk sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu
orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut
berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.
3. PEMERIKSAAN DOKUMEN
Dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, paspor, dsb) yang kebetulan dijumpai
dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat mengenali jenazah tersebut.Perlu diingat bahwa
pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah
belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.

4. PEMERIKSAAN PAKAIAN DAN PERHIASAN


Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah mungkin dapat diketahui merek atau
nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya dapat membantu identifikasi
walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut. Khusus anggota ABRI, masalah
identifikasi dipermudah dengan adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang
dipakainya.
5. IDENTIFIKASI MEDIK
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata, cacat
atau kelainan khusus, tatu (rajah).
Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan
menggunakan berbagai cara / modifikasi (termasuk pemeriksaan sinar-X), sehingga ketepatannya
3

cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak / kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi
ini.
Melalui metode ini, diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tinggi
badan, kelainan pada tulang, dsb.
6. PEMERIKSAAN GIGI
Pemeriksaan ini

meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat

dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi serta rahang.
Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi, dan
sebagainya.
Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas.
Dengan demikian, dapat dilakukan identifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan
data pembanding ante mortem.

7. PEMERIKSAAN SEROLOGIK
Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah. Penentuan
golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut,
kuku, dan tulang.
8. METODE EKSKLUSI
Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang dapat
diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut, dsb.
Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan
metode-metode identifikasi lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan dengan
metode-metode tersebut diatas, maka sisa korban diidentifikasi menurut daftar penumpang.

B. MEDIKOLEGAL DAN ASPEK HUKUM


Prosedur Medikolegal
Dalam menangani kasus pidana melalui beberapa proses tahapan yaitu: penemuan yang
dilakuakan oleh warga masyarakat yang melihat, mengetahui atau mengalami suatu kejadian yang
diduga merupakan suatu tindak pidana lalu pelaporan yang dilakukan ke pihak yang berwajib
dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia. Selanjutnya penyelidikan dilakukan oleh penyelidik
untuk menindak lanjuti suatu pelaporan untu mengetahui apakah benar ada kejadian seperti yang
4

dilaporkan, lalu masuk ke tahapan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik untuk menindak
lanjut setelah diketahui benar-benar telah terjadi suatu kejadian, penyidik dapat meminta bantuan
seorang ahli. Dalam hal kejadian mengenai tubuh manusia, maka penyidik dapat meminta bantuan
dokter untuk dilakukan penanganan secara kedokteran forensik. Kewajiban sebagai dokter adalah
melakukan pemeriksaan kedokteran forensik atas korban apabila diminta secara resmi oleh
penyidik dan jika menolak melakukan pemeriksaan kedokteran forensik tersebut dapat dikenai
pidana penjara selama-lamanya 9 bulan.
Setelah dilakukan penyidikan makan selanjutnya adalah pemberkasan perkara dilakukan
oleh penyidik, menghimpun semua hasil penyidikkannya termasuk hasil pemeriksaan kedokteran
forensic yang dimintakan kepada dokter. Hasil berkas perkara ini yang diteruskan ke penuntut
umum. Lalu masuk ke tahapan penuntutan dilakukan oleh penuntut umum disidang pengadilan
setelah berkas perkasa yang lengkap diajukan ke pengadilan. Kemudian persidangan pengadilan
yang dipimpin oleh hakim atau majelis hakim. Dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa, para
saksi dan juga para ahli yaitu dokter yang dapat dihadirkan disidang pengadilan untuk bertindak
selaku saksi ahli atau selaku dokter pemeriksa. Dan akhirnya vonis yang dijatuhkan oleh hakim
dengan ketentuan keyakinan pada diri hakim bahwa memang telah terjadi suatu tindak pidana dan
bahwa terdakwa memang bersalah melakukan pidana tersebut. Keyakinan hakim ini harus
ditunjang oleh sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah.

1. Kewajiban dokter membantu peradilan


PASAL 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas ntuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada
ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Penjelasan Pasal 133 KUHAP

(2) keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan.
Keputusan Menkeh No. M.01PW.07-43 tahun 1982 tentang pedoman pelaksanaan KUHAP.
Pasal 134 KUHAP
(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang
perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 137 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.
2. Bentuk bantuan dokter bagi peradilan dan manfaatnya
Pasal 138 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya ada alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Pasal 184 KHAP
(1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
6

c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diktahui tidak perlu dibuktikan
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Penjelasan pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah
di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, diseai dengan alasan yang
jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata lakasana yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliaannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian
yan lain
3. Sangsi bagi pelanggar kewajiban dokter
Pasal 216 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa
tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi
7

atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupah.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undangundang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahaan belum lewat dua tahun adanya pemidanaan yang
menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah
sepertiganya.
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denada paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 224 KUHP
Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi, ahli atau juru bahasa,
dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus
melakukannya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan
4. Rahasia jabatan dan pembuatan SKA/ V et R
Peraturan pemerintah No 26 tahun 1960 tentang lafal sumpah doker
Saya bersumpah/berjanji bahwa:
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan
Saya ajkan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan
martaat pekerjaan saya.
.........dst.
Peraturan pemerintah no 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia Kedokteran.
Pasal 322 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
8

(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.
Pasal 51 KUHP
(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan
oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
(2) Perintah jabatan tanpa wewenang tidak menyebabkan hapusnya pidana kecuali jika yang
diperintah, dengan itikad mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan
pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
5. Bedah mayat klinis, anatomis dan transplantasi
Peraturan Pemerintah No18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat
Anatomis serta Transplantasi alat dan atau Jaringan tubuh manusia.
Pasal 70 UU kesehatan
(2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.
6. Persetujuan tindakan medik
Peraturan Menteri Kesehatan No 585/MenKes/per/IX/1989 tentang persetujuan Tindakan
Medik
7. Pantia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran
Peraturan Menteri Kesehatan No 554/menKes/XII/1982 tentang Panitia Pertimbangan dan
Pembinaan Etik Kedokteran
8. Praktek dokter
Pasal 512a KUHP
Barangsiapa sebagai mata pencaharian baik khusus maupaun sebagai sambilan menjalankan
pekerjaan dokter atau dokter gigi dengan tidak mempunyai surat izin, didalam keadaan yang
tidak memaksa, diancam dengan kurungan paling lama dua bulan atau denga setinggitingginya sepuluh ribu rupiah.

