melingkari leher dengan simpul didaerah kiri belakang yang membentuk sudut keatas.
Pemeriksaan bedah jenazah menemukan resapan darah yang luas di kulit kepala, perdarahan
yang tipis dibawah selaput keras otak, sembab otak besar, tidak terdapat resapan darah dikulit
leher tetapi sedikit resapan darah diotot leher sisi kiri dan patah tulang rawan gondok sisi kiri,
sedikit busa halus di dalam saluran napas, dan sedikit bintik-bintik perdarahan di permukaan
kedua paru dan jantung. Tidak terdapat patah tulang. Dokter mengambil beberapa contoh
jaringan untuk pemeriksaan laboraturium.
Keluarga korban datang kedokter dan menanyakan tentang sebab-sebab kematian korban
karena mereka mencurigai adanya tindak kekerasan selama ditahanan polsek . mereka melihat
sendiri adanya memar-memar di tubuh korban.
Pendahuluan
Di masyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan
nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hokum ini
ditingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan
berbagai ahli dibidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara
tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal terdapat
korban, baik yang masih hidup maupun meninggal, diperlukan seorang ahli dalam bidang
kedokteran untuk memberikan penjelasan bagi para pihak yang menangani kasus tersebut.
Penemuan mayat mencurigakan merupakan sebuah peristiwa dalam ilmu Forensik yang
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut. Beberapa kriteria telah ditetapkan dalam mencurigai
adanya peristiwa yang berkaitan dengan penemuan mayat yang mencurigakan, diantaranya
adalah pembunuhan. Dalam masyarakat kejadian pembunuhan bukan merupakan hal yang jarang
ditemui lagi. Oleh karenanya, penting bagi seorang dokter, baik dokter umum maupun dokter
spesialis, dapat memperkirakan cara dan sebab mati dengan memiliki pengetahuan tentang
berbagai aspek ilmu forensik. Dalam skenario ini, penemuan mayat dengan bekas luka yang
mencolok menguatkan kemungkinan kekerasan, pembunuhan secara mekanis atau penganiayaan
hingga mati.
Prosedur medikolegal
I
e Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.1
Pasal 170
1
bulan.
Yang bersalah diancam :
a Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika dengan sengaja
menghancurkan
barang
atau
jika
kekerasan
yang
digunakan
mengakibatkan luka-luka.
Dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, jika kekerasan mengakibatkan
luka berat.
Dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan
mengakibatkan maut.
Pasal 89 tidak berlaku bagi pasal ini.1
Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.1
Prosedur Pemeriksaan Mayat
Thanatologi
Thanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu). Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang terjadi
setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.2,3 Tanatologi ini berguna
dalam menentukan apakah korban sudah mati atau belum, menentukan lama korban telah mati,
dan menentukan apakah korban tersebut mati secara wajar atau tidak wajar.2
Antara perkara yang penting dalam tanatologi ini adalah membedakan antara sebab
kematian dan juga metode kematian. Sebab kematian adalah dari aspek medis. Contohnya seperti
5
emboli paru, sepsis, asfiksia, infark miokard, dan sebagainya. Metode kematian adalah keadaan
sekeliling kematian tersebut dan relevansi hukumnya, yaitu apakah kematian itu dapat
diklasifikasikan sebagai natural ataupun tidak natural. Metode kematian ini dapat dibuat
melalui pemeriksaan luar dan jika perlu, dilakukan pemeriksaan dalam ataupun autopsy, sesuai
dengan permintaan dari pihak yang berwenang.2
Selain itu, tanatologi juga sangat berperan dalam melihat tanda-tanda kematian dini dan
lanjut, sehingga dapat menentukan waktu kematian. Kematian adalah suatu proses yang dapat
dikenal secara klinis pada seseorang , yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan
tersebuat dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Sebagai contoh,
kerja jantung dan peredaran darah terhenti, pernafasan berhenti, refleks cahaya dan refleks
kornea mata hilang, kulit pucat, dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu, akan timbul
perubahan pascamati yang lebih jelas, yang disebut sebagai tanda pasti kematian, yang berupa
lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penuruna suhu tubuh (algor mortis),
pembusukan (decomposition), mumifikasi, dan adiposera.3
Tanda-tanda kematian dini merupakan tanda awal atau perubahan awal yang dapat terjadi pada
awal kematian yaitu beberapa detik atau beberapa menit setelah kematian. 4 Antara tanda-tanda
kematian dini adalah:3
Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit dengan cara inspeksi, palpasi dan
auskultasi
Sirkulasi terhenti, dinilai selama 15 menit, nadi arteri karotis tidak teraba
Kulit pucat, tetapi hal ini bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin
yang terlentang.
Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. Segmen-
segmen tersebut bergerak kea rah tepi retina dan kemudian menetap.
Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air.
