Anda di halaman 1dari 16

Diagnosis dan Panatalaksanaan Tinea Kruris

Yulita Hera
102011132 BP 1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11520 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
e-mail: yulitahera@yahoo.com

Skenario 1
Laki-laki berusia 30 tahun dating ke poliklinik dengan keluhan bercak coklat pada kedua lipatan
paha yang terasa gatal sejak 4 minggu yang lalu. Nonmedikamentosa

Abstracts
Tinea cruris is widespread, especially in the tropical area, there are many in the Indonesia.Tinea
cruris is a skin disease that is included in Dermatophytosis. Dermatophytosis is a superficial
mycosis caused by dermatophyte fungi categories, namely Tricophyton, Epidermophyton, and
Microsporum. In tinea cruris will be found existence efloresensi such as erythematous macules,
demarcated by more active edge. May consist of papules or pustules. Investigations to establish
the diagnosis of dermatophyte infection can be done by direct microscopic examination.
Predilection place on the skin in the inguinal region, on the inside and the perineum. Treatment
of dermatophyte infections usually respond well to topical antifungal within 2-4 weeks.
Keywords: Tinea cruris, Dermatophytosis, Mycosis superficial

Abstrak
Tinea kruris tersebar luas terutama di daerah beriklim tropis, banyak terdapat di Indonesia.Tinea
cruris merupakan salah satu dari penyakit kulit yang masuk dalam Dermatofitosis.
Dermatofitosis merupakan mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan
dermatofita, yaitu Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum. Pada tinea cruris akan
didapati adanya Efloresensi berupa Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi yang lebih

1
aktif. Dapat terdiri dari papula atau pustula. Investigasi untuk menegakkan diagnosis infeksi
dermatofita dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis secara langsung. Tempat
Predileksi mengenai kulit pada daerah inguinal, pada bagian dalam dan perineum. Pengobatan
infeksi dermatofita biasanya merespon baik terhadap antijamur topikal dalam waktu 2-4 minggu.

Kata Kunci : Tinea Cruris , Dermatofitosis , Mikosis Superficialis

Pendahuluan
Tinea cruris merupakan salah satu dari penyakit kulit yang masuk dalam golongan
Dermatofitosis. Dermatofitosis merupakan mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur
golongan dermatofita, antara lain Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum.
Berdasarkan bagian tubuh manusia yang diserang yaitu tinea kapitits (kulit dan rambut kepala),
tinea barbae (pada dagu dan jenggot), tinea kruris (daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan
kadang-kadang perut bagian bawah), tinea pedis et manum (kaki dan tangan), tinea ungulatum
(kuku jari tangan dan kaki), tinea korporis (bagian yang lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea).
Pada tinea kruris kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi terbatas tegas. Tinea
kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering di lihat di indonesia. 1
Untuk memperkuat dugaan tersebut, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang Tinea
cruris yaitu meliputi anamnesis , pemeriksaan fisik maupun penunjang , gejala klinis , working
diagnosis dan differential diagnosis , etiologi serta patofisiologi , penatalaksanaan hingga
prognosis dari penyakit infeksi jamur tersebut.

Anamnesis
Anamnesis merupakan deskripsi pasien tentang penyakit atau keluhannya, termasuk
alasan berobat. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap pasien.
Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (simptom)
dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam
menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah
pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.2
Anamnesis yang akurat sangat vital dalam menegakkan diagnosis yang tepat pada
kondisi-kondisi yang mengenai kulit. Terdapat sejumlah pertanyaan rutin yang harus diajukan