Pasal 531 KUHP


Barangsiapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang mengahadapi maut, tidak
memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya, tanpa selayaknya menimbulkan bahaya
bagi dirinya atau orang lain, diancam jika kemdian orang itu meninggal, dengan kurungan
paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Pasal 53 UU Kesehatan
(1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi dan menghormati pasien.
(3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medik
terhadap seseorang denga memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan menganai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54 UU Kesehatan
(1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja MDTK ditetapkan dengan
Keppres.
Pasal 55 UU Kesehatan
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan.
9. Keterangan Palsu
Pasal 267 KUHP
(1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang ada atau
tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
(2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seorang dalam rumah sakit
gila atau untuk menahannya disitu dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun
enam bulan.

10

(3) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat
keterangan paslu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Pasal 7 KODEKI
Seorang dokter hanya memberikan keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan keenarannya.1

C. PERSIAPAN SEBELUM AUTOPSI


Sebelum Autopsi dimulai, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu, yaitu:
1. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan telah lengkap ?
Dalam hal autopsi klinik perhatikan apakah surat izin Autopsi klinik telah ditanda tangani
oleh keluarga terdekat dan yang bersangkutan. Perhatikan pula jenisautopsi yang di
izinkan oleh pihak keluarga tersebut. Dalam hal autopsi forensik, perhatikan apakah Surat
Permintaan Pemeriksaan/Pembuatan Visum et Repertum telah ditangani oleh pihak
penyidik yang berwenang. Untuk Autopsi forensic, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap
yang meliputi pembukaan seluruh rongga tubuh dan pemeriksaan seluruh organ.
2. Apakah mayat yang akan diautopsi benar-benar adalah mayat yang dimaksudkan dalam
surat yang bersangkutan?
Dalam hal autopsy klinik, pengenalan dapat dilakukan oleh pihak keluarga, bila perlu
dapat dibuatkan berita acara untuk itu.
Dalam hal autopsi forensik, maka perhatikanlah apakah terhadap mayat yang akan
diperiksa telah dilakukan identifikasi oleh pihak yang berwenang, berupa penyegelan
dengan lbel polisi yang diikatkan pada ibu jari kaki mayat. Hal ini untuk memenuhi
ketentuan mengenai penyegelan barangbukti.
Label daripolisi ini memuat antara lain nama, alamat, tanggal kematian, tempat kematian
dan sebagainya yang harus diteliti apakah sesuai dengan sata-sata yang tertera dalam surat
permintaan pemeriksaan.
3. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadi kematian selengkap mungkin.
Pada kasus-kasus autopsy klinik, status riwayat penyakit dan pengobatan dapat memberi
petunjuk arah pemeriksaan yang akan dilakukan.
Pada kasus-kasus autopsi forensik, informasi mengenai kejadian yang mendahului
kematian, keadaan pada Tempat kejadian Perkara (TKP) dapat memberi petunjuk bagi
pemeriksaan, serta dapat membantu menentukan jenis pemeriksaan khusus yang mungkin
diperlukan
11

Kurang atau tidak terdapatnya keterangan-keterangan tersebut di atas dapat


mengakibatkan terlewat atau hilangnya bukti-bukti yang penting, misalnya saja tidak
diambilnya cairan empedu, padahal korban kemudian ternyata adalah seorang pecandu
narkotika.2-3

D. TANATOLOGI
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari cara kematian korban dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Ada 3 manfaat tanatologi, yaitu :
1. Menetapkan hidup atau matinya korban.
2. Memperkirakan lama kematian korban.
3. Menentukan wajar atau tidak wajarnya kematian korban.
Ada 2 stadium kematian, yaitu :
1. Kematian somatik / kematian klinis / kematian sistemik
Kematian somatik / kematian klinis / kematian sistemik adalah berhentinya fungsi sistem saraf,
sistem kardiovaskuler, dan sistem pernapasan secara irreversibel sehingga menyebabkan
terjadinya anoksia jaringan yang lengkap dan menyeluruh. Jadi stadium kematian ini telah sampai
pada kematian otak yang irreversibel (brain death irreversible). Setelah stadium kematian
somatik / kematian klinis / kematian sistemik berlalu, masih ada beberapa jaringan yang masih
hidup beberapa lama. Sel saraf bisa bertahan hidup dalam 5 menit. Otot dapat dirangsang secara
mekanis atau listrik setelah 3 jam kematian. Pupil dapat midriasis dengan tetesan atropin sesudah
4 jam kematian.
2. Kematian seluler / kematian molekuler
Kematian seluler / kematian molekuler adalah berhentinya aktifitas sistem jaringan, sel, dan
molekuler tubuh. Sel otak merupakan organ yang paling cepat mengalami kematian ini. Stadium
ini penting dalam transplantasi organ atau transplantasi jaringan. Fungsi sistem saraf,
kardiovaskuler, dan sistem pernapasan dapat saja berhenti secara reversibel. Artinya dapat kita
bantu untuk menghidupkannya kembali menggunakan alat yang adekuat. Keadaan ini disebut mati
suri.
Kadang-kadang kita menjumpai suatu keadaan dimana otak telah mengalami kematian
irreversibel (EEG flat/datar) sedangkan organ lain atau kedua sistem (sistem kardiovaskuler dan
12

sistem pernapasan) lainnya tetap hidup dan dapat kita pertahankan menggunakan bantuan alat.
Situasi ini disebut mati serebral.
Cara Mendeteksi Kematian
Melalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa mendeteksi hidup matinya
seseorang.
Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, yaitu :
1. Areflex
2. Relaksasi
3. Pergerakan tidak ada
4. Tonus tidak ada
5. Elekto Ensefalografi (EEG) mendatar / flat
Ada 6 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler, yaitu :
1. Denyut nadi berhenti pada palpasi.
2. Detak jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi.
3. Elektro Kardiografi (EKG) mendatar / flat.
4. Tes magnus : tidak adanya tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita
ikat.
5. Tes Icard : daerah sekitar tempat penyuntikan larutan Icard subkutan tidak berwarna kuning
kehijauan.
6. Tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.
Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem pernapasan, yaitu :
1. Tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi.
2. Tidak ada bising napas pada auskultasi.
3. Tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes
Winslow.
4. Tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban.
5. Tidak ada gerakan bulu burung yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban.
Perubahan Setelah Kematian (Post Mortem)
Ada 2 fase perubahan post mortem, yaitu fase dini dan fase lanjut.
Ada 5 perubahan pada fase dini post mortem, yaitu :
1. Muka pucat.
13

