Anda di halaman 1dari 20

Pemeriksaan Forensik pada Kasus Penemuan Jenazah Perempuan

Maria Marsela Palendeng

102016066

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone: (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731

Email : maria.2016fk066@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Kematian merupakan keadaan fitrah dalam kehidupan manusia. Seseorang dinyatakan


mati apabila fungsi sistem jantung, sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah berhenti
secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan. Kematian dapat
terjadi secara perlahan menurut alamiah penyakitnya namun dapat pula terjadi secara
mendadak. Kematian mendadak adalah suatu proses yang berhubungan terhadap waktu
kematian yang seketika pada suatu kejadian atau peristiwa Kematian mendadak dapat
disebabkan karena beberapa hal salah satunya akibat penyakit pada jantung dan pembuluh
darah. Penyakit jantung dan pembuluh darah menempati urutan pertama sebagai penyebab
kematian mendadak. Kasus ini adalah kasus kematian mendadak kardiovaskuler yang kerap
terjadi. Pemeriksaan forensik pada kasus kematian mendadak diperlukan untuk
menyingkirkan adanya tindak pidana. Pemeriksaan terbaik adalah dengan melakukan
autopsy, bila autopsi tidak dilakukan maka penyakit alamiah tidak dapat diketahui. Aspek
medikolegal pada kasus ini adalah suatu kematian akibat penyakit alamiah yang diderita
selama hidupnya, dengan tidak ditemukannya tanda -tanda kekerasan maupun keracunan

Kata kunci : forensik, kematian mendadak, autopsi

Abstract

Death is a state of fitrah in human life. A person is declared dead if the function of
the heart, circulation and respiratory system is proven to have stopped permanently, or if the
brain stem death has been proven.1 Death can occur slowly according to the nature of the
disease but can also occur suddenly. Sudden death is a process that relates to the time of
instant death on an event or event. Sudden death can be caused by several things, one of
which is due to diseases of the heart and blood vessels. Heart and blood vessel disease ranks
first as a cause of sudden death. This case is a case of sudden cardiovascular death that often
occurs. Forensic examination in cases of sudden death is needed to rule out a crime. The best
examination is to do an autopsy, if the autopsy is not done then natural diseases cannot be

1
known. The medicolegal aspect in this case is a death from natural diseases suffered during
his life, with no signs of violence or poisoning being found.

Keywords: forensic, sudden death, autopsy.

Pendahuluan
Fungsi utama dari proses peradilan pidana adalah untuk mencari kebenaran sejauh
yang dapat dicapai oleh manusia dan tanpa harus mengorbankan hak-hak dari tersangka.
Yang bersalah akan dinyatakan bersalah dan yang memang tidak bersalah akan dinyatakan
tidak bersalah.1
Sudah merupakan kenyataan yang universal sifatnya bahwa manusia itu dapat
membuat kesalahan-kesalahan dalam hal persepsi dan ingatan. Sudah diketahui pula bahwa
manusia itu mempunyai kerentanan terhadap pengaruh-pengaruh dari luar yang bersifat
sugestif.1
Baik Undang-Undang atau peraturan tidak dapat berbuat apa-apa untuk memperbaiki
persepsi, daya konsentrasi dan ingatan seseorang yang kebetulan menjadi saksi dalam suatu
perkara criminal, akan tetapi Undang-Undang atau peraturan tersebut harus memakai saksi itu
bersedia.1
Semua alat-alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana yang berlaku
mempunyai kekuatan hokum yang sama. Permasalahannya terletak pada sejauh mana alat-
alat bukti yang sah itu berguna dan dapat membantu dalam proses peradilan pada umumnya
dan khususnya dalam proses penyidikan.1
Untuk dapat mengetahui dan dapat membantu dalam proses penyidikan, maka dalam
perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia diperlukan
pengetahuan khusus, yaitu ilmu kedokteran forensik.1
Proses penegakan hukum dan keadilan adalah merupakan suatu usaha ilmiah dan
bukan sekedar common-sense, non-scientific belaka. Dengan demikian, dalam perkara pidana
yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan pengetahuan
ilmu kedokteran forensik yang dimilikinya sebagaimana yang tertuang dalam Visum et
Repertum yang dibuatnya mutlak diperlukan.1
Selain bantuan ilmu kedokteran forensik tersebut tertuang di dalam bentuk Visum et
Repertum, maka bantuan dokter dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat
diperlukan di dalam upaya mencari kejelasan dan kebenaran materiil yang selengkap-
lengkapnya tentang suatu perbuatan tindak pidana yang telah terjadi sehingga dengan
2
demikian proses penegakan hukumdan keadilan yang merupakan suatu usaha ilmiah dan
bukan sekedar common-sense, non-scientific baru dapat diwujudkan.1

