Suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekerasan mekanik dari benda tumpul
(benda benda yang mempunyai permukaan tumpul/ keras/ kasar seperti: batu, kayu, martil,
kepalan tangan, kuku, dll) terhadap jaringan tubuh yang mengakibatkan luka/ cedera/ trauma.
Trauma tumpul menyebabkan :
1. Abration (luka lecet)
Suatu keadaan berupa hilang atau rusaknya epitel sel pembungkus kulit (epidermis) atau
membrane mukosa diakibatkan tekanan benda keras, tumpul atau kasar. Kerusakan tubuh
hanya terbatas pada lapisan kulit terluar/ kulit ari. Berdasarkan Mekanisme terjadinya luka
lecet :
a. Luka Lecet Geser
Terjadi apabila objek tumpul yang lebar dan kasar permukaannya bergeser dengan
permukaan tubuh.
b. Luka Lecet Gores
Abrasi yang terjadi akibat geseran benda runcing seperti duri, kuku dan benda
sejenisnya.
c. Luka lecet tekan.
Abrasi akibat hentakan benda tumpul ke tubuh korban (atau sebaliknya) dengan sudut
tegak lurus yang akan menghasilkan corak/bentuk objek yang mengenainya
Ciri – ciri luka lecet adalah :
a) Bentuk luka tak teratur
b) Batas luka tidak teratur
c) Tepi luka tidak rata
d) Kadang – kadang di temukan sedikit perdarahan
e) Permukaannya tertutup oleh krusta ( serum yang telah mongering )
f) Warna coklat kemerahan
g) Pada pemeriksan mikroskopik terlihat adanya beberapa bagian yang masih di tutupi
epitel dan reaksi jaringan (inflamasi)
Bentuk luka lecet kadang–kadang dapat memberi petunjuk tentang benda penyebabnya; seperti
misalnnya kuku, ban mobil, tali atau ikat pinggang. Luka lecet juga dapat terjadi sesudah orang
meninggal dunia, dengan tanda – tanda sebagai berikut:
a) Warna kuning mengkilat
b) Lokasi biasnya didaerah penonjolan tulang
c) Pemeriksaan mikroskopik tidak di temukan adanya sisa- sia epitel dan tidak di temukan
reaksi jaringan
1. Luka sayat
Luka sayat ialah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat
ditekan pada kulit dengan kekuatan relativ ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit.
Ciri luka sayat :
a) Pinggir luka rata
b) Sudut luka tajam
c) Rambut ikut terpotong
d) Jembatan jaringan ( - )
e) Biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai tulang
2. Luka tusuk
Luka tusuk ialah luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang
terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. Contoh: Belati,
bayonet, keris
Ciri luka tusuk (misalnya senjata pisau / bayonet) :
a) Tepi luka rata
b) Dalam luka lebih besar dari panjang luka
c) Sudut luka tajam
d) Sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam
e) Sering ada memar / echymosis di sekitarnya
3. Luka bacok
Luka bacok ialah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul
yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang, clurit,
kapak, baling-baling kapal.
Ciri luka bacok :
a) Luka biasanya besar
b) Pinggir luka rata
c) Sudut luka tajam
d) Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian tubuh
yang terkena bacokan
e) Kadang-kadang pada tepi luka terdapat memar, aberasi
TRAUMA KIMIA
Ada 2 penyebab kimia terjadinya trauma (kecederaan) kimia, yaitu :
1. Asam
Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain :
- Asam mineral, antara lain : H2SO4, HCl dan NO3.
- Asam organik, antara lain : asam oksalat, asam formiat dan asam asetat.
- Garam mineral, antara lain : AgNO3 dan Zinc Chlorida.
- Halogen, antara lain : F, Cl, Ba dan J.
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan luka, ialah:
Mengekstraksi air dari jaringan.
Mengkoagulasi protein menjadi albuminat.
Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin.
Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di atas ialah:
- Terlihat kering.
- Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric acid berwarna
kuning kehijauan.
- Perabaan keras dan kasar.