6
Tanda kematian lanjut merupakan tanda-tanda yang tampak setelah beberapa jam sampai
beberapa hari pasca kematian. Antaranya adalah:
Lebam Mayat (Livor Mortis)
Setelah kematian klinis, eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat dari gravitasi,
mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu pada bagian terbawah tubuh,
kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alat keras. Jadi, pembentukan lebam mayat ini
tergantung kepada posisi tubuh mayat. Lebam mayat juga dikenali sebagai hipostasis
postmortem. Lebam mayat biasanya terbentuk setelah 30 menit sehingga satu jam pasca mati,
dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum menjadi lengkap dan menetap,
lebam mayat masih dapat menghilang pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat
diubah. Menetapnya lebam mayat adalah disebabkan oleh penimbunan sel-sel darah dalam
jumlah yang cukup banyak sehingga sulit untuk berpindah lagi. Selain itu, kekakuan otot dinding
pembuluh darah turut ikut mempersulit perpindahan tersebut. Lebam mayat yang belum menetap
atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum
saat pemeriksaan dilakukan. Pembentukan lebam mayat dapat menjadi lambat pada mayat yang
anemia, terdapat perdarahan akut, dan sebelum terjadi kematian menerima transfusi saline yang
sangat banyak.3,4
Selain menjadi tanda pasti kematian, lebam mayat dapat digunakan untuk memperkirakan
sebab kematian. Misalnya pada keracunan CO atau CN, lebam berwarna merah terang, dan pada
keracunan aniline, nitrit, nitrat, sulfonal, lebam mayat berwarna kecoklatan. Selain itu, lebam
mayat dapat membantu untuk mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah
terjadinya lebam mayat yang menetap, dan memperkirakan waktu kematian korban.3
Pada kasus mayat yang tergantung, lebam mayat akan lebih jelas pada tungkai bawah,
genetalia, dan tangan bagian distal. Jika tergantung pada waktu yang sangat lama, akumulasi
darah yang banyak pada bagian-bagian distal tersebut mampu memberikan tekanan yang cukup
kuat untuk menyebabkan rupture pada pembuluh darah kapilari, dan akan menimbulkan
perdarahan yang berbentuk ptekie pada kulit.4
Lebam mayat yang terbentuk harus dapat dibedakan dengan resapan darah akibat trauma
(ekstravasasi). Tabel di bawah menunjukkan perbedaan antara lebam mayat dan resapan darah
akibat trauma.
Tabel 1. Perbedaan Lebam Mayat dengan Resapan Darah Akibat Trauma4
Ciri-ciri
Lebam Mayat
Resapan
Darah
Akibat
Trauma
Letak
mayat
Permukaan
Rata
Sedikit elevasi
Batas
Batas tegas
Warna
Kebiruan
atau
ungu Kemerahan,
kemerahan.
Pada
dan
berubah
Irisan
Bila diiris dan disiram air, Bila diiris dan disiram air,
warna
merah
darah
akan warna
merah
darah
menghilang
tidak
darah
dan
terdapat
bukti
inflamasi
Medikolegal
Membantu
memperkirakan Membantu
memperkirakan
yang digunakan
Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat seluler
masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini
digunakan untuk mengubah ADP jadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan
myosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi,
menyebabkan aktin dan myosin menggumpal dan otot menjadi kaku.3
Perubahan otot yang terjadi setelah kematian bisa dibagi dalam 3 tahap :
1 Periode Relaksasi Primer (Flaksiditas Primer)
Hal ini terjadi segera setelah kematian. Biasanya berlangsung selama 2-3 jam. Seluruh
otot tubuh mengalami relaksasi,dan bisa digerakkan ke segala arah. Iritabilitas otot masih
ada tetapi tonus otot menghilang. Pada kasus di mana mayat letaknya berbaring rahang
bawah akan jatuh dan kelopak mata juga akan turun dan lemas.
2 Kaku Mayat
Kaku mayat akan terjadi setelah tahap relaksasi primer. Keadaan ini berlangsung setelah
terjadinya kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik otot tidak ada lagi. Otot menjadi
kaku. Fenomena kaku mayat ini pertama sekali terjadi pada otot-otot mata, bagian
belakang leher, rahang bawah, wajah, bagian depan leher, dada, abdomen bagian atas dan
terakhir pada otot tungkai. Akibat kaku mayat ini seluruh mayat menjadi kaku, otot
memendek dan persendian pada mayat akan terlihat dalam posisi sedikit fleksi. Kaku
mayat mulai tampak setelah 2 jam kematian klinis dan lengkap setelah 12 jam,
dipertahankan selama 12 jam, dan kemudian menghilang pada relaksasi sekunder.
Penyebabnya adalah otot tetap dalam keadaan hidrasi oleh karena adanya ATP. Jika tidak
ada oksigen, maka ATP akan terurai dan akhirnya habis, sehingga menyebabkan
penumpukan asam laktat dan penggabungan aktinomiosin (protein otot).
3 Periode Relaksasi Sekunder
Otot menjadi relaksasi kembali dan mudah digerakkan. Hal ini terjadi karena pemecahan
protein, dan tidak mengalami reaksi secara fisik maupun kimia. Proses pembusukan juga
mulai terjadi. Pada beberapa kasus, kaku mayat sangat cepat berlangsung sehingga sulit
membedakan antara relaksasi primer dengan relaksasi sekunder.2,3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kaku Mayat3,4
1. Keadaan Lingkungan. Pada keadaan yang kering dan dingin, kaku mayat lebih lambat
terjadi dan berlangsung lebih lama dibandingkan pada lingkungan yang panas dan lembab.
9
Pada kasus di mana mayat dimasukkan ke dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi
dan berlangsung lebih lama.
