Anda di halaman 1dari 10

Servisitis Gonokokal Diagnosis dan Tata Laksana

Martha simona 102013096

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061

Martha95simona@gmail.com

Pendahuluan

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutamamelalui hubungan seksual
yang mencakup infeksi yang disertai gejala-gejalaklinis maupun asimptomatis. Penyakit ini
dikategorikan modern danluas oleh karena berbagai patogen termasuk virus, bakteri, jamur, dan
protozoa,yang menampakkan diri dalam berbagai gejala klinis yang sama. Cara penularan adalah
melalui hubungan seksual.1

Serviks adalah penghalang penting bagi masuknya kuman-kuman kedalam genitalia interna, dalam
hubungan ini seorang nulipara dalam keadaan normal kanalis servikalis bebas kuman. Pada multipara
dengan ostium uteri eksternum sehingga lebih rentang terjadinya infeksi pada alat genitalia yang lebih
tinggi lagi seperti uterus, tuba atau bahkan sampai ke ovarium dan karena itu fungsi genetalia sebagai
alat reproduksi bisa terganggu/ bahkan tidak bisa difungsikan.

Servisitis ialah radang dari selaput lendir kanalis servikalis. Karena epitel selaput lender servikalis
hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah terkena infeksi dibandingkan dengan selaput
lender vagina. Terjadinya servisitis dipermudah oleh adanya robekan serviks, terutama yang
menimbulkan ektropion.

Servisitis merupakan sindrom peradangan serviks dan manifestasi umumdari IMS seperti Neisseria
gonorrhoeae dan Chlamidya trachomatis.1

Servisitis gonore adalah radang serviks yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae atau
gonokokus. Servisitis non spesifik adalah radang serviks yang disebabkan oleh kuman non spesifik.

Anamnesis

Anamnese dilakukan untuk mendapatkan informasi penting terutama pada waktu menanyakan riwayat
seksual. Hal yang sangat penting dijaga adalah kerahasiaan terhadap hasil anamneses pasien.
Pertanyaan yang diajukan kepada pasien dengan dugaan servisitis meliputi :

1. Keluhan dan riwayat penyakit saat ini

2. Keadaan umum

3. Pengobatan yang telah diberikan, baik topikal atau sistemik dengan penekanan pada antibiotik.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien harus memperhatikan hal-hal penting seperti
kerahasiaan pribadi pasien, sumber cahaya yang baik untuk dokter pemeriksa dan selalu harus
menggunakan sarung tangan setiap kali memeriksa pasien. Pemeriksaan pada wanita meliputi inspeksi
dan palpasi dimulai dari daerah inguinal dan sekitarnya. Untuk menilai keadaan di dalam vagina,
gunakan spekulum dengan memberitahukannya kepada pasien terlebih dahulu. Dan akhirnya lakukan
pemeriksaan bimanual untuk menilai ukuran, bentuk, posisi, mobilitas, konsistensi dan kontur uterus
serta deteksi kelainan pada adneksa misalnya untuk menilai nyeri atau pembesaran leher rahim, rahim
dan adneksa. Penyakit radang servisitis atau panggul yang disebut Pelvic Inflamantory Disease (PID)
yang dicurigai jika pasien merasakan sakit atau nyeri saat leher rahim diraba lembut dari sisi ke sisi.
Pengambilan duh tubuh genital pada wanita dilakukan dengan spekulum dan mengusapkan kapas lidi
di dalam vagina dan kemudian dioleskan ke kaca objek bersih.2

Pemeriksaan Penunjang dan Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan penunjang, yang dapat dilakukan antara lain: Nucleic acid amplification test (NAAT)
: sensitivity≥ 95% Kultur : sensitivity 80-90% Gram stain : sensitivity 50-60%.

-Pemeriksaan Khusus

1.Pemeriksaan dengan spekulum

Vagina dibuka untuk dapat melihat lebih jalan serviks, kemudian ambil sedikit lendir atau cairan yang
ada pada mulut serviks, taruh dalam hapusan karena media hapus berfungsi untuk menaruh cairan
serviks yang akan diperiksa/ dibiakan .

2. Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan

Bahan : terdiri atas usapan/swab dari duh tubuh genital.