2. Hilangnya elastisitas kulit.


3. Otot atoni dan relaksasi.
4. Perubahan mata.
5. Terhentinya sistem pernapasan, kardiovaskuler, dan saraf.
Ada 5 perubahan mata pada fase dini post mortem, yaitu :
1. Segmentasi pembuluh darah retina.
2. Tidak adanya refleks pupil dan refleks kornea.
3. Menurunnya tonus bola mata.
4. Kornea keruh.
5. Bulbus okuli melunak dan mengkerut.
Keruhnya kornea mata akibat adanya lapisan tipis yang menutupi kornea mata. Lapisan tipis itu
merupakan sekret mata yang telah mengering akibat penguapan cairan. Apabila lapisan itu hilang
setelah kita meneteskan cairan pada kornea mata maka lama kematian korban dapat kita
perkirakan yaitu kurang 6 jam.
Ada 5 perubahan pada fase lanjut post mortem, yaitu :
1. Algor mortis
2. Livor mortis
3. Rigor mortis
4. Pembusukan(Putrefection/Dekomposisi)
5. Perubahan biokimia
Ada 3 contoh perubahan biokimia pada fase lanjut post mortem, yaitu :
1. Perubahan plasma
2. Perubahan humor vitreus
3. Perubahan jantung
Perubahan biokimia plasma ada 2 yaitu peningkatan kadar kalium, pospor, CO & asam laktat dan
penurunan kadar glukosa & pH.
Perubahan humor vitreus berupa peningkatan kadar kalium yang terjadi antara 24 sampai 100 jam
post mortem.
Perubahan jantung berupa adanya chicken fat clot (bekuan lemak ayam) yaitu bekuan darah post
mortem menyerupai lemak ayam yang berwarna merah kekuningan. Bekuan ini biasanya kita
temukan pada jantung mayat yang mati dengan proses kematian lama.
14

Ada 3 perubahan post mortem yang lain, yaitu :


1. Maserasi
2. Mummifikasi
3. Adipocere / saponifikasi
Maserasi atau dekomposisi steril atau otolisis merupakan kematian intra uterin yang tampak nyata
pada
8-10 hari kematian.
Ada 5 tanda maserasi, yaitu :
1. Kulit merah
2. Sendi lunak dan hiperekstensi
3. Bulla sereus merah
4. Bau ketuban
5. Gas pembusukan tidak ada
Mummifikasi adalah mayat menjadi kering & awet, tidak membusuk, dan kulit melekat erat pada
jaringan dibawahnya. Mayat mengering karena penguapan cairan tubuh oleh udara dingin &
kering seperti udara padang pasir.
Ada 5 hal yang penting pada mummifikasi, yaitu :
1. Prinsip : ada pengeringan dan pengisutan alat tubuh akibat proses penguapan cairan tubuh.
2. Syarat : suhu udara tinggi, kelembaban rendah (udara kering), dan aliran udara terjadi terusmenerus.
3. Gejala : tubuh kurus kering, mengeriput, kulit kecoklatan, kulit merekat erat pada jaringan
dibawahnya, anatomi organ baik, dan tidak ada pembusukan.
4. Tujuan : identifikasi korban.
5. Tanda kekerasan dapat kita cari.
Adipocere atau saponifikasi adalah garam lemak (sabun yang tidak larut) yang terbentuk dari
reaksi antara asam lemak jenuh (saturated fatty acid) dari tubuh mayat dengan alkali dari
lingkungan mayat. Asam lemak jenuh (saturated fatty acid) terbentuk dari asam lemak tidak jenuh
(unsaturated fatty acid)
oleh proses hidrogenasi. Kita dapat menemukannya pada omentum dan mayat yang terendam
dalam tanah yang kaya mengandung alkali.

15

A.

Tanda Kematian Tidak Pasti

1.

Pernafasan berhenti, dinilai selama lenih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi).

2.

Terhentinya sirkulasi, dinilai selama15 menit, nadi karotis tidak teraba.

3.

Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi
spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.

4.

Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi daro otot-otot wajah mrnyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang tampak lebih muda. Kelemasan otot sesaat
setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran daerah-daerah
yang tertekan, misalnya daerahbelikat dan bokong pada mayat yang terlentang.

5.

Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. Segmensegmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.

6.

Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air.

B.

Tanda Pasti Kematian

a.

Lebam Mayat (livor mortis). Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempatu
tempat terbawah akibat gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk
bercak berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh
yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisis yang berasal dari
endotel pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin
lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Setelah
waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) Pada penekanan dan dapat berpindah jika
posis mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila
penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati
klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah darah
masih cukup mengalirdan membentuk lebam mayat di tempat terendah yang terbaru. Kadangkadang dijumpai bercak perubahan warna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah.
Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah merah dalam jumlah
yang cukup banyaksehingga sulit untuk berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot-otot dinding
pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut.
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab kematian,
misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna kecoklatan pada
keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan
16

perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk labam mayat
baru di daerah dada dan perut.
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap dilakukan
perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam mayat
baru di daerah dada dan perut.
Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat
kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan. Mengingat pada lebam mayat darah
terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan ini digunakan untuk membedakannya
dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan
dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam
mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.
b.