2. Usia. Pada anak-anak dan orangtua, kaku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak
lama. Pada bayi prematur biasanya tidak ada kaku mayat. Kaku mayat baru tampat pada bayi
yang lahir mati tetapi cukup usia (tidak prematur)
3. Cara kematian. Pada pasien dengan penyakit kronis, dan sangat kurus, kaku mayat cepat
terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada pasien yang mati mendadak, kaku mayat lambat
terjadi dan berlangsung lebih lama.
4. Kondisi otot. Terjadi kaku mayat lebih lambat dan berlangsung lebih lama pada kasus di
mana otot dalam keadaan sehat sebelum meninggal, dibandingkan jika sebelum meninggal
keadaan otot sudah lemah
Penurunan Suhu (algor mortis)
Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda
yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan konveksi. Penurunan suhu
tubuh tidak berlaku pada masa yang sama di seluruh tubuh. Penurunan suhu berlaku cepat pada
permukaan dan lebih lambat di bagian interior. Kurang lebih 30 menit-1 jam setelah kematian
suhu rektal cuma menurun sedikit atau tiada penurunan. Kecepatan penurunan suhu pada mayat
bergantung kepada suhu lingkungan dan suhu mayat itu sendiri. Pada iklim yang dingin, maka
penurunan suhu mayat berlangsung cepat. Pada iklim panas, kecepatan penurunan suhu ini
adalah 2,5 derajat. Dalam 12-14 jam biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu lingkungan
sekitarnya.4
Panas yang dilepaskan melalui permukaan tubuh, dalam hal ini kulit adalah secara
radiasi, dan oleh karena tubuh itu terdiri berbagai lapisan yang tidak homogen, maka lapisan
yang berada dibawah kulit akan menyalurkan panasnya ke arah kulit; sedangkan lapisan tersebut
juga menerima panas dari lapisan dibawahnya, hal ini yang menerangkan mengapa pada jam-jam
pertama setelah terjadi kematian somatik penurunan suhu berlangsung lambat.4
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Suhu Mayat4
10
1.
Usia. Penurunan suhu lebih cepat pada anak-anak dan orang tua dibandingkan orang
dewasa.
2. Jenis kelamin. Wanita mengalami penurunan suhu tubuh yang lebih lambat dibandingkan
pria karena jaringan lemaknya lebih banyak.
3. Lingkungan sekitar mayat. Jika mayat berada pada ruangan kecil tertutup tanpa ventilasi,
kecepatan penurunan suhu mayat akan lebih lambat dibandingkan jika mayat berada pada
tempat terbuka dengan ventilasi yang cukup.
4. Pakaian. Tergantung pakaian yang di pakai tebal atau nipis atau tidak berpakaian.
5. Bentuk tubuh. Mayat yang berbadan kurus akan mengalami penurunan suhu badan yang
lebih cepat.
6. Posisi tubuh. Mayat dalam posisi terlentang mengalami penurunan suhu yang lebih cepat.
bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses pembusukan
ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino dan asam lemak.3
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut
kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak
dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemoglobin.
Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busuk
pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau
kehitaman.3
Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan
berbau busuk. Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas
yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi).
Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar
terdapat di daerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam
sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah
fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.3
Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
mengembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir
tebal, lidah membengkak dan sering terjulur di antara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda
dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.3
Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama
bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas
berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.3
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 3648 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis
mata, sudut mata, lubang hidung dan di antara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas
menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies, lalat dan mengukur panjang
larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan
12
saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya secepatnya meletakkan telur setelah seseorang
meninggal (dan tidak lagi dapat mengusir lalat yang hinggap).3
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu
kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh darah
juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan
warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti
spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus
non-gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan.3
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5oC hingga sekitar
suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk
atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga berperan. Mayat
yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat dalam air
atau dalam tanah. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya memiliki
sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat dan bayi akan
menghambat pertumbuhan bakteri.3
Adiposera
Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak,
berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu disebut sebagai
saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena penunjukan sifat-sifat di antara lemak
dan lilin.3
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis
lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang
tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi dan kristalkristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan
terbakar dengan nyala kuning, larut dalam alkohol dan eter.3
13
Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi lemak
superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat terlihat di
pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh berubah
menjadi adiposera. Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan
hingga bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih
dimungkinkan.3
Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan lemak
tubuh yang cukup, sedangkan yang meghambat adalah air yang mengalir yang membuang
elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan
mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan mempercepat
pembentukannya.3
Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan
dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0.5% asam lemak
bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu
menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini, adiposera menjadi jelas secara makroskopik sebagai
bahan berwana putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh.
Pada stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi
dengan analisis asam palmitat.3
Mummifikasi
Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat
sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan.
Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak membusuk
karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.
Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh
yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mummifikasi jarang dijumpai pada cuaca
yang normal.3
14
Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kirikanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan
dasar di tepi kornea (traches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi
lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air,
tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan
tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik
dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10 12
jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas.3
Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada
penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati.
Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati.
Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus
optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam
lagi. Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi
kuning. Warna kuning juga tampak disekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat
itu pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah
dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur
dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati,
batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang mengalami segmentasi
yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning kelabu. Dalam waktu 7 10 jam pasca
mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca
mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh
darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh
darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap.3
Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi,
sehingga tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan
terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam
membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu dalam isi lambung dapat
15
digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah makan makanan
3
tersebut.3
Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4
mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan
saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan
kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.3
Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg
% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80
mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg
dibedakan dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat
(hypostasis pascamati) darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat sehingga
bila dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih, sedangkan pada hematom penampang
sayatan tetap berwarna merah kehitaman, tetapi harus diingat bahwa pada pembusukan juga
terjadi ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan pemeriksaan ini.
