Anda di halaman 1dari 14

Servisitis et causa Gonorrhea

Kelompok E 1
Yulita Hera 102011132
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.16, Tlp. (021) 56942061, Jakarta Barat

Skenario 6

Seorang perempuan berusia 22 tahun, dating dengan keluhan caiaran dari vagina selama 2
minggu terakhir disertai keluar flek darah (spotting) setiap selesai berhubungan.

Rumusan Masalah
Seorang perempuan usia 22 tahun dating dengan keluhan keluar cairan dari vagina selama 2
minggu terakhir disertai keluar flek darah setiap selesai berhubungan.
Hipotesis
Wanita tersebut diduga terkena servisitis
Sasaran Pembelajaran
1. Mengetahui kuman gram negative diplokokus pada neisseria gonorrhoeae
2. Mengetahui gambaran klinis dan pengobatan dari servisitis gonokal
3. Mengetahui komplikasi dari servisitis gonokal
Pendahuluan
Wanita menderita banyak penyakit ginekologi karena infeksi bakteri atau penyakit
menular seksual. Salah satu masalah ginekologi yang paling umum adalah servisitis. Servisitis
adalah kondisi yang sangat umum. Bahkan, lebih dari setengah dari semua perempuan dapat
mengembangkan servisitis di beberapa titik dalam kehidupan dewasa mereka. Servisitis adalah
peradangan dari serviks uterus. Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis
servikalis. karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel
selindris sehingga lebih mudah terinfeksi disbanding selaput lendir vagina. Servisitis pada wanita
memiliki banyak fitur yang sama dengan uretritis pada pria dan banyak kasus disebabkan
oleh infeksi penyakit menular seksual. Gangguan ini mempengaruhi sekitar 60% perempuan
karena infeksi bakteri, salah satunya seperti Gonorrhea.
Servisitis ec gonorrhea adalah peradangan pada serviks yang disebabkan oleh bakteri
N.gonorrhea yang merupakan bakteri gram negatif. Jika serviks sudah terinfeksi maka akan
mempermudahpula terjadinya infeksi pada alat genitalia yang lebih tingi lagi seperti uterus, tuba
atau bahkan sampai ke ovarium dan karena itu fungsi genitalia sebagai alat reproduksi bias
tergangu atau bahkan tidak bias difungsikan.
Faktor risiko untuk pengembangan Servisitis mulai dari hubungan seksual pada usia dini,
risiko tinggi perilaku seksual, riwayat penyakit menular seksual dan memiliki banyak pasangan
seks.1,2
Anamnesis
Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap
keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila pada pasien bayi dan balita atau keadaan
pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai.
Anamnesis yang dilakukan terdiri dari :
1. Identitas dari pasien seperti nama lengkap, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku bangsa dll.
2. Menanyakan keluhan utama yaitu keluhan yang membuat pasien untuk datang ke dokter.
- Keluhan utama : keluar keputihan sejak 3 hari yang lalu
3. Riwayat penyakit sekarang menanyakan keluhan apa saja ditambah dengan adakah
faktor yang memperburuk atau meringankan keluhan, termasuk riwayat obat yang telah
digunakan.
- Keputihannya warna apa? Banyak atau sedikit?
- Berbau atau tidak? Konsistensi cair atau kental?
- Apakah ada gatal? Kalau ada dimana lokasi? Kapan gatal itu timbul?
- Apakah terasa nyeri? Lokasi nyeri? skala nyeri seperti apa?
- Apa terdapat keluhan lain? Demam, lemas lelah dll
- Apa menggunakan alat kontrasepsi?
- Apakah sudah mempunyai anak? Jika ada berapa?
- Sudah konsumsi obat apa sebelumnya?
- Bagaimana riawayat haid? Teratur atau tidak, kapan pertama kali haid (menarche) ,
kapan haid terakhir?
4. Riwayat penyakit dahulu, yaitu menanyakan apakah dulu pernah mengalami keluhan
yang sama atau pernah menderita penyakit yang lain sehingga harus dilakukan
perawatan.
5. Riwayat penyakit keluarga, yaitu menanyakan apakah ada di keluarga pasien yang
mengalami keluhan yang sama atau apa ada yang punya riwayat penyakit autoimun.
6. Riwayat social dan kebiasaan, yaitu menanyakan gaya hidup atau lingkungan pasien,
termasuk makanan yang dikonsumsi oleh pasien, apakah pasien merokok? kalau
pasiennya merokok perlulah ditanyakan sejak kapan dia mulai merokok.