Kaku Mayat (rigor mortis). Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan
karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot
yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama
masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam
otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi
kaku.
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kirakira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam
(sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayai ini menjalar kraniokaudal. Setelah
mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian
menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut
otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku
mayat terbentuk akan terjadi pemendekkan otot.

c.

Penurunan suhu tubuh (algor mortis). Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses
pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi,
evaporasi, dan konveksi.
Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurvas sigmoid
atau seperti huruf S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran, dan
kelembapan udara, bentuk tubuh, posis tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu
diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih capat
pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembapan rendah, tubuh yang
17

kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua
serta anak kecil.
Berbagai rumus kecepatan penurunan suhu tubuh pasca mati ditemukan sebagai hasil dari
penelitian di negara barat, namun ternyata sukar dipakai dalam praktek karena faktor-faktor
yang berpengaruh di atas berbeda pada setiap kasus, lokasi, cuaca, dan iklim.
Meskipun demikian di sini formula Marshall dan Hoare (1962) yang dapat dibuat dari hasil
penelitian terhadap mayat telanjang dengan suhu lingkungan 15,5 derajat celcius, yaitu
penurunan suhu dengan kecepatan 0,55 derajat celcius tiap jam pada 3 jam pertama pasca mati,
1,1 derajat celcius tiap jam pada 6 jam berikutnya, dan kira-kira 0,8 derajat celcius tiap jam
pada periode selanjutnya. Kecepatan penurunan suhu ini menurun hingga 60% bila mayat
berpakaian. Penggunaan formula ini harus dilakukan dengan hati-hati mengingat suhu
lingkungan di Indonesia biasanya lebih tinggi (kurva penurunan suhu lebih landai).
Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui pengukuran
suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara (TKP), Caranya adalah
dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rektal dengan interval waktu yang sama (minimal
15 menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap konstan karena faktor-faktor lingkungan
dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37 derajat celcius bila tidak ada penyakit
demam. Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu lingkungan kurang dari 2 derajat
celcius tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna. Dari angka-angka diatas, dengan
menggunakan rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara saat mati dengan saat
pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program komputer guna pengitungan saat mati melalui cara
ini.
d.

Pembusukan (decomposition, putrefaction). Pembusukan adalah proses degradasi


jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakkan dan
pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaaan steril. Autolisis timbulk akibat kerja digestif
oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan
jaringan.
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke
jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian
besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses
pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2s, dan HCN serta asam amino dan asam lemak.
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut
kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta
18

terletak dengan dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-methemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada,
dan bau busukpun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar
dan berwarna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk
gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk.
Pembentukkan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas
yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi).
Gas ini akan menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar
terdapat di daerah dengan jaringan longggar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada
dalam sikap seperti petinju (pugilistic atitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap
setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.
Selanjutnya, rambut dengan mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir
tebal, lidah membengkan dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda
dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.
Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama bila
mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas
berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukkan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36-48
jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis
mata, sudut mata, lubang hidung, dan diantara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan
menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur
panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk
memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat secepatnya meletakkan telur setelah
seseorang meninggal (dan tdak lagi dapat mengusir lalat yang hinggap).
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna yang terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu
kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh
darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu
mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi
berongga seperti spons, limpa melunak dan m udah robek. Kemudian alat dalam akan
mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan
terhadap perubahan pembusukan.
19

Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 derajat celcius
hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembapan dan udara yang cukup, banyak bakteri
pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat dapat
juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan
yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang
berada dalam tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat
membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas tubuh
yang cepat pada bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.
e.

Adiposera atau lilin mayat. Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna
keputihan, lunak, atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh
pasca mati. Dulu disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena
menunjukkan sifat-sifat diantara lemak dan lilin.
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis
lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang
tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi (Mant dan
Furbank, 1957) dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial (Evans,1962). Adiposera
terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut di dalam
alkohol panas dan eter.
Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi lemak
superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat terlihat di
pipi, payudara, atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh
berubah menjadi adiposera.
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahuntahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan.
Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembapan dan lemak tubuh
yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang elektrolit.
Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan
mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan mempercepat
pembentukannya.
Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi
jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam lemak bebas, tetapi
dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi
70% atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopis sebagai bahan
berwarna putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada
20

stadium awal pembentukannyaa sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi
dengan analisis asam palmitat.
f.

Mummifikasi. Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang
cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan
pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput, dan tidak
membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi
terjadi bila suhu hangat, kelembapan rendah, aliran udara yang baik, tubuhyang dehidrasi dan
waktu yang lama (12-14 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.

C.

Perkiraan saat kematian


Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk
memperkirakan saat mati.

1. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan
kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi
kornea (taches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang
terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah
mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang
menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati.
Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam
pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas.
Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan
bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati.
Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30
menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian
hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi.
Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning.
Warna kuning juga tampak di sekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola
vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola
segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam
menjadi homogen dan lebih pucat.
Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang
mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning-kelabu.

21

Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat
kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi
beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi
gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat
gelap.
2. Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak
dapat digunakan untuk memberi petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati.
Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan.
Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit tomat, biji-bijian) dalam isi lambung dapat
digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah makan makanan
tersebut.
3. Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut 0,4mm/hari, panjang
rambut kumis dan jenggot dapat digunakan untuk memeprkirakan saat kematian. Cara ini
hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya
dan diketahui saat terakhir ia mencukur.
4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertmbuhan kuku yang
diperkirakan sekitar 0,1mm/ hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila
diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg%
menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg%
menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masingmasing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam.
6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar Kalium yang cukup akurat untuk
memperkirakan saat kematian antara 24 jam hingga 100 jam pasca mati.
7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati
tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut
diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah
mati.
22

Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam
darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat.
8. Reaksi supravital yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama dengan
reaksi tubuh seseorang yang hidup.
Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik
masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan
mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma
masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati. 4,5