2
kepada semua pasien, misalnya pertanyaan tentang identitas ( nama , umur , alamat dan
pekerjaan ) , keluhan utama, keluhan penyerta,riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit
menahun, riwayat penyakit sekarang yang spesifik terhadap diagnosa sementara, riwayat
pengobatan dan riwayat social.2
Keluhan utama terkait masalah kulit tersering di antaranya adalah ruam, gatal, bengkak,
ulkus, perubahan warna kulit, bersisik ,keputihan , rasa baal dan pengamatan tak sengaja saat
pasien datang dengan keluhan utama kondisi medis lain.1,3
Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya ruam? Dimana letaknya? Sudah
berapa lama? Apakah terasa gatal? Adakah pemicu (misalnya pengobatan, makanan, sinar
matahari, dan alergen potensial)?. Dimana letak benjolan? Apakah terasa gatal? Apakah
berdarah? Apakah bentuk/ukuran/warnanya berubah? Adakah benjolan ditempat lain?.
Bagaimana perubahan warna yang terjadi (misalnya pigmentasi meningkat, ikterus, pucat)? 1,3
Adakah gejala penyerta yang menunjukan adanya kondisi medis sistemik (misalnya
penurunan berat bada, atralgia, dan lain-lain). Tanyakan juga pernahkan pasien mengalami
gangguan kulit, ruam, dan lain-lain? dan Apakah pasien memiliki alergi akan sesuatu. Riwayat
pemakaian obat yang lengkap penting bagi semua jenis pengobatan, baik obat resep atau
alternatif yang dimakan atau topikal. Pernahkah pasien menggunakan obat untuk penyakit kulit?
Pernahkan/apakah pasien menggunakan imunosupresan? Dan bagaimana efek yang timbulkan
obat tersebut , apakah hasilnya berkurang atau bahkan bertambah parah. 1,3
Untuk riwayat penyakit keluarga tanyakan apakah ada riwayat penyakit kulit atau atopi
dalam keluarga atau adakah orang lain di keluarga yang mengalami kelainan serupa. 3 Pada
Riwayat sosial , tanyakan bagaimana riwayat pekerjaan pasien; apakah terpapar sinar matahari,
alergen potensial, atau parasit kulit? Apakah menggunakan produk pembersih baru, hewan
peliharaan baru, dan lain-lain? Apakah pasien baru-baru ini berpergian ke luar negeri? Adakah
pajanan pada penyakit infeksi (misalnya cacar air).1,3

Hasil anamnesis :
Identitas diri : laki- laki ; Usia 30 tahun
Keluhan utama : Adanya bercak coklat pada lipatan paha yang gatal sejak 4 minggu yang
lalu. Keluhan gatal makin terasa bila berkeringat.
Riwayat Penyakit Sekarang : -
Riwayat pengobatan : -

3
Riwayat Penyakit Dahulu : -
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Riwayat social : -

Pemeriksaan fisik
Hasil temuan objektif adalah bersifat klinis (berarti kebanyakan melalui inspeksi,palpasi
dan dengan alat bantu sederhana seperti kaca pembesar ,gelas obyek dan sonde).Ini berguna
untuk mengindentifikasi perubahan pada kulit dan mukosa.perubahan dapat mengenai seluruh
tubuh (gambaran umum,misalnya warna kulit,tebal,turgor dan suhu) atau sirkumskripta pada
daerah kulit setempat. Pemeriksaan kulit dilakukan dengan cahaya yang cukup sementara pasien
berbaring terlentang. 4
Inspeksi 3
Dilihat apa saja kelainan kulit yang ditemukan dan tentukan distribusinya.
Asimetris, simetris, lokal atau meluas. Perhatikan morfologi apakah berupa eritema atau
urtikaria, merah dan bersisik (eksematosa, psoriasiform atau likenoid), vaskulitis,
vesikobulosa atau eritroderma ? Periksa tempat lain yang mungkin terkena. Lengkapi
dengan pemeriksaan pada kulit kepala, mata, tangan dan kuku, mulut, daerah anogenital
dan kaki.3 Tentukan perluasan (lokal, regional, generalisata atau universal) dan pola
distribusi (simetris atau asimetris, daerah pajanan, tempat tekanan, lipatan kulit atau
folikular). Apakah lokasi berhubungan dengan pakaian, pajanan sinar matahari ?
Bagaimana warna dan bentuk lesi (misalnya bulat, lonjong, poligonal, anular,
serpiginosa, bertangkai) ? Mendokumentasikan kelainan kulit dengan akurat sangat
penting dan bisa dibantu oleh foto.
Palpasi 3
Lakukan palpasi lesi untuk mengetahui suhu, mobilitas, nyeri tekan dan kedalaman.
Periksa adanya pembesaran kelenjar getah bening yang merupakan drainase.2