Prosedur medikolegal
I. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan

Pasal 133 KUHAP

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.

(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan
pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.1

Penjelasan Pasal 133 KUHAP

(2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman
disebut keterangan.1

Pasal 179 KUHAP

(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.1

3
II. Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannnya.1
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.1

Pasal 186 KUHAP

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.1

Pasal 180 KUHAP

(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu.1

4
III.Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter

Pasal 216 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan
jabatan umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah
sepertiga.1

Pasal 222 KUHP

Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan


pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.1

Pasal 224 KUHP

Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau
jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-
undang ia harus melakukannnya:

1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9


bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6
bulan.1

5
Pasal 522 KUHP

Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa,
tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak
sembilan ratus rupiah.1

Aspek Hukum

Dalam aspek hukum digolongkan dalam perkara pembunuhan atau penganiayaan.1

Kejahatan terhadap tubuh dan jiwa manusia.

Pasal 170

(1) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan


terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
enam bulan.
(2) Yang bersalah diancam :
a) Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika dengan sengaja
menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan
mengakibatkan luka-luka.
b) Dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, jika kekerasan
mengakibatkan luka berat.
c) Dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan
mengakibatkan maut.
(3) Pasal 89 tidak berlaku bagi pasal ini.1

Pasal 338

Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.1

Pasal 339

Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana yang dilakukan
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya atau untuk
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan,
ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum,

6
diancam pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun. 1

Pasal 340

Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.1

Pasal 351

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara plaing lama 5 tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.1

Pasal 353

(1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9
tahun.1

Pasal 354

(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama sepuluh tahun.1

Pasal 355

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama 12 tahun.

7
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama 15tahun.1

Thanatologi

Thanatologi merupakan ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan


kematian yaitu: definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi
kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.

Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulai dan
respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat
yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi
kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah
kematian batang otak.

Waktu kematian

Faktor-faktor yang digunakan untuk memperkirakan saat terjadinya kematian adalah:

1. Livor mortis (lebam jenazah)

Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian
akibat berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . Eritrosit akan menempati bagian
terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. Muncul pada menit ke-30
sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam.
Lebam jenazah normal berwarna merah keunguan. Tetapi pada keracunan sianaida (CN) dan
karbon monoksida (CO) akan berwarna merah cerah (cherry red).

2. Rigor mortis (kaku jenazah)


Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk
memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat
kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan
menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2
jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem.
Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada
lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume
otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor
mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh
persendian tubuh.

Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah:

8
1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap
sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang
hebat sesaat sebelum mati.

2. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga
serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan
dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.

3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot.

3. Body temperature (suhu badan)


Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan ke
benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. Bila
suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun
lebih cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.
Perkiraan saat kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu jenazah perrektal (Rectal
Temperature/RT). Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus PMI (Post Mortem
Interval) berikut:
Formula untuk suhu dalam o Celcius  PMI = 37 o C-RT o C +3

4. Degree of decomposition (derajat pembusukan)


Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan
kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah
sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti
HCN, H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan. Akibat proses
pembusukan rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata melotot, kelopak mata
membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu
lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah
penyakit infeksi maka pembusukan berlangsung lebih cepat.

5. Stomach Content (isi lambung)


Pengosongan lambung dapat dijadikan salah satu petunjuk mengenai saat kematian.
Karena makanan tertentu akan membutuhkan waktu spesifik untuk dicerna dan dikosongkan
dari lambung. Misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan besar
membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna.