Pemeriksaan langsung/mikroskopis :

Usapan duh tubuh genital diperiksa dengan sediaan apus dengan pewarnaan gram untuk melihat
diplokokus pada servisitis gonore, dan biasanya ini disertai dengan lekosit polimorfonukleus (PMN)
yang banyak. Batas nilai jumlah lekosit polimorfonukleus yang digunakan adalah 30 atau lebih per
lapangan pandang dengan pembesaran 1000 kali pada spesimen yang berasal dari mukosa servik yang
terkait dengan infeksi klamidia atau gonokokus.1,2

3. Pap smear

4. Biakan dan media

5. Biopsy

Anatomi Serviks

Serviks atau leher rahim adalah bagian dari organ reproduksi wanita yang terletak sepertiga lebih
rendah dari rahim atau uterus. Tubular serviks memanjang ke bawah hingga bagian sampai bagian
atas vagina. Serviks mengelilingi pembukaan yang yang disebut lubang serviks sebagai pembatas
antara rahim dengan vagina. Serviks berbentuk silinder, terbuat dari tulang rawan yang ditutupi oleh
jaringan halus, lembab dan tebalnya sekitar 1 inchi. Terdapat dua bagian utama dari serviks yaitu
ektoserviks dan endoserviks.

Bagian serviks yang dapat dilihat dari luar selama pemeriksaan ginekologi dikenal sebagai
ektoserviks. Pembukaan di pusat ektoserviks dikenal sebagai os eksternal, membuka untuk
memisahkan bagian uterus dengan vagina. Sedangkan endoserviks atau dikenal dengan kanal
endoserviks adalah terowongan melalui serviks, dari os eksternal ke dalam uterus. Perbatasan
tumpang tindih antara endoserviks dengan ektoserviks disebut zona transformasi. Serviks
menghasilkan lendir yang konsistensi atau kekentalannya berubah selama siklus menstruasi untuk
mencegah atau mempromosikan kehamilan. Zona transformasi dari waktu ke waktu semakin rapuh,
sel-sel epitel kolumnar digantikan dengan sel-sel skuamosa. Daerah ini sangat rentan terhadap
perubahan prakanker (dysplasia) karena tingkat turnover yang tinggi dan tingkat pematangan sel yang
rendah.3

Diagnosis Kerja

Servisitis Gonokokal

Servisitis adalah infeksi pada serviks uteri. Infeksi serviks sering terjadi karena luka kecil bekas
persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena hubungan seksual. Servisitis adalah infeksi pada
mulut rahim. Servisitis yang akut sering di jumpai pada infeksi hubungan seksual sedangkan yang
bersifat menahun di jumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan. Servisitis adalah
radang dari selaput lender canalis cervixalis.

Servisitis/ Endoservisitis adalah inflamasi mukosa dan kelenjar serviks yang dapat terjadi ketika
organism mencapai akses ke kelenjar servikal setelah berhubungan seksual, aborsi, manipulasi
intrauterine, atau persalinan.4

Epidemiologi

WHO(World Health Organization) memperkirakan terdapat 140 juta kasus dilaporkan di Amerika
Serikat dengan prevalensi tertinggi terjadi pada wanita di usia 15-24 tahun pada tahun 2007. CDC
juga memperkirakan bahwa lebih dari 19 juta kasus IMS baru terjadi setiap tahunnya, dan hampir
setengah dari mereka berusia 15-24 tahun. Disamping konsekuensi kesehatan berpotensi parah, IMS
menimbulkan beban ekonomi yang luar biasa, dengan biaya medis langsung setinggi $ 17 milyar satu
tahun. Kelompok perilaku berisiko tinggi IMS adalah usia 20-24 tahun dimana pada usia ini aktivitas
seksual tinggi. Penelitian Sutama di Yogyakarta menyatakan bahwa penderita servisitis gonore
memiliki rentang umur 21-26 tahun. Penelitian Asri di Padang melaporkan kelompok umur terbanyak
adalah 21-25 tahun.4