Pada tinea cruris akan didapati adanya Efloresensi berupa Makula eritematosa dan
kadang terdapat gambaran kecoklatan , berbatas tegas dengan tepi lebih aktif. Dapat terdiri dari
papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula
hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat
menimbulkan gambaran likenifikasi.3,4

4
Pemeriksaan penunjang
Investigasi untuk menegakkan diagnosis infeksi dermatofita dapat dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopis secara langsung. Diagnosis laboratorium dibuat berdasarkan
pemeriksaan langsung kerokan kulit, dan kuku dengan KOH 10-20% yang ditambah dengan 5%
gliserol kemudian dipanaskan pada suhu 51-54oC. KOH disini berfungsi sebagai zat yang
melisiskan sel kulit, kuku, dan rambut sehingga elemen jamur yang diinginkan terlihat jelas.
Penambahan zat warna seperti chlorazole black E atau tinta parker biru-hitam pada KOH
semakin mempermudah terlihatnya elemen jamur. Pada sediaan KOH dari kulit, kuku, dan
rambut, jamur tampak sebagai hifa berseptum dan bercabang. Hifa tersebut dapat membentuk
artrospora yang pada kuku dan rambut terlihat sebagai spora yang tersusun padat ( gambar 1 ). 1,5

Gambar 1. Gambaran mikroskop dengan KOH 10-20% .6

Pemeriksaan mikroskopis secara langsung memperlihatkan hifa yang panjang dan


bercabang yang merupakan karakteristik dari infeksi dermatofit tetapi tingkat spesifisitas dan
sensitivitas kurang.5
Pembiakan jamur dilakukan secara in vitro dengan menggunakan medium Sabouraud
Dextrose Agar (SDA) yang dibubuhi antibiotic dan disimpan pada suhu kamar. Spesies jamur
ditentukan oleh sifat koloni, hifa, dan spora yang dibentuk. SDA dapat digunakan untuk
menentukan karakteristik organisme secara makroskopis dan mikroskopis , merupakan diagnosis
dengan teknik yang spesifik, tetapi membutuhkan waktu yang lama.5

5
Diagnosis kerja
Diagnosis dapat ditegakkan sesuai dengan gejala klinis dan juga didapat dari anamnesa.
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan
ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung
seumur hidup ( gambar 2). Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas
ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. 1,3-5
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi terbatas tegas. Peradangan
pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk
yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak
hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea kruris
merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat diindonesia. 1

Gambar 2. Tinea cruris . 6

Pada tinea kruris organisme dapat terlihat pada preparat kalium hidroksida (KOH) dari
kerokan sisik bagian tepi yang meluas. Kultur jamur juga dapat membantu mengkonfirmasi
diagnosis. Tinea kruris tidak berfluoresensi di bawah sinar lampu wood. 5

Diagnosis banding
Dermatitis intertrigo
Dermatitis ialah kelainan kulit yang subyektif ditandai oleh rasa gatal dan secara klinis
terdiri atas ruam polimorfi yang umumnya berbatas tidak tegas. Gambaran klinisnya sesuai
dengan stadium penyakitnya. Intertrigo merupakan istilah umum untuk kelainan kulit di daerah