Kekerasan Akibat Listrik
Factor yang berperan pada luka akibat trauma listrik adalah tegangan (volt), kuat arut
(ampere), tahanan kulit (ohm), luas kulit yang kontak dengan arus listrik dan lama
kontaknya.Disebut sebagai tegangan rendah (<65volt) biasanya tidak berbahaya bagi manusia,
tetapi tegangan sedang (65 1000 volt) dapat mematikan.Selain factor factor kuat arus,
tahanan dan lama kontak, hal ylain yang penting diperhatikan adalah luas permukaan kontak.
Suatu permukaan kontak seluas 50 cm persegi (kurang lebih selebar telapak tangan) dapat
mematikan tanpa menimbulkan jejas listrik, karena pada kuat arus letas (100 mA), kepadatan
arus pada daerah selebar telapak tangan tersebut hanya 2 mA/cm persegi, yang tidak cukup besar
untuk menimbulkan jejas listrik.
Kuat arus yang masih memungkinkan bagi tangan yang memegangnya untuk melepaskan
diri disebut let go current yang besarnya berbeda beda untuk setiap individu.Gambaran
makroskopis jejas listrik pada daerah kontak berupa kerusakan lapisan tanduk kulit sebagai
lukabakar dengan tepi yang menonjol, disekitarnya terdapat daerah yang pucat dikelilingi oleh
kulit yang hiperemi. Bentuknya sering sesuai dengan benda penyebabnya.
18
bakar yaitu derajat I eritema, derajat II vesikel dan bullae, derajat III nekrosis koagulatif, dan
derajat IV karbonisasi
Autopsi
Autopsi berasal dari kata Auto; sendiri dan Opsis; melihat. Yang dimaksudkan dengan
Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar
maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera,
melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta
mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab
kematian. Jika pada pemeriksaan ditemukan beberapa jenis kelainan bersama-sama, maka
dilakukan penentuan kelainan mana yang merupakan penyebab kematian, serta apakah kelainan
yang lain turut mempunyai andil dalam terjadinya kematian tersebut.5
Bedasarkan tujuannya dikenal 2 jenis autopsi yaitu autopsi klinik dan autopsi forensik/
autopsi mediko-legal. Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita
penyakit, dirawat dirumah sakit tapi kemudian meninggal. Autopsi forensik dilakukan terhadap
mayat seseorang berdasarkan peraturan undang-undang dengan tujuan :
a
b
saat kematian
Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda
repertum
Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta
penuntutan terhadap orang yang bersalah
Untuk
melakukan
autopsi
forensik
ini,
diperlukan
suatu
surat
permintaan
pemeriksaan/pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, dalam hal ini pihak penyidik.
Izin keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseorang yang menghalangi dilakukannya
autopsi forensik, yang bersangkutan dapat dituntut berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Dalam melakukan autopsi forensik mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap meliputi
19
pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan rongga tengkorak, rongga dada dan rongga perut
atau panggul. Seringkali perlu juga dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya, antara lain
pemeriksaan toksikologi forensik, histopatologi forensik dan sebagainya. Autopsi forensik harus
dilakukan oleh dokter dan ini tidak dapat diwakilkan kepada mantri atau perawat. Autopsi sendiri
harus dilakukan sedini mungkin, karena dengan lewatnya waktu, pada tubuh mayat dapat terjadi
perubahan yang mungkin akan menimbulkan kesulitan dalam menginterpretasikan kelainan yang
ditemukan.5
Persiapan Sebelum Autopsi
Sebelum autopsi dimulai, beberapa hal perlu mendapat perhatian:
a
Apakah surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan telah lengkap.
Dalam hal autopsi forensik perhatikan apakah surat permintaan pemeriksaan/ pembuatan
visum et repertum telah ditandatangain oleh pihak penyidik yang berwenang. Untuk
autopsi forensik, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang meliputi pembukaan
memuat antara lain nama, alamat, tanggal kematian, tempat kematian dan sebagainya.
Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin
Periksalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia.
Pembedahan Mayat
Terdapat empat teknik autopsi dasar yaitu teknik Virchow, teknik Rokistansky, teknik
Letulle dan teknik Ghon. Teknik Virchow merupakan teknik tertua dan kurang baik untuk autopsi
forensik karena hubungan anatomik antar organ dapat hilang. Teknik Rokistansky dilakukan
dengan membuat irisan organ in situ kemudian baru dikeluarkan. Teknik Letulle mengeluarkan
organ leher, dada, diafrgama dan perut sekaligus (en masse) dan merugikan karena memerlukan
pembantu untuk dilakukan. Teknik Ghon mengangkat organ sebagai tiga kumpulan yaitu organ
20
leher dan dada, organ pencernaan bersama hati dan limpa, serta organ urogenital. Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik FKUI menggunakan teknik autopsi yang merupakan modifikasi dari Teknik
Lutelle. Organ tidak dikeluarkan en masse, tetapi dalam 2 kumpulan. Organ leher dan dada
sebagai 1 kumpulan, organ perut serta urogenital sebagai kumpulan yang lain, setelah terlebih
dahulu usus diangkat mulai dari perbatasan duodenojejunal sampai perbatasan rectosigmoid.