6. Insect activity (aktivitas serangga)


Aktivitas serangga juga dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian yaitu
dengan menentukan umur serangga yang biasa ditemukan pada jenazah. Necrophagus species
akan memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit akan memakan
serangga Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh
maupun serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari

9
postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang
akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.

Identifikasi Forensik
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun
mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi juga diartikan
sebagai suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah ciri yang ada
pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan bahwa orang itu apakah
sama dengan orang yang  hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri
itu. Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang
ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.4,5

Menentukan identitas korban seperti halnya identitas pada tersangka pelaku kejahatan
merupakan bagian yang terpenting dari penyidikan. Dengan dapat ditentukannya identitas
dengan tepat dapat dihindari kekeliruan dalam proses peradilan yang dapat berakibat fatal.
Penentuan identitas korban dilakukan dengan memakai metode identifikasi sebagai berikut:4,5
 Visual
Termasuk metode yang sederhana dan mudah dikerjakan yaitu dengan
memperlihatkan tubuh terutama wajah korban kepada pihak keluarga, metode ini akan
memberi hasil jika keadaan mayat tidak rusak berat dan tidak dalam keadaan busuk
lanjut.4
 Dokumen
KTP, SIM, kartu pelajar, dan tanda pengenal lainnya merupakan sarana yang
dapat dipakai untuk menetukan identitas. Dokumen yang ada di dalam saku seorang
laki-laki lebih bermakna bisa dibandingkan dengan dokumen yang berada dalam tas
seorang wanita, terutama pada kasus kecelakaan massal sehingga tas yang dipegang
dapat terlempat dan sampai ke dekat tubuh wanita lainnya. Hal mana tidak terjadi
pada laki-laki yang mempunyai kebiasaan menyimpan dokumen dalam sakunya. 4,5
 Perhiasan
Merupakan metode identifikasi yang baik, walupun tubuh korban telah rusak
atau hangus. Inisial yang tedapat pada cincin dapat memberikan informasi siapa si
pemberi cincin tersebut, dengan demikian dapat diketahui pula identitas korban,
Dalam penentuan identifikasi dengan metode ini tidak jarang diperlukan keahlian dari
seorang yang memang ahli di bidang tersebut. 4,5

10
 Pakaian
Pencatatan yang baik dan teliti dari pakaian yang dikenakan korban seperti
model, bahan yang dipakai, merek penjahit, label binatu dapat merupakan petunjuk
siapa pemilik pakaian tersebut dan tentunya identitas korban. 4
 Identifikasi Medis
Merupakan metode identifikasi yang selalu dapat dipakai dan mempunyai nilai
tinggi dalam hal ketepatannya terutama jika korban memiliki status medis (medical
record, ante-mortem record), yang baik. Metode ini menggunakan data umum dan
data khusus. Data umum meliputi tinggi badan, perkiraan umur, berat badan, rambut,
mata, hidung, gigi dan sejenisnya. Data khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan
parut, cacat kongenital, bekas operasi, tumor dan sejenisnya. Metode ini mempunyai
nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai
cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga ketepatan nya
cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode
identifikasi ini. Melalui identifikasi medik diperoleh data tentang jenis kelamin, ras,
perkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.4,5
 Gigi (odontologi)
Sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi ahli forensik, akan tetapi dalam
prakteknya hampir semuanya pemeriksaan dilakukan oleh dokter ahli ilmu kedokteran
forensik khususnya patologi Forensik. 4,5
Melihat sifat khusus dari gigi yaitu ketahanan serta tidak ada kesamaan bentuk
gigi pada setiap manusia, pemeriksaan ini mempunyai nilai tinggi seperti halnya sidik
jari, khususnya jika keadaan mayat telah busuk/ rusak dan terutama bila ada ante-
mortem record. Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan
rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan
pencetakan gigi dan rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk,
susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Seperti hal nya dengan sidik jari,
maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian dapat
dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data
pembanding antemortem.4,5
 Sidik jari