E. TRAUMATOLOGI
MEMAR / HEMATOM
Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya kapiler
dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar kadangkala memberi
petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya.
Letak, bentuk dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai factor seperti besarnya
kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi), kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat
longgar, jaringan lemak), usia, jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah,
penyakit penyerta ( hipertensi, diastesis hemorragik, penyakit kardiovaskular). Akibat gravitasi,
lokasi hematom mungkin terletak jauh dari letak benturan.
Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat timbul,
memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah 4-5 hari akan
berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7-10 hari, dan akhirnya
menghilang dalam 14-15 hari. Perubahan warna tersebut berlangsung mulai dari tepi dan
waktunya dapat bervariasi tergantung derajat dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Dari sudut pandang medikolegal, interpretasi luka memar merupakan hal penting, apalagi bila
luka memar itu disertai luka lecet. Dengan perjalanan waktu, baik pada orang hidup atau mati,
luka memar akan memberikan gambaran yang makin jelas.
Hematoma ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya akan
menunjukkan pembengkakan dan infltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat dibedakan dari
lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit.
Pada lebam mayat, darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat
sehingga bila dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih. Sedangkan pada hematom
23

penampang sayatn tetap berwarna merah kehitaman. Tetapi harus diingat bahwa pada
pembusukan juga terjadi ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan pemeriksaan ini.
LUKA AKIBAT TRAUMA LISTRIK
Faktor yang berperan pada cedera listrik ialah tegangan (volt), kuat arus (ampere), tahanan
kulit (ohm) luas dan lama kontak. Tegangan rendah (<65 V) biasanya tidak berbahaya bagi
manusia, tetapi tegangan sedang (65-1000V) dapat mematikan. Banyaknya arus listrik yang
mengalir menuju tubuh manusia menentukan juga fatalitas seseorang. Makin besar arus,makin
berbahay bagi kelangsungan hidup.
Selain faktor-faktor kuat arus, tahanan dan lama kontak, hal lain yang penting
diperhatikanadalahh luas permukaan kontak. Suatu permukaan kontak seluas 50 cm persegi
(kurang lebih selebar telapak tangan) dapat mematikan tanpa menimbukan jejas istrik, karena
pada kuat arus letal (100mA), kepadatan arus pada daerah selebar telapak tangan tersebut hanya 2
mA/cm persegi, yang tidak cukup besar untuk menimbulkan jejas listrik.
Kuat arus yang masih memungkinkan bagi tangan yang memegang untuk melepaskan diri disebut
let go current yang besarnya berbeda-beda untuk setiap individu.
Gambaran makroskopis jejas listrik pada daerah kontak berupa kerusakan lapisan tanduk
kulit sebagai luka bakar dengan tepi yang menonjol, di sekitar terdapat daerah yang pucat
dikelilingi kulit yang hiperemi. Bentuknya sring sesuai dengan benda penyebabnya. Metalisasi
dapat juga ditemukan pada jejas listrik.
Sesuai dengan mekanisme terjadinya, gambaran serupa jejas listrik secra makroskopik
juga bisa timbul akibat persentuhan kulit dengan benda logam panas (membara). Walaupun
demikian keduanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan mikroskopis.
Jejas listrik bukanlah tanda intravital karena dapat juga ditimbulkan pada kulit
mayat/pasca mati (namun tanpa daerah hiperemi). Kematian dapat terjadi karena fibrilasi venrikel,
kelumpuhan otot pernafasan dan kelumpuhan pusat pernafasan.

TKP

Luka

Faktor
Lokasi
Kondisi
Pakaian

Pembunuhan
Variabel
Tidak teratur
Tertembus

Senjata
Surat/catatan
peninggalan
Titik anatomis
Jumlah (fatal)
Luka percobaan

Tidak ada
Tidak ada

Bunuh diri
Tersembunyi
Teratur
Terbuka, luka tampak
jelas
Ada
Ada (seringkali)

Variabel
Satu atau lebih
Tidak ada

Tertentu
Biasanya satu
Ada
24

Luka tangkis
Tanda pergulatan
Mutilasi
Arah irisan

Ada (biasanya)
Ada (biasanya)
Ada (dapat)
Variabel

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sejajar

PENCEKIKAN (MANUAL STANGULATION)


Kematian Akibat Asfiksia Mekanik
Asfiksia adalah keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan,
mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon
monoksida (hiperkapnea). Dengan dmikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia
hipoksik) dan terjadi kematian.
Dari segi etiologi,asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:
1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti
laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakkan paru seperti fibrosis paru.
2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang
mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral;sumbatan atau
halangan pada saluran nafas dan sebagainya.
3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pernafasan misalnya barbiturat, narkotika.
Asfiksia mekanik
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan terhalang memasuki
saluran pernafasan oelh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya:
Penutupan lubang salran pernafasan bagian atas:
1. Pembekapan (smothering)
2. Penymbatan (gagging dan choking)
Penekanan dinding saluran pernafasan:
1. Penjeratan (strangulation)
2. Pencekikan (manual strangulation, throttling)
3. Gantung (hanging)
Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia raumatik)
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejaa yang dapat dibedakan dalam 4 fase,
yaitu:
1. Fase dispnea. Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam
plasma akan merangsang pusat pernafasan di medula oblongata, sehingga ampliundo dan
25

frekuensi pernafasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai
tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.
2. Fase konvulsi. Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap
susunan saraf pusat sehingga terjadi konvlsi (kejang), yang mula-mula berupa kejang
klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, danakhirnya imbul spasme opstotonik. Pupil
mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini
berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan O2.
3. Fase apnea. Depresi pusat pernafasan menjadi ebih hebat, pernafasan melemah dan dapat
berhenti. Kesadran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan
sperma, urin, dan tinja.
4. Fase akhir. Terjadi paralisis pusat pernafasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah
kontraksi otomatis otot pernafasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa
saat setelah pernafasan berhenti.
Masa dari saat asfiksia timbul smpai terjadnya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar
antara 4-5 menit. Fas 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat
penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda
asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.
Pemeriksaan Luar Jenazah Asfiksia
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan
kuku. Pembendungan sistemik maupun oedema pulmonal dan dilatasi jantung kanan merupakan
tanda klasik pada kematian akibat asfiksia.
Warna lebam mayat merah kebiru gelapan dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih
luas akibat kadar Co2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar
membeku dan mudah mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat berhubungan dengan cepatnya
proses kematian.
Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas
pernafasan disertai sekresi selaput lender saluran nafas bagian atas. Keluar masuknya udara yang
cepat dalam saluran yang sempit akan menimbulkan busa yang kadang bercampur darah akibat
pecahnya kapiler.
Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjunktiva bulbi
dan palpebra. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam
vena, venula, kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler
26

yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik pendarahan yang disebut Tardieus
spot.
Pemeriksaan Bedah Jenazah Asfiksia
Kelainan yang umum ditemukan pada pembedahan jenazah korban mati akibat asfiksia adalah:

Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat pasca
kematian.