Pemeriksaan Fisik
- Dalam pemeriksaan fisik awalnya melihat keadaan umum pasien, kesadaran dan memeriksa
tanda-tanda vital. Dalam hal ini biasanya keadaan umum : tampak sakit ringan, kesadaran :
compos mentis, TTV : dalam batas normal.
- Status generalisata dalam batas normal
- Status ginekologis pada inspeksi genitalia luar tidak tampak adanya kelainan
- Pada inspekulo : tampak secret berwarna kekuningan, tidak berbau pada vagina.
- Permukaan serviks licin
- Ostium uteri eksternum tertutup
- Pada pemeriksaan bimanual : permukaan vagina dan serviks licin, uterus teraba diatas
simfisis, tidak ada masa pada adneksa

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pertama kali yang dilakukan adalah dengan spekulum. Pada pasien-pasien
dengan flour albus dapat dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan inspeksi keputihan dengan
mikroskop (dapat terlihat candidiasis, trichomoniasis, atau bacterial vaginosis), tes gonorrhea
atau chlamydia. Metode pemeriksaan lain yang digunakan untuk menyelidiki penyakit leher
rahim adalah:
 Pemeriksaan klinis: ujian vagina, dimana dokter mencatat perubahan patologis dan mungkin
sekresi serviks.
 Pemeriksaan bakteriologis dari sekresi serviks, dan uji budidaya dan kepekaan terhadap
antibiotik diperlukan untuk menentukan etiologi infeksi dengan sediaan apus.
 Pap smear: untuk melihat adanya perubahan sitologis (seluler) serviks,
 Kolposkopi: metode pemeriksaan leher rahim yang menggunakan sebuah alat optik yang
meningkatkan citra, yang disebut colposcope, selama kolposkopi tes Lugol juga dilakukan
(solusi diterapkan pada mukosa serviks).
 Pemeriksaan patologi anatomi: yaitu sepotong mukosa yang diambil untuk biopsi dengan
conization atau kuretase endoserviks (kuretase di dalam kanal leher rahim).3,4

Anatomi Serviks
Leher rahim teratas adalah segmen bawah uterus, yang terlihat melalui vagina. Ini adalah
bagian penting dari saluran kelamin, memenuhi beberapa fungsi seperti:
 Fungsi haid: leher rahim adalah saluran melalui mana darah mengalir dari rahim pada kuartal
pertama, dalam kasus tidak adanya bawaan dari leher rahim atau dari obstruksi, yang darah
haid mandeg dalam rahim.
 Fungsi statis: melalui keadaannya antara rahim dan vagina, ia mempertahankan posisi normal
dari organ panggul.
 Fungsi seksual: dengan persarafan kaya, leher rahim merangsang sekresi beberapa hormon
dan sekresi kelenjar serviks.
 Pemupukan fungsi: sekresi kelenjar endoserviks (serviks glere) oleh komposisi nikmat
munculnya sperma.
 Kehamilan: leher rahim sangat penting baik selama kehamilan, menjadi penghalang antara
vagina dan rahim, juga saat persalinan.5
Gambar 1. Anatomi serviks

Mengingat semua fungsi-fungsi ini, mencegah dan mengobati penyakit leher rahim
mungkin memiliki efek bermanfaat banyak pada kesehatan perempuan. Servisitis (endo
cervicitis) ialah radang pada selaput lendir canalis servikalis. Karena epitel selaput kanalis
servikalis hanya terdiri dari satu lapisan silindris mana dengan muda terjadi infeksi.6
Pada seorang multipara dalam keadaan normal canalis servikalis bebas kuman, dengan
ostium uteri eksternum sudah lebih terbuka, batas atas dari daerah bebas kuman ostium uteri
internum.5,7

