Anda di halaman 1dari 5

1

PENGANTAR ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

Sudjari Solichin
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

PENDAHULUAN
Dalam menyelesaikan suatu perkara, terutama perkara pidana, tidak jarang pihak
penegak hukum yaitu polisi, jaksa, hakim dan penasihat hukum akan membutuhkan
bantuan dari para ahli dalam bidang pengetahuannya masing-masing.
Bila bantuan itu berhubungan dengan pengetahuan kedokteran, maka sudah
selayaknya bahwa yang diminta bantuannya itu adalah seorang dokter. Oleh karena itu
dalam dunia kedokteran terdapat cabang spesialisasi yang dikenal sebagai Ilmu
Kedokteran Forensik. Dengan demikian ilmu kedokteran forensik bertujuan
memberikan bantuan dalam hal pengetahuan kedokteran untuk kepentingan peradilan.
Seorang dokter dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, suatu waktu dapat
diminta bantuannya oleh penegak hukum. Karena itu maka sangat baik jika dokter
mengetahui tentang tatalaksana penyidikan perkara pidana, mulai dari saat penyidikan
sampai hakim menjatuhkan putusan.
Tatalaksana penyidikan perkara pidana dilakukan dalam tiga tahap:
- Tahap I : Penyidikan oleh penyidik (polisi sebagai penyidik tunggal)
- Tahap II : Penuntutan oleh penuntut umum (jaksa)
- Tahap III : Pemeriksaan di sidang pengadilan ( hakim)
Bantuan yang dapat diberikan oleh dokter dalam perkara pidana meliputi:
1. Memberikan keterangan, pendapat serta nasehat sejak pada penyidikan
pertama sampai pada sidang pengadilan.
2. Melakukan pekerjaan teknis yaitu:
a. Melakukan pemeriksaan pertama di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
b. Melakukan pemeriksaan terhadap korban hidup
c. Melakukan peneriksaan terhadap tersangka
d. Melakukan pemeriksaan terhadap korban yang meninggal
e. Memimpin penggalian jenazah untuk kepantingan peradilan
f. Melakukan pemeriksaan terhadap benda-benda yang berasal atau diduga
berasal dari tubuh manusia.

PEMERIKSAAN DI TKP
Seorang dokter dapat diminta bantuannya oleh polisi untuk datang ke tempat
terjadinya kejahatan. Dalam hal ini dokter datang bersama-sama dengan petugas
kepolisian ke tempat kejadian perkara.
Tugas dokter setelah tiba di tempat kejadian perkara adalah:
a. Menentukan korban hidup atau sudah meninggal.
Bila korban masih hidup maka dokter harus berusaha dengan segala daya
upaya untuk menyelamatkan jiwa korban. Sebaliknya bila korban telah
meninggal dan letaknya sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
kelancaran lalu lintas, maka janganlah sekali-kali memindahkan atau
mengubah posisi tubuh korban sebelum selesai pemeriksaan dilakukan.

Pengantar Ilmu Kedokteran Forensik


2

b. Membuat perkiraan mengenai saat kematian korban.


Apabila korban meninggal di hadapan saksi-saksi, maka saat kematiannya
sudah dipastikan. Sebaliknya bila korban ditemukan sudah meninggal, maka
dokter harus dapat menentukan saat kematian korban yang mendekati
ketepatan. Jelas bahwa saat kematian korban dalam hal ini harus terletak
antara saat terakhir korban terlihat hidup sampai saat korban ditemukan
sudah meninggal. Dalam hal ini dokter perlu memperhatikan adanya
perubahan-perubahan post mortem yang terdapat pada tubuh korban saat itu
juga, sebab pada saat itulah perubahan-perubahan tersebut penting artinya
sebagai petunjuk berapa lama korban telah meninggal
c. Menentukan cara kematian.
Apakah korban meninggal secara wajar atau tidak wajar. Bila korban
meninggal secara tidak wajar maka sedapat mungkin perlu ditemukan
apakah akibat suatu pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan.
d. Menentukan sebab akibat luka.
Membantu penyidik di TKP untuk menentukan benda apakah yang
menyebabkan luka di tubuh korban. Jika luka di tubuh korban menunjukkan
akibat persentuhan tajam, maka dapat disimpulkan bahwa benda yang
menyebabkan luka tersebut adalah benda tajam. Dengan informasi tersebut
maka penyidik dalam penyidikannya akan lebih fokus pada benda-benda
tajam yang mungkin ditemukan di TKP.
e. Membantu mencari dan mengumpulkan barang bukti
Contoh: sisa racun yang belum terminum, bercak darah atau noda sperma

Apabila pemeriksaan di TKP sudah selesai, barulah jenazah boleh dibawa ke


rumah sakit dengan disertai:
1. Surat Permintaan Visum et Repertum jenazah dari penyidik kepada dokter.
2. Label jenazah yang diikatkan oleh penyidik pada ibu jari kaki atau anggota
tubuh yang lain dari korban.

PEMERIKSAAN KORBAN HIDUP


Pemeriksaan ini bergantung pada macam kejahatan yang telah dilakukan
terhadap diri korban. Secara garis besar pemeriksaan ini dapat berupa:
1. Pemeriksaan korban kecelakaan lalu lintas
2. Pemeriksaan korban keracunan
3. Pemeriksaan korban penganiayaan
4. Pemeriksaan korban kejahatan kesusilaan
5. Pemeriksaan penentuan umur

PEMERIKSAAN TERSANGKA
Pemeriksaan kedokteran forensik terhadap diri tersangka dilakukan atas
permintaan:
1. Tersangka sendiri atau penasihat hukumnya.
2. Pihak polisi.