Busa halus di dalam saluran pernafasan

Perbandungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat,
berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.

Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung
daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars
diafragmatika da fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot
temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis.

Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.

Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur, pendarahan faring.6-9

HASIL TEMUAN

Pemeriksaan Luar

Wajah

: pembengkakan dan memar

Leher

: jejas jerat melingkar dengan simpul di daerah kiri belakang yang


membentuk sudut ke atas.
: beberapa memar berbentuk dua garis sejajar (railway hematoma)
: terdapat beberapa luka bakar berbentuk bundar, diameter kira- kira
1 cm.
: luka bakar sesuai dengan jejas listrik

Punggung
Paha di sekitar kemaluan
Ujung penis
Autopsi
Kulit kepala
Otak
Leher

: resapan darah luas


: perdarahan tipis di bawah selaput keras otak, udem otak besar
: - tidak ada resapan darah di kulit leher
- sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri
- patah ujung rawan gondok sisi kiri
Saluran nafas : sedikit busa halus
Paru & jantung : sedikit bintik-bintik perdarahan di permukaan
Tulang
: tidak ada fraktur.10
INTERPRETASI
27

Pembengkakan dan memar pada wajah serta memar berbentuk railway pada punggung
menunjukkan korban telah mengalami kekerasan tumpul. Akibatnya pada pemeriksaan autopsi,
terdapat resapan darah yang luas di kulit kepala dan perdarahan tipis di selaput otak. Hal tersebut
dapat mengakibatkan udem otak, dalam kasus diatas udem otak besar. Udem otak ini dapat
menyebabkan asfiksia pada korban. Asfiksia yang terjadi akan menghambat aliran darah yang
membawa oksigen ke seluruh tubuh, termasuk paru dan jantung. Karena tipisnya persediaan
oksigen dan gangguan peredaran darah, pada saat pemeriksaan autopsi akan tampak bintik-bintik
perdarahan pada paru dan jantung. Inilah yang menjadi mekanisme penyebab kematian korban.
Jejas jerat pada leher diakibatkan oleh penekanan dari tali penggantung yang digunakan.
Namun hal tersebut bukan penyebab kematian karena tidak ada resapan darah di kulit leher dan
pada ototnya hanya sedikit resapan darah yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa selama korban
hidup, tidak terjadi kekerasan pada lehernya. Patahnya ujung rawan gondok sisi kiri kemungkinan
diakibatkan karena tekanan dari berat badan korban yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi.
Namun dapat juga terjadi akibat dari kekerasan tumpul apabila ditemukan kecurigaan lain berupa
jejas, luka, atau memar pada leher korban selain jejas jerat diatas.
Luka bakar yang terbentuk pada paha di sekitar kemaluan menunjukkan korban telah
mengalami kekerasan suhu dengan perkiraan stun gun. Luka bakar pada ujung penis diakibatkan
karena kekerasan berupa listrik.10

F. KESIMPULAN
Pada kasus ini dapat terlihat terdapat luka memar dan pembengkakan pada bagian
kepalanya juga memar di daerah punggung. Luka ini disebabkan oleh trauma tumpul yang
dipukulkan ke tubuh korban selama masih hidup. Penganiayaan yang lainnya adalah bekas jeratan
pada leher dan pada alat kelamin terlihat luka bakar akibat listrik dan suhu. Hal ini menunjukkan
adanya tindak kekerasan pada korban sebelum korban akhirnya meninggal. Penyebab kematian
korban kemungkinan karena asfiksia akibat trauma tumpul pada daerah kepalanya yang
berdampak pada sistem pernapasan serta sirkulasi darah.
G. VISUM ET REPERTUM
Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan
dan pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia
atau bagian dari tubuh manusia, baik hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi) dan
penyidik yang berwenang (atau hakim untuk visum et repertum psikiatrik) yang dibuat atas
sumpah atau dikuatkan dengan sumpah, untuk kepentingan peradilan.
28

Beberapa jenis visum et repertum yaitu visum et repertum korban hidup termasuk
visum et repertum perlukaan, visum et repertum kejahatan susila, visum et repertum jenazah
(korban mati akibat tindak pidana atau dugaan tindak pidana) dan visum et repertum
psikiatrik (dibuat oleh dokter specialis psikiatri, biasanya untuk menilai kejiwaan terdakwa).
Visum et repertum adalah alat bukti yang sah berupa surat (Pasal 184 jo Pasal 187
butir c KUHAP). Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah:
1. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.
2. Bernomor, bertanggal dan di bagian kiri atasnya dicantumkan kata Pro Justitia.
3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak
menggunakan istilah asing.
4. Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatnya serta dibubuhi stempel instansi
tersebut.
Pada umumnya visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu:
1. Bagian Pembukaan
Kata Pro Justitia yang diletakkan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa visum et
repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et repertum tidak membutuhkan
meterai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum.
2. Bagian Pendahuluan
Bagian ini sebenarnya tidak diberi judul Pendahuluan, melainkan langsung merupakan
uraian tentang identitas dokter pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat dan waktu
dilakukannya pemeriksaan, instansi peminta visum et repertum, nomor dan tanggal
surat permintaan, serta identitas yang diperiksa sesuai dengan yang tercantum di dalam
surat permintaan visum et repertum tersebut. Di bagian ini dicantumkan ada/tidaknya
label identifikasi dari pihak penyidik, bentuk dan bahan label serta isi label identifikasi
yang dilekatkan pada benda bukti, biasanya pada ibu jari kaki kanan mayat.
3. Bagian Pemberitaan
Bagian ini diberi judul Hasil Pemeriksaan. Bagian ini memuat semua hasil pemeriksaan
terhadap barang bukti yang dituliskan secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti
oleh orang yang tidak berlatar belakang pendidikan kedokteran. Pada pemeriksaan
jenazah, bagian ini terbagi tiga bagian, yaitu Pemeriksaan luar, Pemeriksaan dalam
(bedah jenazah) dan Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pendukung lainnya.
4. Bagian Kesimpulan
Bagian ini diberi judul Kesimpulan. Dalam bagian ini dituliskan kesimpulan pemeriksa
atas seluruh hasil pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuannya atau keahliannya. Pada
pemeriksaan jenazah, bagian ini berisikan setidak-tidaknya jenis perlukaan atau cedera,
29