Gonore terutama mengenai pasien muda, kulit berwarna, tidak menikah, penduduk kota dengan
tingkat pendidikan rendah. Jumlah kasus yang dilaporkan mungkin hanya mewakili setengah dari
jumlah kasus yang sebenarnya. Hal ini disebabkan kurangnya pelaporan, diterapi sendiri, dan terapi
non spesifik tanpa diagnosa yang ditegakkan secara laboratorium. Dilihat lebih dari etnis, insidennya
tertinggi di Afrika, Amerika dan terendah pada Asia Pasifik. Insiden gonore lebih tinggi pada negara
berkembang daripada negara maju tetapi sulit ditentukan secara tepat karena terbatasnya pendataan
dan kriteria diagnosis yang bervariasi. Penelitian di Afrika telah menunjukkan bahwa infeksi menular
seksual non ulseratif seperti gonore merupakan faktor transmisi HIV. Tingkat transmisi gonore pada
wanita melalui hubungan seksual tanpa proteksi dengan pria terinfeksi sebesar 40-60% .

Etiologi

Servisitis sering disebabkan oleh infeksi melalui aktivitas seksual, infeksi menular seksual yang dapat
menyebabkan servisitis antara lain :

a. Gonorrhea
Gonorrhea lebih popular di masyarakat dengan sebutan kencing nanah atau GO, yang di sebabkan
oleh kuman Neisseria gonorrhea. Kuman ini menyerang pada selaput lender antara lain vagina,
saluran kencing, dan daerah serviks.1,3

Morfologi neisseria gonorrhoeae

Gonore adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae (N. gonorrhoeae),
suatu diplokokus gram negatif. Pada tahun 1879, N. gonorrhoeae ditemukan oleh Neisser dengan
pulasan sediaan hapusan dari eksudat uretra, vagina dan konjungtiva. Transmisi penyakit gonore
terjadi melalui inokulasi langsung dari sekresi mukosa yang terinfeksi pada satu tempat ke tempat
lainnya melalui kontak genital-genital, genital-anorektal, oro-genital, atau dari ibu yang terinfeksi ke
bayinya pada proses persalinan. Gonokokus adalah diplokokus gram negatif, tidak bergerak dan tidak
berspora. Bentuk dari gonokokus menyerupai biji kopi dengan lebar 0,8 µ dan panjang 1,6 µ yang
secara karakteristik tumbuh berpasangan dan bagian yang berdekatan adalah datar (rata). Gonokokus
bersifat anaerob obligat, tidak tahan lama diudara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan
zat desinfektan, hidup optimal pada suhu 25,5ºC dan pH 7,4. Untuk pertumbuhan optimal diperlukan
kadar CO2 2-10% .1

Penentuan tipe gonokokus secara morfologi didasarkan pada dua hal, yang pertama berdasarkan
bentuk koloni yang terjadi bila gonokokus dibiakkan pada media agar jernih, dan yang kedua
berdasarkan opasitas koloni. Berdasarkan bentuk koloni gonokokus dibagi menjadi empat tipe. Koloni
berbentuk kecil, cembung dan berkilau terdiri dari dua tipe yaitu tipe 1 dan tipe 2, koloni ini memiliki
pili (piliated) dan ditandai dengan P+. Sedangkan koloni berbentuk besar dan datar juga dibagi
menjadi dua tipe yaitu tipe 3 dan tipe 4, tidak memiliki pili (nonpiliated) dan ditandai dengan P-.

Masa inkubasi 2-7 hari. Pada laki-laki 2-5 hari, kadanglebih lama. Sedangkan pada wanita sulit
ditentukan karena pada umumnya tidakmenunjukkan gejala.

b. Clamydia trachomatis

Merupakan penyebab penyakit menular seksual yang paling sering, terutama pada usia muda dan
remaja. Pada tahun 2000 di Amerika, di laporkan sebanyak 702.093 penderita terinfeksi clamydia.10)
Clamydia trachomatis termasuk pathogen spesifik yang telah menggantikan gonokokus sebagai
penyebab utama radang serviko-vaginal.

c. Herpes simpleks II (genitalis)

Herpes simpleks II ( herpes genitalis) biasanya menginfeksi daerah di bawah pinggang. Gejala awal
yang muncul di dahului dengan hilangnya rasa raba, di ikuti dengan pembentukan vesikel yang
terdapat pada vulva, vagina, dan serviks.