PEMERIKSAAN KORBAN MATI


Untuk menentukan sebab kematian korban dengan pasti, maka pemeriksaan
jenazah harus meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pemeriksaan tubuh bagian dalam

Pengantar Ilmu Kedokteran Forensik


3

dan pemeriksaan tambahan. Hal ini berarti jenazah harus diotopsi. Tanpa melakukan
otopsi, dokter tidak dapat menentukan sebab kematian korban secara pasti.

PENGGALIAN JENAZAH
Penggalian jenazah untuk kepentingan peradilan dilakukan dalam hal:
1. Peristiwa pembunuhan yang korbanya dikubur di tempat tersembunyi.
2. Timbulnya kecurigaan tentang cara kematian korban yang telah dimakamkan
di tempat yang resmi.
3. Permintaan pengadilan untuk melengkapi berkas perkara dengan Visum et
Repertum jenazah.

PEMERIKSAAN BARANG BUKTI YANG BERASAL ATAU DIDUGA DARI


TUBUH MANUSIA
Contoh:
1. Membuktikan suatu noda merah itu suatu darah manusia atau bukan.
2. Menentukan adanya spermatozoa pada sehelai kain.
3. Menentukan adanya bahan racun dalam bahan muntahan.
4. Memeriksa suatu kerangka.

DOKTER SEBAGAI SAKSI, AHLI ATAU SAKSI AHLI


Sebagai seorang warga negara, dokter dapat dipanggil sebagai saksi, ahli
ataupun saksi ahli pada sidang pengadilan. Dalam hal ini dokter kadang-kadang
mengalami pertentangan batin jika keterangan-keterangan yang harus diberikan pada
sidang pengadilan sebagai saksi, ahli atau saksi ahli bersangkut paut dengan seseorang
yang dahulu pernah menjadi pasiennya
Di satu pihak dia sebagai saksi diwajibkan oleh undang-undang untuk
’membuka mulut,’ sedangkan di lain pihak diwajibkan oleh undang-undang pula untuk
menyimpan rahasia pasien. Dalam menghadapi peristiwa demikian, dokter dapat
memecahkan persoalannya dengan menggunakan hak undur diri.

DASAR - DASAR HUKUM PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK

Pasal 7 KUHAP
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya
mempunyai wewenang:
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara.

Pasal 65 KUHAP
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seorang
yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya

Pasal 108 KUHAP


(3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang
terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada
penyelidik atau penyidik

Pasal 120 KUHAP


(1) Dalam hal pennyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus.

Pengantar Ilmu Kedokteran Forensik


4

(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan
memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila
disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia
menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.

Pasal 133 KUHAP


(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan kepada mayat tersebut dan diberi
lebel yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diletakkan di ibu
jari kaki atau bagian lain dari badan mayat.

Pasal 134 KUHAP


(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperlukan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan dahulu kepada keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang
perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

Pasal 135 KUHAP


Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat,
dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal 134
ayat (1) undang-undang ini.

Pasal 170 KUHAP


(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat, atau jabatannya diwajibkan menyimpan
rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi,
yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

Pasal 180 KUHAP


(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap
hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal
itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berasal dari instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu.

Pasal 184 KUHAP


(1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan Saksi
b. Keterangan Ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. keterangan terdakwa

Pengantar Ilmu Kedokteran Forensik


5

(2) Hal yang bersifat umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 186 KUHAP


Keterangan ahli ialah yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan

Pasal 222 KUHP


Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalanghalangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat forensik diancam pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah

Pasal 224 KUHP


Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan
sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya,
diancam:
1. Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;
2. Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.

PENUTUP
Memang harus diakui bahwa para dokter kurang berminat terhadap ilmu
kedokteran forensik. Meskipun demikian Mahasiswa Fakultas Kedokteran yang
umumnya tidak menyukai Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal harus
mengetahui Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal oleh karena dalam mata kuliah
tersebut dijelaskan bagaimana caranya penegak hukum minta bantuan kepada dokter
baik dokter spesialis forensik, dokter spesialis yang lain maupun dokter umum, dan
bagaimana caranya dokter memberi bantuan kepada penegak hukum.
Peranan Ilmu kedokteran Forensik dan Medikolegal diatur di dalam KUHP,
KUHAP, Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang
RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Peraturan-Peraturan
Pelaksanaannya.
Sebab setiap dokter baik yang pegawai negeri maupun yang swasta, baik yang
dokter umum maupun spesialis, setiap saat dapat diwajibkan melakukan pemeriksaan
kedokteran forensik. Penolakan dengan alasan bahwa dokter tersebut tidak mampu atau
tidak ahli melakukan pemeriksaan terebut tidak dapat diterima.

DAFTAR PUSTAKA

Hamdani, N. Ilmu Kedokteran Kehakiman, Ed 2. Jakarta. Gramedia Pustaka, 1992


Idris, A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Jakarta. Binarupa Aksara, 1997
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kitab Undang-Undang Acara Hukum Pidana.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Pengantar Ilmu Kedokteran Forensik

Anda mungkin juga menyukai