Fungsi Serviks
Serviks biasanya merupakan penghalang yang baik bagi bakteri, kecuali selama masa
menstruasi dan selama masa ovulasi (pelepasan sel telur). Saluran di dalam serviks adalah
sempit, bahkan terlalu sempit sehingga selama kehamilan janin tidak dapat melewatinya. Tetapi
pada proses persalinan saluran ini akan meregang sehingga bayi bisa melewatinya. Saluran
serviks dilapisi oleh kelenjar penghasil lendir. Lendir ini tebal dan tidak dapat ditembus oleh
sperma kecuali sesaat sebelum terjadinya ovulasi. Pada saat ovulasi, konsistensi lendir berubah
sehingga sperma bisa menembusnya dan terjadilah pembuahan (fertilisasi). Selain itu, pada saat
ovulasi kelenjar penghasil lendir di serviks juga mampu menyimpan sperma yang hidup selama 2
– 3 hari. Sperma ini kemudian dapat bergerak ke atas melalui korpus dan masuk ke tuba fallopii
untuk membuahi sel telur. Oleh karena itu, hubungan seksual yang dilakukan dalam waktu 1 -2
hari sebelum ovulasi bisa menyebabkan kehamilan.
Working Diagnosis : Servisitis ec Gonorrhea
Peradangan pada dinding rahim (cervix) yang disebabkan oleh bakteri N.gonorrhea yang
merupakan bakteri gram negative.

Differential Diagnosis
 Klamidia
Penyakit Klamidia tergolong dalam infeksi menular seksual (IMS) pada manusia yang
disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Istilah infeksi Klamidia dapat juga merujuk
kepada infeksi yang disebabkan oleh setiap jenis bakteri dari keluarga Chlamydiaceae. C.
trachomatis hanya ditemukan pada manusia. dapat merusak alat reproduksi manusia
Klamidia dikenal sebagai “Silent Epidemi” karena pada wanita, hal itu mungkin tidak
menimbulkan gejala pada 75% kasus dan tidak terdeteksi selama berbulan-bulan atau tahunan
sebelum ditemukan. Gejala yang mungkin terjadi termasuk: perdarahan yang tidak biasa atau
cairan vagina, rasa sakit di perut, nyeri saat hubungan seksual (dispareunia), demam, nyeri buang
air kecil dan dorongan untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya.8

