LUKA LECET
Adalah suatu kerusakan yang mengenai lapisan atas dari epidermis akibat kekerasan dengan
benda yang memepunyai permukaan yang kasar, sehingga epidermis menjadi tipis, sebagian atau
seluruh lapisannya hilang
Contoh luka lecet:
1. Karena persentuhan dengan benda runcing seperti kuku, duri
2. Karena persentuhan dengan benda kasar misalnya terseret di jalan aspal
3. Karena tali tampar yaitu pada leher orang gantung diri, diikat dengan tali tampar
4. Karena persentuhan dengan benda yang meninggalkan bekas seperti ban mobil
Cirri-ciri luka lecet:
1. Sebagian atau seluruh epitel hilang
2. Kemudian permukaan tertutup oleh exudasi yang akan mengoreng (crusta)
3. Timbul reaksi radang berupa peniumbunan sel-sel PMN
4. Biasanya tidak meninggalkan jaringan parut
Luka lecet dapat terjadi ante mortem atau oost mortem:
Antemortem:
- Warna coklat kemerahan karena eksudasi
- Mikroskopis terdapat sisa-sisa epithelium dan tanda-tanda intravital
Postmortem:
- Tampak mengkilap, warna kekuningan
- Mikroskopis epidermis terpisah sempurna dari dermis dan tidak ditemukan tanda-tanda
intravital
- Pada umunya terjadi pada daerah penonjolan tulang
Perkiraan umur luka lecet: umur luka lecet secara nakroskopis maupun mikroskopis dapat
diperkirakan sebagai berikut:
- Hari ke 1 3 berwarna coklat kemerahan karena eksudasi darah dan cairan lymphe
- 2-3 hari kemudian pelan-pelan betambah suram dan lebih gelap
- Setelah 1-2mnggu mulai terjadi pembentukan epidermis baru
- Dalam beberapa minggu akan timbul penyembuhan lengkap
LUKA MEMAR yang mengalami kerusakan adalah jaringan subkutan sehingga pembuluh
pembuluh darah (kapiler) rusak dan pecah sehingga darah meresep ke jaringan sekitarnya.
Perbedaan Luka Memar dibedakan dengan Lebam Mayat:
- Lokasi Luka memar di sembarang tempat, sedang lebam mayat pada bagian tubuh yang
terendah
- Luka memar disertai dengan pembenkakan dan tanda-tanda intravital
- Bila ditekan atau diiris warna luka memar tidak menghilang, pada lebam mayat warna
menghilang dan jika diiris keluar darah
Umur Luka Memar:
- Mula mula hanya timbul pembengkakan
- Kemudian berwarna merah kebiruan
- Pada hari ke-1 sampai dengan 3 warna menjadi biru kehitaman
- Kemudian warna menjadi biru kehijauan berikutnya coklat dan akhirnya menghilang dalam 1
4 minggu
LUKA ROBEK
Penyembuhan luka lecet, memar, ataupun robek tergantung pada: vaskularisasi, kesehatan tubuh
penderita, ukuran luka, ada tidaknya komplikasi (misalnya infeksi)
II.1. Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan
listrik atau gigitan hewan. 4
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit Didalam melakukan
pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada
hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari
permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka, dan
kualifikasi luka.1,4
II.2. Etiologi 5
1. Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api).
2. Luka karena kekerasan fisik (arus listrik, petir, suhu).
3. Luka karena kekerasan kimiawi (asam, basa, logam berat)
1) Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh,
seperti hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari pemeriksaan luar
hanya tampak adanya luka lecet di daerah yang sesuai dengan alat-alat dalam
tersebut.
2) Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang
menyebabkan luka, seperti :
a. Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak
sebagai suatu luka lecet yang berwarna merah-coklat, perabaan seperti perkamen,
lebarnya dapat sesuai dengan alat penjerat dan memberikan gambaran/cetakan
yang sesuai dengan bentuk permukaan dari alat penjerat, seperti jalianan tambang
atau jalinan ikat pinggang. Luka lecet tekan dalam kasus penjeratan sering juga
dinamakan jejas jerat, khususnya bila alat penjerat masih tetap berada pada leher
korban.
b. Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh ban
kendaraan, maka luka lecet tekan yang terdapat pada tubuh korban seringkali
merupakan cetakan dari ban kendaraan tersebut, khususnya bila ban masih dalam
keadaan yang cukup baik, dimana kembang dari ban tersebut masih tampak
jelas, misalnya berbentuk zig-zag yang sejajar. Dengan demikian di dalam kasus
tabrak lari, informasi dari sifat-sifat luka yang terdapat pada tubuh korban sangat
bermanfaat di dalam penyidikan.
c. Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata menempel pada tubuh
korban, akan memberikan gambaran kelainan yang khas yaitu dengan adanya
jejas laras, yang tidak lain merupakan luka lecet tekan. Bentuk dari jejas laras
tersebut dapat memberikan informasi perkiraan dari bentuk moncong senjata yang
dipakai untuk menewaskan korban.
d. Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau yang
lebih dikenal dengan istilah pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat
menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan sabit; dimana
dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan apakah pencekikan tersebut
dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri atau keduanya. Di dalam penafsiran
perlu hati-hati khususnya bila pada leher korban selain didapatkan luka lecet seperti
tadi dijumpai pula alat penjerat; dalam kasus seperti ini pemeriksaan arah
lengkungan serta ada tidaknya kuku-kuku yang panjang pada jari-jari korban dapat
memberikan kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus bunuh diri
atau kasus pembunuhan, setelah dicekik kemudian digantung.
e. Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban bersentuhan dengan
radiator, maka dapat ditemukan luka lecet tekan yang merupakan cetakan dari
bentuk radiator penabrak.
3) Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kulit ari
yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka; bila pengumpulan tersebut
terdapat di sebelah kanan maka arah kekerasan yang mengenai tubuh korban
adalah dari arah kiri ke kanan. Di dalam kasus-kasus pembunuhan dimana tubuh
korban diseret maka akan dijumpai pengumpulan kulit ari yang terlepas yang
mendekati ke arah tangan, bila tangan korban dipegang; dan akan mendekati ke
arah kaki bila kaki korban yang dipegang sewaktu korban diseret.
4. Memar (Kontusi)
Pada pemeriksaan ditemukan memar.
Jumlahnya: Dua buah.
Lokasinya: Memar pertama di sisi luar dari lengan bawah kiri, sepuluh sentimeter
dari garis pergelangan tangan. Memar kedua di pipi kiri, lima sentimeter sebelah kiri
dari garis tengah tubuh dan lima sentimeter sebelah bawah dari garis mendatar
yang melewati kedua mata.
Bentuknya: Tidak teratur.
Ukurannya: Memar di lengan kiri tiga sentimeter kali empat sentimeter dan
memar di pipi tiga sentimeter kali tiga sentimeter.
Sifatnya: Garis batas memar tidak begitu tegas dan bentuknya tidak teratur.
Daerah di dalam garis batas luka terlihat sedikit menonjol (bengkak), terdiri atas
kulit yang masih utuh. Di sekitar memar tidak ditemukan kelainan.4
4. Pemeriksaan biokemik
Meskipun pemeriksaan histokemik telah banyak menolong, tetapi reaksi trauma
yang ditunjukkan masih memerlukan waktu yang relatif panjang, yaitu beberapa
jam sesudah trauma. Padahal yang sering terjadi, korban mati beberapa saat
sesudah trauma sehingga belum dapat dilihat reaksinya dengan metode tersebut.
Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan biokemik.
Histamin dan serotinin merupakan zat vasoaktif yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya inflamasi akut, terutama pada stadium awal trauma. Penerapannya bagi
kepentingan forensik telah diplubikasikan pertama kali pada tahun 1965 oleh
Vazekas dan Viragos-Kis. Mereka melaporkan adanya kenaikan histamin bebas pada
jejas jerat antemortem pada kasus gantung. Oleh peneliti lain kenaikan histamin
terjadi 20-30 menit sesudah trauma, sedang serotonin naik setelah 10 menit.
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling
lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu
terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 90
Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian;
(3) Kehilangan salah satu pancaindera;
(4) Mendapat cacat berat;
(5) Menderita sakit lumpuh;
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian terpenting. Luka
bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Luka bisa terjadi akibat
kekerasan mekanik, kekerasan fisik, & kekerasan kimiawi. Luka dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis benda, yaitu akibat kekerasan benda tumpul,
akibat benda tajam, akibat tembakan senjata api, akibat benda yang muda pecah,
akibat suhu/temperatur, akibat trauma listrik, akibat petir, dan akibat zat kimia
korosif.