11
Sidik jari atau finger prints dapat menentukan identitas secara pasti oleh
karena sifat kekhususannya yaitu pada setiap orang akan berbeda walaupun pada
kasus saudara kembar satu telur. Keterbatasannya hanyalah cepat rusak/
membusuknya tubuh. Penggunaan sidik jari untuk memnetukan identitas seseorang
tentunya baru dapat bila orang tersebut sebelumnya sudah diambil sidik jarinya. Akan
tetapi walaupun datanya tidak ada pengambilan sidik jari pada korban tetap
bermanfaat yaitu dengan membandingkan sidik jari yang mungkin tertinggal pada
alat-alat yang di rumah korban (latent print).
Sedangkan pada kasus pembunuhan latent print yang ada pada senjata dapat
membuat si pelaku kejahatan tidak dapat mungkir atau mengelak dari tuduhan bahwa
ia telah melakukan pembunuhan.4,5
 Serologi
Prinsipnya ialah dengan menentukan golongan darah, dimana pada umumnya
golongan darah seseorang dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani, dan
cairan tubuh lainnya. Pemeriksaan serologik betujuan untuk menentukan golongan
darah jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat
dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang. Saat ini telah dapat dilakukan
pemeriksaan sidik DNA yang akurasinya sangat tinggi.5
Cara Kematian, mekanisme dan penyebab kematian
 Sebab kematian adalah penyakit atau luka cedera yang bertanggung jawab atas
terjadinya kematian. Pada kasus ini penyebab kematiannya adalah
atherosclerosis dimana terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah jantung.
 Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologis dana tau biokimiawi yang
ditimbulkan oleh penyebab kematian sedemikian rupa sehingga seseorang
tidak dapat terus hidup. Pada kasus ini mekanisme kematiannya adalah
miokard infark akut (MCI), dimana MCI adalah kondisi yang ditimbulkan
akibat adanya sumbatan pada pembuluh darah jantung sehingga kurangnya
distribusi oksigen dan nutrisi bagi jantung yang akan menyebabkan kerusakan
jaringan atau kematian otot jantung.
 Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab
kematian. Pada kasus ini cara kematian korban adalah kematian mendadak
yang dapat diartikan sebagai kematian yang datangnya tidak terduga dan tidak

12
diharapkan, dengan batasan waktu kurang dari 48 jam sejak timbul dari gejala
pertama.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah

Darah merupakan cairan tubuh yang paling penting karena merupakan cairan biologic
dengan sifat-sifat potensial yang spesifik untuk golongan manusia tertentu. Tujuan utama
pemeriksaan darah forensic adalah untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut,
dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP pada objek, manusia dengan
darah korban atau darah tersangka pelaku kejahatan. Dari bercak yang dicurigai harus
dibuktikan bahwa bercak tersebut benar darah, darah dari manusia atau hewan, apabila dari
manusia cari golongan darah, darah menstruasi atau bukan.4

a.   Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi dari sel-sel darah merah.
Namun cara ini tidak dapat dilakukan apabila sel darah merah telah mengalami
kerusakan. Cara ini dilakukan dengan membuat sediaan hapus menggunakan
pewarnaan Wright atau Giemsa, dari kedua sediaan tersebut bisa dilihat bentuk dan
inti sel darah merah serta sel leukosit berinti banyak. Bila ditemukan drum stick
dalam jumlah lebih dari 0,05% dapat dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari
seorang wanita. 4

Pemeriksaan mikroskopik terhadap kedua sediaan tersebut dapat menentukan


kelas dan bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia memiliki sel darah merah
berbentuk cakram dan tidak berinti, kecuali golongan unta dengan sel darah merah
berbentuk oval atau elips tetapi tidak berinti. Sedangkan kelas-kelas lainnya
berbentuk oval atau elips dan berinti.4

b.   Pemeriksaan kimiawi

Cara ini dilakukan apabila sel darah merah dalam keadaan rusak sehingga
pemeriksaan mikroskopik tidak bermanfaat lagi. Pemeriksaan kimiawi terdiri dari
pemeriksaan penyaring darah dan pemeriksaan penentuan darah. Pemeriksaan
penyaring darah, yang biasa dilakukan adalah reaksi benzidin yang menggunakan

13
reagen larutan jenuh kristal benzindin dalam asam asetat glacial dan pemeriksaan
penyaring dengan reaksi fenoftalin dengan reagen fenoftalin 2gr + 100ml NaOH 20%
yang dipanaskan dengan biji-biji zinc. 4