Klasifikasi
A. Servisitis Akut
Infeksi yang diawali di endoserviks dan ditemukan pada gonorrhea, infeksi postabortum,
postpartum, yang disebakan oleh streptococcus, sthapilococus, dan lain-lain. Dalam hal ini
streptococcus merah dan membengkak dan mengeluarkan cairan mukopurulent, akan tetapi
gejala-gejala pada serviks biasanya tidak seberapa tampak ditengah-tengah gejala lain dari
infeksi yang bersangkutan. Pengobatan diberikan dalam rangka pengobatan infeksi tersebut.
Penyakitnya dapat sembuh tanpa bekas atau dapat menjadi kronika.4
B. Servisitis Kronik
Penyakit ini dijumpai pada sebagian wanita yang pernah melahirkan. Luka-luka kecil
atau besar pada servik karena partus atau abortus memudahkan masuknya kuman-kuman
kedalam endoserviks serta kelenjar-kelenjarnya sehingga menyebabkan infeksi menahun.4
Etiologi
Sebagaimana disebutkan di atas servisitis akut disebabkan karena infeksi seperti Gonore
dan klamidia. Penyebab servisitis kronis termasuk infeksi bakteri yang juga sering menyebabkan
servisitis akut. Ketika episode akut servisitis tidak diobati, maka akan berkembang menjadi
servisitis kronis. Risiko servisitis meningkat saat seorang wanita menderita diabetes, vaginitis
akut dan servisitis berulang atau memiliki banyak pasangan seksual. Servisitis disebabkan oleh
kuman-kuman seperti: trikomonas vaginalis, kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme
aerob dan anaerob endogen vagina seperti streptococcus, enterococus, e.coli, dan stapilococus.
kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kronik
dalam jaringan serviks yang mengalami trauma.3,8
Servisitis dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan
ectropion, robekan serviks tersebut dapat terjadi akibat alat kontrasepsi, tindakan intrauterine
seperti dilatasi, dan lain-lain. Servisitis sering disebabkan oleh infeksi melalui aktivitas
seksual.5,8 Penyebab cervicitis sangat bervariasi, paling sering disebabkan oleh:6
 Infeksi Chlamydia trachomatis
 Infeksi trichomonas vaginalis
 Trikomoniasis asosiasi dengan Kandidiasis
 Gonorrheae Neisseria (Gonore)
 Herpes simplex virus
 Human papilloma virus (HPV)
 Penyebab kurang umum lainnya adalah: mikosis, sifilis , tuberkulosis , Mycoplasma.
Beberapa kasus servisitis disebabkan oleh: Penggunaan kondom wanita (cervical cap dan
diafragma), penyangga uterus (Pessarium), alergi spermisida pada kondom pria, paparan
terhadap bahan kimia, infeksi vagina-serviks, trauma obstetrik-terjadi selama kelahiran (trauma
leher rahim), trauma lokal sekunder untuk kontak seksual, penggunaan buffer internal,
intrauterine device (IUD), cacat ektopik bawaan (epitel kelenjar pada saluran serviks), lokal
manuver seperti kuretase, histeroskopi, dll.1,5
Servisitis sering terjadi dan mengenai hampir 50% wanita dewasa dengan faktor resiko:5,7
 Perilaku seksual bebas resiko tinggi
 Riwayat IMS
 Memiliki pasangan seksual lebih dari satu
 Aktivitas seksual pada usia dini
 Pasangan seksual dengan kemungkinan menderita IMS
 Servisitis juga dapat disebabkan oleh bakteri (stafilokokus dan streptokokus) atau akibat
pertumbuhan berlebihan bakteri normal flora vagina (vaginosis bakterial).

Gambar 3. Gambaran serviks normal dan servisitis.


Epidemiologi
Diperkirakan lebih dari 19 juta infeksi yang di tularkan melalui hubungan seksual
(sexually transmitted infections/ STI) terjadi setiap tahun, hampir setengahnya terjadi pada usia
15 – 24 tahun. Penyebab STI yang tersering antara Chlamydia dan Gonorrhea.

Patofisiologi
Peradangan terjadi pada serviks akibat kuman pathogen aerob dan anaerob, peradangan ini
terjadi Karena luka bekas persalinan yang tidak di rawat serta infeksi karena hubungan seksual.
Proses peradangan melibatkan epitel serviks dan stoma yang mendasarinya. Inflamasi serviks ini
bisa menjadi akut atau kronik.
Masuknya infeksi dapat terjadi melalui perlukaan yang menjadi pintu masuk saluran genetalia,
yang terjadi pada waktu persalinan atau tindakan medis yang menimbulkan perlukaan, atau
terjadi karena hubungan seksual.
Servistis disebabkan oleh infeksi bakteri menular seksual. Infeksi pada serviks dapat
menyebabkan terjadi peradangan dan bisa disertai dengan vulvovaginitis. Cervicitis dengan
discharge mucopurulen adalah diagnosis klinis yang biasanya ditandai dengan kerapuhan dari
leher rahim, discharge mukopurulen dari os dan peningkatan jumlah polimorf di sekret
endoserviks.
Gejala Klinis
a. Flour hebat, biasanya kental atau purulent dan biasanya berbau
b. Sering menimbulkan erusio ( erythroplaki ) pada portio yang tampak seperti daerah
merah menyala.
c. Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat flour yang purulent keluar dari
kanalis servikalis. Kalau portio normal tidak ada ectropion, maka harus diingat
kemungkinan gonorhoe
d. Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vulvitis
e. Pada servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah selaput lendir yang
merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan oleh ovulonobothi dan akibat retensi
kelenjer-kelenjer serviks karena saluran keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka
serviks atau karena peradangan.
f. Gejala-gejala non spesifik seperti dispareuni, nyeri punggung, dan gangguan kemih
g. Perdarahan saat melakukan hubungan seks