Selain itu luka bisa diketahui waktu terjadinya kekerasan, apakah luka terjadi
antemortem atau postmortem. Terkadang dari luka kita bisa mengetahui umur luka.
Walaupun belum ada satupun metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat
kapan suatu kekerasan dilakukan mengingat adanya berbagai macam faktor yang
mempengaruhinya; seperti faktor infeksi, kelainan darah, atau penyakit defisiensi.
Dari deskripsi luka kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak hukum untuk
menentukan kualifikasi luka sesuai dengan KUHP Bab XX pasal 351 dan 352 serta
Bab IX pasal 90. Yang pada tindak pidana untuk menentukan hukuman yang
diberikan kepada pelaku kekerasan dengan melihat deskripsi luka yang kita buat.
Oleh karena itu diharapkan kita sebagai calon dokter yang nantinya sebagai dokter
di masyarakat umum akan banyak menemukan kasus kekerasan yang
menyebabkan luka baik pada korban hidup maupun korban mati, bisa
mendeskripsikan luka sebaik-baiknya dalam Visum et Repertum.
III.2 Saran
1. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter mampu mendiskripsikan luka
sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu
kedokteran tetapi juga mengetahui hukum kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
DEFINISI
Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma luar
serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan
luka/vulnus.
Vulnus/luka adalah keadaan dimana kontinuitas jaringan rusak bisa akibat trauma, kimiawi,
listrik radiasi.
Vulnus/luka adalah suatu keadaaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Vulnus/luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh.
Vulnus laseratum adalah luka robek akibat terkena mesin, kayu atau benda lainya yang
menyebabkan robeknya jaringan dan ada juga yang menyebutnya vulnus laseratum adalah luka
compang-camping/luka yang bentuknya tidak beraturan.
ETIOLOGI
- Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka
- Trauma tumpul yang menyebabkan luka tertutup (vulnus occlusum) & luka terbuka (vulnus
avertum)
- Zat-zat kimia
- Radiasi
- Sengatan listrik
- Ledakan perubahan suhu
PATOFISIOLOGI
Vulnus terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tubuh yang bisa disebabkan oleh
traumatis/mekanis, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, dan gigitan hewan atau
binatang. Vulnus yang terjadi dapat menimbulkan beberapa tanda dan gejala seperti bengkak,
krepitasi, shock, nyeri, dan deformitas atau bisa juga menimbulkan kondisi yang lebih serius.
Tanda dan gejala yang timbul tergantung pada penyebab dan tipe vulnus.
Jenis-jenis luka dapat dibedakan dua bagian, yaitu luka tertutup dan luka terbuka, luka terbuka
yaitu dimana terjadi hubungan dengan dunia luar, misalnya : luka lecet ( vulnus
excoratiol ), luka sayat ( vulnus invissum ), luka robek ( vulnus laceratum ), luka potong ( vulnus
caesum ), luka tusuk ( vulnus iktum ), luka tembak ( vulnus aclepetorum), luka gigit ( vulnus
mossum ), luka tembus ( vulnus penetrosum ), sedangkan luka tertutup yaitu luka tidak terjadi
hubungan dengan dunia luar, misalnya luka memar.
proses yang terjadi secara alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :
1. Fase inflamsi atau lagphase berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi pendarahan,
ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan
kimia tertentu dan asam amoini tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus
dinding pembuluh darah dan khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi Vasekontriksi dan proses
penghentian pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedisis dan menuju
dareh luka secara khemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamine yang
menunggalkan peruseabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul
tanda-tanda radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan kotoran dan
kuman.
2. Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu. Tersifat oleh proses
preforasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari sel-sel masenkim. Serat serat baru
dibentuk, diatur, mengkerut yang tidak perlu dihancurkan dengan demikian luka
mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen,
kapiler-kapiler baru : membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut
jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menututpi dasar
luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak dapat
naik, pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan
mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka.
3. Fase remodeling fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan berahir bila
tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tidak ada
rasa sakit maupun gatal.
MANIFESTASI KLINIS
Apabila seseorang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat (local) dan gejala umum
(mengenai seluruh tubuh)
a. Gejala Local
- Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Intensitas atau derajat rasa nyeri
berbeda-beda tergantung pada berat / luas kerusakan ujung-ujung saraf dan lokasi luka.
- Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada Lokasi luka, jenis pembuluh darah yang
rusak.
- Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar
- Ganguan fungsi, fungdi anggota badan akan terganggu baik oleh karena rasa nyeri atau
kerusakan tendon.
b. Gejala umum
Gejala/tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat penyuli/komplikasi yang terjadi seperti
syok akibat nyeri dan atau perdarahan yang hebat.
MACAM-MACAM LUKA
Menurut tipenya luka dibedakan menjadi 4 tipe luka yaitu :
1) Clean wound/luka bersih
Clean wound atau luka bersih adalah luka yang dibuat oleh karena tindakan operasi dengan
tehnik steril , pada daerah body wall dan non contaminated deep tissue ( tiroid, kelenjar,
pembuluh darah, otak, tulang)
2)Clean contaminated wound
Merupakan luka yang terjadi karena benda tajam, bersih dan rapi, lingkungan tidak steril atau
operasi yang mengenai daerah small bowel dan bronchial.
3)Contaminated wound
Luka ini tidak rapi, terkontaminasi oleh lingkungan kotor, operasi pada saluran terinfeksi (large
bowel/rektum, infeksi broncial, infeksi perkemihan)
4) Infected wound
Jenis luka ini diikuti oleh adanya infeksi, kerusakan jaringan, serta kurangnya vaskularisasi pada
jaringan luka.
Secara umum luka dapar dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Simple, bila hanya melibatkan kulit.
2) Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya.
Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda tajam ( 50 % ) misalnya karena
tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau kecelakaan lalu lintas, trauma arteri
dibedakan berdasarkan beratnya cidera :
1) Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus dinding.
2) Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka dan biasanya
menimbulkan pendarahan yang hebat.
3) Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis menunjukan pendarahan
yang tidak besar, arteri akan mengalami vasokontriksi dan retraksi sehingga masuk ke jaringan
karen elastisitasnya.
Adapun tipe penyebab luka adalah :
1.Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)
Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka
tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.
2.Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)
Penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit
merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit.
3.Vulnus Punctum (Luka Tusuk)
Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka
terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai
abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka tembus).
4.Vulnus Contussum (Luka Kontusio)
Penyebab: benturan benda yang keras. Luka ini merupakan luka tertutup, akibat dari kerusakan
pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan berdarah (hematoma)
bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ dalam terbentur dapat
menyebabkan akibat yang serius.
5.Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)
Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka
akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.
6.Vulnus Schlopetorum (Lika Tembak)
Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka tampak kehitam-hitaman, bisa tidak
teratur kadang ditemukan corpus alienum.
7.Vulnus Morsum (Luka Gigitan)
Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi besar bentuk luka
tergantung dari bentuk gigi
8.Vulnus Perforatum (Luka Tembus)
Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak atau
proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
9.Vulnus Amputatum (Luka Terpotong)
Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi
tinggi, terdapat gejala pathom limb.
10.Vulnus Combustion (Luka Bakar)
Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun kimia Jaringan kulit rusak dengan
berbagai derajat mulai dari lepuh (bula carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau anesthesia.
KOMPLIKASI LUKA
1. Penyuli dini seperti : hematoma, seroma, infeksi
2. Penyulit lanjut seperti : keloid dan parut hipertrifik dan kontraktur
Dampak terhadap sistem tubuh
1.Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.
2.Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme,
maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan
intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan
oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan
kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat
pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3.Sistem respirasi.
a.Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif
kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b.Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan
perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena
latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c.Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus
cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4.Sistem Kardiovaskuler
a.Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada
keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b.Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian
diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c.Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga
darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah
darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan.
5.Sistem Muskuloskeletal
a.Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi
sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan
terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b.Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan.
Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c.Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d.Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6.Sistem Pencernaan
a.Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b.Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi
kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan
orang sulit buang air besar.
7.Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan
sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine
sehingga dapat menyebabkan: Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk
batu ginjal dan tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman
dan dapat menyebabkan ISK.
8.Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan
sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
DIAGNOSIS
Pada kasus vulnus diagnosis pertama dilakukan secara teliti untuk memastikan apakah ada
pendarahan yang harus dihentikan. Kemudian ditentukan jenis trauma apakah trauma tajam atau
trauma tumpul, banyaknya kematian jaringan, besarnya kontaminasi dan berat jaringan luka.