6
lipatan/intertriginosa, yang dapat berupa inflamasi maupun infeksi bakteri atau jamur ( gambar
3) . Sebagai faktor predisposisi ialah keringat/kelembaban, kegemukan, gesekan antar 2
permukaan kulit dan oklusi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali terjadi superinfeksi oleh
Candida albicans,. Mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan gesekan, panas, dan
maserasi dengan menjaga lipatan dingin dan kering. 7
Langkah-langkah ini dapat dicapai dengan menggunakan AC dan bubuk
penyerap( bedak) dan dengan mengekspos lipatan kulit ke udara. Kompres dengan larutan
Burow 1:40, , atau kantong teh basah sering efektif, terutama jika diikuti dengan mengipasi atau
dinginkan dengan pengeringan. Permukaan kulit di lipatan mendalam dapat dibiarkan terpisah
dengan kapas atau kain linen; Namun, pastikan untuk menghindari pakaian yang ketat, oklusif.
Apabila terjadi infeksi sekunder dapat diberikan formulasi yang mengandung zat protektif,
antimikroba, dan steroid topical. 7

Gambar 3 .Intertrigo . 8

Erytrasma
Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh
Corynebacterium minitussismum, merupakan batang gram + , yang merupakan flora normal
tubuh. ditandai lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak (paling sering )
dan lipat paha. Gejala klinis lesi berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa,
berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi
dan warna kulit penderita. 9

7
Tempat predileksi kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk.
Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginose. Lesi tidak menimbul dan
tidak terlihat vesikulasi. Efloresensi yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi
merupakan tanda khas dari eritrasma ( gambar 4). Skuama kering yang halus menutupi lesi dan
pada perabaan terasa berlemak. Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat
berfluoresensi merah membara (coral red) . 9

Gambar 4. Erytrasma . 9
Untuk pencegahan dapat dicuci dengan benzoyl peroxide , pemberian pengobatan topical
berupa imidazoles , benzoyl peroxide gel , erythromycin sol. Untuk sistemik berikan
erythromycin 250 mg selama 14 hari ( bila sudah melebar dan membandel ). 9

Kandidiasis intertriginosa
Gejala klinis Kanidiasis intertriginosa dapat menjadi suatu temuan yang tidak disengaja,
atau pasien dapat mengeluhkan nyeri, gatal, dan maserasi di regio yang terkena. Area tersebut
biasanya merah menyerupi daging sapi dan berbecak, dengan lesi satelit. Lesi tersebut sering
ditemukan pada aksila, lipat paha, dan lipatan inframamari atau panus. Ujung mulut (keilitis
angularis atau perleche) dan sela jari tangan dan jari kaki juga terinfeksi secara periodik.
Dermatitis popok dapat terjadi pada bayi dan pada orang berusia lanjut yang mengalami
inkontenesia. 10
Candida adalah flora normal, tetapi sifat patogenennya dapat dipermudah oleh
lingkungan mikro yang hangat dan lembap pada lipatan kulit. Regio intertriginosa mengalami

8
gesekan friksi kronik yang merusak epidermis dan memungkinkan terjadinya invasi kandida ke
jaringan (gambar 5 ). Penurunan resisten pejamu pada berusia lanjut, penyandang diabetes, atau
pasien dengan gangguan imun dapat meningkatkan kemungkinan infeksi. Faktor predisposisi
lainnya meliputi obesitas. Lingkungan hidup yang lembap, higigene yang buruk, penggunaan
antibiotik, kehamilan, trauma kulit, penggunaan steroid topikal, dan gangguan peradangan kulit
seperti psoriasis. Pustul dapat ditemukan intak seperti satelit-satelit. Maserasi kronik dapat
menyebabkan pembentukan fisura. 10