Hasil positif pada reaksi benzidin adalah terbentuknya warna biru gelap,
sedangkan pada reaksi fenoftalin timbul warna merah muda. Apabila hasil negative
pada kedua reaksi tersebut dipastikan bahwa bercak tersebut bukan darah. Apabila
positif maka bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut.4

Pemeriksaan penentuan darah, berdasarkan pigmen atau kristal hematin


(hemin) dan hemokhromogen. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah reaksi
teichman dan reaksi wagenaar hasil postif pada reaksi teichman dinyatakan dengan
Kristal hemin HCl yang berbentuk batang berwarna coklat terlihat dengan mikroskop.
Sedangkan hasil positif pada reaksi wagenaar adanya Kristal aseton nemin berbentuk
batang berwarna coklat. Hasil yang negatif selain menyatakan bahwa bercak tersebut
bukan darah juga dapat dijumpai pada bercak darah yang struktur kimianya telah
rusak.4

Pemeriksaan histopatologik jantung


Imunohistokimia
            Selama bertahun-tahun  berbagai teknik pewarnaan dilakukan untuk mencoba
mengidentifikasi gambaran histopatologi infark miokard dini yang tidak dapat dilihat dengan
pewarnaan H&E. Untuk melihat kolagen dapat dipakai pewarnaan khusus Masson's
trichrome.
            Saat ini dikembangkan teknik pemeriksaan imunohistokimia untuk melihat ekspresi
komponen komplemen C9 dan troponin T dengan reaksi antigen-antibodi. Secara normal
(non hipoksia) otot jantung kurang mengekspresikan C9, tetapi pada keadaan hipoksia
menunjukkan ekspresi positif pada penanda ini.
            Pada tahun 1996 berdasarkan studi Doran di England terhadap 25 kasus otopsi yang
diduga dengan infark miokard dan menderita infark miokard (kelompok pertama) dan 25
kasus tanpa dugaan dengan infark miokard (kelompok kedua). 24 dari 25 kasus kelompok
pertama menunjukkan ekspresi positif terhadap C9, 16 kasus dapat dideteksi dengan
pewarnaan H&E ( > 24 jam premortem) dan 8 kasus dengan gambaran klinik < 8 jam. Pada

14
25 kontrol (kelompok kedua)  tidak menunjukkan perubahan pada pewarnaaan H&E dan 3
kasus dengan C9 positif.4

Gambar 1. Pewarnaan khusus Masson's trichrome.4

Interpertasi hasil Temuan


Pada pemeriksaan wanita berumur 73 tahun ditemukan luka lecet pada lengan bawah
kanan dan kiri : terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang
memiliki permukaan kasar atau runcing. Misalnya pada kejadian kecelakaan lalu lintas,
akibat jatuh atau terbentur jalanan. Pada telapak tangan kiri ditemukan luka terbuka tepi tidak
rata berukuran 4x3 cm : luka terbuka karena benda tumpul , biasanya tepi tidak rata khasnya
didapatkan ada jembatan jaringan pada luka. Pada Apex dan otot jantung ditemukan resapan
darah yang menjadi tanda makro pada miokard infark akut. Pada pembuluh coroner jantung
ditemukan penebalan (atherosclerosis) sebesar 80% diperkirakan terjadi penyumbatan pada
pembuluh darah jantung sehingga terjadi serangan jantung.
Visum et Repertum
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik
yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati,
ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah
sumpah untuk kepentingan peradilan.
Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat
dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan
tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal 120,
179 dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan

15
meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan
dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan.4,5

Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu:


1. Visum et Repertum Perlukaan atau Keracunan
2. Visum et Repertum Kejahatan Susila
3. Visum et Repertum Jenazah
4. Visum et Repertum Psikiatrik.