Dokter yang melakukan autopsi hendaknya menggunakan teknik yang paling dikuasainya.5
Mayat yang akan dibedah diletakkan telentang dengan bahu diganjal dengan sepotong
balok kecil. Dengan demikian, kepala akan berada dalam keadaan fleksi maksimal dan leher
akan tampak jelas. Pemeriksaan dalam bias dilakukan dengan beberapa cara seperti insisi I, insisi
Y dan insisi melalui lekukan suprasternal menuju simphisis pubis. Insisi berbentuk huruf I
merupakan insisi yang paling ideal dalam pemeriksaan forensik. Insisi I dimulai di bawah tulang
rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari dimasukkan agar
dinding perut dapat diangkat keatas dan membantu memandu pisau agar tidak terkena organ
dalam, lalu diteruskan insisi sampai simfisis pubis. Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh
diambil dengan hati-hatidan dicatat:5
a
Ukuran
-
Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara tidak
langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang
mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.
Bentuk
Permukaan
Konsistensi
-
Kohesi
-
Dicatat warna dan struktur permukaan penampang organ yang dipotong. Pemeriksaan
khusus juga bias dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan
penyebab kematian.
Pemeriksaan khusus bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari
dugaan penyebab kematian. Insisi pada masing-masing bagian-bagian tubuhyaitu :
a
Dada :
-
Perut
-
Dilihat esofagus, lambung, duodenum dan hati yang dikeluarkan sebagai satu unit.
Ginjal, ureter, rektum, dan kandung kemih juga dilihat dan dikeluarkan sebagai satu
unit. Pada perempuan kantung kemih dilepaskan dari uterus dan vagina.
Leher :
-
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatummolle, faring dan tonsil dikeluarkan sebagai
satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada
kasus pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.
Kepala :
-
22
Penyebab luka
-
Arah kekerasan
-
Luka lecet dan luka robek dapat menentukan arah kekerasan sehingga penting untuk
rekonstruksi terjadinya perkara. Pada luka yang menembus ke dalam tubuh, perlu
ditentukan arah serta jalannya saluran luka dalam tubuh mayat.
Dilihat apakah luka akibat dari pembunuhan, kecelakaan atau bunuh diri. Luka akibat
pembunuhan biasanya tersebar di seluruh tubuh sama ada daerah terbuka atau daerah
tertutup seperti leher, ketiak, lipat siku dan sebagainya. Sering kali juga ditemukan
luka tangkis pada korban pembunuhan. Pada kecelakaan luka lebih ditemukan di
daerah yang terbuka dibanding daerah tertutup. Pada korban bunuh diri pula, luka
menunjukkan sifat luka percobaan atau tentative wounds yang mengelompok dan
berjalan kurang lebih sejajar.
23
Pada korban kekerasan harus dibuktikan bahwa kematian terjadi semata-mata akibat
kekerasan yang menyebabkan luka. Harus juga dipastikan luka yang ditemukan
adalah luka intravital yaitu yang terjadi sewaktu korban masih hidup. Tanda
intravitalitas luka berupa reaksi jaringan terhadap luka seperti resapan darah, proses
penyembuhan luka, sebukan sel radang dan lain-lain perlu diperhatikan.5
Fase dyspnea. Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan co2 dalam
plasma akan merangsang pusar pernapasan di medulla oblongata, sehingga amplitudo dan
frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meniggi dan mulai
tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul spasme opistotonik.
Fase apnea. Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan lemelah dan dapat
berhenti. Kosadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran
Masa dari asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar
antara 4 5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3 4 menit,tergantung dari tingkat
penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda
tanda asfiksia akan lebihjelas dan lengkap.
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung ujung jari dan kuku.
Gambaran perbendungan pada mata berupa peelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan
palpebral yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah
24
meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel
kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik
bintik perdaraha yang dinamakan sebagai Tardieus Spot.
Kelainan yang umum ditemukan pada pembedahan jenazah korban mati akibat asfiksi adalah:
1
Darah berwanra lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat
2
3
pasca kematian
Busa halus dalam saluran pernafasan
Perbendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehinga menjadi lebih berat,
5
6
dan gantung serta penekanan pada dinding dada. Pada pemeriksaan mayat sering ditemukan
tanda kematian akibat asfiksi berupa lebam mayat yang gelap dan luas, perbendungan pada bola
mata, busa halus pada lubang hidung, mulut dan saluran pernafasan, perbendungan pada alat-alat
dalam serta bintik perdarahan Tardieu. Tanda-tanda asfiksi tidak akan ditemukan bila kematian
terjadi melalui mekanisme non-asfiksi. Ciri khas bagi masing-masing peristiwa adalah seperti
berikut:5
a
Pembekapan
Pembengkapan adalah penutupan lubang hidung dan mulut yang menghambat
pemasukan udara ke paru-paru. Cara kematian yang berkaitan dengan pembekapan dapat
berupa bunuh diri, kecelakaan, dan pembunuhan.Bila terjadi pembekapan dengan benda
yang lunak, maka pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tanda-tanda
25
kekerasan. Tanda kekerasan yang dapat ditemukan tergantung dari jenis benda yang
digunakan dan kekuatan menekan.