Penatalaksanaan
Pengobatan cervicitis kronis terdiri dari dua tahap. Tahap pertama terdiri dari pengobatan
medis sesuai etiologinya, yang bertujuan untuk membasmi infeksi. Langkah selanjutnya adalah
menggunakan prosedur pembedahan, diantaranya: electrocauterization, cryotherapy, terapi laser,
loop eksisi (electrorezection), conization, dan amputasi serviks.8
1. Medika mentosa
Pengobatan medika mentosa bertujuan untuk membasmi infeksi, tergantung pada agen
etiologi dan kepekaan agen etiologi yang ditemukan, dengan memberikan antibiotik spesifik dan
jika perlu diberikan pengobatan dengan antibiotik atau anti jamur oral. Untuk servisitis yang
disebabkan oleh infeksi bakteri (Chlamydia, Gonorrhoea) diberikan antibiotika. Pada infeksi
herpes dapat diberikan antiviral. Terapi hormonal (dengan estrogen atau progesterone) dapat
diberikan pada pasien menopause.4,5,6
Jika servisitisnya tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman dalam AgNO3 10% dan
irigasi. Erosi akibat servisitis dapat disembuhkan dengan obat keras seperti, AgNO3 10 % atau
Albothyl yang menyebabkan nekrosis pada epitel silindris, dengan harapan bahwa kemudian
diganti dengan oleh banyak epitel gepeng berlapis. Berikutnya dianjurkan untuk memberikan
pengobatan untuk penyembuhan mukosa, tetapi dalam banyak kasus gagal untuk mencapai
remisi lengkap dari lesi, sehingga pasien akan memerlukan tindakan bedah. Hanya setelah sekitar
2 bulan setelah pemberantasan infeksi dengan medikamentosa tidak menampakkan perubahan
dan jika perubahan serviks terus berlangsung, diindikasikan untuk dilakukan tindakan
pembedahan (operasi).5,8,9
2. Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada hari-hari pertama setelah menstruasi, agar dapat
memberikan waktu penyembuhan untuk bekas luka setelah pembedahan sampai haid berikutnya
sehingga dapat mencegah infeksi. Sebelum melakukan pembedahan terlebih dahulu dibutuhkan
pemeriksaan ginekologi. Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada keadaan peradangan akut
serviks, pada keadaan ini prosedur pembedahan harus ditunda, karena beresiko memperparah
peradangan.8
Metode pembedahan yang dilakukan tergantung pada usia, kedalaman dan keadaan
permukaan lesi, munculnya perubahan kolposkopi dan sitologi, pembedahan dapat dilakukan
dengan salah satu prosedur berikut:5,8
 Electrocauterization
 Cryotherapy adalah metode yang dilakukan dengan menghancurkan jaringan patologis sampai
kedalaman 3-4 mm, dengan pembekuan, dengan menggunakan karbon dioksida, nitrogen cair
dan freon.
 Terapi laser: metode modern dengan menguapkan sel-sel, tanpa menyebabkan nekrosis
jaringan, tidak ada luka dan karena itu tidak ada sekresi berikutnya seperti dalam kasus
electrocauterization
 Loop eksisi menggunakan arus eletric, daerah lesi dipotong untuk dilakukan biopsi.
 Conization: sebagian mukosa serviks dipotong. Metode ini digunakan untuk luka infeksi yang
lama, luka berulang dan displastik.
 Pemotongan serviks: operasi pengangkatan leher rahim, dalam kasus displasia serviks yang
terkait dengan hipertrofi.
Gambar 4. Pembedahan dengan metode loop eksisi (electrorezection)8