Gambar 5 . Kandidiasis intertriginosa. 11

Diagnosis klinis infeksi jamur dapat dikonfirmasi dengan preparat kalium hidroksida
(KOH) dari kerokan kulit memperlihatkan budding spora dan pseudohifa atau hifa sejati.
Penyakit kulit kandida mungkin tidak dapat dibedakan dari infeksi dermofita. 3,10
Komplikasi kandidiasis intertiginosa meliputi infeksi kandida persisten atau rekuren dan
superinfeksi bakteri, yang dapat disertai peningkatan resisten terhadap obat antimikroba azol.
Pada pasien dengan gangguan imun yang berat, kandidemia, kandidiosis sistemik dapat terjadi.10
Pasien harus dianjurkan untuk menjaga kulit agar tetap kering dengan bedak antijamur
dan menggunakan secara teratur pengering rambut, lampu, atau handuk. Pakaian yang ketat
harus dihindari. Pengobatan lokal meliputi penggunaan topikal salah satu krim azol atau
ciclopiroz olamin. Diflucan oral (flukonazol) dapat digunakan pada kasus yang berat atau jika
obat topikal tidak dapat digunakan dengan mudah pasien tertentu. 3,10

Psoriasis

9
Merupakan penyakit inflamasi kronis dan residif. Psoriasis menyerang 1-2 % penduduk
amerika serikat. Banyak pasien menyadari bahwa mereka membawa diagnosis psoriasis. Pasien
dapat datang dengan lesi kulit yang biasanya tersebar yang dapat gatal, bersisik atau nyeri. 12
Psoriasis disebabkan oleh gangguan autoimun. Limfosit T diaktifkan dalam berespon
terhadap rangsangan tak dikenal terkait dengan sel langerhans kulit. Pengaktifan sel T
menyebabkan pembentukan sitokin pro-inflamatori termasuk faktor nekrosis tumor alfa, dan
faktor pertumbuhan yang merangsang proliferasi sel abnormal dan pergantiannya. Waktu
pertukaran normal sel epidermis adalah sekitar 28-30 hari. Pada psoriasis, epidermis di bagian
yang terkena diganti setiap 3-4 hari. Pertukaran sel yang cepat ini menyebabkan peningkatkan
derajat metabolisme tersebut. Peningkatan aliran darah menimbulkan eritema. Pertukaran dan
proliferasi yang cepat tersebut menyebabkan terbentuknya sel-sel yang kurang matang. Trauma
ringan pada kulit dapat menimbulkan peradangan berlebihan sehingga epidermis menebal
terbentuklah plak. 12
Psoriasis yang paling sering ditemukan adalah psoriasis vulgaris, dan apabila mengenai
bagian lipatan paha disebut psoriasis inversa atau intertriginosa ( gambar 6 ).12

Gambar 6 . Psoriasis Inversa ( Intertriginosa ). 12

Faktor risiko psoriasis yaitu dari genetik untuk pembentukan psoriasis disertai peningkatan
insiden pada anggota keluarga. Faktor lingkungan termasuk trauma pada kulit, infeksi virus atau
bakteri, rokok dan stres dapat memperparah penyakit. 7

10
Gambaran klinis :7,12
Plak eritomatosa berbatas tegas ditutupi oleh skuama putih keperakan yang tebal
biasanya , terutama di lutut, suku, kulit kepala, dan lipatan kulit.
Lesi dapat timbul secara perlahan tanpa diketahui, awalnya satu atau dua lesi, lalu
bergabung menjadi banyak lesi
Sering dijumpai, pemisahan kuku dan nail pit
Gejala meningkat pada musim panas dan memburuk pada musim dingin.

Diagnosis dapat ditentukan apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya fenomena