PENATALAKSANAAN
Pertama dilakukan anstesi setempat atau umum, tergantung berat dan letak luka, serta keadaan
penderita, luka dan sekitar luka dibersihkan dengan antiseptic. Bahan yang dapat dipakai adalah
larutan yodium frovidon 1% dan larutan klorheksin %, larutan yodium 3% atau alcohol 70%
hanya digunakan untuk membersih kulit disekitar luka.
Kemudian daerah disekitar lapangan kerja ditutup dengan kain steril dan secara steril dilakukan
kembali pembersihan luka dari kontaminasi secara mekanis, misalnya pembuangan jaringan mati
dengan guntung atau pisau dan dibersihkan dengan bilasan, guyuran atau semprotan NaCl.
Akhirnya dilakukan penjahitan dengan rapid an luka ditutup dengan bahan yang dapat mencegah
lengketnya kasa, misalnya kasa yang mengandung vaselin ditambah dengan kasa penyerap dan
dibalut dengan pembalut elastis
PROSES PENYEMBUHAN LUKA
1.Stadium Satu-Pembentukan Hematoma: Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma
disekitar. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48 jam dan perdarahan
berhenti sama sekali.
2.Stadium Dua-Proliferasi Seluler: Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel
menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang
lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah.
Fase ini berlangsung selama 8 jam.
3.Stadium Tiga-Pembentukan Kallus: Selsel yang berkembang memiliki potensi yang
kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk
tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast
mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan
tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal.
4.Stadium Empat-Konsolidasi: Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang
normal.
5.Stadium Lima-Remodelling: Telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat
yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
2. Pengertian Empati
3. Pengertian Trauma
4. Pengertian Alusi
Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut digunakan untuk
menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami seseorang. Para Psikolog menyatakan
trauma dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang
dan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative, dalam istilah psikologi disebut post-
traumatic syndrome disorder.
Keduanya memiliki potensi dampak yang sama, namun para ahli menegaskan trauma psikologis
yang dampaknya paling buruk dan bisa menetap. Luka di badan mungkin mudah sembuh, tapi
luka batin akibat sering dicaci maki, tak ada yang tahu pastinya kecuali orang itu sendiri.
Penyebab Trauma
Penyebab trauma bisa beragam bentuknya, mulai dari kekerasan, kehilangan, atau perpisahan,
eksploitasi. Namun trauma yang seringkali menimbulkan dampak negative bagi masa depan
seseorang adalah trauma yang disebabkan kejadian yang sangat memukul dalam lingkungan
keluarga, seperti perceraian, kematian, atau kekerasan dalam rumah tangga. Apalagi jika hal-hal
tersebut terjadi secara terus menerus dalam waktu berkepanjangan.
1. Pengertian Trauma
Dalam realitas kita sering mendengar atau mengucapkan istilah stres dan trauma. Kondisi kedua
konteks ini diucapkan orang bilamana suatu persoalan yang kita hadapi terjadi berulangulang,
beruntun dan membuat kita tidak berdaya dalam menyikapi, menghadapi dan mengatasinya.
Stres secara umum dapat dipahami sebagai suatu reaksi atau tanggapan (fisik atau psikis)
terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar diri manusia (lingkungan). Stres dapat
berlangsung dalam jangka waktu singkat dan panjang. Stres dalam waktu singkat biasanya dapat
diatasi dengan cara beristirahat, rileks, rekreasi atau berolahraga. Stres ini biasanya terjadi akibat
kecapekan atau kelelahan secara fisik. Namun, bila stres itu berkepanjangan dan tidak dapat
dikendalikan, tubuh dan jiwa tidak punya kesempatan untuk beristirahat, ini biasanya
dikategorikan stres yang bersifat psikologis. Sebagai konsekuensinya adalah akan menimbulkan
dampak negatif pada diri individu, seperti depresi, serangan jantung, sesak nafas, dsb. Kondisi
stres yang berakibat fatal bagi individu (merugikan dan menyakiti) disebut distress (stres buruk),
sedangkan stres yang menyenangkan, memotivasi semangat hidup, meningkatkan etos kerja,
meningkatkan gairah, kreativitas dan prestasi belajar/kerja dinamakan eustress (stres baik).