kelainan

yang

ditemukan,

penyebabnya

serta

sebab

kematiannya.

Apabila

memungkinkan, tuliskan juga saat kematian dan petunjuk penting tentang kekerasan
ataupun pelakunya.
5. Bagian Penutup
Bagian ini tanpa judul, melainkan langsung berupa uraian kalimat penutup yang
menyatakan bahwa visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya, berdasarkan
keilmuan serta mengingat sumpah dan sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat visum
et repertum jenasah, yakni :
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar .
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal pemeriksaannya.
8. Korban diantar oleh polisi.
Saat menerima permintaan membuat visum et repertum, dokter harus mencatat tanggal &
jam penerimaan surat permintaan dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas
waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil visum et repertum kepada penyidik selama 20 hari.
Jika belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.11,12

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510

Projustitia

Jakarta, 15 Januari 2015

Lamp : Satu sampul tersegel--------------------------------------------------------------------------Perihal: Hasil Pemeriksaan Pembedahan atas jenazah Tn. A-----------------------------------

Visum Et Repertum
30

No: 4567-SK III/3456/2-12


Yang bertanda tangan di bawah ini, Alima, dokter ahli kedokteran forensik pada Bagian
Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta,
menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta Barat No. Pol:
B/678/VR/XII/12/Serse tertanggal 14 Januari 2015, maka pada tanggal lima belas Januari dua ribu
lima belas, pukul sembilan Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di ruang bedah jenazah
Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana telah melakukan
pemeriksaan atas jenazah yang menurut surat permintaan tersebut adalah:
Nama

: Tn. A --------------------------------------------------------------------

Jenis kelamin : Laki-laki------------------------------------------------------------------------Umur

: 22 tahun-------------------------------------------------------------------------

Kebangsaan

: Indonesia------------------------------------------------------------------------

Agama

: Kristen---------------------------------------------------------------------------

Pekerjaan

: Mahasiswa-----------------------------------------------------------------------

Alamat

: Jalan Tanjung Duren Raya No 112, Jakarta Barat-------------------------

Hasil Pemeriksaan
I. Pemeriksaan Luar
1. Mayat tidak diberi label, tidak ditutup, dan tidak dibungkus.------------------------------------2. Mayat

berpakaian

sebagai

berikut:-------------------------------------------------------------------a. Kaus putih lengan pendek dengan celana panjang kain berwarna coklat------------------b. Celana dalam dari kaus berwarna coklat berukuran L---------------------------------------3. Tidak ditemukan perhiasan pada tubuh korban.---------------------------------------------------4. Kaku mayat terdapat pada seluruh tubuh, sukar dilawan.
5. Ditemukan pada mayat :
a. Pada wajah mayat terdapat pembengkakan dan memar akibat trauma tumpul-------------b. Pada punggungnya terdapat beberapa memar trauma tumpul berbentuk dua garis sejajarc. Pada daerah paha di sekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakar berbentuk
bundar berukuran diameter kira-kira satu sentimeter.--------------------------------------------d. Di ujung penis terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik.------------------------e. Pada bagian leher terdapat jejas jerat yang melingkari leher dengan simpul di daerah kiri
belakang yang membentuk sudut ke atas.----------------------------------------------------------6. Tidak ada tanda- tanda pembusukan, adiposera dan mumifikasi.-------------------------------31

7. Mayat adalah seorang laki-laki bangsa Indonesia, umur 22 tahun, kulit berwarna sawo
matang, gizi baik, panjang badan seratus tujuh puluh sentimeter dan berat badan enam
puluh lima kilogram.-----------------------------------------------------------------------------------8. Rambut kepala berwarna hitam dengan panjang 5 cm. Alis berwarna hitam dengan
panjang 4 cm.-------------------------------------------------------------------------------------------9. Kelopak mata terbuka 1 cm. kornea mata menjadi keruh, tepi retina dan batas diskus akan
sangat kabur.--------------------------------------------------------------------------------------------10. Hidung mancung. Kedua daun telinga berbentuk biasa.------------------------------------------11. Mulut terbuka 1 cm. Kedua bibir berbentuk biasa. Gigi geligi lengkap.-----------------------12. Dari lubang hidung, telinga, dan lubang tubuh lainnya tidak keluar apa-apa
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------II. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)
13. Jaringan lemak bawah kulit daerah dada dan perut berwarna kuning kecoklatan, tebal di
daerah dada lima millimeter sedangkan di daerah perut sebelas sentimeter. Otot-otot
berwarna coklat dan cukup tebal.--------------------------------------------------------------------14. Sekat rongga badan sebelah kanan setinggi sela iga keempat dan yang kiri setinggi sela iga
kelima.---------------------------------------------------------------------------------------------------15. Jaringan bawah kulit daerah leher dan otot leher menunjukkan warna merah ---------------16. Dinding rongga perut tampak licin, berwarna merah terang. Dalam rongga perut tidak
terdapat darah maupun cairan. Tirai usus tampak menutupi sebagian besar usus.------------17. Terdapat sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri dan patah ujung rawan gondok sisi
kiri.-------------------------------------------------------------------------------------------------------18. Terdapat sedikit busa halus di dalam saluran pernafasan.----------------------------------------19. Paru kanan terdiri dari tiga baga, berwarna merah terang dan lebih padat, dan terdapat
bercak-bercak perdarahan pada permukaan paru. Penampangnya tampak berwarna merah Paru kiri terdiri dari dua baga, berwarna merah. Penampangnya tampak berwarna merah
dan terdapat sedikit bintik-bintik perdarahan di permukaan. Berat paru kiri enam ratus
gram dan yang kanan enam ratus gram.-------------------------------------------------------------20. Jantung tampak sebesar tinju kanan mayat. Selaput luar jantung tampak licin, terdapat
bintik perdarahan.-------------------------------------------------------------------------------------Katup jantung tidak menunjukkan kelainan. Tebal otot bilik jantung kanan empat
millimeter dan yang kiri dua belas millimeter. Pembuluh nadi jantung tidak tersumbat dan