Diantara semua prosedur tindakan bedah diatas, electrocauterization adalah prosedur


yang paling sering digunakan dan merupakan prosedur dimana jaringan yang digumpalkan
(dibakar) di bawah pengaruh kalori dari sebuah arus alternatif. Hal ini dilakukan dalam beberapa
hari pertama setelah menstruasi. Anestesi lokal tidak diperlukan karena hanya sedikit sekali
ujung saraf yang terdapat di serviks. Sebelum melakukan electrocauterization terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan panggul untuk mengetahui ada tidaknya kontraindikasi dalam prosedur
penbedahan ini seperti kehamilan, peradangan akut atau sub-akut dan febris. Pembedahan
dianjurkan dalam 48 jam pertama setelah istirahat, dan pada hari ke-5 pemberian antibiotik oral
untuk menghindari reaktivasi dari infeksi laten.8
Pada serviks, tempat dilakukannya electrocauterization akan membentuk kerak yang akan
hilang dalam waktu 3-4 minggu, di mana cairan vagina yang kotor akan tertahan yang dapat
keluar saat keluarnya darah, tidak begitu banyak, yang mungkin memakan waktu 10-15 hari.
Penyembuhan penuh dicapai dalam waktu sekitar 6 minggu, selama masa penyembuhan dimana
sisa pembedahan keluar melalui vagina pasien dianjurkan untuk tidak dulu melakukan hubungan
seksual.9

Prognosis
Prognosis servisitis biasanya baik, namun penyakit ini dapat kambuh. Servisitis ringan
dengan etiologi jelas biasanya memberi respon baik terhadap terapi. servisitis akut yang
disebabkan oleh penyakit kelamin menular melalui hubungan seksual dapat disembuhkan dengan
obat. Kebanyakan kasus lain servisitis dapat disembuhkan dengan pengobatan. Semua wanita
dengan servisitis perlu pemeriksaan teratur sampai kondisinya benar-benar sembuh karena
servisitis biasanya akan sembuh ketika masa pengobatan selesai. Pada kasus yang berat, servisitis
dapat berlangsung selama beberapa bulan. Jika servisitis itu disebabkan oleh penyakit menular
seksual, kedua pasangan harus diobati dengan obat.1,5,6

Komplikasi
Servisitis dapat berlanjut selama bertahun-tahun, dengan flour albus yang sedikit atau
banyak, biasanya tanpa rasa sakit, demam, gangguan haid atau terganggunya kehidupan
seksual.2,4
Kadang-kadang servisitis dapat mengakibatkan peradangan pada organ panggul seperti:
 Peradangan pada ligamen yang menyokong rahim dan organ panggul yang dapat
menyebabkan sakit perut, dismenore, dispareunia, menorhagia.
 Salpingitis (radang tuba fallopi) yang dapat menyebabkan infertilitas, obstruksi sekunder tuba
terhadap proses inflamasi.
 infeksi kronis saluran kemih .
Peradangan kronis leher rahim dapat menyebabkan stenosis serviks yang dapat diikuti
oleh infertilitas. Juga iritasi kronis memiliki berkontribusi dalam menyebabkan kanker serviks.
Oleh karena itu, pengobatan servisitis kronis dapat dianggap sebagai tindakan pencegahan dalam
memerangi kanker serviks. Servisitis dapat berlangsung berbulan-bulan atau bahkan bertahun-
tahun.5