Sedangkan trauma merupakan reaksi fisik dan psikis yang bersifat stress buruk akibat suatu
peristiwa, kejadian atau pengalaman spontanitas/secara mendadak (tiba-tiba), yang membuat
individu mengejutkan, kaget, menakutkan, shock, tidak sadarkan diri, dsb yang tidak mudah
hilang begitu saja dalam ingatan manusia. James Drever (1987) mengatakan trauma adalah
setiap luka, kesakitan atau shock yang terjadi pada fisik dan mental individu yang berakibat
timbulnya gangguan serius. Sarwono (1996), melihat trauma sebagai pengalaman yang tiba-
tiba, mengejutkan dan meninggalkan bekas (kesan) yang mendalam pada jiwa seseorang yang
mengalaminya. Dari dua pendapat ini, dapat dianalisis bahwa trauma merupakan suatu kondisi
yang tidak menyenangkan atau buruk yang datang secara spontanitas dan merusak seluruh
sendi/fungsi pertahanan kejiwaan individu, sehingga membuat individu tidak berdaya dalam
mengendalikan dirinya.
Secara umum, kondisi trauma yang dialami individu (anak) disebabkan oleh berbagai situasi dan
kondisi, di antaranya:
1. Peristiwa atau kejadian alamiah (bencana alam), seperti gempa bumi, tsunami, banjir,
tanah longsor, angin topan, dsb.
2. Pengalaman dikehidupan sosial ini (psiko-sosial), seperti pola asuh yang salah, ketidak
adilan, penyiksaan (secara fisik atau psikis), teror, kekerasan, perang, dsb.
3. Pengalaman langsung atau tidak langsung, seperti melihat sendiri, mengalami sendiri
(langsung) dan pengalaman orang lain (tidak langsung), dsb.
Dalam kajian psikologi dikenal beberapa jenis trauma sesuai dengan penyebab dan sifat
terjadinya trauma, yaitu trauma psikologis, trauma neurosis, trauma psikosis, dan trauma
diseases.
1. Trauma Psikologis:
Trauma ini adalah akibat dari suatu peristiwa atau pengalaman yang luar biasa, yang terjadi
secara spontan (mendadak) pada diri individu tanpa berkemampuan untuk mengontrolnya (loss
control and loss helpness) dan merusak fungsi ketahanan mental individu secara umum. Ekses
dari jenis trauma ini dapat menyerang individu secara menyeluruh (fisik dan psikis).
2. Trauma Neurosis:
Trauma ini merupakan suatu gangguan yang terjadi pada saraf pusat (otak) individu, akibat
benturan-benturan benda keras atau pemukulan di kepala. Implikasinya, kondisi otak individu
mengalami pendarahan, iritasi, dsb. Penderita trauma ini biasanya saat terjadi tidak sadarkan diri,
hilang kesadaran, dsb. yang sifatnya sementara.
3. Trauma Psychosis:
Trauma psikosis merupakan suatu gangguan yang bersumber dari kondisi atau problema fisik
individu, seperti cacat tubuh, amputasi salah satu anggota tubuh, dsb. yang menimbulkan
shock dan gangguan emosi. Pada saat-saat tertentu gangguan kejiwaan ini biasanya terjadi akibat
bayang-bayang pikiran terhadap pengalaman/ peristiwa yang pernah dialaminya, yang memicu
timbulnya histeris atau fobia.
4. Trauma Diseases:
Gangguan kejiwaan jenis ini oleh para ahli ilmu jiwa dan medis dianggap sebagai suatu penyakit
yang bersumber dari stimulus-stimulus luar yang dialami individu secara spontan atau berulang-
ulang, seperti keracunan, terjadi pemukulan, teror, ancaman, dsb.
Sementara itu, kondisi trauma (traumatic) yang dialami orang (anak, remaja dan dewasa), juga
mempunyai sifatnya masing-masing sesuai dengan pengalaman, peristiwa atau kejadian yang
menyebabkan rasa trauma, yaitu ada trauma yang bersifat ringan, sedang/menengah dan trauma
berat. Kondisi trauma yang ringan, biasanya perkembangannya tidak berlarut-larut, mudah
diatasi dan hanya dalam batas waktu tertentu saja serta penanganannya tidak membutuhkan
waktu lama, demikian pula halnya dengan kondisi trauma yang bersifat sedang atau menengah.