2. Basa
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain : KOH, NaOH, NH4OH
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini :
Pemakaian senjata api untuk maksud membunuh atau melukai membawa implikasi yang
luas, tidak jarang menimbulkan keresahan dan kesulitan tersendiri bagi mereka yang terlibat. Di
dalam menghadapi kasus kriminal yang melibatkan pemakaian senjata api sebagai alat yang
dimaksudkan untuk melukai atau mematikan seseorang, maka dokter sebagai orang yang
melakukan pemeriksaan, khususnya atas diri korban, perlu secara hati-hati, cermat dan teliti
dalam menafsirkan hasil yang didapatnya. Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi sebagai
pemeriksa, maka dokter harus menjelaskan berbagai hal, diantaranya apakah luka tersebut
memang luka tembak, yang mana luka tembak masuk dan yang mana yang keluar, jenis senjata
yang dipakai, jarak tembak, arah tembakan, perkiraan posisi korban sewaktu ditembak, berapa
kali korban ditembak, dan luka tembak mana yang menyebabkan kematian. Di dalam dunia
kriminal, senjata api yang biasa dipergunakan adalah senjata genggam beralur, sedangkan senjata
api dengan laras panjang dan senjata yang biasa dipakai untuk olahraga berburu yang larasnya
tidak beralur jarang dipakai untuk maksud kriminal. Senjata genggam yang banyak dipergunakan
untuk maksud kriminal dapat dibagi dalam 2 kelompok, dimana dasar pembagian berikut adalah
arah perputaran`alur yang terdapat dalam laras senjata.
Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam visum et repertum, tidak dibenarkan
menggunakan istilah pistol atau revolver; oleh karena perkataan pistol mengandung pengertian
bahwa senjatanya termasuk otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver berarti anak peluru
berada dalam silinder yang akan memutar jika tembakan dilepaskan. Oleh karena dokter tidak
melihat peristiwa penembakannya, maka yang akan disampaikan adalah; senjata api kaliber 0,38
dengan alur ke kiri dan sebagainya.
A. Klasifikasi Luka Tembak
Yang diperlukan sebenarnya penentuan jarak tembak atau jarak antara moncong
senjata dengan targetnya yaitu tubuh korban. Berdasarkan ciri-ciri yang khas pada setiap
tembakan yang dilepaskan dari berbagai jarak, maka perkiraan jarak tembak dapat diketahui,
dengan demikian dapat dibuat klasifikasinya. Klasifikasi yang dimaksud antara lain :
a) Luka tembak tempel (contact wounds)
- Terjadi bila moncong senjata ditekan pada tubuh korban dan ditembakkan.
Bila tekanan pada tubuh erat disebut “hard contact”, sedangkan yang tidak erat
disebut “soft contact”.
- Umumnya luka berbentuk bundar yang dikelilingi kelim lecet yang sama
lebarnya pada setiap bagian.
- Di sekeliling luka tampak daerah yang bewarna merah atau merah coklat, yang
menggambarkan bentuk dari moncong senjata, ini disebut jejas laras.
- Rambut dan kulit di sekitar luka dapat hangus terbakar.
- Saluran luka akan bewarna hitam yang disebabkan oleh butir-butir mesiu, jelaga
dan minyak pelumas.
- Tepi luka dapat bewarna merah, oleh karena terbentuknya COHb.
- Bentuk luka tembak tempel sangat dipengaruhi oleh keadaan / densitas jaringan
yang berada di bawahnya, dengan demikian dapat dibedakan :
a. Luka tembak tempel di daerah dahi
b. Luka tembak tempel di daerah pelipis
c. Luka tembak tempel di daerah perut
- Luka tembak tempel di daerah dahi mempunyai ciri :
a. Luka berbentuk bintang
b. Terdapat jejak laras
- Luka tembak tempel di daerah pelipis mempunyai ciri :
a. Luka berbentuk bundar
b. Terdapat jejas laras
- Luka tembak tempel di daerah perut mempunyai ciri :
a. Luka berbentuk bundar
b. Kemungkinan besar tidak terdapat jejas laras
b) Luka tembak jarak dekat (close range wounds)
- Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban masih
dalam jangkauan butir-butir mesiu (luka tembak jarak dekat), atau
jangkauan jelaga dan api (luka tembak jarak sangat dekat).
- Luka berbentuk bundar atau oval tergantung sudut masuknya peluru,
dengan di sekitarnya terdapat bintik-bintik hitam (kelim tato) dan atau
jelaga (kelim jelaga).
