Hariadi Apuranto
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
PENDAHULUAN
Dalam menyelesaikan suatu perkara terutama suatu tindak pidana, tidak jarang
penyidik membutuhkan bantuan dari para ahli dalam bidang pengetahuan masing-
masing. Bilamana bantuan ini berhubungan dengan bidang kedokteran, maka sudah
selayaknya bahwa yang diminta bantuan adalah seorang dokter.
Salah satu peranan dokter dilapangan adalah ikut menegakkan dan membela
kebenaran serta keadilan yang diwujudkan dalam bentuk visum et repertum. Tidak
jarang dokter dihadapkan untuk ikut memeriksa korban yang menderita luka atas
permintaan penyidik.
Suatu luka dapat didefinisikan sebagai rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan
oleh suatu trauma. Ada bermacam-macam penyebab luka, yaitu yang disebabkan oleh
tembakan, aliran listrik, persentuhan dengan benda tumpul, benda tajam, bahan kimia
dan sebagainya.
Tindakan kriminal yang disertai dengan kekerasan dengan senjata tajam sering
terjadi, hal ini sering berkaitan dengan mudahnya memperoleh senjata tajam dimana-
mana, karena senjata tajam ini banyak kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Cara kematian luka akibat benda tajam dapat terjadi karena pembunuhan, bunuh
diri, dan kecelakaan. Sebagai contoh adalah:
- Kasus mayat terpotong yang sering terjadi akhir-akhir ini.
- Perampokan di rumah tangga, nasabah bank yang disertai pembunuhan dengan
senjata tajam.
- Bunuh diri dengan menggorok lehernya dengan senjata tajam.
- Bayi baru lahir dibunuh dengan diiris-iris, dipotong-potong oleh ibunya sendiri.
Bentuk Luka:
Tergantung lokasi luka dan bentuk penampang alat penyebab luka.
1. Pada alat-alat tubuh parenkim dan tulang, bentuk luka tusuk sesuai penampang
alat penyebabnya.
2. Pada kulit atau otot:
a.Alat pisau:
Arah sejajar serat elastis/otot: bentuk luka seperti celah.
Arah tegak lurus serat elastis/otot: bentuk luka menganga.
Arah miring terhadap serat elastis/otot: bentuk luka asimetris
b. Alat ganco/lembing: bentuk luka seperti celah bila luka didaerah pertemuan
serat elastis/otot, maka bentuk luka bulat (sesuai dengan penampang alat).
c.Alat penampang segitiga atau segiempat: bentuk luka bintang berkaki tiga atau
empat.
Ciri-ciri luka tusuk
Tergantung alatnya bermata tajam atau tidak.
Bila alat berujung runcing dan bermata tajam:
a. Tepi luka rata.
b. Sudut luka tajam, pada sisi tumpul dari alat, sudut luka kurang tajam.
c. Pada sisi tajam dari alat, rambut ikut terpotong.
d. Bila tusukan dilakukan sampai pangkal pisau, kadang-kadang ditemukan
memar disekitar luka.
e. Ukuran dalam luka lebih besar daripada panjang luka.
Sebab-sebab kematian pada luka tusuk:
a. Penyebab kematian langsung:
Perdarahan.
Kerusakan alat tubuh yang penting.
Emboli udara.
b. Penyebab kematian tak langsung: sepsis /infeksi
Cara kematian pada luka tusuk:
Pembunuhan
Bunuh diri.
Kecelakaan.
Ciri-ciri luka tusuk pada pembunuhan:
1. Lokasi di sembarang tempat, juga di daerah-daerah yang tak mungkin dijangkau
tangan sendiri.
2. Jumlah luka dapat satu atau lebih.
3. Adanya tanda-tanda perlawanan dari korban yang menyebabkan luka tangkisan.
4. Tidak ditemukan luka tusuk percobaan (tentative stabs).
Ciri-ciri tusuk pada bunuh diri:
1. Lokasi pada daerah-daerah yang ada alat tubuh penting dan dapat dicapai oleh
tangan korban sendiri, misalnya dada, perut.