d. Human Papiloma Virus (HPV-kutil)

Human papiloma virus (HPV) merupakan infeksi yang terjadi karena hubungan seksual, dengan
pemeriksaan DNA hibridasinya hanya 30 % yang menunjukkan manifestasi klinik, sedangkan 70 %
bersifat menahun tanpa gejala klinik. Predisposisi infeksi virus ini antara lain : diabetes mellitus,
kehamilan dan perlukaan khususnya pada serviks. Gejalanya dapat bervariasi, dari kutil kecil sampai
sangat besar dan dengan tempat yang bervariasi pula, yaitu vulva, vagina, perineum dan sekitar anus
serta pada serviks. HPV ini juga dapat menginfeksi serviks.

e. Trichomoniasis
Trichomoniasis merupakan penyebab kasus servisitis yang lebih sering di temukan di banding
gonorrhea di klinik penyakit menular seksual.5

Beberapa kasus servisitis di sebabkan oleh :

1) Penggunaan kondom wanita

Kondom wanita merupakan alat kontrasepsi yang terbentuk seperti balon atau kantong yang terbuat
dari lateks tipis atau polyurethane / nitril dan di pasang dengan memasukannya kedalam vagina.

Tujuan pemakaian kondom wanita tidak terlepas dari dua hal yaitu mencegah sperma masuk ke
vagina dan melindungi dari penyakit menular seksual, selain manfaat tersebut alat kontrasepsi ini
memiliki efek samping yaitu menyebabkan iritasi vagina, sehingga memudahkan terjadinya infeksi.

2) Penyangga uterus (pessarium)

Penyangga uterus (pessarium) adalah alat yang di gunakan untuk terapi pada kasus prolapsus uteri.
Prinsip pemakaian penyangga uterus (pessarium) ialah dengan mengadakan tekanan pada dinding
vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati
vagina bagian bawah. Penyangga uterus (pessarium) dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja
penderita diawasi secara teratur. Penyangga uterus (pessarium) dibersihkan dan disucihamakan,
kemudian dipasang kembali. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali, vagina diperiksa
dengan speculum untuk mengetahui dan mencegah perlukaan akibat pemakaian pessarium. 1,3

3) Alergi spermatisid pada kondom pria

Spermatisid adalah alat kontrasepsi berupa zat pembunuh sperma sebelum sperma masuk kedalam
uterus dan membuahi sel telur, spermatisid biasanya digunakan oleh wanita, namun paling sering
dikombinasikan dengan metode lain misalnya cup atau kondom pria. Beberapa wanita biasanya
timbul efek samping berupa alergi pada pemakaian spermatisid, alergi ini dalam bentuk iritasi atau
bias berkembang menjadi infeksi saluran kencing. Perpaduan spermatisid dan pelumas yang sering
digunakan dengan kondom dapat memicu beberapa alergi intim, gejalanya termasuk reaksi local,
yaitu gatal, rasa sakit, bengkak, dan rasa terbakar.

4) Paparan terhadap bahan kimia

Ekosistem vagina adalah lingkaran kehidupan yang ada di vagina, ekosistem ini di pengaruhi oleh dua
factor utama yaitu estrogen dan laktobasilus, jika keseimbangan ini terganggu, bakteri laktobasilus
akan mati dan bakteri pathogen akan tumbuh sehingga tubuh akan rentan terhadap infeksi. Banyak
factor yang menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem vagina antara lain : kontrasepsi oral, diabetes
mellitus, pemakaian antibiotic, darah haid, cairan sperma, pembersihan dan pencucian vagina (vaginal
douching), dan gangguan hormone yaitu pada masa pubertas, menapouse, dan kehamilan. Servisitis
sering terjadi dan mengenai hampir 50% wanita dewasa dengan faktor resiko : perilaku seksual bebas
resiko tinggi, riwayat IMS, memiliki pasangan seksual lebih dari satu, aktivitas seksual pada usia dini,
serta pasangan seksual dengan kemungkinan menderita IMS. 1,3

Faktor Resiko

Sejumlah faktor risiko yang didasarkan pada situasi demografis dan perilaku, sering kali dapat
dikaitkan dengan infeksi serviks, misalnya:

1. Umur kurang dari 21 tahun, atau 25 tahun


2. Berstatus belum menikah
3. Mempunyai lebih dari satu pasangan seksual dalam 3 bulan terakhir
4. Memiliki pasangan seksual baru dalam 3 bulan terakhir
5. Pasangan seksualnya mengalami IMS
6. Belum berpengalaman menggunakan kondom.