Tiga jenis visum yang pertama adalah Visum et Repertum mengenai tubuh atau raga
manusia yang berstatus sebagai korban, sedangkan jenis keempat adalah mengenai mental
atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana. Visum et
Repertum perlukaan, kejahatan susila dan keracunan serta Visum et Repertum psikiatri
adalah visum untuk manusia yang masih hidup sedangkan Visum et Repertum jenazah adalah
untuk korban yang sudah meninggal. Keempat jenis visum tersebut dapat dibuat oleh dokter
yang mampu, namun sebaiknya untuk Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter
spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.
Meskipun tidak ada keseragaman format, namun pada umumnya Visum et Repertum
memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Pembukaan:
 Kata “Pro Justisia” artinya untuk peradilan
 Tidak dikenakan materai
 Kerahasiaan
2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi:
 Identitas penyidik (peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat
Pembantu Letnan Dua)
 Identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti
 Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa
 Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik)
 Identitas saat/waktu dan tempat pemeriksaan
3. Pelaporan/inti isi:
 Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa)

16
 Semua pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat
dan diketahui langsung ditulis apa adanya (A-Z)
4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai
dengan pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis.
5. Penutup: landasannya Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no. 8 tahun 1981 dan
LN no. 350 tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan
kejujuran tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum
tersebut.4,5

Kesimpulan

Kasus ini adalah kasus kematian mendadak kardiovaskuler yang kerap terjadi.
Pemeriksaan forensik pada kasus kematian mendadak diperlukan untuk menyingkirkan adanya
tindak pidana. Pemeriksaan terbaik adalah dengan melakukan autopsy, bila autopsi tidak
dilakukan maka penyakit alamiah tidak dapat diketahui. Aspek medikolegal pada kasus ini adalah
suatu kematian akibat penyakit alamiah yang diderita selama hidupnya, dengan tidak
ditemukannya tanda -tanda kekerasan maupun keracunan

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

RS CIPTO MANGUNKUSUMO

Nomor : 009/VER/I/2010 Jakarta, 20 April


2010

Perihal : Hasil pemeriksaan terhadap beberapa jaringan

Lampiran :-

PRO JUSTITIA

VISUM ET REPERTUM

17
Saya yang bertanda tangan dibawah ini Dr. X , dokter pada Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, menerangkan bahwa berdasarkan permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian
Sektor Polda Metro Jaya tertanggal 20 April 2010 no 009/VER/I/2010, maka pada tanggal 20
April dua ribu sepuluh, pukul lima belas Waktu Indonesia Bagian Barat, bertempat di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo, telah dilakukan pemeriksaan terhadap jaringan dengan no
regristrasi 0088121, yang menurut surat tersebut
adalah:-------------------------------------------------------------------------------------

Nama :
------------------------------------------------------------------------------------------------

Umur : 73
tahun------------------------------------------------------------------------------------------------

Jenis kelamin :
perempuan------------------------------------------------------------------------------------

Bangsa :
-----------------------------------------------------------------------------------------------

Agama :
-----------------------------------------------------------------------------------------------

Pekerjaan :
-----------------------------------------------------------------------------------------------

Alamat :
------------------------------------------------------------------------------------------------

HASIL
PEMERIKSAAN--------------------------------------------------------------------------------------

1. Ditemukan luka lecet pada lengan bawah kanan dan kiri ---------------------------------
2. Pada telapak tangan kiri ditemukan luka terbuka tepi tidak rata berukuran 4x3
cm-----------------------------
3. Pada Apex dan otot jantung ditemukan resapan darah------------------------------------
4. Pada pembuluh coroner jantung ditemukan penebalan (atherosclerosis) sebesar
80%-----------------------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN

18
sebab mati korban adalah sumbatan pada pembuluh darah jantung, mekanisme kematianya
adalah acute miocard infark, sedangkan cara kematian korban adalah kematian
mendadak(sudden death)
--------------------------------------------------------------------------------------------------

...............................................................................................................

Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan


keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
(KUHAP)---------------------------------------------------------------------------------------

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Bagian


Kedokteran Forensik FK UI;1994.h.11-6, 37-9.
2. Budiyanto A,Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Idries AM, Sidhi. Ilmu
kedokteran forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FK UI;1997.h.25-43.
3. Staf Pengajar Bagian Forensik. Teknik autopsi forensik. Edisi ke-4. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FK UI;2000.h.1-20, 56-62.
4. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses
penyidikan. Jakarta: Sagung Seto;2008.h.1-52.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Kapita selekta
kedokteran. Edisi ke-3. Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius;2000.h.171-82.

20

Anda mungkin juga menyukai