tetesan lilin ( khas pada psoriasis , dimana apabila skuama pada lesi penderita kita gerus , maka
skuama tersebut akan berubah menjadi putih , seperti menggores pada lilin ), fenomena Auspitz
( pin point bleeding ) , dan fenomena Kobner. 7
Pada psoriasis vulgaris , bila berlanjut dapat berkomplikasi menjadi Psoriasis pustulosa,
eritrodema psoriatika dan arthritis psoriasis . Pengobatan topikal dengan Asam salisilat (salep
atau losion 2-6%) mengurangi lesi yang hiperkeratosis dan bersisik. Penggunaanya seringkali
digabungkan dengan tar batubara atau ditranol. Pasta tar batubata efektif namun penggunaanya
tidak menyenangkan. Sampo tar batubara bisa digunakan bagi lesi di kulit kepala, dan mandi tar
batubara jika lesi sangat luas. Kalsipotriol dan takalsitol adalah derivat vitamin D yang bisa
digunakan secara topikal untuk psoriasis ringan sampai sedang. 7
Pengobatan sistemik dapat diberikan Metrotrexat , Retinoid (derivat vitamin A)
digunakan bagi psoriasis yang berat dan resisten. Tazaroten , ataupun menggunakan biological
agent ( Etanercept, alefacept , efaluzimab).7,12

Etiologi
Sinonim dari tinea cruris yaitu eczema marginatum, gym itch, hobie itch, jock itch,
ringworm of the groin, tinea inguinalis. Merupakan penyakit kulit Dermatofitosis yang termasuk
dalam mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Jamur ini
mengeluarkan enzim keratinase sehingga mampu mencerna keratin pada kuku, rambut, dan
stratum korneum kulit. Berdasarkan sifat morfologi, jamur golongan dermatofita dikelompokkan
dalam 3 genus: Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum. 1,3,7

11
Pada tinea cruris, penyebabnya ialah Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes,
atau Epidermophyton floccosum. Penyakit ini lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada
perempuan.1,3,7

Epidemiologi
Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh jamur dermatofit
pada jaringan yang mengandung keratin , seperti stratum korneum, rambut dan kuku. Infeksi
jamur yang sering menyebabkan dermatofitosis adalah genus Trichophyton, Microsporum dan
Epidermophyton. Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton rubrum dan Microsporum canis
adalah agen penyebab tinea corporis dan tinea cruris paling sering. Infeksi Dermatofitosis
diperkirakan telah menyerang 20-25% dari populasi di seluruh dunia, dan insiden terus
meningkat. 1,3,5,7
Tinea kruris tersebar luas terutama di daerah beriklim tropis, banyak terdapat di
Indonesia. Infeksi umumnya terjadi pada laki-laki postpubertal, namun perempuan juga dapat
terkena. Penularan lebih mudah terjadi dalam lingkungan yang padat atau pada tempat dengan
pemakaian fasilitas bersama seperti asrama dan di rumah tahanan. Pemakaian baju ketat,
keringat, dan baju mandi yang lembap dalam waktu yang lama merupakan faktor predisposisi
tinea kruris. Faktor risiko yang lain adalah obesitas dan diabetes mellitus.5

Patofisiologi
Jamur golongan dermatofita selain mengeluarkan enzim keratinase yang mencerna
keratin, patogenitasnya juga meningkat karena produksi mannan yaitu suatu komponen dinding
sel yang bersifat immunoinhibitor. Mannan juga mempunyai kemampuan menghambat eliminasi
jamur oleh hospes dengan menekan kerja sel mediated immunity.1,3
Beberapa faktor didalam tubuh hospes juga memiliki peran dalam menghambat
patogenitas dari jamur dermatofita ini. Progesterone contohnya. Hormone ini dapat menghambat
pertumbuhan jamur golongan dermatofita, karena itulah insiden dermatofitosis lebih banyak
pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.1
Tinea cruris adalah infeksi umum pada daerah selangkangan, genital, daerah kemaluan,
perineum dan kulit daerah perianal. Secara klinis dapat ditemukan hanya tinea corporis atau tinea
cruris, tetapi juga dapat menemukan kedua. Penularan dapat melalui kontak langsung dengan
individu atau hewan yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda-benda yang mengandung

12
skuama yang terinfeksi. Pakaian tertutup dan kelembaban tinggi yang terkait dengan frekuensi
dan keparahan erupsi dermatofitosis. Sering juga terjadi karena adanya kaitan dengan tinea pedis
, dimana pasien menularkan dengan cara menggaruk bagian yang gatal pada kaki lalu
menggaruk bagian paha dalam sehingga jamur berpindah melalui kuku penderita. 1,3,7