Kekerasan yang mungkin terdapat adalah luka lecet jenis tekan atau geser,
goresan kuku dan luka memar pada ujung hidung, bibir, pipi, dan dagu yang mungkin
terjadi akibat korban melawan.Luka memar akibat lecet pada bagian/permukaan dalam
bbibir akibat bibir yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah. Luka memar atau
lecet pada bagian belakang tubuh korban.
Selanjutnya ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar ataupun
pada pembedahan jenazah. Perlu pulu dilakukan pemeriksaan kerokan bawah kuku
korban, adakah darah atau epitel kulit si pelaku.
b
Penyumbatan
Pada keadaan ini, terjadi sumbatan jalan napas oleh benda asing, yang
mengakibatkan hambatan udara untuk masuk ke paru-paru. Pada gagging sumbatan
terdapat dalam orofaring, sedangkan pada choking sumbatan terdapat lebih dalam pada
laringofaring. Kematian dapat terjadi sebagai akibat dari bunuh diri, pembunuhan, dan
kecelekaan.
Pada pemeriksaan jenazah dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada
pemeriksaan luar maupun pembedahan jenazah. Dalam rongga mulut (orofaring atau
laringofaring) biasanya akan ditemukan sumbatan oleh benda asing. Bila benda asing
tidak ditemukan, cari kemungkinan adanya kekerasan yang diakibatkan oleh benda
asing.Sering sekali benda asing masih terdapat dalam rongga mulut atau ditemukan sisa
benda asing dan tanda bekas penekanan benda asing pada dinding rongga mulut.
Pencekikan
Pencekikan adalah penekanan leher dengan tangan, yang menybabkan dinding
saluran napas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran nafas sehingga udara
pernafasan tidak dapat lewat. Mekanisme kematian yang dapat terjadi pada pencekikan
26
adalah asfiksia dan reflex vagal yang terjadi sebagai akibat rangsangan pada reseptor
nervus vagus pada corpus caroticus (carotid body) di percabangan arteri karotis interna
dan eksterna.
Pada pemeriksaan jenazah ditemukan perbendungan pada muka dan kepala
karena turut tertekan pembuluh darah vena dan arteri yang superficial, sedangkan arteri
vertebralis tidak terganggu. Tanda-tanda kekerasan pada leher ditemukan dengan
distribusi berbeda-beda, tergantung pada cara mencekik: luka lecet pada kulit, berupa
luka lecet kecil, dangkal, berbentuk bulan sabit akibat penekanan kuku jari. Luka memar
pada kulit, bekas tekanan jari, merupakan petunjuk berharga untuk menentukan
bagaimana posisi tangan pada saat mencekik.
Fraktur pada tulang lidah (os hyoid) dan kornu superior rawan gondok yang
unilateral lebih sering terjadi pada pencekikan, namun semuanya tergantung pada besar
tenaga yang dipergunakan saat pencekikan. Patah tulang lidah kadang-kadang merupakan
satu-satunya bukti adanya kekerasan, bila mayat sudah lama dikubur sebelum diperiksa.
Pada pemeriksaan jenazah, bila mekanisme kematian adalah asfiksia, makan akan
ditemukan tanda-tanda asfiksia. Tetapi bila mekanisme kematian adalah reflex vagal,
yang menybabkan jantung tiba-tiba berhenti berdenyut, sehingga tidak ada tekanan
intravascular untuk dapat menimbulkan perbendungan, tidak ada perdarahan intra
petekial, tidak ada edema pulmoner dan pada otot-otot leher bagian dalam hamper tidak
ditemukan perdarahan.
pereksklusionam.
d
Penjeratan
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai,
stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya., melingkari atau mengikat leher yang
makin lama makin kuat, sehingga saluran pernapasan tertutup.Berbeda dengan gantung
diri yang biasanya merupakan bunuh diri, maka penjeratan biasanya adalah pembunuhan.
Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau refleks vaso-vagal
(perangsangan reseptor pada carotid body).Pada gantung diri, semua arteri di leher
27
mungkin tertekan, sedangkan pada penjeratan, arteri vertebralis biasanya tetap paten. Hal
ini disebabkan oleh karena kekuatan atau beban yang menekan pada penjeratan biasanya
tidak besar.Bila jerat masih ditemukan melingkari leher, maka jerat tersebut harus
disimpan dengan baik sebab merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada
penyidik bersama-sama dengan visum et repertumnya.3
Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat dapat diperbesar
atau diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Simpul harus
diamankan dengan melakukan pengikatan dengan benang agar tidak berubah pada waktu
mengangkat jerat.3
Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan terdapat lebih
rendah daripada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak setinggi atau di
bawah rawan gondok.Keadaan jejas jerat pada leher sangat bervariasi. Bila jerat lunak
dan lebar seperti handuk atau selendang sutera, maka jejas mungkin tidak ditemukan dan
pada otot-otot leher sebelah dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali
yang tipis seperti kaos kaki nylon akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih dari
2-3 mm.3
Bila jerat kasar seperti tali, maka bila tali bergesekan pada saat korban melawan
akan menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jerat, yang tampak jelas berupa kulit yang
mencekung berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen (luka lecet
tekan), pada otot-otot leher sebelah dalam tampak banyak resapan darah.3
e
Tergantung
Penggantungan adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan, daya jerat
ikatan
tersebut
memanfaatkan
berat
badan
berat badan
tubuh atau
kepala. Penggantungan merupakan suatu bentuk penjeratan (strangulasi) dengan tali ikat
dimana tekanan dihasilkan dari seluruh atau sebagian berat tubuh. Seluruh atau sebagian
tubuh seseorang ditahan di bagian lehernya oleh
28
Jerat pada leher menunjukkan ciri khas berupa arah yang tidak mendatar tetapi
membentuk sudut membuka kearah bawah dan letak jerat lebih tinggi. Ditemukan
resapan darah bawah kulit pada pembedahan sesuai letak jejas jerat pada kulit.5,6
Hasil Otopsi pada Kasus
1
Resapan darah yang luas di kulit kepala dan perdarahan yang tipis di bawah selaput keras
otak.
Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural (di antara
duramater dan arakhnoid). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena
jembatan (bridging veins) yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat
vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada
permukaan otak. Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral
hemisfer dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi bridging veins.
Perdarahan subdural juga menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak
dibawahnya biasanya berat. Perdarahan ini biasanya disebabkan oleh kekerasan benda
tumpul.
Tidak terdapat resapan darah di kulit leher tetapi sedikit resapan darah di otot leher sisi
kiri
29
disebabkan penekanan benda asing (tali, ikat pinggang, rantai, kabel) yang melingkari
atau mengikat leher yang makin lama makin kuat.
5
perdarahan di
membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP pada objek, manusia dengan darah korban
atau darah tersangka pelaku kejahatan. Dari bercak yang dicurigai harus dibuktikan bahwa
bercak tersebut benar darah, darah dari manusia atau hewan, apabila dari manusia cari golongan
darah, darah menstruasi atau bukan.6
a. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi dari sel-sel darah merah.
Namun cara ini tidak dapat dilakukan apabila sel darah merah telah mengalami
kerusakan. Cara ini dilakukan dengan membuat sediaan hapus menggunakan pewarnaan
Wright atau Giemsa, dari kedua sediaan tersebut bisa dilihat bentuk dan inti sel darah
merah serta sel leukosit berinti banyak. Bila ditemukan drum stick dalam jumlah lebih
dari 0,05% dapat dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita. 6
Pemeriksaan mikroskopik terhadap kedua sediaan tersebut dapat menentukan
kelas dan bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia memiliki sel darah merah
berbentuk cakram dan tidak berinti, kecuali golongan unta dengan sel darah merah
berbentuk oval atau elips tetapi tidak berinti. Sedangkan kelas-kelas lainnya berbentuk
oval atau elips dan berinti.6
b. Pemeriksaan kimiawi
Cara ini dilakukan apabila sel darah merah dalam keadaan rusak sehingga
pemeriksaan mikroskopik tidak bermanfaat lagi. Pemeriksaan kimiawi terdiri dari
pemeriksaan penyaring darah dan pemeriksaan penentuan darah. Pemeriksaan penyaring
darah, yang biasa dilakukan adalah reaksi benzidin yang menggunakan reagen larutan
jenuh kristal benzindin dalam asam asetat glacial dan pemeriksaan penyaring dengan
reaksi fenoftalin dengan reagen fenoftalin 2gr + 100ml NaOH 20% yang dipanaskan
dengan biji-biji zinc.6
Hasil positif pada reaksi benzidin adalah terbentuknya warna biru gelap,
sedangkan pada reaksi fenoftalin timbul warna merah muda. Apabila hasil negative pada
kedua reaksi tersebut dipastikan bahwa bercak tersebut bukan darah. Apabila positif maka
bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.6
31
Menentukan atau memperkirakan cara kematian korban pada umumnya baru dapat dilakukan
dengan hasil yang baik bila dokter diikut sertakan pada pemeriksaan di TKP, yang dilanjutkan
dengan pemeriksaan mayat oleh dokter yang bersangkutan. Jika hal tersebut tidak dimungkinkan
maka dokter yang melakukan pemeriksaan mayat masih dapat memperkirakan atau menentukan
cara kematian jika para penyidik memberikan keterangan yang jelas mengenai berbagai hal yang
dilihat dan ditemukan pada waktu penyidik melakukan pemeriksaan di TKP.3
Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal 3 cara kematian, yang tidak boleh selalu
diartikandengan istilah dan pengertian secara hukum yang berlaku.3
Cara kematian tersebut adalah :8
1 Wajar (natural death), dalam pengertian kematian korban oleh karena penyakit bukan
karena kekerasan atau rudapakasa; misalnya kematian karena penyakit jantung, karena
2
Untuk dapat menentukan sebab kematian secara pasti mutlak harus dilakukan
pembedahan mayat (autopsy, otopsi), dengan atau tanpa pemeriksaan tambahn seperti
pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan toksikologis, pemeriksaan bakteriologis dan lain
sebaginya tergantung kasus yang dihadapi. Tanpa pembedahan mayat tidak mungkin dapat
ditentukan sebab kematian secara pasti.8
c
Tiga jenis visum yang pertama adalah Visum et Repertum mengenai tubuh atau raga
manusia yang berstatus sebagai korban, sedangkan jenis keempat adalah mengenai mental atau
jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana. Visum et Repertum
33
perlukaan, kejahatan susila dan keracunan serta Visum et Repertum psikiatri adalah visum untuk
manusia yang masih hidup sedangkan Visum et Repertum jenazah adalah untuk korban yang
sudah meninggal. Keempat jenis visum tersebut dapat dibuat oleh dokter yang mampu, namun
sebaiknya untuk Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter spesialis psikiatri yang bekerja
di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.9
Meskipun tidak ada keseragaman format, namun pada umumnya Visum et Repertum
memuat hal-hal sebagai berikut:9
1. Pembukaan:
Kata Pro Justisia artinya untuk peradilan
Tidak dikenakan materai
Kerahasiaan
2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi:
Identitas penyidik (peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat Pembantu
Letnan Dua)
Identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti
Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa
Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik)
Identitas saat/waktu dan tempat pemeriksaan
3. Pelaporan/inti isi:
Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa)
Semua pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat dan
diketahui langsung ditulis apa adanya (A-Z)
4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai dengan
pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis.