- Di sekitar luka dapat ditemukan daerah yang bewarna merah atau hangus terbakar.
- Bila terdapat kelim tato, berarti jarak antara moncong senjata dengan
korban sekitar 60 cm (50-60 cm), yaitu untuk senjata genggam.
- Bila terdapat pula kelim jelaga, jaraknya sekitar 30 cm (25-30 cm).
- Bila terdapat juga kelim api, maka jarak antara moncong senjata dengan korban
sekitar 15 cm.
Bila senjata yang dipergunakan sering diberi minyak pelumas, maka minyak yang melekat
pada anak peluru dapat terbawa dan melekat pada luka. Bila penembakan dilakukan dengan
posisi moncong senjata menempel dengan erat pada tubuh korban, maka akan terdapat jejas
laras. Selain itu bila senjata yang dipakai termasuk senjata yang tidak beralur (smooth
bore), maka komponen yang keluar adalah anak peluru dalam satu kesatuan atau tersebar
dalam bentuk pellet, tutup dari peluru itu sendiri juga dapat menimbulkan kelainan dalam
bentuk luka. Komponen atau unsur-unsur yang keluar pada setiap peristiwa penembakan
akan menimbulkan kelainan pada tubuh korban sebagai berikut:
Mekanisme terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru adalah
sebagai berikut:
Pada beberapa keadaan luka tembak keluar lebih kecil dari luka tembak masuk, hal ini
disebabkan:
- Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar berkurang, sehingga
kerusakannya (lubang luka tembak keluar) akan lebih kecil, perlu diketahui bahwa
kemampuan peluru untuk dapat menimbulkan kerusakan berhubungan langsung dengan
ukuran peluru dan velocity.
- Adanya benda menahan atau menekan kulit pada daerah dimana peluru akan keluar yang
berarti menghambat kecepatan peluru, luka tembak keluar akan lebih kecil bila
dibandingkan dengan luka tembak masuk. Luka tembak keluar di daerah kepala.
- Bentuk luka tembak di daerah kepala dapat seperti bintang (“stellate”).
- Bentuk bintang tersebut disebabkan oleh karena akibat tembakan dimana tenaganya
diteruskan ke segala arah, fragmen-fragmen tulang yang terbentuk turut terdorong keluar
dan menimbulkan robekan-robekan baru yang dimulai dari pinggir luka dan menyebar
secara radier.
- Luka tembak keluar sebagian (partial exit wound), hal ini dimungkinkan oleh karena
tenaga peluru tersebut hampir habis atau ada penghalang yang menekan pada tempat
dimana peluru akan keluar, dengan demikian luka dapat hanya berbentuk celah dan tidak
jarang peluru tampak menonjol sedikit pada celah tersebut.
- Jumlah luka tembak keluar lebih banyak dari jumlah peluru yang ditembakkan, ini
dimungkinkan karena:
a) Peluru pecah dan masing-masing pecahan membuat sendiri luka tembak keluar.
b) Peluru menyebabkan ada tulang yang patah dan tulang tersebut terdorong keluar pada
tempat yang berbeda dengan tempat keluarnya peluru.
c) Dua peluru masuk ke dalam tubuh melalui satu luka tembak masuk (“tandem bullet
injury”), dan di dalam tubuh ke dua peluru tersebut berpisah dan keluar melalui tempat
yang berbeda.
IDENTIFIKASI LUKA
Teknik pemeriksaan pada kasus korban hidup baik perlukaan, maupun kejahatan
seksual/perkosaan, pada prinsipnya sama dengan pemeriksaan prosedur klinis lainnya.
Pemeriksaan tersebut secara umum mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang bila diperlukan.
Terdapat perbedaan yang mendasar antara pemeriksaan medicolegal dengan pemeriksaan
klinis untuk kepentingan pengobatan, yaitu pemeriksaan medikolegal bertujuan untuk
menegakkan hukum pada suatu peristiwa pidana yang dialami korban melalui penyusunan visum
et repertum yang baik. Oleh karena itu penting diperhatikan ada tidaknya tanda-tanda kekerasan
yang merupakan hasil suatu tindak pidana.