Gejala Klinis
Predileksinya mengenai kulit pada daerah inguinal, pada bagian dalam dan perineum.
Gambaran klinik biasanya adalah lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri. Mula-mula lesi ini
berupa bercak eritematosa dan gatal, yang dapat menyebar karna tepi lesi yang aktif dari lipat
inguinal dan berkembang mengenai aspek anterior paha. Ruam juga dapat menyebar ke celah
anus. Tepi lesi aktif, polisiklis, ditutupi skuama dan kadang-kadang disertai dengan banyak
vesikel kecil-kecil. Tinea kruris berbatas tegas dan jarang mengenai skrotum. Kedua gambaran
1,3,5,7
ini yang membedakan penyakit ini dari kandidiasis. Tinea cruris yang muncul dalam bentuk
beberapa papula eritematosa berbatas tegas, dengan tepi yang lebih tinggi. Biasanya terasa gatal
atau nyeri dapat terjadi maserasi dan infeksi sekunder.5
Kelainan yang disebabkan oleh Tricophyton rubrum atau Epidermophyton floccosum
bersifat kronik dan relative tanpa peradangan. Lesi hanya tampak sebagai eritema ringan dengan
daerah tepi yang tampak tidak begitu aktif. Sedangkan kelainan oleh Tricophyton
mentagrophytes terlihat akut dengan peradangan. Bagian tepi lesi tampak aktif disertai vesikel
dan seringkali disertai rasa gatal yang hebat.1,3,5

Penatalaksanaan
Medika mentosa
Pengobatan infeksi dermatofita biasanya merespon baik terhadap antijamur topikal dalam
waktu 2-4 minggu. Jika pasien memiliki lesi yang luas atau gagal dengan pengobatan topikal,
preparat anti-jamur dapat diberikan secara oral, antara lain, griseofulvin, ketoconazole,
itraconazole dan terbinafine. 5
Dilaporkan pada satu kasus tinea corporis dan tinea cruris pada seorang pria berusia 54 tahun
yang disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes jenis granular yang merespon dengan baik
untuk ketoconazole oral dan topikal miconazole 2% krim.5
Antijamur topikal meliputi obat golongan azol, seperti klortimazol, ketokonazol, atau
mikonazol. Obat-obat tersebut memiliki spektrum aktivasi yang luas dengan cakupan beberapa

13
jamur gram-positif juga. Obat tersebut memerlukan pemakaian tiap hari dan tetap aktif di kulit
selama 1 minggu setelah pemakaian. Obat yang lebih baru seperti ciclopirox, butenaftin dan
haloprogin telah dicoba dengan hasil beragam. Mikostatin (nistatin) tidak ditemukan efektif pada
pengobatan tinea kruris. Pengobatan topikal tersebut harus mencangkup 2 cm melewati tepi lesi
yang terkena. Steroid topikal dapat digunakan sebagai tambahan pada kasus inflamasi berat.
Untuk pasien dengan penekanan sistem imun, pasien dengan penyakit yang luas, dan
pasien yang gagal diobati dengan pengobatan topikal, maka Ketokonazol, flukonazol,
itrakonazol, atau terbinafin dan Griseofulvin dapat diberikan per oral. Pemberian Flukonazole
150 once weekly for 2-4 weeks in an efficacious and safe regimen in the treatment of tinea
corporis and cruris.15 Pengobatan tinea pedis pada orang yang terkena tinea kruris diperlukan
untuk mencegah rekurens. 7, 5