5. Penutup: landasannya Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no. 8 tahun 1981 dan LN
no. 350 tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan
kejujuran tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum tersebut.9
Kesimpulan
Sebab kematian pada kasus ini dikarenakan adanya penekanan pada leher yang menyebabkan
tersumbatnya aliran udara pernafasan. Adanya temuan berupa patahnya tulang rawan gondok kiri
(unilateral) menunjukkan bahwa terjadi penjeratan dengan kekuatan yang cukup besar yang
dominan di sebelah kiri. Cara kematian pada kasus ini tidak wajar. Tidak bisa dipastikan hanya
dari pemeriksaan mayat, tapi diperlukan pemeriksaan pada TKP secara lengkap. Mekanisme
34
kematian pada kasus ini adalah asfiksia dimana ditemukan tanda- tanda asfiksia berupa busa
halus di saluran pernafasan serta adanya bintik perdarahan di paru dan jantung.
Yang bertanda tangan dibawah ini dr. Budi hartono, SpF, dokter rumah sakit
Ukrida atas permintaan dari kepolisian Metro Sektor Jakarta Barat dengan surat
nomornya Ber/14/12/2016 tertanggal 16 Desember 2016, maka dengan ini menerangkan
bahwa pada tanggal enam belas Desember tahun dua ribu enam belas, pukul dua puluh
satu Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di RS Ukrida telah melakukan
35
pemeriksaan korban dengan nomor registrasi 3768389 yang menurut surat tersebut
adalah: ---------------------------------------------------------------------------------------------Nama
: --------------------------------------------------------------------------------------------
Umur
: ---------------------------------------------------------------------------------------------
: ---------------------------------------------------------------------------------------------
Agama
: ---------------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan
: ---------------------------------------------------------------------------------------------
Alamat
: --------------------------------------------------------------------------------------------
HASIL PEMERIKSAAN--------------------------------------------------------------------------------1
2
3
Wajah mayat terdapat pembengkakan dan memar-----------------------------------------------Pada punggung terdapat memar berbentuk dua garisn sejajar (railway hematome)---------Didaerah paha sekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakar berbentuk bundar
4
5
berukuran diameter kira-kira satu sentimeter-----------------------------------------------------Diujung penisnya terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik------------------------Terdapat jejas jerat yang melingkari yang melingkari leher dengan simpul didaerah kiri
belakang yang membentuk sudut keatas-----------------------------------------------------------Ditemukan resapan darah yang luas dikepala, pendarahan yang tipis dibawah selaput otak,
sembab otak besar------------------------------------------------------------------------------7 Tidak terdapat resapan kulit leher------------------------------------------------------------------8 Sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri dan patah ujung rawan gondok sisi kiri---------9 Sedikit busa halus didalam saluran nafas----------------------------------------------------------10 Sedikit bintik-bintik pendarahan dipermukaan kedua paru dan jantung-----------------------11 Tidak terdapat patah tulang--------------------------------------------------------------------------KESIMPULAN--------------------------------------------------------------------------------------------Pada pemeriksaan ditemukan Wajah mayat terdapat pembengkakan dan memar, pada
punggung terdapat memar berbentuk dua garisn sejajar (railway hematome), didaerah paha
sekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakar berbentuk bundar berukuran diameter kirakira satu sentimeter, diujung penisnya terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik,
36
terdapat jejas jerat yang melingkari yang melingkari leher dengan simpul didaerah kiri belakang
yang membentuk sudut keatas, ditemukan resapan darah yang luas dikepala, pendarahan yang
tipis dibawah selaput otak, sembab otak besar, tidak terdapat resapan kulit leher, sedikit resapan
darah di otot leher sisi kiri dan patah ujung rawan gondok sisi kiri, sedikit busa halus didalam
saluran nafas, sedikit bintik-bintik pendarahan dipermukaan kedua paru dan jantung, tidak
terdapat patah tulang.............................................................................................................
Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan
keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP)-------------------------------------------------------------------------Dokter yang memeriksa
Daftar Pustaka
1
Krishnan Vij. Textbook of forensic medicine and toxicology: principles and practice. 5th
ed. India: Elsevier Publication; 2011. Pg 74-88
Staf Pengajar Bagian Forensik. Teknik autopsi forensik. Edisi ke-4. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FK UI;2000.h.1-20, 56-62.
Idries, AM. Pedoman ilmu kedokteran forensik. Edisi ke-I. Jakarta: Bina Rupa
Aksara;1997.h.35-47.
Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses
penyidikan. Jakarta: Sagung Seto;2008.h.1-52.
Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI;2012.h.1-12.
38