Beberapa faktor risiko tersebut, walaupun telah diidentifikasi dan divalidasi pada kelompok
masyarakat tertentu, tidak dapat dengan mudah diekstrapolasikan kepada kelompok lainnya atau
dipergunakan secara lebih luas pada negara lainnya. Sebagian besar peneliti berpendapat bahwa akan
lebih tepat bila menggunakan lebih dari satu faktor risiko demografis daripada hanya menggunakan
satu faktor risiko saja, akan tetapi satu gejala klinis sudah cukup bermakna untuk menunjukkan
indikasi terdapat servisitis.6

Diperkirakan sekitar 85% infeksi gonokokus pada wanita bersifat asimtomatik. Sekalipun demikian
dapat hal tersebut dapat memberikan gejala rasa gatal pada vulva, duh tubuh yang minimal, uretreritis
atau proktitis. Pada wanita masa prapubertas, mungkin dapat dijumpai vulvo vaginitis yang purulen.
Hal serupa, dapat dijumpai pada infeksi servisitis non spesifik yang juga asimtomatik pada sebagian
besar kasus. Gejala mungkin dapat terjadi pada wanita dewasa muda yang mengalami perdarahan di
antara periode menstruasi, perdarahan sesudah bersanggama dan meningkatnya sekresi cairan vagina.

Klasifikasi

a. Servisitis spesifik

Servisitis spesifik merupakan radang pada serviks yang di sebabkan oleh kuman yang tergolong
penyakit akibat hubungan seksual, beberapa kuman pathogen tersebut antara lain, Chlamydia
trachomatis, Ureaplasma urealytikum, Trichomonas vaginalis, Spesies Candida, Neisseria
gonorrhoeae, herpes simpleks II (genitalis), dan salah satu tipe HPV, di antara pathogen tersebut
Clamydia trachomatis adalah yang tersering dan merupakan penyebab pada hamper 40% kasus
servisitis yang di temukan di klinik menular seksual sehingga jauh lebih sering dari pada gonorrhea.
Infeksi servik oleh Herpes perlu di perhatikan karena organism ini dapat di tularkan pada bayi saat
persalinan melalui jalan lahir yang kadang-kadang menyebabkan infeksi Herpes sistematik serius
yang mungkin fatal. 4

b. Servisitis non-spesifik

Servisitis non-spesifik relative lebih banyak di jumpai karena kuman yang ringan sering di temukan
sampai derajat tertentu pada hamper setiap multipara. Walaupun juga sering di ketahui bersamaan
dengan beberapa organism termasuk bentuk koli (coli-form), bakteroides, streptokokus, dan
stafilokokus, namun pathogenesis radang tersebut masih belum di ketahui dengan jelas.

Beberapa pengaruh predisposisi servisitis non-spesifik antara lain : trauma pada waktu melahirkan,
pemakaian alat pada prosedur ginekologi, hiperestrinisme, hipoestrinisme, sekresi berlebihan kelenjar
endoserfiks, alkalinisasi mucus serviks, eversi congenital mukosa endoserviks.

Servisitis non-spesifik dapat bersifat akut ataupun kronik, namun sebelumnya perlu di singkirkan
kemungkinan infeksi gonokokus yang menyebabkan bentuk spesifik dari penyakit akut. 5

1) Servisitis akut non-spesifik


Servisitis ini relative jarang, sebenarnya terbatas pada wanita pasca melahirkan dan biasanya di
sebabkan oleh stafilokokus dan streptokokus. Infiltrasi peradangan akut sebagian besar cenderung
terbatas pada mukosa superficial dari endoserviks dan kelenjar endoserviks (endoservisitis) yang di
sertai pembengkakan serviks dan kemerahan pada mukosa endoserviks.