Non Medika Mentosa


Manajemen non-medicamentosa dan pencegahan kekambuhan penyakit ini sangat
penting, seperti mengurangi faktor-faktor predisposisi, yaitu suhu, kelembaban dan oklusi
dengan menganjurkan memakai pakaian longgar dan bahan-bahan yang mudah menyerap
keringat, mengeringkan badan setelah mandi dan berkeringat, kehilangan berat badan jika
obesitas, dan mencuci pakaian yang terkontaminasi, mengobati juga infeksi jamur ditempat lain
misalnya pada tinea pedis . Jangan berbagi handuk dengan orang lain dan cucilah handuk
sesering mungkin, dan Jauhkan handuk penderita ketika memiliki infeksi jamur kulit untuk
mengurangi kemungkinan menularkan infeksi jamur kepada orang lain.3

Komplikasi klinis
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada infeksi
jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.Komplikasi klinis jarang
terjadi, tetapi superinfeksi area oleh bakteri penyebab selulitis dapat terjadi. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada orang dengan gangguan imun. 1,3,5,7

Prognosis
Dengan penatalaksanaan yang tepat , prognosis baik . Asalkan pasien tetap menjaga
kelembapan dan kebersihan pasca terapi . 3

14
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa Tinea kruris merupakan suatu
penyakit kulit yang termasuk dalam kelompok dermatofitosis yang merupakan golongan
mikosis superficialis , yang disebabakan oleh Jamur Dermatofita . Memiliki gejala klinis berupa
lesi dengan efluoresensi tertentu pada daerah lipatan paha yang disertai gatal. Lesi bersifat aktif
pada bagian pinggir dengan sedikit squama . Dapat diobati dengan antijamur topikal maupun
secara oral . dengan demikian maka hipotesis dapat diterima.

Daftar pustaka
1 Mulyati , Sjarifuddin PK , Susilo J. Dermatofitosis .Dalam : Sutanto I, Ismid IS,
Sjarifuddin PK , Sungkar S (ed). Buku ajar parasitologi kedokteran . Edisi 4. Jakarta :
Badan Penerbit FK UI ;2013 .h. 319-24
2 Supartondo, Setiyohadi B : Anamnesis . Dalam . AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M
, Setiati S ( Editors). Buku ajar ilmu penyakil dalam. Jilid 1 .Edisi 5. Jakarta : Interna
Publishing ;2009.h.25-8.
3 Budimulja U. Morfologi dan cara membuat diagnosis . Dalam : Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S (editor). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke 6 .Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2013.h. 34-5.
4 Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta:
Erlangga;2007.h.1815-6.
5 Risdianto A, Kadir D, Amin S. Tinea corporis and tinea cruris caused by trichophyton
mentagophytes type granular in asthma bronchiale patient. Department of
Dermatovenereology Medical Faculty of Hasanuddin University . Di unduh dari :
journal.unhas.ac.id/index.php/ijdv/article/download/663/563 , 15 Februari 2017.
6 Gambar diunduh dari : www.medicaljournals.se , 15 Februari 2017
7 Mistiaen P, Poot E, Hickox S, Jochems C, Wagner C. Preventing and treating intertrigo in
the large skin folds of adults: a literature overview. Dermatol Nurs. Feb 2004;16(1):43-6,
49-57
8 Gambar diunduh dari : http://www.dermnet.com/images/intertrigo/picture/10601, 15
Februari 2017
9 Graham-Brown R , Burns T . Dermatologi . Jakarta : Penerbit Erlangga ; 2005.h. 21-2,
33-4.

15
10 Siregar RS. Penyakit jamur kulit. Edisi ke-2 . Jakarta : EGC ; 2004 .h.50-1
11 Gambar diunduh dari : http://derma.freehostia.com/42_dermatitis_intertriginos.php, 15
Februari 2017
12 Gudjonson JE, Elder JT. Psoriasis. In : Goldsmith LA , Katz SI , Gilchrest BA , Paller
AS , Leffel DJ , Wolff K . Fitzpatricks dermatology in general medicine . 7 th Edition .
New York : McGraw-Hill Company ; 2008. h. 192-3

16

Anda mungkin juga menyukai