32

dindingnya tidak menebal. Sekat jantung tidak menunjukkan kelainan. Berat jantung tiga
ratus gram.--------------------------------------21. Hati berwarna merah terang, permukaanya rata, tepinya tajam dan perabaan padat.
Penampang hati berwarna merah terang gambaran hati tampak jelas. Berat hati adalah
seribu dua ratus gram.----------------------------------------------------------------------------22. Kandung empedu berisi cairan berwarna hijau coklat, selaput lendirnya berwarna hijau
seperti beludru. Saluran empedu tidak menunjukkan penyumbatan.---------------23. Limpa berwarna merah terang, permukaannya keriput dan perabaan padat. Penampangnya
berwarna merah terang dengan gambaran limpa jelas. Berat limpa seratus sepuluh gram.--24. Lambung kosong.pada mukosa lambung terdapat luka berwarna merah kecoklatan,
perabaan mukosa licin, seperti sabun. Usus dua belas jari, usus halus dan usus besar tidak
menunjukkan kelainan.--------------------------------------------------------------------------------25. Anak ginjal kanan berbentuk kacang merah dan yang kiri berbentuk kacang merah. Berat
anak ginjal kanan dan kiri delapan gram.-----------------------------------------------------------26. Ginjal kanan dan kiri bersimpai lemak tipis. Simpai ginjal kanan dan kiri tampak rata dan
licin, berwarna merah terang. Berat ginjal kanan Sembilan puluh gram dan yang kiri
seratus gram. Penampang ginjal menunjukkan gambaran yang jelas berwarna merah
terang, piala ginjal dan saluran kemih tidak menunjukkan kelainan.---------------------------27. Kandung kencing berisi cairan berwarna kekuningan dan selaput lendirnya berwarna
putih, tidak menunjukkan kelainan.-----------------------------------------------------------------28. Kulit kepala bagian dalam terdapat resapan darah yang luas di kulit kepala. Tulang
tengkorak utuh. Terdapat resapan darah yang luas di kulit kepala, perdarahan yang tipis di
bawah

selaput

keras

otak,

dan

terdapat

sembab

otak

besar.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Kesimpulan
Pada mayat laki-laki ini ditemukan memar pada wajah dan punggungnya akibat trauma tumpul,
terdapat beberapa luka bakar pada daerah paha dan kemaluannya ditemukan jejas listrik. Pada
pemeriksaan dalam ditemukan resapan darah yang luas pada kulit kepala, perdarahan yang tipis di
bawah selaput keras otak, sembab otak besar. Terdapat sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri
dan patah ujung rawab gondok sisi kiri, sedikit busa halus di dalam saluran pernafasan, dan
sedikit bintik-bintik perdarahan di permukaan kedua paru dan jantung.--------------------------------Sebab mati orang ini kemungkinan karena asfiksia akibat trauma tumpul pada daerah kepalanya
yang berdampak pada sistem pernapasan serta sirkulasi darah.------------------------------------------33

Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya
dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana.----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Dokter yang memeriksa,
dr. Alima
NIP 13020170070

DAFTAR PUSTAKA
1. Staf pengajar ilmu kedokteran forensik FKUI. peraturan perundang-undangan bidang
kedokteran. Cetakan kedua. Jakarta:bagian kedokteran ferensik FKUI. 1994.
2. Staf pengajar ilmu kedokteran forensik FKUI. Teknik Autopsi Forensik. Cetakan ke-4.
Jakarta : bagian kedokteran Forensik FKUI, 2000.
34

3. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik bab Identifikasi. Jakarta : Binarupa Aksara,
1997.
4. Tanatologi. Di unduh dari www.klinikindonesia.com. 14 desember2015.
5. Budyanto A, Wibisana W, dan Sudiono S dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan pertama
dan edisi kedua. Tanatologi. Jakarta: Bagian ilmu kedokteran forensik FKUI; 1997. Pg 25-36.
6. Budyanto A, Wibisana W, dan Sudiono S dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan pertama
dan edisi kedua. Traumatologi forensik. Jakarta: Bagian ilmu kedokteran forensik FKUI. 1997.
Pg 37-54.
7. Budyanto A, Wibisana W, dan Sudiono S dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan pertama
dan edisi kedua. Kematian akibat asfiksia mekanik. Jakarta: Bagian ilmu kedokteran forensik
FKUI; 1997. Pg 55-70.
8. Pencekikkan. Di unduh dari www.klinikindonesia.com 14desember 2015.
9. Autopsi forensik. Di unduh dari http://www.freewebs.com/reef_forensik/autopsi.htm. 14
desember 2015.
10. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S et al. Ilmu
kedokteran forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1997.
11. Visum et Repertum. Di unduh dari www.klinikindonesia.com. 14 desember 2015
12. Budyanto A, Wibisana W, dan Sudiono S dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan pertama
dan edisi kedua. Visum et Repertum. Jakarta: Bagian ilmu kedokteran forensik FKUI; 1997.
Pg 5-16.

35

Anda mungkin juga menyukai