2) Servisitis kronik non-spesifik

Servisitis kronik non-spesifik mungkin akan mengenai paling sedikit 50% wanita pada satu saat
hidupnya. Servisitis kronik biasanya di temukan pada pemeriksaan rutin atau karena adanya leokorea
yang parah, bila keluhanya parah diferensiasi dengan karsinoma biasanya sukar, walau dengan
kolposkopi maupun biopsy.

Patofisiologi

Gonore pada dewasa sebagian besar ditularkan melalui kontak seksual. Bakteri melekat pada sel
epitelkolumnar, melakukan penetrasi dan bermultiplikasi di membran bawah (basement membrane).
Perlekatan ini diperantarai melalui fimbriae dan protein opa (P.II). Bakteri melekat hanya pada
mikrovili dari sel epitel kolumnar yang tidak bersilia. Perlekatan pada sel epitel yang bersilia tidak
terjadi. Setelah itu bakteri dikelilingi oleh mikrovili yang akan menariknya ke permukaan sel mukosa.
Bakteri masuk ke sel epitel melalui proses yang dinamakan parasite-directed endocytosis. Selama
endositosis, membran sel mukosa menarik sebuah vakuola (membrane-bound vacuole) yang berisi
bakteri. Vakuola ini ditransportasikan ke dasar sel. di mana bakteri akan dilepaskan melalui
eksositosis ke dalam jaringan sub epitelial. Neissseria gonorrhoaea tidak dirusak dalam vakuola
endositik ini, tetapi tidak jelas apakah bakteri-bakteri ini bereplikasi dalam vakuola sebagai parasit
intraselular. Protein porin yang utama, P.I (Por) yang terdapat pada membran luar merupakan protein
yang memperantarai penetrasi pada sel hospes. Masing-masing straisn dari N. gonorrhoe hanya
mengekspresikan satu tipe Por. Nesseria gonorrhoeae dapat memproduksi satu atau beberapa protein
lapisan membran luar yang dinamakan Opa (P.II). Selama infeksi, peptidoglikan dan
lipooligosakarida bakteri dilepaskan oleh autolisis dari sel-sel. Kedua polisakarida bakteri ini akan
mengaktivasi jalur alternatif komplemen dari hospes, sementara LOS juga menstimulasi produksi
Tumor Necrosis Factor (TNF) yang menyebabkan kerusakan sel. Neutrofil segera datang ke tempat
tersebut dan mencerna bakteri. Dengan alasan yang tidak diketahui, beberapa gonokokus mampu
bertahan hidup dalam fagositosis, setidaknya sampai neutrofil mati dan melepaskan bakteri yang
dicerna.5

Peradangan terjadi pada serviks akibat kuman pathogen aerob dan anaerob, peradangan ini terjadi
karena luka bekas persalinan yang tidak di rawat serta infeksi karena hubungan seksual. Proses
peradangan melibatkan epitel serviks dan stoma yang mendasarinya. Inflamasi serviks ini bisa
menjadi akut atau kronik. Masuknya infeksi dapat terjadi melalui perlukaan yang menjadi pintu
masuk saluran genetalia, yng terjadi pada waktu persalinan atau tindakan medis yang menimbulkan
perlukaan, atau terjadi karena hubungan seksual. Selama perkembanganya, epitel silindris penghasil
mucus di endoserviks bertemu dengan epitel gepeng yang melapisi ektoserviks os eksternal, oleh
karena itu keseluruhan serviks yang terpajan dilapisi oleh epitel gepeng. Epitel silindris tidak tampak
dengan mata telanjang atau secara koloposkopis. Seiring dengan waktu, pada sebagian besar wanita
terjadi pertumbuhan ke bawah, epitel silindris mengalami ektropion, sehingga tautan
skuamokolumnar menjadi terletak dibawah eksoserviks dan mungkin epitel yang terpajan ini
mengalami “Erosi” meskipun pada kenyataannya hal ini bias terjadi secara normal pada wanita
dewasa. Remodeling ini bisa terus berlanjut dengan regenerasi epitel gepeng dan silindirs sehingga
membentuk zona transformasi. Pertumbuhan berlebihan epitel gepeng sering menyumbat orifisium
kelenjar endoserviks di zona transformasi dan menyebabkan terbentuknya kista nabothian kecil yang
dilapisi epitel silindirs penghasil mucus. Di zona transformasi mungkin terjadi infiltrasi akibat
peradangan banal ringan yang mungkin terjadi akibat perubahan pH vagina atau adanya mikroflora
vagina. 5