2. Jumlah luka yang mematikan biasanya satu.
3. Ditemukan luka tusuk percobaan disekitar luka utama, bergerombol dan dengan
kedalaman yang berbeda-beda.
4. Tidak dtemukan luka tangkisan.
5. Bila pada daerah yang ada pakaian, maka pakaian akan disingkirkan lebih
dahulu.
6. Kadang-kadang tangan yang memegang senjata mengalami cadaveric spasm.
Pada kasus tertentu hasil pemeriksaan luka tusuk kadang-kadang dapat
membantu menentukan alat atau benda penyebab luka yaitu, bila luka tusuk dibagian
tubuh yang bentuknya stabil, misalnya dada dan ditemukan beberapa alat yang dicurigai
sebagai penyebab luka, ditemukan patahan ujung senjata penyebab luka.
Pedoman: a. Panjang luka adalah ukuran maksimal dari lebar senjata.
b. Dalam luka adalah ukuran minimal dari panjang luka.
Contoh: Korban mengalami luka dengan ukuran panjang 7 cm dan dalam luka 22 cm. di
sekitar korban ditemukan tiga pisau. Pisau I panjang 20 cm, dan lebar 7 cm,
pisau II panjang 25 cm, dan lebar 3 cm, dan pisau III panjang 15 cm, dan lebar
3 cm.
Kesimpulan: Pisau II lah yang paling mungkin menyebabkan luka tusuk pada
korban.
Luka tusuk di kepala:
- Hampir selalu karena pembunuhan
- Kematian sering disebabkan karena perdarahan, rusaknya organ vital, yaitu
jaringan otak.
- Bentuk luka kepala dapat membantu untuk menentukan identifikasi senjata yang
dipakai.
Luka tusuk di leher:
- Korban dapat meninggal karena terpotongnya arteria carotis, vena jugularis,
pharynx dan trachea.
- Terpotongnya arteri carotis dapat menyebabkan perdarahan yang banyak atau
dapat menyebabkan thrombus yang dapat menyumbat arteri cerebralis.
- Terpotongnya vena jugularis dapat menimbulkan emboli udara yang dapat
menyumbat arteria pulmonalis.
- Terpotongnya trachea dapat menyebabkan aspirasi darah ke dalam paru-paru.
Luka tusuk di dada:
- Dapat menimbulkan kerusakan jantung, paru-paru, vena atau arteri besar, yang
dapat menimbulkan kematian.
Luka tusuk pada abdomen:
- Dapat menimbulkan kerusakan pada hepar, lien, gaster, pancreas, renal, vesica
urinaria, usus sehingga dapatmenimbulkan pedarahan yang cukup banyak.
Luka tusuk pada extremitas:
- Sering luka tangkisan, bila jumlahnya banyak dapat menimbulkan kematian akibat
perdarahan.
Cara kematian:
- Pembunhan
- Kecelakaan.
Sebab kematian pada luka bacok:
1. Penyebab kematian langsung:
- pedarahan.
- Kerusak oragn vital
- Emboli udara.
2. Penyebab kematian tidak langsung: sepsis/infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Camp Frans E, ”Gradwolls Legal Medicine’, 2nd ed, John Wright & Sons Bristol 1968.
Fatteh Abdul, ’Hand Book of Forensic Pathology,’ JB.Lippincot Co Philadelphia-
Toronto, 1973.
Gonzales, TA Helpern M. Umberger, CJ, ’Legal Medicine Pathology and Toxicology’,
2nd ed. New York Appleton Centuri Crots Inc. 1954
Gordon,I; Price,TW; Turner, R,’ Medical Jurisprudency,’ Cape Town, 3th ed, 1953.
Hamdani, N. ’Ilmu Kedokteran Kehakiman,’ FK UNAIR, 1971.