Pencegahan
Cara menghindari resiko servisitis:
 Hindari bahan kimia iritan seperti sabun intravaginal atau tampon dengan deodoran
 Pastikan bahwa benda asing yang dimasukkan kedalam vagina (seperti pembalut wanita
khusus) digunakan secara tepat dengan mengikuti petunjuk pemakaian
 Tidak melakukan senggama untuk mencegah IMS atau tidak melakukan senggama
dengan sembarangan orang.
 Gunakan pengaman (kondom) setiap melakukan aktivitas seksual bebas.
 Berlatih perilaku seksual yang aman, seperti monogami, adalah salah satu cara
menurunkan prevalensi servisitis. Selain itu, wanita yang memulai aktivitas seksual pada
usia lanjut telah terbukti memiliki insiden lebih rendah terhadap servisitis. Rekomendasi
lain adalah dengan menggunakan kondom secara rutin selama hubungan seksual. Jika
servisitis disebabkan oleh penyakit menular seksual, pasien disarankan untuk
memberitahu semua pasangan seksualnya.
 Jika rentan terhadap infeksi, kenakan celana dalam katun. Hindari celana dalam yang
terbuat dari bahan non-ventilasi. Bahan sintetis dalam keadaan vagina yang basah dan
hangat, yang dapat memicu infeksi vagina atau serviks.
 Menghindari tertularnya gonore atau penyakit menular seksual dengan membatasi pada
satu pasangan seksual.

Kesimpulan
Servisitis adalah radang dari selaput lendir canalis cervicalis. Karena epitel selaput lendir
cervicalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah terkena infeksi dibandingkan
dengan selaput lendir vagina. servisitis merupakan infeksi non spesifik dari serviks, erosi ringan
(permukaan licin), erosi kapiler (permukaan kasar), erosi folikuler (kistik) dan biasanya terjadi
pada serviks bagian posterior.
Servisitis sebabkan oleh kuman-kuman seperti: trikomonas vaginalis, kandida dan
mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti streptococcus,
enterococus, e.coli, dan stapilococus. kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi pada epitel
gepeng dan perubahan inflamasi kronik dalam jaringan serviks yang mengalami trauma dan
dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang disebabkan ectropion, alat
kontrasepsi, tindakan intrauterine seprti dilatasi, dan lain-lain. Servisitis dibagi menjadi 2 yaitu:
servisitis akut dan servisitis kronis.
Pengobatan cervicitis kronis terdiri dari dua tahap. Tahap pertama terdiri dari pengobatan
medis sesuai etiologinya, yang bertujuan untuk membasmi infeksi. Tahap kedua adalah
menggunakan prosedur pembedahan, diantaranya: electrocauterization, cryotherapy, terapi laser,
loop eksisi (electrorezection), conization, dan amputasi serviks. Pembedahan hanya
diindikasikan setelah sekitar 2 bulan setelah pengobatan infeksi dengan medikamentosa tidak
menampakkan perubahan dan jika perubahan serviks terus berlangsung.
Salah satu pencegahan servisitis adalah perilaku seksual yang aman, seperti monogami,
tidak memulai aktivitas seksual pada usia terlalu muda, menggunakan kondom secara rutin
selama hubungan seksual. Jika servisitis disebabkan oleh penyakit menular seksual, pasien
disarankan untuk memberitahu semua pasangan seksualnya.

Daftar Pustaka
1. Daili SF, Judonarso J, dkk. Standardisasi diagnostic dan penatalaksanaan beberapa penyakit
menular seksual. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal 143-48.
2. Ovedoff D. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Bina Pura Aksara.2006
3. Benzion T. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Gynekologi. Jakarta: EGC. 2006
4. Diseases characterized by urethritis and cervicitis. Sexually transmitted diseases treatment
guidelines 2006. Update to CDC's sexually transmitted diseases treatment guidelines. 2006:
fluoroquinolones no longer recommended for treatment of gonococcal infections. Available
at www.guidelines.gov. Accessed 04 mei 2018.
5. Biggs WS, Williams RM. Common gynecologic infections. USA : Prim Care. 2009; vol.36
p.33-51
6. Ainbinder SW, Ramin SM, DeCherney AH. Current Medical Diagnosis and Treatment
Obstetrics and Gynecology New York : Mc-Hirkwil. 2009
7. Prawirohardjo. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2006
8. Daili SF, Judonarso J, dkk. Infeksi menular seksual. Edisi 3; jilid 2. Jakarta: balai penerbit
FKUI. 2007. Hal 65-76.
9. Ganiswarna SG, dkk. Farmakologi dan terapi. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.
Hal 622-50

Anda mungkin juga menyukai