Tanda kekerasan yang secara klinis dapat sembuh dengan sendirinya (seperti luka lecet
yang ukurannya relatif kecil) dapat saja tidak “begitu” bermakna dalam temuan klinis. Namun
dipandang dari sudut medicolegal apapun jenis dan ukuran luka merupakan temuan yang sangat
bermakna. Dengan demikian pada pemeriksaan suatu luka, bisa saja ada beberapa hal yang
dianggap penting dari segi medikolegal, tidak dianggap perlu untuk tujuan pengobatan, seperti
misalnya lokasi luka, tepi luka, dan sebagainya.
Luka-luka yang ditemukan harus dideskripsikan dengan jelas, lengkap dan baik, hal ini
penting untuk mengetahui jenis kekerasan yang telah dialami oleh korban. Bila perlu gunakan
gambar dan dimasukkan dalam berkas rekam medis. Deskripsikan luka secara sistematis dengan
urutan sebagai berikut : regio, koordinat, jenis luka, bentuk luka, tepi luka, dasar luka, keadaan
sekitar luka, ukuran luka, jembatan jaringan, benda asing dan sebagainya.
Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR perlukaan adalah
derajat luka atau kualifikasi luka. Dari aspek hukum, VeR dikatakan baik apabila substansi yang
terdapat dalam VeR tersebut dapat memenuhi delik rumusan dalam KUHP. Penentuan derajat
luka sangat tergantung pada latar belakang individual dokter seperti pengalaman, keterampilan,
keikutsertaan dalam Pendidikan kedokteran berkelanjutan dan sebagainya. Suatu perlukaan dapat
menimbulkan dampak pada korban dari segi fisik, psikis, sosial dan pekerjaan, yang dapat timbul
segera, dalam jangka pendek, ataupun jangka panjang. Dampak perlukaan tersebut memegang
peranan penting bagi hakim dalam menentukan beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan
sesuai dengan rasa keadilan.
Hukum pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan yang terdiri dari tiga tingkatan
dengan hukuman yang berbeda yaitu penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan penjara),
penganiayaan (pidana maksimum 2 tahun 8 bulan), dan penganiayaan yang menimbulkan luka
berat (pidana maksimum 5 tahun). Ketiga tingkatan penganiayaan tersebut diatur dalam pasal
352 (1) KUHP untuk penganiayaan ringan, pasal 351 (1) KUHP untuk penganiayaan, dan pasal
352 (2) KUHP untuk penganiayaan yang menimbulkan luka berat. Setiap kecederaan harus
dikaitkan dengan ketiga pasal tersebut. Untuk hal tersebut seorang dokter yang memeriksa
cedera harus menyimpulkan dengan menggunakan Bahasa awam, termasuk pasal mana
kecederaan korban yang bersangkutan.
Deskripsi luka yang baik harus mampu memberikan informasi kepada pembaca mengenai
kondisi luka. Deksripsi luka meliputi:
1. Jumlah luka.
2. Lokasi luka, meliputi:
a. Lokasi berdasarkan regio anatomiknya.
b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian tertentu dari
tubuh. Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada
regio yang luas seperti di dada, perut, penggung. Koordinat tubuh dibagi dengan
menggunakan garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu kanan dan kiri,
garis khayal mendatar yang melewati puting susu, garis khayal mendatar yang
melewati pusat, dan garis khayal mendatar yang melewati ujung tumit. Pada kasus
luka tembak harus selalu diukur jarak luka dari garis khayal mendatar yang melewati
kedua ujung tumit untuk kepentingan rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung
dapat dideskripsikan lokasinya berdasarkan garis khayal yang menghubungkan ujung
bawah tulang belikat kanan dan kiri.
3. Bentuk luka, meliputi :
a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk setelah dirapatkan
4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk panjang x
lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.
Diponegoro. 2007.
3. Satyo, Alfred. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Medan: Majalah Kedokteran
Nusantara. 2006.
4. Afandi D. Visum Et Repertum: Tatalaksana dan Teknik Pembuatan edisi kedua. Pekanbaru:
Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2017.
5. Afandi D. Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan Derajat Luka.
Maj Kedokt Indon 60(4):2010.
6. Herkutanto, Pusponegoro AD, Sudarmo S. Aplikasi trauma-related injury severity score
(TRISS) untuk penetapan derajat luka dalam konteks mediklegal. J I Bedah Indones.
2005;33(2):37-43.