Namun, jika keadaan trauma yang dialami individu bersifat berat, ini biasanya agak sulit
ditangani dan membutuhkan waktu yang lama dalam penyembuhan. Adapun konseling yang
akan diterapkan dalam kasus ini adalah harus dilakukan secara kontinyu, penuh kesabaran, penuh
keikhlasan dan betul-betul ada kesadaran dari para profesional (orang-orang yang terlatih) untuk
menanganinya secara baik.
Adalah suatu hal penting yang harus diperhatikan secara komprehensif oleh semua pihak yang
terlibat dalam pemberian bantuan pada penderita traumatik bahwa upaya deteksi (teropong,
observasi, analisis dan pemahaman) terhadap kasus, masalah atau penyakit secara mendalam
merupakan kunci utama dari keberhasilan penanganannya (terapi atau konselingnya).
Bagaimana proses awal terjadinya trauma dan sejauh mana kondisi traumatik menyerang
individu? Konteks ini, kiranya akan memudahkan kita dalam hal pencarian solusi akhir untuk
mengembalikan kondisi normal bagi penderita ganguan kejiwaan secara bertahap dan
berkesinambungan.
Berikut ini adalah beberapa cara atau langkah awal yang perlu diperhatikan dalam rangka
diagnosis awal sebagai upaya penanganannya (terapi) selanjutnya:
1. Planning
Konsep ini merupakan pemikiran dasar dalam rangka menjalankan tugas secara menyeluruh.
Tanpa planning yang tepat, kesulitan akan segera menghadang. Dengan adanya planning, maka
segala sesuatu yang dibutuhkan dalam aplikasi kerja akan berjalan dengan baik dan terfokus.
2. Action
Setelah perencanaan yang matang, maka langkah kerja selanjutnya adalah aksinya (perbuatan).
Dalam aksi, segala hal/masalah yang hendak dianalisis atau dikaji akan menjadi terorganisasi,
sistematis dan terintegrasi, sehingga memperjelas metode, pendekatan dan upaya problem
solving (pemecahan masalah).
3. Controlling:
Konsep ini menjadi penting karena apabila terjadi kekeliruan metode, pendekatan dan konsep
sebagaimana yang telah direncanakan dan diaplikasikan dilapangan maka dapat dikontrol, dan
memungkinkan konselor untuk mengubah cara-cara lain yang sesuai dengan bobot masalah
4. Evaluation:
Kegunaan konsep evaluasi adalah untuk melihat sejauhmana proses perkembangan kesembuhan
traumatik yang diderita oleh individu dalam upaya pemberian bantuan, apakah dilanjutkan atau
dihentikan (bila dianggap sudah normal).
Ringkasnya, teknik ini akan memudahkan konselor, guru, dokter, dsb. dalam upaya diagnosis
awal (deteksi dini) dimulai bagi penderita traumatik. Kemudian baru dilanjutkan dengan tahap
penyembuhan (penanganan). Pada tahap penanganan awal terhadap penderita traumatik, ada
beberapa cara yang dapat dilakukan oleh konselor, guru, dokter, ulama, tokoh agama, tokoh adat,
dsb., diantaranya:
Di sini konselor, guru, dokter, tokoh agama, tokoh adat, dsb. diharapkan harus terlibat
langsung mengadakan penanganan korban trauma.
Bagaimana proses penyesuaian diri, interaksi, komunikasi dan sikap para petugas akan
sangat menentukan berhasil tidaknya pemberian bantuan penyembuhan. Pola kepribadian
petugas adalah kunci utama dalam penanganan koran trauma.
Dengan teknik langsung ini, metode self help group akan menjadi efektif, kohesif dan
kreatif, dsb.
Terapi model ini akan menghasilkan suasana kebersamaan, satu rasa dan satu tujuan
kelompok.
Akan terbentuk persepsi diri dan persepsi sosial secara baik bagi penderita trauma
Dengan teknik ini akan memungkinkan dilakukan usaha kearah pengembangan dan
pemberdayaan ketrampilan dalam berbagai bentuk; karya wisata, kegiatan perlombaan,
life skill, dsb.
Merujuk pada model penanganan tersebut, yang lebih para pemberi bantuan terhadap korban
trauma mampu menjabarkan empati secara proporsional dan profesional, sehingga penanganan
yang dilakukan dapat memberi hasil maksimal.