Tanda dan Gejala Penyakit

a. Keluarnya bercak darah/ perdarahan, perdarahan pascakoitus.


b. Leukorea (keputihan)
c. Serviks kemerahan.(pemeriksaan lebih lanjut)
d. Sakit pinggang bagian sacral.
e. Nyeri abdomen bawah.
f. Gatal pada area kemaluan.
g. Sering terjadi pada usia muda dan seseorang yang aktif dalam berhubungan seksual.
h. Gangguan perkemihan (disuria) dan gangguan menstruasi.
i. Pada servisitis kronik biasanya akan terjadi erosi, suatu keadaan yang ditandai oleh hilangnya
lapisan superficial epitel skuamosa dan pertumbuhan berlebihan jaringan endoserviks.6

Servisitis dengan discharge mucopurulen adalah diagnosis klinis, satu biasanya ditandai dengan
kerapuhan dari leher rahim, discharge mukopurulen dari os dan peningkatan jumlah polimorf di sekret
endoserviks. Infeksi yang menyebar ke atas dapat menyebabkan endometritis, salpingitis, abses
tuboovarian atau oerihepatitis.

Kadang-kadang kondisi tersebut dapat disebabkan oleh variabel lain selain PMS. Penyebab lain yang
mungkin adalah adanya respon terhadap perangkat yang dimasukkan ke dalam daerah pinggul yaitu
cervical cap, pessary, diaphragma) atau alergi terhadap spermisida atau lateks kondom

Diagnosis

Diagnosis servisitis dapat ditegakkan dengan beberapa pemeriksaan, yaitu :

a. Pemeriksaan dengan speculum


1). Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat keputihan yang purulen keluar
dari kanalis servikalis. Kalau portio normal tidak ada ektropion, maka harus diingat
kemungkinan gonorroe.
2). Sering menimbulkan erusio (Erythroplaki) pada portio yang tampak seperti daerah merah
menyala.
3). Pada servisitis kronik kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah selaput lender yang
merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan oleh ovulonobothi dan akibat retensi
kelenjar-kelenjar serviks karena saluran keluarga tertutup oleh pengisutan dari luka serviks
atau kerena peradangan. 3

b. Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan.


c. Pap smear
d. Biakan clamydia
e. Biopsy

Beberapa gambaran patologi dapat ditemukan :


a. Serviks kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan infiltrasi leukosit
dalam stroma endoserviks. Servisitis ini menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran secret yang
agak putih kuning.
b. Porsio uteri disekitar ostium uteri eksternum, tampak daerah kemerah-merahan yang tidak
dipisahkan secara jelas dari epitel porsio disekitarnya, secret yang dikeluarkan terdiri atas
mucus bercampur nanah.
c. Sobeknya serviks uteri disini lebih luas dan mukosa endosrviks lebih kelihatan dari luar
(ektropion), dalam keadaan demikian mukosa mudah terkena infeksi dari vagina. Serviks bisa
menjadi hipertropis dan mengeras, secret mukopurulenbertambah banyak, bila terjadi radang
menahun.3

Diagnosis banding

Proses awal neoplastik, lesi primer sifilis, chancroid, tuberculosis, Granuloma inguinale. Servisitis
yang berat dapat menyebabkan infertilitas melalui deformitas dan penutupan serviks oleh eksudat
yang secara bersamaan menimbulkan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi sperma. Terapi
pada servistis yang tidak adekuat juga dapat mengakibatkan penyakit radang panggul.

Komplikasi

Jika tidak diobati, infeksi tersebut dapat meluas ke dalam uterus, tuba fallopi dan rongga pelvis. Jika
wanita hamil terinfeksi, maka dapat terjadi lahir mati, kematian neonatal, dan persalinan prematur.
Bisa juga terjadi infertilitas dan pembentukan kista Nabothi.6

Pengobatan Penyakit

Selama 40 tahun terakhir, tingkat resistensi terhadap pengobatan gonore telah meningkat tajam,
sehingga menyebabkan antibiotik yang efektif seperti sulfonamid, penisilin, tetrasiklin, dan
fluoroquinolon menjadi tidak efektif. Seperti fluorokuinolon, menurut laporan CDC, terjadi resistensi
6, 8%, isolat 9,4% tahun 2005, dan isolat 13,3% tahun 2006. Pada tahun 2006 saja, lebih dari 23%
sampel yang diuji oleh CDC adalah sangat resisten terhadap setidaknya satu atau beberapa kombinasi
obat ini. Selain memantau resistensi , CDC juga bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia
untuk memantau terjadinya resistensi yang muncul ditingkat global. Pasien yang terinfeksi
N.gonorrhoeae sering koinfeksi dengan C. trachomatis, temuan ini telah menyebabkan timbulnya
rekomendasi bahwa pasien yang diobati untuk infeksi gonokokal juga diobati dengan rejimen
pengobatan efektif untuk infeksi Klamidia. CDC merekomendasikan rejimen berikut untuk
pengobatan servisitis klamidia :

- Azitromisin 1 g oral dalam dosis tunggal

- Doksisiklin 100 mg oral 2x sehari selama 7 hari

Pasien-pasien ini juga harus diobati bersamaan untuk infeksi gonokokus di daerah dengan prevalensi
gonore tinggi atau jika individu berisiko tinggi. Pengobatan untuk servisitis 7

- Sefiksim 400 mg dosis tunggal

- Levofloksasin 500 mg dosis tunggal

- Kanamisin 2 g injeksi dosis tunggal

- Tiamfenikol 3,5 g peroral dosis tunggal


- Seftriakson 250 mg injeksi IM dosis tunggal

Prognosis

Infeksi akibat gonnorhea dapatdisembuhkan dengan terapi antibiotik. Komplikasi servisitis infeksi
yang tidak diobati tergantung patogennya. Infeksi gonnorhea yang tidak dapat diobati menyebabkan
Pelvic Inflammatory disease (PID) yang kemudian berakibat kepada infertilitas, nyeri pelvic kronis
dan kehamilan ektopik. Penyakit lain yang dapat timbul meliputi aborsi spontan, ruptur membran
prematur dan persalinan preterm.8

Pencegahan Penyakit

a. Jagalah kebersihan pribadi (personal hygine)


b. Setelah buang air besar keringkan genitalia eksternal dan perenium secara menyeluruh.
Bersihkan dari arah depan ke belakang setelah berkemih dan defekasi.
c. Ganti pembalut setiap 1-4 jam setiap hari
d. Kenali pasangan seksual (riwayat menderita PMS/infeksi genetalia) 1

Kesimpulan

Servisitis gonokokal adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis sevikalis dan juga merupakan
infeksi non spesifik dari serviks, erosi ringan (permukaan licin), erosi kapiler (permukaan kasar), erosi
folikuler (kistik) dan biasanya terjadi pada serviks bagian posterior. Servisitis dibagi atas servisitis
akuta dan kronika.

Daftar Pustaka

1. Talhari, S., Benzaquen, A., Orsi, A.T. 1997. Disease Presenting As Urethritis/Vaginitis:
Gonorrhoea, Chlamydia, Trichomoniasis, Candidiasis, Bacterial Vaginosis.
2. Fauci, et al. 2011. Harison’s Principles of Internal Mediciene, 18th Ed. McGraw-Hill: USA
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. IPD FKUI Pusat. Jakarta.
4. Bryan D. Cowan and David B.Seifer Lippincott. R. Clinical Reproductive Mediciene
Plubisher Philadelphia. 1997
5. Barbot J. Hysteroscopy and Hysterography Obstet Gyn Cloinical. Northt Am. 1995
6. Loetifa Dwi Rahariyani. 2008. Buku sjsr asuhan keperawatan dengan sisitem
integumen. Jakarta : EGC
7. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan medikal bedah edisi 8. Jakarta : EGC
8. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4.
Jakarta: FKUI; 2005. 119-22.

Anda mungkin juga menyukai